Genap empat puluh hari Jantayu meninggal, seorang notaris bertandang ke rumah Indira dan membacakan beberapa wasiat peninggalan mendiang suaminya.
Dengan perasaan bercampur aduk Indira mencoba menegarkan diri untuk mendengar hingga usai. Beberapa properti yang tadinya menjadi milik Jantayu jatuh ke tangan Indira dan Renzo.
Putranya bahkan mendapatkan pembagian saham perusahaan penerbangan milik mertuanya. Indira tidak menyangka jika mertuanya begitu pemurah dan sudah menganggap Renzo sebagai cucunya sendiri. Bagian dari Jan dilimpahkan pada Renzo tanpa ada surat keberatan sedikit pun!
“Ini terlalu berlebihan,” ungkap Indira begitu notaris suaminya selesai.
“Tapi ini pesan dari beliau, Bu Indira. Kami wajib memberitahu semuanya,” sahut wanita yang masih terlihat cantik dan ayu di usianya yang hampir setengah abad tersebut.
“Orang tua Pak Jantayu sendiri adalah teman dekat saya. Jadi saya paham dengan baik, bagaimana mer
‘Hai Alden, salam kenal dan terima kasih sudah menyempatkan untuk membaca surat ini. Sayangnya, saat surat ini ada di tanganmu kita nggak mungkin lagi punya kesempatan buat saling bertemu apalagi mengenal lebih dekat.Tapi percayalah, aku sudah mengetahui sedikit tentangmu dari cerita Indira dan juga orang-orang yang sangat menyayangimu selama ini. Alden, dulu waktu aku dengar mengenai kamu yang tercipta untuk Indira dan sebaliknya, ada cemburu yang nggak sanggup aku hindari. Namun, lambat laun aku menyadari. Pernyataan mereka benar.Indira akan selalu memilihmu jika waktu dan situasi lebih baik dalam kisah cinta kalian.Aku hanyalah pria yang sekedar melewati garis takdir kalian berdua. Maafkan karena aku sempat menyelinap menjadi pria dalam hidup Indira. Kini, setelah aku pergi, Indira adalah milikmu seutuhnya.Semoga saja, kalian menemukan kembali jalan untuk saling bersatu. Tulus dan ikhlas aku jauh lebih lega dan rela jika Indira mendapatkan ci
Semua ada masa dan waktunya. Bagi Indira, ini masa terkelam dalam hidupnya.Melewati detik, menit, jam, bahkan hari adalah berat.Berharap dirinya akan tertidur dan melupakan semua memori buruknya walau sekejap. Namun untuk terlelap hanya satu jam saja sulit.Tubuhnya kian menyusut dan wajahnya tampak tirus.Makanan tidak mampu melewati tenggorokannya lebih dari dua suap. Indira akan memuntahkan kembali. Dirinya dilanda anoreksia akut dan Alden melihat itu untuk pertama kali.Ketika menelepon Siwi dan Shana, mereka mengatakan akan menghubungi psikolog Indira yang dulu pernah menanganinya, Mina.“Indira pernah menemui psikolog?” tanya Alden begitu bertemu dengan Siwi.Kakak sepupunya memutar mata dengan ekspresi kesal.“Ya pernahlah! Waktu kamu pergi dulu, kamu pikir Indira nggak separah sekarang?” sahut Siwi dengan sinis.Jawaban Siwi seperti tamparan telak yang mengetarkan jiwa Alden. Dia tidak m
Alden terlihat paling menderita dalam situasi sekarang ini. Ketika dokter itu membantu Indira untuk duduk sebelum diperiksa, Alden melihat bagaimana ringkihnya tubuh wanita yang kini sedang berjuang melawan kondisi tubuhnya.Bukan hanya secara fisik, tapi mental juga. Dengan seksama, dokter Fatur memeriksa setiap bagian vital Indira.“Tarik napas, tahan, embuskan,” perintah Fatur berkali-kali. Indira melakukan tanpa kesulitan.Setelah usai, Alden membantu Indira mengancingkan kembali blusnya dan memberikan senyum untuk menguatkan.“Bu Indira harus berusaha makan banyak lho! Kalo nggak nanti lambungnya kena makin parah,” cetus Fatur tidak menutupi kemungkinan terburuknya. Indira mengiyakan dengan lemah.Setelah menjelaskan hal-hal yang boleh dan tidak dilakukan, Fatur meninggalkan keduanya.“Aku hancur,” gumam Indira setengah menahan tangis. Bibirnya tampak gemetar dan Alden mengusap pipi dengan jemarinya.
