Ingin rasanya membenci pria tersebut. Namun Indira tidak sanggup. Setiap Jan mendekat dengan sikap dan perilaku kaku juga anehnya, Indira seperti kembali berharap sesuatu akan terjadi. Seperti yang sudah terjadi sebelumnya, Indira kembali dihempaskan oleh kecewa. Jan tidak pernah mengatakan apa pun dan terkadang Indira merasa dipermainkan.
Acara akhirnya selesai dan kemenangan yang seharusnya menjadi kegembiraan Indira karena tujuannya ke Singapura berhasil dengan cemerlang, itu menjadi hambar. Tanpa ia sadari, dirinya berharap lebih. Tapi apa daya? Semua itu hanya angan-angan semu. Jan tidak pernah mengajaknya keluar dan semua ucapan yang terlontar sangat kaku.
Indira terjebak oleh perasaan yang tumbuh dengan sendirinya dan dia tidak bisa mengontrol sedikit pun. Kendali yang biasa dirinya terapkan dengan baik selama ini, mendadak lenyap dan tidak ada yang tersisa. Indira merasa semua perasaannya terbentuk tanpa andil dan bisa dicegah.
Semua sikap acuh, kadang m
Renzo dengan sikap yang luar biasa dewasa, mengajak Jan untuk melangkah menuju Indira yang kini seperti membeku dan tidak tahu harus melakukan apa.Langkah kaki Jan tampak tidak yakin, berjalan di belakang Renzo mendekati Indira yang duduk di bangku kafe.“Ma! Om Jan minta aku untuk nemenin liat pameran lagi, boleh?” tanya Renzo dengan sopan pada ibunya. Indira menatap Jan dengan pandangan yang bercampur aduk.“Dia, anakmu?” tanya Jan dengan suara seperti tercekik.Jarak mereka hanya sekitar satu meter. Tapi Indira tidak ada keinginan untuk meminta Jan mendekat karena kebisingan suara di sekitar mereka sangat mengangguk.“Ya. Dia Renzo Aminata, putraku,” sahut Indira dengan pelan.Jan mengangguk kaku. Tidak ada senyum sedikit pun di wajahnya. Ekspresinya masih terlihat syok dan tidak menyangka jika anak kecil yang begitu cerdas itu adalah putra dari wanita yang ia berusaha hindari selama ini.Penyan
Sejak pertemuan Jan dengan Renzo, Jan dipenuhi oleh ketidak nyamanan yang begitu mendesak dengan hebat dalam jiwanya. Dia tidak mampu menemukan cara yang paling tepat untuk menentukan pendekatannya dengan Indira.Jalan itu terlihat buntu dan semua terlihat tertutup rapat.Mustahil mendadak dirinya muncul dan bertemu tanpa alasan yang jelas. Tidak ada satu pun yang bisa ia kerjakan. Kembali ke Salatiga memenuhi benak kusutnya.Akhirnya, Jan memutuskan untuk tegas pada dirinya sendiri. Sudah saatnya bagi Jan menjalani kehidupan yang lebih matang dengan menjalin hubungan yang serius. Mendiang kekasihnya, Lea, mungkin jauh dari karakter Indira.Lea adalah wanita yang energik yang selalu membuatnya tertawa dan merasa hidup dalam antusias. Jan memejamkan matanya. Dia dulu juga menjadi pribadi yang lebih baik dari sekarang ini.Semenjak Lea divonis sakit kanker, semua berubah. Hubungan mereka tadinya adalah perjodohan yang orang tua angkatnya prakarsai. K
Indira masih terisak dan kini hatinya makin sakit ketika menyadari bahwa Jan memang sempat malu untuk mendekati dirinya.“Ndi, jangan nangis,” pinta Jan kembali dengan suara lirih. Pria itu masih tidak berani beranjak dari tempat duduk karena Indira terlihat tidak ingin kehadirannya.“Aku nangis karena kamu menganggap status jandaku memalukan!” seru Indira dengan jengkel.Jan menunduk. Mulutnya yang terlalu lancang mengatakan ungkapan jujur hatinya, kini justru menjadi boomerang bagi dirinya sendiri.“Kalo aku jujur, dan itu malah salah, aku minta maaf. Tapi …,”“Tapi apa, Jan? Dari awal aku mengutukmu karena memperlakukan Bea dengan buruk! Sekarang aku justru terlibat dengan perasaan yang nggak jelas dan kamu ada di dalamnya!” isak Indira.“Ya udah. Aku pergi. Mungkin kamu pengen berpikir dulu dan menimbang lebih baik.” Jan mengalah dan meninggalkan Indira dengan langkah gon
