Niara membetulkan ranselnya yang melorot dan menekan bel. Tidak lama terdengar langkah kaki dan pintu terkuak. Alden tersenyum ceria dan membuka pintu lebar-lebar.
“Empat puluh menit! Telaaat!” protes Alden.
Niara menunjukkan kantong belanja dan membuat gerakan cepat.
“Aku belanja dulu, karena aku bakal nginep di sini!” cetus Niara dalam bahasa isyarat.
Alden mengernyitkan dahi dan berharap tidak ada yang terjadi pada Niara.
“Tenang! Kali ini bukan karena aku terdesak!” hibur Niara sembari teriak dari dapur.
Alden tertawa lega dan menarik snack rumput laut dari paper bag yang baru dirapikan ke dalam kulkas oleh Niara.
“Aku siap dengar ceritamu. Kalo menarik, semua outline akan kuganti dengan ceritamu,” ungkap Niara sembari membuka laptop dan duduk di karpet.
Alden masih sibuk mengunyah sementara menyiapkan rangkuman kisahnya dengan Indira.
“No judgement, janji ya?&rdq
Ada beberapa hal yang tidak bisa dipungkiri dalam hidup. Salah satunya adalah menghapus masa lalu. Sejauh apa pun kita melangkah dan melarikan diri dari tempat yang menjadi kenangan buruk tersebut, masa lalu itu tetap akan mengikuti kita seperti bayangan.Seperti Niara, mencoba melepaskan ikatan yang menjeratnya ke dalam lingkaran kuat yang mengekang kebebasannya untuk menjadi manusia bebas seutuhnya. Berulang kali ia menghindar, akan tetapi, sosok yang membuatnya terpuruk, mengejar seperti tidak memiliki belas kasihan sedikit pun.“Tinggalkan aku, kumohon,” pintanya dengan memelas. Manusia yang seharusnya menjadi pelindung bagi dirinya sebagai wanita yang telah dinikahi, bersikukuh untuk memintanya kembali.Niara tidak mampu mengungkap kelicikan pria yang telah membuatnya trauma selama lima tahun pernikahan. Hidupnya bagaikan berada di lubang neraka yang tidak memiliki dasar.Bondan. Pria yang ia pikir bisa membawanya mengarungi pernikahan ba
Mama, Aku Sudah TahuIndira menggantungkan bingkai lukisan Renzo di lorong menuju ruang tamu. Walau bukan darah dagingnya, Renzo ternyata memiliki bakat yang sama dengan Indira. Melukis.Putranya masih ekstrakurikuler renang dan sebentar lagi akan pulang. Indira segera menyiapkan makan malam untuk mereka. Ia mengeluarkan ayam bumbu yang sudah tinggal masuk oven. Sementara itu, sayuran yang sudah disiapkan Narti, ia tumis. Sejenak Indira sibuk memasak.Narti turun dari lantai atas untuk mengangkat jemuran yang sudah terlipat rapi."Hujan lagi kayaknya ntar malam," lapor Narti dengan khawatir karena Renzo belum pulang. Matanya melirik ke arah jam dinding, pukul lima sore lebih."Renzo kok belum pulang, Mbak?" tanya Narti cemas."Sudah dalam perjalanan, baru aja pelatihnya kirim pesan," sahut Indira membersihkan kompor dengan cekatan.Narti segera bersiap ke depan. Indira menata piring dan semua sudah siap.***Makan
Tanpa menunggu waktu lagi, Alden melayangkan surat gugatan cerai dan semua dilakukan oleh Abby, kakaknya. Bukti-bukti yang menguatkan, termasuk Bondan sebagai pemakai obat yang sudah puluhan tahun meracuni, mereka sertakan.“Ini bakal bikin suamimu menerima ancaman hukuman mati, Nia. Kamu siap?” tanya Alden sewaktu membaca berkas yang Abby kirimkan padanya.Niara berpikir sejenak dan terlihat bimbang.“Nia? Kamu nggak bisa mundur lagi dan semua memang akan terjadi!” desak Alden tidak sabar.“Apa yang sebaiknya aku jawab, Al? Aku nggak berusaha membuatnya masuk penjara. Cuman mau bebas aja dari pria bejat itu,” keluh Niara resah.“Kamu tahu berapa banyak wanita yang sudah menjadi korban Bondan? Kamu tahu tahun-tahun yang kalian lewati itu sangat tidak adil dan meresahkan? Dia psikopat, Niara! Kamu seharusnya tidak mengampuni pria seperti Bondan!”“Tapi membiarkan dia dijatuhi hukuman mati?
