Micellar water, kusebut saja Geraldy begitu. Layaknya campuran minyak dan air yang tak akan menyatu, tetapi nyatanya bisa tersimpan dalam botol yang sama. Seperti Geraldy, campuran pembunuh dan penyelamat yang tak biasanya menyatu, tetapi faktanya tersimpan dalam satu jiwa yang sama.
Sebagai seorang penata rias, aku memang hanya mengingat kata-kata tentang kecantikan. Jadi, sebut saja Geraldy ... Micellar water.
Mas Rudi dan Geraldy, mereka berdua adalah Micellar water. Yang satu perpaduan pelaku dan korban, dan yang satu lagi perpaduan antara pembunuh dan penyelamat.
Benar-benar sebuah perpaduan yang gila. Tetapi, di dunia ini memang sering saja terjadi hal-hal yang aneh.
Karena telah mendapatkan sebuah sebutan yang bagus, aku terpikirkan untuk menggati nama kontak geraldy dengan sebutan micellar water saja. Sebutan itu jauh lebih baik daripada terus mengingatnya sebagai pembunuh. Juga aku tak bisa mengabaikan perilaku kriminalnya dan menganggap dia sema
Setelah memprotes banyak hal tentang ketidakadilan yang melanda, tiba-tiba aku mendadak ingin curhat di sosial media. Meskipun aku nggak punya teman dekat, sih.Lagipula orang-orang di dunia ini, kerap kali mencurahkan perasaannya baik senang maupun sedih ke sosial media mereka. Ya, meskipun kebanyakan dari mereka membagikan kebahagiaan yang palsu. Tapi, tak jarang pula orang yang membagikan kenyataan pahit mereka ke sosial media. Sebab, mereka akan segera mendapatkan perhatian dari sahabat ataupun orang-orang terdekat mereka.Sesungguhnya saat ini aku ingin membagikan kepedihanku ini ke Coronagramku dikarenakan memiliki harapan, akan ada seseorang yang entah dari mana ... memberikan perhatian dan simpatinya untukku. Tapi ... sepertinya tidak akan ada yang peduli. Karena lagi-lagi, aku, kan, nggak punya teman dekat. Yang aku miliki saat ini, ya, cuma Bunda.Bagaimana, sih, rasanya memiliki seorang teman dekat? Pasti menyenangkan memiliki seorang sahabat di saat-
Pertama, aku langsung mengecek followersku yang meningkat pesat. Menyentuh angka 15.800 pengikut. Dan benar saja, kebanyakan dari mereka adalah para gadis yang menyukai Geraldy.Kedua, aku mengecek postingan-postingan yang menandaiku. Kebanyakan, sih, hanya video sama yang direpost ulang di beberapa akun berbeda.Ternyata rekaman CCTV kejadian di mana aku ditabrak oleh orang suruhan Mas Rudi disebarluaskan. Wah, benar-benar gila! Ada juga video yang merupakan editan dari foto-fotoku saat sedang bersama Geraldy. Ada juga video editan evaluasi tatapan Mas Rudi kepadaku di lokasi shooting, dan mereka menambahkan berbagai keterangan sesuai persepsi mereka. Seperti, ‘bukti kalau Mas Rudi dari awal nggak suka Jaeryn’. Dan yang terakhir, adalah video-video konferensi pers Geraldy dan istri Mas Rudi kemarin.Sebelum mengecek komentar di akunku sendiri, aku ingin terlebih dulu mengecek komentar di lapak lain. Terutama di video editan-editan fans, karena tampa
Saat sedang panik karena ingin memastikan sesuatu, terkadang kita tidak berpikir panjang dalam setiap tindakan yang diambil. Begitulah aku saat ini, serta merta langsung menghubungi Geraldy untuk mendapatkan kepastian.Suara dering tanda panggilan telepon sudah tersambung terdengar, tapi Geraldy tidak mengangkatnya. Aku sempat meneleponnya sebanyak dua kali, dengan penuh kegelisahan.Bunda yang menyadari perilaku resahku itu, menanyakan siapa yang sedang aku hubungi. Dari sanalah aku baru tersadar, tak seharusnya aku menelepon Geraldy di mobil. Karena, kan, ada Pak Tarno. Dia tidak boleh mengetahui rahasiaku ini.Bukan bermaksud mencurigai, hanya ingin jaga aman.Kupikir, mulai hari ini aku harus belajar lebih berhati-hati lagi. Sepertinya mau sedarurat apapun informasi yang ingin kudengar ... tak seharusnya aku mencari tahu di luar rumah. Lagipula sekarang, kan, aku sudah serumah dengan Geraldy. Duh! Bodohnya aku. Nanti dia malah ngira yang aneh-aneh lag