Jantayu telah pergi meninggalkan dirinya selama enam bulan. Indira perlahan mulai pulih dan bisa kembali menggapai kewarasan juga kesehatannya.Meskipun tubuhnya masih kurus dan belum sepenuhnya kembali seperti dulu, akan tetapi semua hal yang bisa dikerjakan sendiri, mulai Indira lakukan.Renzo juga semakin dekat dengan Alden. Setiap saat bocah kecil yang mulai menginjak usia hampir sembilan tahun tersebut menerima Alden dengan sepenuhnya. Kehidupan yang berputar di sekitar kita memang tidak pernah berhenti. Akan tetapi, setiap hal yang melewati kita tidak selamanya menyenangkan.Alden mencoba menahan diri untuk tidak memprotes hal yang kadang tidak menyenangkan. Seperti Contohnya sikap Indira yang lebih cenderung berdiam dan berubah total dari yang sempat percaya diri dan memiliki humor yang cerdas, mendadak kembali seperti gadis dulu.Entah apa yang memicu sikap Indira menjadi demikian. Setahu Alden, wanita itu sudah banyak berubah.Sementara it
Shana masih belum mengerti arti ucapan Siwi dan Indira. Dengan mulut maju dan memberengut, Shana menuntut penjelasan.“Indira ternyata mulai merasakan hal yang istimewa untuk Alden,” ucap Siwi dengan singkat.Shana terbeliak dan menatap Indira yang menutup kedua wajah dengan kedua tangannya.“Beneran?” tanya Shana dengan ekspresi tidak percaya, tapi gembira.“A-aku be-belum tahu pasti. Hanya satu hal yang aku tahu pasti, rasa ketergantungan pada kehadirannya makin besar. Aku malu dan merasa nggak pantas,” sahut Indira akhirnya. Wanita itu mengucapkan dengan terbata-bata dan sungkan.“Kok gitu, Ndi? kenapa harus malu dna nggak pantas? Itu perasaan yang wajar kok!” tukas Shana mendukung penuh.“Ka-karena semua yang ada saat ini tidak memungkinkan aku buat jadi janda yang memiliki hubungan baru. Suamiku baru aja mati!” jawab Indira dengan lemah.Shana mulai paham dan menghela na
Bandara Soekarno-Hatta penuh dengan lalu lalang orang. Niara melangkahkan kaki dengan ragu. Ini adalah kepulangannya pertama setelah tiga tahun tidak pernah menginjakkan kaki di Indonesia.Tidak ada yang menjemput dirinya. Niara bahkan tidak memberitahu Rudi, sepupunya, mengenai kepulangannya yang mendadak.Hatinya terasa berdebar dan tidak nyaman. Indonesia tampak makin semrawut dan Niara tidak menyukai kondisi ini. Mantan suaminya memang telah dipenjara dan tidak mungkin keluar dalam waktu singkat. Vonisnya adalah dua puluh tahun.Niara memesan taksi dan menunggu dengan sabar. Masih ada enam orang lagi di depannya. Sambil menghabiskan waktu, Niara meraih ponsel. Tangannya menggulirkan gambar dan postingan di beranda sosial medianya.Tanpa terasa, dua orang lagi dan Niara mulai bosan. Tercetus ingin menelepon Alden untuk mengusir rasa jenuh.‘Halo.’ Niara mendengar suara dalam juga berat milik Alden.Wanita itu menggigit bibirny
Niara menjabat tangan Indira yang terasa hangat dan wanita itu tampak ramah menyambutnya.“Seneng akhirnya ketemu sama kamu,” ucap Indira dengan lembut.Suaranya sangat merdu dan Niara seketika merasa menciut. Indira adalah wanita ayu, anggun dan dari sikapnya, dia wanita menarik yang bisa membuat pria maupun wanita terpesona.Sebuah kecantikan klasik yang sulit ditandingi. Niara mengangguk dan kehilangan kata-kata. Seketika rasa kikuk dan sungkan menyelimutinya.“Kok bengong? Ayo diminum tehnya. Aku meracik sendiri lho,” tawar Indira dengan ramah.Alden mengambil lebih dulu. Teh buatan Indira adalah favoritnya sejak dulu.Niara menyesap dan matanya terbeliak.“Ini buat sendiri?” tanyanya tidak percaya.“Iya. Aku jemur semua bahan-bahannya, jadi nggak ada pengawet dan asli,” sahut Indira.Niara mengagumi dan takjub akan ide brilian tersebut. Indira meramu bunga mawar, buah-
Indira termenung di kamar sementara buku doa baru saja ditutup. Hatinya masih saja memikirkan pertemuan dengan Niara dan Alden hari ini. Ada berbagai macam pikiran yang terkuak, saat akhirnya bertemu dengan wanita yang menjadi misteri baginya.Niara tidak pernah menjadi seseorang yang istimewa bagi Alden. Namun Indira yakin, selama mereka bersama sebagai sahabat dulu, pasti ada sesuatu yang tumbuh di hati masing-masing.Renzo terlihat sibuk di kamar menonton anime sedari siang. Indira menyadari jika Renzo menyukai Niara seketika. Seandainya dia tidak memiliki dugaan bahwa Niara akan menjadi wanita yang bisa merebut Alden, mungkin dirinya akan menyukai wanita tersebut.Desahan resah terlontar dari bibir mungilnya.Indira Sartika merasa mengkhianati Jan dan tidak pantas memikirkan hal itu. Apakah benar dia merasa kehilangan Jan? Atau hanya kebutuhan akan kehadiran seseorang yang ia jadikan sebagai teman hidup saja? Sedangkal itukah perasaan pada Jan? Atau j