Niara kini lebih bersemangat untuk menyelesaikan semua pekerjaannya yang tertunda selama ini. Beberapa buku yang sempat ditagih oleh penerbit, kini berhasil diselesaikan dalam tempo yang singkat. Alden selalu memberinya semangat untuk merampungkan satu persatu.“Tinggal buku kamu yang belum kelar. Semoga akhir minggu ini kelar dan bisa kita cetak,” harap Niara dengan antusias.“Aku ingin satu copy untuk kukirim pada seseorang,” pinta Alden.“Untuk Indira?” tanya Niara. Alden diam dan tidak segera menjawab.“Nggak apa-apa. Mungkin itu usaha yang bisa menyatukan kalian kembali,” harap Niara mendukung penuh rencana sahabatnya.“Ya. Walaupun kesannya pengecut, tapi cuman itu yang berani aku lakukan. Kesalahanku terlalu banyak padanya,” renung Alden dengan wajah penuh sesal.“Aku akan percepat dan kita harus realisasikan, Al!”Niara membuktikan janjinya. Seminggu penuh
Dengan hati yang geram, Indira membuka laptop dan mencari alamat email Alden. tidak peduli apa pun yang disampaikan melalui pesan buku tersebut, hati Indira sudah membeku dan tidak ingin kembali pada masa lalu kelamnya bersama Alden.Wanita itu berpikir jika ia tidak begitu saja membiarkan Alden datang kembali setelah sekian lama pergi tanpa kabar. Ia tidak semudah itu memaafkan.Tangannya mengetik dengan cepat pesan yang akan ia kirimkan untuk suami yang telah menjadi mantan baginya.‘Kepada YTH,Bapak Alden Aminata SHTerima kasih atas kiriman buku yang begitu menyentuh hati manusia yang membacanya. Tapi satu hal yang perlu Anda ingat! Lancang sekali Anda melakukan hal itu tanpa persetujuan saya?! Saya tekankan sekali lagi, bahwa tidak ada kata KEMBALI sampai kapan pun! Bagi saya dan Renzo, Anda sudah mati dan tidak akan pernah menjadi bagian hidup kami. Jadi buang jauh-jauh harapan itu, karena sampai kapan pun, manusia yang memiliki sifat
Indira yang sedang memegang gelas mendadak hatinya berdetak cepat dan gelas itu terlepas ke lantai.Praang!“Kenapa, Mbak Indi?” seru Narti yang ada di dapur dengan cemas.Indira berdiri dengan tertegun dan mengatur napasnya yang tersengal.“Nggak apa-apa, Mbak Narti. Tiba-tiba perasaanku nggak enak dan gelasnya terlepas,” jawab Indira yang masih duduk dengan tubuh gemetar.Narti tampak lega dan segera mengambil sapu untuk membersihkan pecahan yang tersebar di bawah.“Bawa dalam doa, Mbak Indi. Semoga aja semua berjalan dengan baik,” saran Narti yang langsung memikirkan Alden.“I-iya, Mbak. Makasih,” sahut Indira lemah. Ia segera masuk kamar dan melihat laptopnya yang terbuka dan masih menunjukkan email yang ia kirim untuk Alden. Dengan wajah berdebar, ia melangkah mendekat. Matanya kembali membaca setiap kalimat yang ia tuliskan. Indira merasa setiap kata-kata yang ia tujukan pada Alden
