Beranda / Urban / Sang Pengaman / Lari? Sembunyi? Hadapi?

Share

Lari? Sembunyi? Hadapi?

"Sepertinya aku harus pergi sekarang!" Desi langsung berdiri dari tempatnya duduk. Tapi saat dirinya berjalan beberapa langkah, pandangan mata seakan disilaukan oleh cahaya.

Badan yang tegakpun tiba-tiba oleng tak karuan. Sepertinya Desi mengidap penyakit anemia, atau wanita itu banyak kehilangan cairan tubuh. Setelah terus terjaga seharian penuh.

Rasa takut yang terus menyelimutinya, menjadikan Desi tidak bisa meregangkan otot dan pikiran. Hingga akhirnya Desi harus membuka mata, tanpa tidur sekejap pun.

Ato yang melihat Desi sempoyongan, langsung berdiri dan mendekapnya.

Setelah Ato, memandang Desi. Nampaknya wanita itu berwajah pucat pasi. Dengan sigap Ato langsung memboyong Desi untuk dibaringkan pada tempat duduknya semula.

"Hei! apa kamu baik-baik saja?" tanya Ato sembari memukulkan telapak tangan pada pipi Desi dengan perlahan.

Dalam situasi seperti itu, Ato langsung mengedarkan pandangannya. Mencari sesuatu untuk dijadikan bahan pertolongan pertama pada orang pingsan.

Namun, Ato tidak menemukan sesuatu apapun yang bisa membantunya saat ini.

Saat keadaan seperti itu, Ato mencoba untuk menggali pengetahuan yang telah direkamnya. Dikala ingatan sudah mencapai batas, Ato mulai menemukan solusi untuk menghadapi situasinya saat ini.

Ato langsung melakukan sesuatu yang pernah dilihatnya pada sebuah film.

Terutama saat si tokoh utama dalam film itu tenggelam ke dasar air dan temannya langsung memberikan nafas buatan. Maka hal yang sama akan dilakukan Ato saat ini, hanya demi menyelamatkan seorang wanita yang tengah dalam keadaan tak sadarkan diri.

'Sial, apa aku harus melakukan hal itu?' gumam Ato dalam batinnya. 

Meskipun Ato sudah berniat untuk memberikan nafas buatan, nyatanya sesuatu yang datang seperti menghalangi dirinya untuk melakukan hal itu.

Tiba-tiba dalam pikiran Ato terlintas, bahwa dirinya mau tak mau harus bercumbu dengan Desi. Sementara sampai saat ini Ato belum pernah bercumbu dengan siapapun dan wanita yang ada dihadapannya itu bukanlah seseorang yang halal baginya. 

Meskipun Ato sudah lama tak bertemu dengan kedua orang tuanya, tapi beberapa petuah terdahulu yang pernah diberikan padanya masih melekat di hati sanubari Ato.

'Nak! dimanapun kamu berada, meskipun tidak ada seseorang yang melihatmu. Ingatlah, bahwa tuhanmu tetap menyaksikan tingkah lakumu. Jadi malulah terhadapnya, dengan meninggalkan segala sesuatu yang bukan hakmu! lalu, jika kamu sudah dewasa, janganlah bertindak seenaknya pada perempuan, melainkan harus menjaganya seperti kamu menjaga Ibu!' 

Terngiang di pendengaran Ato. Suara wanita yang sangat jelas tapi tak berwujud, dan suara itu tak lain ialah milik Ibunya.

Hampir saja, kedua bibir Ato dan Desi saling beradu. Tapi setelah suara yang tebesit dan tak berwujud itu hinggap dalam benak Ato, ia segera merubah keputusannya.

"Ops. Tidak! aku tidak boleh melakukan ini ... lalu, apa yang harus aku lakukan?" 

Nampaknya konflik batin sedang melanda Ato. Lelaki itu ingin menolong, tapi tak mampu berbuat apa-apa.

Akhirnya Ato merasa kesal!

Secara tak sengaja, genggaman tangannya mencengkram erat tangan Desi.

"Heiiii, bangunlah! bagaimanapun caranya. Aku mohon jangan tidur saja!" teriak Ato, yang terlihat sedikit frustasi.

Mungkin lelaki itu tidak ingin melihat mayat, untuk yang kedua kali di depan matanya.