Sejak memikirkan tantangan ibunya, Jan berusaha mencari waktu yang tepat untuk kembali ke Salatiga dan menemui Indira kembali. Jan hanya mampu meminta pendapat orang tua angkatnya yang selama ini begitu dekat dan menjadi segalnya dalam hidup Jan.Tidak memiliki sahabat atau teman, bukan karena Jan tidak bisa bersosialisasi. Selain karena kesibukan, Jan kurang begitu menyukai hubungan pertemanan yang terlalu dekat. Dirinya cenderung acuh dan lebih menyukai bekerja.Jan meneruskan sebagian usaha ayah angkatnya selama ini dan mengukir prestasinya sendiri. Dalam bidang bisnis, insting Jan juga tajam dan perlu diperhitungkan. Reksa Antareja, ayah angkatnya, begitu membanggakan dirinya sebagai putra yang akan mewarisi segalanya.Walau ibu angkatnya, Helen, juga menyayangi Jan seperti anak kandung sendiri, tapi Jan tahu, ada beberapa sifat Helen yang tidak begitu ia sukai. Ibunya terlalu protektif dan ingin mengontrol segalanya. Kedua kakak Jan, anak kandung dari Reksa
Jan masih terlihat jengah ketika mengungkapkan tentang masa lalunya yang begitu memalukan. Indira mendengarkan dengan sabar dan penuh perhatian. Entah kenapa, ia menyukai saat Jan bicara. “Aku salah dan nggak bisa membedakan mana cinta dan hanya kesenangan sesaat,” akunya Jan dengan pelan. “Terjebak sampe parah?” tanya Indira mulai khawatir. Dia tidak ingin berakhir seperti dengan Alden. “Dalam hubungan toxic?” tanya Jan berbalik. “Iya. Maksudku apakah petualanganmu parah?” jelas Indira kembali. Mata Jan terbeliak. “Kamu pikir aku pria brengsek?” seru Jan dengan kesal. “Nggak tahu diri banget kalo aku sampe resek dan ngumbar nafsu kayak gitu!” Indira cukup lega dengan jawaban Jan yang terdengar kesal karena asumsinya. “Aku kan cuman nanya, Jantayu. Bukan menuduh,” jelas Indira dengan kata-kata santai. Pria itu terdiam dan mengusap mulutnya dengan tisu. “Makasih atas sarapan paginya. Aku harus perg
Lamaran Jan yang Indira terima tiga hari lalu masih belum mampu ia putuskan. Selain bimbang, Indira merasa ini terlalu cepat. Akan tetapi ketika berdiskusi dengan Shana dan Siwi, mereka justru mengatakan jika masa pacaran itu tidak terlalu penting. Pengenalan pribadi masing-masing akan berjalan seiring waktu.Keenan memiliki pendapat yang lain. Selain karena dia masih menginginkan Alden untuk kembali pada Indira, Keenan juga menganggap Jan terlalu baik dan, mungkin, akan menjadi pasangan yang tidak sepadan dengan Indira.“Kenapa gitu? Aku lihat Jan, sebagai pribadi baik dan mau mendengarkan. Biar dia nggak punya pengalaman banyak, tapi justru itu yang aku inginkan. Menikah dengan orang yang tidak memiliki masa lalu yang rumit,” ungkap Indira dengan serius.Keenan mengedikkan bahu dan tetap tidak setuju.“Aku dan Shana tidak memiliki lembar putih masa lalu. Tapi lihat sekarang ini. Kami bisa melewati pernikahan yang, sebenarnya cukup meng