Sejak kejadian gelasnya pecah, Indira terus menerus dirundung keresahan. Berkali-kali ia melukai jarinya ketika menjahit. Dengan perasaan kalut, Indira memutuskan untuk tidak menjamah jahitan hingga merasa tenang kembali.Narti ingin mengatakan kekhawatirannya selama ini, akan tetapi tidak sampai bibirnya mengucap. Wanita itu khawatir jika akan membuat luka pada Indira. Narti juga melihat, jika Indira terlihat tidak tenang dan selalu was-was tanpa sebab.Dengan saling menjaga dan menyimpan, Indira dan Narti tidak pernah mengungkapkan hal yang menjadi ganjalan hati masing-masing.***Shana yang baru saja berbahagia karena dikarunia seorang putri yang sangat cantik, menutup pintu pelan-pelan. Bayinya baru tertidur. Ia mencari Keenan yang tadi ia lihat sedang mencuci mobil di garasi samping. Setelah melonggokkan kepala ke belakang mobil, Shana terhenyak. Keenan sedang berdiri dengan mata berkaca-kaca.“Keen? Kamu kenapa?” tanya Shana denga
Ada jutaan kata yang sudah terancang dalam pikiran Niara saat nanti Alden terbangun dan kembali sadar. Seluruh ungkapan hatinya ia rangkum dalam buku diari yang ditulis dengan rapi selama menunggu Alden di rumah sakit.Untaian doa yang tidak terputus selalu ia lantunkan, baik dalam diam mau pun dengan suara lirih di samping Alden yang sedang berbaring. Niara berharap Alden mendengar dan mengikuti suaranya untuk kembali. Mungkin saat ini jiwanya sedang tersesat dan tidak tahu cara untuk menemukan jalan menuju raganya.Setulus hati, Niara dan Rudi bergantian tidak berhenti menjaga dan merawat Alden tanpa lelah. Ada di malam-malam saat Alden menunjukkan pergerakan samar pada tangan juga kakinya. Niara makin gembira dan optimis. Alden akan membaik dan segera kembali pada mereka.Setiap sore, fisioterapi datang ke kamar dan melatih otot Alden untuk menjaga supaya tubuhnya tetap bugar. Niara memperhatikan dengan baik bagaimana tenaga professional tersebut menggerakkan
You know I want youIt's not a secret I try to hideI know you want meSo don't keep sayin' our hands are tiedYou claim it's not in the cardsAnd fate is pullin' you miles awayAnd out of reach from meBut you're here in my heartSo who can stop me if I decideThat you're my destiny?What if we rewrite the stars?Say you were made to be mineNothing could keep us apartYou'd be the one I was meant to findIt's up to you, and it's up to meNo one can say what we get to beSo why don't we rewrite the stars?Maybe the world could be oursTonightYou think it's easyYou think I don't wanna run to youBut there are mountainsAnd there are doors that we can't walk throughI know
Inilah kisah dari beberapa manusia yang mampu menaklukkan tantangan hidup dan cobaannya.Indira Sartika, seorang wanita yang begitu tegar menjalani berbagai krisis dalam hidupnya selama ini, akhirnya merengkuh dan layak mendapatkan buah dari keprihatinannya.Bukan karena dia wanita hebat dan memiliki kualitas bertahan yang mumpuni, tapi karena dia mencoba mengikuti nuraninya yang tidak mungkin berbohong. Setiap jalan yang ia ambil selalu menempuh cara benar dan bukan yang mudah.Berani berkata tidak dan menolak segala nikmat dunia, demi mempertahankan martabat sebagai wanita yang juga pantas dihormati.Pria melihat dia sebagai pribadi yang begitu berharga untuk dimiliki, karena prinsipnya tidak sekedar menjadi perempuan yang pasrah.Indira tahu dengan baik, tujuan hidup dan keinginannya. Tahu bagaimana memperjuangkan haknya sebagai wanita dan juga berani mengambil tanggung jawab meskipun pahit.Siwi dan Shana adalah saksi bagaimana Indira me
