Dengan langkah cepat, Renzo memasuki kelas paginya. Ini adalah hari pertama dan dia cukup beruntung karena hanya ada dua jam kuliah hari ini. Dirinya membutuhkan tidur panjang untuk menggantikan jam tidurnya yang hilang.
Semalam dirinya menghabiskan waktu hingga hampir dini hari bersama sepupunya. Terlalu banyak minuman dan kini kepalanya mulai pusing.
Hangover!
Profesor memasuki kelas dan Renzo malas menaikkan wajahnya melihat siapa pengajar yang akan mengisi kelasnya pagi itu. Ia sibuk membuka laptop sementara mengikuti perintah profesornya serta mengumpulkan konsentrasi yang sulit ia dapatkan.
Selama tengah jam, Renzo sibuk membuat catatan dan merangkum semua yang profesornya sampaikan. Tidak sedetik pun ia melihat ke depan.
“Renzo Aminata. Adakah yang bernama Renzo Aminata?”
Renzo berhenti mengetik dan mendengar namanya disebut. Dengan cepat ia mengangkat tangan, namun pandangannya tertutup oleh kepala mahasiswa yang menurutn
“Kamu lagi jatuh cinta.”“Sok tahu!”“Aku tahulah! Sikapmu jadi aneh!”Perdebatan yang terjadi pagi hari di meja makan saat sarapan antara Ignar dan Renzo membuat Silka mulai memberikan pandangan menyelidik.Benaknya berusaha mengingat dengan baik, kira-kira siapa saja gadis yang bisa membuat kakak sepupunya salah tingkah di kampus.Renzo bukan tipe pria yang mudah jatuh cinta dan gadis cantik tidak hanya cukup untuk menjadi daya tarik tersendiri. Wanita itu harusnya memiliki sesuatu yang cukup menarik lainnya, seperti otak cerdas contohnya.“Wajar nggak sih, kalo aku menuntut lebih dan selektif dalam milih cewek? Apa cowok yang ada di sekitar kalian juga bersikap sama?” tanya Renzo meski sedikit sungkan.“Oh, tidak dong! Cowok dalam lingkaran pertemananku hanya peduli sama selangkangan, itu yang pasti!” sahut Silka yang terkenal dengan ceplas ceplos.“Sama! Mere
Hanya dalam waktu dua hari, Renzo berhasil menyiapkan proposal untuk mengajukan diri sebagai Asisten dosen professor Gya.Dengan langkah percaya diri, Renzo berjalan menuju ke kantor para dosen.Pesan yang ia kirimkan pada Gya belum juga terbaca dan dibalas. Tapi Renzo memilih untuk memberikan proposal yang telah ia cetak. Ketika tiba di kantor, salah satu dosen mengatakan jika Gya masih mengajar. Dengan kecewa, Renzo meletakkan proposal di atas meja dan berlalu.Langkahnya tampak gontai, menjauh dari gedung tersebut.**Kuliah terakhir hari ini baru saja selesai. Jam tiga sore lebih seperempat. Waktu yang pas untuk menikmati es degan di tempat biasanya.Renzo melaju meninggalkan parkiran kampus dan menuju ke tempat penjual kepala muda yang terkenal paling enak. Setelah memesan, Renzo duduk di bawah pohon rindang sembari menyalakan rokok. Semilir angin yang perlahan membelai kulitnya, cukup menyegarkan untuk cuaca panas di sekitar Depok.