Cuaca memang tidak selalu hangat. Namun Alden menyukai tinggal di daerah tersebut. Musim dingin saljunya tidak terlalu ekstrim dan masih bisa ia nikmati tanpa kerepotan membersihkan halaman dan atap dari tumpukan salju.Sudah hampir setahun lebih dia berada di rumah kabin. Setelah memikirkan dengan baik, akhirnya Alden membeli rumah itu dan merenovasi sendiri. Walau sedikit kerepotan awalnya, tapi berkat tuntunan dan bantuan pemilik rumah, yang ternyata seorang pensiunan arsitek yang tidak lagi aktif bekerja, Alden menyelesaikan dalam tempo empat bulan.Puas sekali melihat hasil kerja kerasnya yang tidak sebentar. Rumah kabin itu menjadi lebih fungsional dan mewah. Walau tidak meninggalkan kesan hangat dan nyaman, tapi di antara rumah kabin yang ada di sepanjang danau, rumah Alden yang paling mencolok dan kokoh.Dalam setahun ini Alden memang menghindari bergaul dengan tetangganya. Hanya sekedar menyapa dan mengobrol singkat. Selebihnya, Alden menyibukkan diri d
Tidak pernah terlintas dalam benak Alden jika dirinya bisa kembali mengingat dengan baik memori yang sempat hilang sejak kecelakaan. Foto yang ia temukan dalam kotak kardus tersebut, memicu ingatannya tentang masa lalu.Ketika membuka laptop dan menemukan kembali simpanan gambar kenangan bersama keluarga kecilnya dalam folder terkunci. Alden mendadak merasa lelah dan tidak ingin berlari lagi. Selama ini tindakannya yang mirip dengan pengecut adalah salah. Namun lebih salah lagi jika ia tidak segera memperbaiki dan terus berlari dari kenyataan.Membiarkan benak dan hatinya berperang adalah membingungkan. Satu sisi, Alden ingin kembali ke tanah airnya. Namun di balik kerinduannya, Alden juga nyaman dengan kesendiriannya saat ini. Manakah keputusan yang harus ia ambil?Mungkinkah dia bisa memenangkan kembali hati Indira dan meluluhkan kebencian istrinya tersebut?‘Ah, dia adalah mantan istriku,’ sesal Alden dalam hati. Surat dari Abby, kakaknya,
You know I want youIt's not a secret I try to hideI know you want meSo don't keep sayin' our hands are tiedYou claim it's not in the cardsAnd fate is pullin' you miles awayAnd out of reach from meBut you're here in my heartSo who can stop me if I decideThat you're my destiny?What if we rewrite the stars?Say you were made to be mineNothing could keep us apartYou'd be the one I was meant to findIt's up to you, and it's up to meNo one can say what we get to beSo why don't we rewrite the stars?Maybe the world could be oursTonightYou think it's easyYou think I don't wanna run to youBut there are mountainsAnd there are doors that we can't walk throughI know
Inilah kisah dari beberapa manusia yang mampu menaklukkan tantangan hidup dan cobaannya.Indira Sartika, seorang wanita yang begitu tegar menjalani berbagai krisis dalam hidupnya selama ini, akhirnya merengkuh dan layak mendapatkan buah dari keprihatinannya.Bukan karena dia wanita hebat dan memiliki kualitas bertahan yang mumpuni, tapi karena dia mencoba mengikuti nuraninya yang tidak mungkin berbohong. Setiap jalan yang ia ambil selalu menempuh cara benar dan bukan yang mudah.Berani berkata tidak dan menolak segala nikmat dunia, demi mempertahankan martabat sebagai wanita yang juga pantas dihormati.Pria melihat dia sebagai pribadi yang begitu berharga untuk dimiliki, karena prinsipnya tidak sekedar menjadi perempuan yang pasrah.Indira tahu dengan baik, tujuan hidup dan keinginannya. Tahu bagaimana memperjuangkan haknya sebagai wanita dan juga berani mengambil tanggung jawab meskipun pahit.Siwi dan Shana adalah saksi bagaimana Indira me