 Meskipun Ato mengira bahwa Desi hanya tak sadarkan diri, tapi wajah pucat yang ditunjukan Desi sudah mirip dengan seorang mayat yang berwajah pucat.

Uhuk! Uhuk!

Tiba-tiba saja, Desi tersendak.

Tekanan jari Ato yang memusat diantara sela ibu jari dan telunjuk Desi. Ternyata membuat syaraf Desi aktif kembali. Sehingga siapapun yang dalam keadaan tak sadarkan diri, akan menunjukan reaksi terkejut dari tekanan itu.

"Hmmp, syukurlah. Aku kira kamu sudah mati!" seloroh Ato. Perasaannya begitu bercampur aduk, antara panik dan tak berdaya.

"Bisakah kamu menolongku?" pinta Desi dengan lirih.

"Ya, tak masalah! jika aku mampu apa susahnya!" sahut Ato menyanggupi keinginan wanita dihadapannya.

"Tolong ... berikan aku air!" lanjut Desi.

"Air? baiklah, tunggu sebentar!"

Tanpa berpikir dan menanyakan air apa yang diinginkan Desi. Ato bergegas mencari sesuatu yang dipinta oleh Desi pada dirinya, ia langsung pergi ke arah luar gedung tempatnya berada.

Namun sebelum sampai di penghujung lorong yang berbelok, suara derap langkah kaki dan orang berbicara tiba-tiba terdengar.

'Inikan hari libur! kenapa ada orang disini?' gumam Ato. Akhirnya ia harus mencari tahu, siapakah orang yang saat ini datang mendekat?

Ato langsung berdiri dibalik dinding yang menghubungkan lorong jalan. Setelah diselidiki, dari kejauhan tampaklah Jodi dan beberapa orang berpakaian serba hitam datang seperti akan menuju ke arahnya.

"Sial, ternyata orang itu lagi!" bisik Ato.

Setelah menyadari bahwa suatu bahaya akan menimpanya, Ato langsung mengambil ponsel dan menghubungi orang-orang yang dianggap bisa membantunya.

Sambil berjalan memutar arah, Ato terus berusaha menghubungi Keni dan Pak Nurdin.

Hanya kedua orang inilah yang diketahui Ato bisa membantu permasalahannya.

Padahal jika sedikit tenang, Ato bisa langsung menghubungi petugas keamanan, atau nomor darurat untuk meminta pertolongan. Tapi rasa panik yang menguasainya, menjadikan pikiran Ato tak karuan. Karena tidak membuahkan hasil, Ato langsung berlari sejadi-jadinya menuju tempat Desi berada. 

Beberapa orang yang dihubungi Ato belum juga memberikan jawaban, baik pesan singkat atau telewicara.

Sesampainya di tempat Desi, Ato langsung mencari persembunyian.

"Ada apa, kok panik?" tanya Desi yang masih terbaring dengan muka pucat.

"Kita harus pergi dari sini, orang aneh itu datang kembali!" 

Desi yang mendengar penjelasan Ato, mencoba bangkit dari tempat berbaring nya. Tapi rasa lemas tak bertenaga membuat wanita itu kesulitan untuk bergerak sedikit cepat. Selain itu luka lecet pada bagian kaki, tengah menambah derita yang Desi alami.

Setelah seharian memakai sepatu tanpa kaos kaki, ternyata menjadikan Desi memiliki tujuh benjolan bernanah dikakinya. 

Tanpa ada pilihan lagi, Ato langsung mengangkat tubuh Desi. Bagaikan seorang Ibu yang mengais bayinya.

Sebenarnya sih berat! Tapi demi keselamatan, Ato melakukan hal itu seperti tanpa beban yang cukup berarti.

Rasa panik yang teramat sangat sudah menjalar pada seluruh bagian tubuh Ato. Akibat kepanikan itu, Ato menjadi tak sadar bahwa ia sudah  meninggalkan ponsel miliknya. Hal tersebut disebabkan karena Ato kurang apik dalam menyimpan barang miliknya itu.

Kehilangan benda yang merupakan alat komunikasi jarak jauh itu, menjadikan masalah Ato bertambah rumit.

Entah apa lagi yang akan dilakukan Ato? 

Bertarung sendirian menghadapi Jodi dan teman-temannya? atau berlari sejadi-jadinya menggendong Desi untuk mencari persembunyian?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status