Gya memeluk pinggang kekar Renzo kuat-kuat dan tanpa helm, mereka melaju di keramaian jalan sore itu. Aroma tubuhnya begitu melekat dan Gya menyukainya. Tidak pernah wanita itu bayangkan bisa melakukan kegilaan seperti ini.Pria itu begitu pandai mencari jalan untuk menghindari macet dan akhirnya dalam waktu satu jam, mereka tiba di Pondok Indah.Rumah mewah itu tampak sepi. Ignar masih ada di Bandung, dan Silka mungkin akan menginap di rumah sakit untuk mengejar bahan kuliahnya.Hanya ada dua pembantu dan mereka selalu menghindar serta tahu diri jika majikannya ada tamu. Satpam rumah itu juga tidak pernah ambil pusing. Setelah masuk ke garasi, Renzo membantu Gya turun lalu mengandeng Gya.“Mau apa, Ren?” tanya Gya mendadak berhenti dan menahan langkah.“Tenang, aku nggak akan ngelakuin hal konyol. Cuman pengen sama kamu, itu aja.”Gya tersenyum samar dan akhir mengikuti Renzo. Keduanya terus berjalan dan Renzo membuk
Entah apa yang selama terpendam dalam jiwa masing-masing, tapi Gya merelakan diri sepenuhnya pada Renzo. Ketika bibir dan lidah pria itu menelusuri setiap inci tubuhnya, Gya melenguh dan menikmati dengan penuh perasaan.Mereka bercinta seakan waktu berhenti untuk momen ini. Gya baru kali ini menikmati sentuhan pria seutuhnya dengan melibatkan perasaan.Lumatan demi lumatan, membuatnya merintih dan mendesah penuh gelora. Hempasan tubuh Renzo yang membuatnya memekik berkali-kali, seakan seperti candu yang Gya tidak ingin berakhir.Renzo menunjukkan kepiawaiannya dalam bercinta. Gya merengkuh kenikmatan dan itu tidak membuatnya lelah atau menyesal.Pria yang lebih muda itu justru memperlakukan dirinya sebagai wanita yang lebih layak dan tidak egois. Setiap gerakan Gya tahu itu untuk menyenangkan dirinya. Bahkan saat Renzo menggodanya, Gya memohon untuk tidak berhenti.“Nikmati aku, sepuasmu,” pinta Gya seperti bersedia mengemis.Ren
Seharusnya pagi ini menjadi awal hidup yang baru bagi Renzo. Ketika dia datang ke kampus dan berharap mendapat perlakuan yang berbeda dari Gya, ternyata itu tidak terjadi.Wanita yang menghabiskan waktu bersamanya kemarin, kini tampak bersikap biasa, bahkan terkesan dingin.Saat dia mencoba untuk menemuinya, Gya hanya melirik dan membalas sapaannya dengan datar.“Aku nggak bikin salah yang fatal, kan?” tanya Renzo dengan wajah heran.Gya menghela napas dan melewati Renzo dengan wajah kesal.“Gya!”Renzo menarik tangan dan mencoba menghentikannya.“Hei! Jangan kurang ajar kamu, Ren!” bentak Gya tajam.Renzo melepas tangannya dan menatap Gya dengan mata yang terluka.“Sorry, aku pikir kamu ….”“Seharusnya kamu menyebut saya dengan Profesor Gya dan ini kampus, bukan tempat yang pas untuk beromantis ria! Belajar dewasa dan bisa membedakan cara beretika!&rdqu
Silka merasa bersalah karena telah membocorkan hal yang membuat Renzo kecewa. Namun baginya jauh lebih baik dia mengetahui itu dari awal, dari pada kakaknya menjadi duri dalam hubungan orang lain.“Kita pulang,” ajak Renzo dengan pelan.Silka mengangguk dan berjalan mengikuti langkah Renzo. Ketika berjalan menuju ke parkiran, mereka berpapasan dengan Gya!‘Sial!’ umpat Renzo dengan hati mendongkol.Adiknya ikut menjadi kikuk dan canggung menghadapi situasi tersebut.“Eh, Ren! Kebetulan ketemu kamu di sini.” Gya bicara dengan gaya santai dan seperti tidak terjadi apa pun. “Selamat, kamu terpilih jadi asistenku. Mulai Senin depan, kamu bisa ambil materi dari aku, ok?”Gya tersenyum dan melenggang dengan langkah biasa.“Thanks. Seperti mempersiapkan pesta pertunangan butuh waktu khusus sampe butuh asisten ya?” sindir Renzo dengan tajam.Langkah Gya terhenti dan dia urung