Alunan musik yang memenuhi ruang keluarga membuat hati siapa pun menjadi damai. Pilihan mereka adalah menikah di Bali dan setelah persiapan matang di Salatiga, akhirnya bersama-sama terbang ke Bali dua hari lalu.Besok adalah hari yang mereka nantikan. Persiapan gedung dan catering memang menggunakan event organizer, tapi Indira dan Menik tampak tidak bisa diam.Keduanya sibuk memeriksa bunga, pilihan makanan, tamu undangan, tempat duduk dan bahkan persiapan bulan madu. Keduanya memastikan jika ini akan berjalan baik dan tidak ada kendala.Kini malam sebelum pernikahan, Gya harus tinggal di hotel dan menjauh dari Renzo sementara waktu. Alden menggoda putranya yang tampak mulai gugup dengan seloroh yang cukup vulgar. Keenan menimpali dengan tawa yang tergelak. Genta dengan tenangnya mengatakan semua akan berakhir indah.“Seindah lenguhan panjang dan senyum cemerlang di pagi hari!” imbuh Alden tanpa menahan diri.Indira muncul dan bertola
Silka dan Ignar bergilir merawat dan menjaga Gya hingga sembuh. Renzo masih harus menyelesaikan keperluan surat menyurat untuk persyaratan pernikahan.Setiap sore dia datang menggantikan kedua adik sepupunya dan tidur di rumah sakit.Gya memang tidak memiliki luka dalam, tapi sepertinya dia masih menyimpan ketakutan tersendiri. Wajahnya sesekali mengernyit dan cemas.“Kamu masih inget kejadian itu, Kak?” tanya Silka tampak prihatin.Gya memejamkan mata dan membenarkan.“Kebencian sama Bayu nggak sebanding dengan penyesalanku karena udah ngebiarin dia masuk dalam hidup ini.”“Nyalahin diri adalah target Bayu yang sebenarnya. Jangan terpengaruh oleh hal itu, Kak. Kayaknya nggak berharga banget,” bantah Silka dengan cepat-cepat.“Ya. Dia memang mau ngancurin aku pelan-pelan, lewat pikiranku.”Gya sadar sekali akan hal itu.“Kita nggak akan ngebiarin itu, kan?” Silk
Renzo merasakah tubuhnya gemetar oleh amarah yang mengelegak. Melihat kekasihnya dihajar sedemikian rupa oleh pria biadab, membuat Renzo diliputi dendam.Alden dan Indira terus menenangkan dengan kata-kata lembut.“En, tenang. Pakai ini dan bukan ini,” ucap Alden sembari menunjuk kepala kemudian lengan.Putranya duduk terkulai dan meremas rambut gusar.Ibu dan kakak Gya sudah dikabari dan mereka sedang menuju ke rumah sakit dari hotel. Pernikahan tinggal dua minggu lagi dan suasana gembira menjadi duka dalam sekejap.Saat bertemu dengan Leo dan Dion, kedua pria yang akan menjadi kakak iparnya tersebut menepuk pundaknya dengan pelan.“Kita nggak akan bertindak apa pun, kecuali lapor polisi! Semua bakal ditindak melalu proses hukum yang benar dan tahan emosi kalian. Kalo ada yang nekad, Bayu menang dan kita kalah telak!” ingat Alden dengan lantang dan tegas.Ibu Gya terlihat gemetar dan tidak sanggup berdiri. Ind