Alunan musik yang memenuhi ruang keluarga membuat hati siapa pun menjadi damai. Pilihan mereka adalah menikah di Bali dan setelah persiapan matang di Salatiga, akhirnya bersama-sama terbang ke Bali dua hari lalu.Besok adalah hari yang mereka nantikan. Persiapan gedung dan catering memang menggunakan event organizer, tapi Indira dan Menik tampak tidak bisa diam.Keduanya sibuk memeriksa bunga, pilihan makanan, tamu undangan, tempat duduk dan bahkan persiapan bulan madu. Keduanya memastikan jika ini akan berjalan baik dan tidak ada kendala.Kini malam sebelum pernikahan, Gya harus tinggal di hotel dan menjauh dari Renzo sementara waktu. Alden menggoda putranya yang tampak mulai gugup dengan seloroh yang cukup vulgar. Keenan menimpali dengan tawa yang tergelak. Genta dengan tenangnya mengatakan semua akan berakhir indah.“Seindah lenguhan panjang dan senyum cemerlang di pagi hari!” imbuh Alden tanpa menahan diri.Indira muncul dan bertola
Silka dan Ignar bergilir merawat dan menjaga Gya hingga sembuh. Renzo masih harus menyelesaikan keperluan surat menyurat untuk persyaratan pernikahan.Setiap sore dia datang menggantikan kedua adik sepupunya dan tidur di rumah sakit.Gya memang tidak memiliki luka dalam, tapi sepertinya dia masih menyimpan ketakutan tersendiri. Wajahnya sesekali mengernyit dan cemas.“Kamu masih inget kejadian itu, Kak?” tanya Silka tampak prihatin.Gya memejamkan mata dan membenarkan.“Kebencian sama Bayu nggak sebanding dengan penyesalanku karena udah ngebiarin dia masuk dalam hidup ini.”“Nyalahin diri adalah target Bayu yang sebenarnya. Jangan terpengaruh oleh hal itu, Kak. Kayaknya nggak berharga banget,” bantah Silka dengan cepat-cepat.“Ya. Dia memang mau ngancurin aku pelan-pelan, lewat pikiranku.”Gya sadar sekali akan hal itu.“Kita nggak akan ngebiarin itu, kan?” Silk
Renzo merasakah tubuhnya gemetar oleh amarah yang mengelegak. Melihat kekasihnya dihajar sedemikian rupa oleh pria biadab, membuat Renzo diliputi dendam.Alden dan Indira terus menenangkan dengan kata-kata lembut.“En, tenang. Pakai ini dan bukan ini,” ucap Alden sembari menunjuk kepala kemudian lengan.Putranya duduk terkulai dan meremas rambut gusar.Ibu dan kakak Gya sudah dikabari dan mereka sedang menuju ke rumah sakit dari hotel. Pernikahan tinggal dua minggu lagi dan suasana gembira menjadi duka dalam sekejap.Saat bertemu dengan Leo dan Dion, kedua pria yang akan menjadi kakak iparnya tersebut menepuk pundaknya dengan pelan.“Kita nggak akan bertindak apa pun, kecuali lapor polisi! Semua bakal ditindak melalu proses hukum yang benar dan tahan emosi kalian. Kalo ada yang nekad, Bayu menang dan kita kalah telak!” ingat Alden dengan lantang dan tegas.Ibu Gya terlihat gemetar dan tidak sanggup berdiri. Ind
Persiapan pernikahan memang selalu merepotkan. Namun Gya tidak melihat sedikit pun kesulitan yang membuatnya kelelahan dan stress. Ibu mertuanya, Indira, selalu membantu dan mengarahkan dengan sabar.Pemilihan pernak pernik yang berbeda pendapat dengan keluarga besarnya, akhirnya berhasil ditengahi dengan elegan dan bijak oleh Indira.Ibu Gya memuji berkali-kali tentang calon ibu mertuanya yang ternyata masih muda dan sangat cantik tersebut. Terlebih lagi ayah mertuanya, Alden, yang mirip dengan pria muda dengan penampilan masih tidak kalah menarik dan modis dengan Renzo.Dengan hati-hati, Gya menjelaskan mengenai siapa Renzo dan ibunya semakin kagum dengan keluarga mereka. Gya melihat dengan jelas, bagaimana ibunya sedikit syok dan tersentuh oleh kebesaran hati Indira yang membesarkan Renzo tanpa menimbang dia bukan putra yang terlahir dari rahimnya.Keputusan buat Indira tidak memiliki anak kandung adalah karena dirinya merasa lebih dari cukup mendapatk