“Aku salah.”Itu kalimat yang meluncur begitu saja dari bibir Gya sembari menunduk. Renzo menghela napas dan menggelengkan kepala dengan senyum kecut. Pria itu kemudian menuju ke ruang sebelah kamar mandi untuk berganti baju.Ketika keluar, Gya masih duduk dan menunggu dirinya dengan sabar.“Aku tidak menyebutmu murahan! Tapi, selayaknya perempuan yang mengiyakan ajakan pria yang jelas-jelas mengirim sinyal suka, seharusnya memiliki status single!”“Ren, aku datang bukan untuk berdebat.”Renzo membuang muka dan tampak masih kesal. Akhirnya dia mencoba memberikan kesempatan pada Gya untuk menjelaskan.“Lalu? Buat apa? Kalo kamu mau nyari cowok atau mahasiswa yang bisa kamu ajak have fun, sorry, bukan aku orangnya!”“Have fun? Itu penilaian kamu tentang aku? Aku menidurimu untuk have fun?!”“Kesan pertama yang kamu ciptakan memang itu, kan? Kita bercinta dan hari b
Minggu pertama dalam bulan kedua Renzo kuliah, ibunya menelepon untuk pulang. Ulang tahun ayahnya jatuh pada akhir pekan ini.Ignar dan Silka sudah terbang lebih dulu ke Bali Jumat sore. Renzo baru tiba hari Sabtu paginya. Indira memeluk putra tunggal mereka dengan penuh kerinduan.“Kau tampak sehat!” puji Indira.Renzo tersenyum dan mengecup pipi wanita yang begitu istimewa dalam hidupnya.Alden terkekeh saat Renzo mengangsurkan kotak kecil sebagai kado untuknya.“Wah! Papa masih bisa nerima kado nih?” ucap ayahnya dengan sumringah.“Buka dong!” seru Silka dan Ignar serentak.Alden melirik ke arah istrinya dengan kerlingan mesra.“Buka aja sih, Om! Ngapain pake minta ijin sama pujaan hati,” sindir Silka dengan gemas.Bagi Silka hubungan Indira dan Alden menjadi impiannya saat besar nanti. Kisah cinta mereka begitu menginspirasi. Romantis seperti kisah yang mengugah untuk s
You know I want youIt's not a secret I try to hideI know you want meSo don't keep sayin' our hands are tiedYou claim it's not in the cardsAnd fate is pullin' you miles awayAnd out of reach from meBut you're here in my heartSo who can stop me if I decideThat you're my destiny?What if we rewrite the stars?Say you were made to be mineNothing could keep us apartYou'd be the one I was meant to findIt's up to you, and it's up to meNo one can say what we get to beSo why don't we rewrite the stars?Maybe the world could be oursTonightYou think it's easyYou think I don't wanna run to youBut there are mountainsAnd there are doors that we can't walk throughI know
Inilah kisah dari beberapa manusia yang mampu menaklukkan tantangan hidup dan cobaannya.Indira Sartika, seorang wanita yang begitu tegar menjalani berbagai krisis dalam hidupnya selama ini, akhirnya merengkuh dan layak mendapatkan buah dari keprihatinannya.Bukan karena dia wanita hebat dan memiliki kualitas bertahan yang mumpuni, tapi karena dia mencoba mengikuti nuraninya yang tidak mungkin berbohong. Setiap jalan yang ia ambil selalu menempuh cara benar dan bukan yang mudah.Berani berkata tidak dan menolak segala nikmat dunia, demi mempertahankan martabat sebagai wanita yang juga pantas dihormati.Pria melihat dia sebagai pribadi yang begitu berharga untuk dimiliki, karena prinsipnya tidak sekedar menjadi perempuan yang pasrah.Indira tahu dengan baik, tujuan hidup dan keinginannya. Tahu bagaimana memperjuangkan haknya sebagai wanita dan juga berani mengambil tanggung jawab meskipun pahit.Siwi dan Shana adalah saksi bagaimana Indira me
Alunan musik yang memenuhi ruang keluarga membuat hati siapa pun menjadi damai. Pilihan mereka adalah menikah di Bali dan setelah persiapan matang di Salatiga, akhirnya bersama-sama terbang ke Bali dua hari lalu.Besok adalah hari yang mereka nantikan. Persiapan gedung dan catering memang menggunakan event organizer, tapi Indira dan Menik tampak tidak bisa diam.Keduanya sibuk memeriksa bunga, pilihan makanan, tamu undangan, tempat duduk dan bahkan persiapan bulan madu. Keduanya memastikan jika ini akan berjalan baik dan tidak ada kendala.Kini malam sebelum pernikahan, Gya harus tinggal di hotel dan menjauh dari Renzo sementara waktu. Alden menggoda putranya yang tampak mulai gugup dengan seloroh yang cukup vulgar. Keenan menimpali dengan tawa yang tergelak. Genta dengan tenangnya mengatakan semua akan berakhir indah.“Seindah lenguhan panjang dan senyum cemerlang di pagi hari!” imbuh Alden tanpa menahan diri.Indira muncul dan bertola