Persiapan pernikahan memang selalu merepotkan. Namun Gya tidak melihat sedikit pun kesulitan yang membuatnya kelelahan dan stress. Ibu mertuanya, Indira, selalu membantu dan mengarahkan dengan sabar.Pemilihan pernak pernik yang berbeda pendapat dengan keluarga besarnya, akhirnya berhasil ditengahi dengan elegan dan bijak oleh Indira.Ibu Gya memuji berkali-kali tentang calon ibu mertuanya yang ternyata masih muda dan sangat cantik tersebut. Terlebih lagi ayah mertuanya, Alden, yang mirip dengan pria muda dengan penampilan masih tidak kalah menarik dan modis dengan Renzo.Dengan hati-hati, Gya menjelaskan mengenai siapa Renzo dan ibunya semakin kagum dengan keluarga mereka. Gya melihat dengan jelas, bagaimana ibunya sedikit syok dan tersentuh oleh kebesaran hati Indira yang membesarkan Renzo tanpa menimbang dia bukan putra yang terlahir dari rahimnya.Keputusan buat Indira tidak memiliki anak kandung adalah karena dirinya merasa lebih dari cukup mendapatk
Alden berdiri di depan bingkai foto di ruang tengah rumah Salatiga. Matanya menatap gambar dirinya bersama Indira dan Renzo dalam baju adat Jawa.Di sebelah bingkai foto besar tersebut, terdapat foto Indira bersama Jantayu dan Renzo dengan baju pernikahan modern. Hatinya berdesir sakit.Bukan karena cemburu, melainkan merasa prihatin akan nasib Jantayu yang malang.Pria baik itu tidak sempat menjalani kehidupan bahagia yang lama dengan wanita luar biasa, Indira. Alden bahkan sempat mengalah demi memberi kesempatan pada Jantayu untuk menjadi pria yang bisa meneruskan harapannya.“Kayaknya baru kemarin dia ada di sini,” gumam Indira tiba-tiba ada di sebelahnya.Alden mengingat dengan jelas saat datang ke rumah ini beberapa belas tahun yang lalu setelah Jan meninggal. Foto itu menjadi satu-satunya kehangatan yang terpancar dan bisa memberi sinar juga kekuatan bagi Indira untuk bertahan dalam kesedihan.Dunia istrinya mungkin dalam k
Kembali ke Jakarta dengan status baru, cukup membuat Silka risih. Antara dia dan Alka adalah hubungan kecelakaan yang tidak disengaja.Sementara kembali pada aktivitas kuliah yang super sibuk mendekati akhir semester, Silka memilih tidak lagi memusingkan tentang Alka.Pria itu cukup memberinya ruang dan gerak yang tidak mengikat. Mungkin inilah enaknya pacaran dengan orang dewasa. Banyak pengertian yang dia dapatkan dari Alka.“Sil! Kamu beneran pacaran sama dosen baru anak fakultas kedokteran?” tanya teman kuliahnya dengan wajah penasaran.Silka mengangguk ragu.“Gila! Keren banget sih! Pak Alka itu ganteng dan baik banget!”Silka terus mendengarkan puluhan pujian untuk kekasihnya yang hingga detik ini belum pernah dia cium atau pegangan tangan.Setelah mendekati jam masuk kelas, Silka mengakhiri obrolan satu arah itu dan melenggang masuk. Selama kuliah berjalan, dia tidak habis-habisnya memikirkan tentang Alk
Mungkin bertemu jodoh itu terjadi tanpa bisa terduga.Bagi Silka yang masih berusia awal dua puluhan, ini bukan menjadi pertimbangan seriusnya. Terlebih lagi Ignar juga masih bimbang akan jati dirinya, semua keluarga tidak akan berpusat pada hal pernikahan dalam waktu dekat.Mengunjungi orang tua dan kerabatnya di Salatiga memang menyenangkan. Dia kadang malas meninggalkan kota kecil tempat ia tumbuh dan besar. Teman masa kecilnya ada di sini. Tapi Silka untuk saat ini tidak memiliki pilihan.Semua keluarga berkumpul di rumahnya. Ayahnya, Keenan, tampak masih tampan meskipun menjelang usia setengah baya. Mati-matian ayahnya menolak dengan mengatakan masih lima tahun lagi, tapi Silka suka mengangguk dengan gencar.Malam itu Renzo datang sendiri dan Silka senang karena memiliki waktu untuk berbagi lebih banyak. Perhatian kakak sepupunya memang tertuju pada dua hal akhir-akhir ini.Untuk Ignar dan Gya, kekasihnya.Silka merindukan masa-masa di