Alden berdiri di depan bingkai foto di ruang tengah rumah Salatiga. Matanya menatap gambar dirinya bersama Indira dan Renzo dalam baju adat Jawa.Di sebelah bingkai foto besar tersebut, terdapat foto Indira bersama Jantayu dan Renzo dengan baju pernikahan modern. Hatinya berdesir sakit.Bukan karena cemburu, melainkan merasa prihatin akan nasib Jantayu yang malang.Pria baik itu tidak sempat menjalani kehidupan bahagia yang lama dengan wanita luar biasa, Indira. Alden bahkan sempat mengalah demi memberi kesempatan pada Jantayu untuk menjadi pria yang bisa meneruskan harapannya.“Kayaknya baru kemarin dia ada di sini,” gumam Indira tiba-tiba ada di sebelahnya.Alden mengingat dengan jelas saat datang ke rumah ini beberapa belas tahun yang lalu setelah Jan meninggal. Foto itu menjadi satu-satunya kehangatan yang terpancar dan bisa memberi sinar juga kekuatan bagi Indira untuk bertahan dalam kesedihan.Dunia istrinya mungkin dalam k
Kembali ke Jakarta dengan status baru, cukup membuat Silka risih. Antara dia dan Alka adalah hubungan kecelakaan yang tidak disengaja.Sementara kembali pada aktivitas kuliah yang super sibuk mendekati akhir semester, Silka memilih tidak lagi memusingkan tentang Alka.Pria itu cukup memberinya ruang dan gerak yang tidak mengikat. Mungkin inilah enaknya pacaran dengan orang dewasa. Banyak pengertian yang dia dapatkan dari Alka.“Sil! Kamu beneran pacaran sama dosen baru anak fakultas kedokteran?” tanya teman kuliahnya dengan wajah penasaran.Silka mengangguk ragu.“Gila! Keren banget sih! Pak Alka itu ganteng dan baik banget!”Silka terus mendengarkan puluhan pujian untuk kekasihnya yang hingga detik ini belum pernah dia cium atau pegangan tangan.Setelah mendekati jam masuk kelas, Silka mengakhiri obrolan satu arah itu dan melenggang masuk. Selama kuliah berjalan, dia tidak habis-habisnya memikirkan tentang Alk
Mungkin bertemu jodoh itu terjadi tanpa bisa terduga.Bagi Silka yang masih berusia awal dua puluhan, ini bukan menjadi pertimbangan seriusnya. Terlebih lagi Ignar juga masih bimbang akan jati dirinya, semua keluarga tidak akan berpusat pada hal pernikahan dalam waktu dekat.Mengunjungi orang tua dan kerabatnya di Salatiga memang menyenangkan. Dia kadang malas meninggalkan kota kecil tempat ia tumbuh dan besar. Teman masa kecilnya ada di sini. Tapi Silka untuk saat ini tidak memiliki pilihan.Semua keluarga berkumpul di rumahnya. Ayahnya, Keenan, tampak masih tampan meskipun menjelang usia setengah baya. Mati-matian ayahnya menolak dengan mengatakan masih lima tahun lagi, tapi Silka suka mengangguk dengan gencar.Malam itu Renzo datang sendiri dan Silka senang karena memiliki waktu untuk berbagi lebih banyak. Perhatian kakak sepupunya memang tertuju pada dua hal akhir-akhir ini.Untuk Ignar dan Gya, kekasihnya.Silka merindukan masa-masa di