Di dalam LiftSetelah berhasil turun dari mobil dengan segala keribetan yang ada, kini aku akhirnya berada di dalam lift. Bunda membantu mendorongkan kursi rodaku.Karena sudah terlalu penasaran, aku langsung meraba kasar isi tasku guna mendapatkan ponselku. Setelahnya aku mengecek kembali postingan Geraldy.Tak butuh waktu lama untuk membuat postingan Geraldy kembali terpampang dalam layar. Ditambah lagi aku sedang panik-paniknya.Ternyata yang Geraldy tuliskan dalam caption adalah, “Maaf , terima kasih, dan selamat jalan.”“Haah” Aku lega setengah mati.Untung saja Geraldy tidak menuliskan sesuatu yang kontroversial. Ia bahkan terkesan begitu tulus menghayati kehilangannya.Karena caption itu, sontak saja fans Geraldy langsung membanjiri kolom komentarnya dengan menunjukkan simpati dan memberikan dukungan habis-habisan. Mereka tak ingin Geraldy merasa down, ataupun terlalu menyalahkan
Memang, meskipun sekarang ini aku benci dengan Mas Rudi … rasanya aku belum siap ditinggalkan olehnya dengan cara yang mengenaskan.Pisau, lebam, dan darah. Bagaimana aku bisa dengan cepat menghapus ingatan itu? Hanya seorang psycho seperti Geraldy yang tampaknya mampu.Dan karena trauma yang masih mengental dalam ingatanku, lagi-lagi aku berhalusinasi. Padahal Mas Rudi telah jauh pergi. Tapi bayang-bayang kematiannya masih kembali muncul dalam pikiranku, dan semuanya terasa begitu nyata. Seakan sedang reka ulang. Tapi aku masih sadar kalau saat ini sedang berada di apartemen.Aku berusaha memulihkan pandangaku yang buram dengan berkedip cepat, tetapi semuanya malah menjadi semakin menggelap.Aku merasakan kembali sensasi-sensasi yang dulu kuresap dari kejadian pada malam di mana mas Rudi terbunuh. Dan sosok laki-laki yang kulihat tadi, berpindah-pindah tempat dengan cepat. Seakan-akan girang sekali menakut-nakuti aku.“Awh…&rdq
Terlepas dari apakah benar tinggal di atas bangunan super mewah mampu menjernihkan pikiran dengan cepat, kuakui pemandangan dari atas penthouse Geraldy sangat menawan.Sesuai dengan harapan, setelah berada di balkon – aku merasa sedikit lebih baik. Pemandangan dari atas penthouse seharga 20 miliar memang tidak main-main. Mungkin ini adalah alasan mengapa orang-orang rela membayar lebih untuk sebuah ketenangan. Dan kini, aku bisa menikmati semua ini secara cuma-cuma untuk sementara waktu. Meski begitu, aku tetap berpengharapan bisa segera kembali ke rumah lamaku meskipun tak sebagus di sini.Fiuh ... aku duduk merenung sejenak untuk setidaknya bernapas dengan benar. Setelah sempat kembali bertarung dengan halusinasi, aku benar-benar membutuhkan istirahat.Mental issue benar-benar bukanlah sebuah candaan. Yah, kuharap ini hanyalah gangguan mental yang akan sembuh seiring dengan perawatan psikiater. Bukan karena gangguan gaib.Memang sulit membedakanny
Gila! Ini gila! Aku menelan ludah karena sangat tegang terkunci berdua saja dengan Geraldy di dalam kamarnya. Lebih tepatnya, lebih mirip disekap nggak, sih? Penyekapan tipis-tipis.Karena merasakan salah tingkah yang luar biasa, aku pun hanya bisa menundukkan kepalaku dan tak berani menatap Geraldy.Tapi tentu saja bukan Geraldy namanya kalau dia tidak menskakmat aku sampai puas.“Kenapa nunduk?” Tanyanya sambil berjongkok untuk mensejajarkan antara matanya dengan mataku.Argh … dia hobi sekali mengintimidasi orang lain. Oleh karena itu, aku belum juga berani menjawab dan membalas tatapan matanya.“Lo bisu lagi?” Ia mulai kesal.“O-h. Enggak, kok.” Dengan raut takut, aku memberanikan diri mendonggak perlahan-lahan.Mata kami pun akhirnya bertemu. Ia menatapku tajam dengan penuh kharisma.Aaaaaa ... Aku nggak kuat menatapnya lama-lama.Meskipun aku membencinya, tapi siapa, sih,
“Kalau ditanya, tuh, langsung jawab bisa nggak, sih?” Geraldy kembali mendesakku yang terdiam kehabisan kata-kata.“Maaf,” jawabku singkat karena kehabisan kata-kata serta dipenuh rasa bersalah.Karena ditegur Geraldy, aku baru tersadar atas perilakuku yang salah. Memang seharusnya tadi aku mikir dulu sebelum upload foto itu. Sayangnya nasi sudah terlanjur menjadi bubur.“Duh, bodohnya kamu Jaeryn. Mau curhat malah berakhir nambah beban pikiran,” sesalku dalam batin.“Aku harus gimana, dong?” Tanyaku sedih. Aku kembali mengarahkan pandanganku ke lantai.Geraldy beranjak berdiri dan berkata, “Mau gimana lagi. Kalau ditanya lo harus jawab bahwa tadinya lo cuma mampir ke apartemen gue sepulang dari rumah sakit buat ngambil vitamin yang udah gue beli dari luar negeri. Jangan sampai ada yang tahu kalau lo tinggal di sini. Kecuali, kalau lo mau dihujat.”Mendengar ide kebohongan