Silka dan Ignar bergilir merawat dan menjaga Gya hingga sembuh. Renzo masih harus menyelesaikan keperluan surat menyurat untuk persyaratan pernikahan.Setiap sore dia datang menggantikan kedua adik sepupunya dan tidur di rumah sakit.Gya memang tidak memiliki luka dalam, tapi sepertinya dia masih menyimpan ketakutan tersendiri. Wajahnya sesekali mengernyit dan cemas.“Kamu masih inget kejadian itu, Kak?” tanya Silka tampak prihatin.Gya memejamkan mata dan membenarkan.“Kebencian sama Bayu nggak sebanding dengan penyesalanku karena udah ngebiarin dia masuk dalam hidup ini.”“Nyalahin diri adalah target Bayu yang sebenarnya. Jangan terpengaruh oleh hal itu, Kak. Kayaknya nggak berharga banget,” bantah Silka dengan cepat-cepat.“Ya. Dia memang mau ngancurin aku pelan-pelan, lewat pikiranku.”Gya sadar sekali akan hal itu.“Kita nggak akan ngebiarin itu, kan?” Silk
Renzo merasakah tubuhnya gemetar oleh amarah yang mengelegak. Melihat kekasihnya dihajar sedemikian rupa oleh pria biadab, membuat Renzo diliputi dendam.Alden dan Indira terus menenangkan dengan kata-kata lembut.“En, tenang. Pakai ini dan bukan ini,” ucap Alden sembari menunjuk kepala kemudian lengan.Putranya duduk terkulai dan meremas rambut gusar.Ibu dan kakak Gya sudah dikabari dan mereka sedang menuju ke rumah sakit dari hotel. Pernikahan tinggal dua minggu lagi dan suasana gembira menjadi duka dalam sekejap.Saat bertemu dengan Leo dan Dion, kedua pria yang akan menjadi kakak iparnya tersebut menepuk pundaknya dengan pelan.“Kita nggak akan bertindak apa pun, kecuali lapor polisi! Semua bakal ditindak melalu proses hukum yang benar dan tahan emosi kalian. Kalo ada yang nekad, Bayu menang dan kita kalah telak!” ingat Alden dengan lantang dan tegas.Ibu Gya terlihat gemetar dan tidak sanggup berdiri. Ind
Persiapan pernikahan memang selalu merepotkan. Namun Gya tidak melihat sedikit pun kesulitan yang membuatnya kelelahan dan stress. Ibu mertuanya, Indira, selalu membantu dan mengarahkan dengan sabar.Pemilihan pernak pernik yang berbeda pendapat dengan keluarga besarnya, akhirnya berhasil ditengahi dengan elegan dan bijak oleh Indira.Ibu Gya memuji berkali-kali tentang calon ibu mertuanya yang ternyata masih muda dan sangat cantik tersebut. Terlebih lagi ayah mertuanya, Alden, yang mirip dengan pria muda dengan penampilan masih tidak kalah menarik dan modis dengan Renzo.Dengan hati-hati, Gya menjelaskan mengenai siapa Renzo dan ibunya semakin kagum dengan keluarga mereka. Gya melihat dengan jelas, bagaimana ibunya sedikit syok dan tersentuh oleh kebesaran hati Indira yang membesarkan Renzo tanpa menimbang dia bukan putra yang terlahir dari rahimnya.Keputusan buat Indira tidak memiliki anak kandung adalah karena dirinya merasa lebih dari cukup mendapatk
Alden berdiri di depan bingkai foto di ruang tengah rumah Salatiga. Matanya menatap gambar dirinya bersama Indira dan Renzo dalam baju adat Jawa.Di sebelah bingkai foto besar tersebut, terdapat foto Indira bersama Jantayu dan Renzo dengan baju pernikahan modern. Hatinya berdesir sakit.Bukan karena cemburu, melainkan merasa prihatin akan nasib Jantayu yang malang.Pria baik itu tidak sempat menjalani kehidupan bahagia yang lama dengan wanita luar biasa, Indira. Alden bahkan sempat mengalah demi memberi kesempatan pada Jantayu untuk menjadi pria yang bisa meneruskan harapannya.“Kayaknya baru kemarin dia ada di sini,” gumam Indira tiba-tiba ada di sebelahnya.Alden mengingat dengan jelas saat datang ke rumah ini beberapa belas tahun yang lalu setelah Jan meninggal. Foto itu menjadi satu-satunya kehangatan yang terpancar dan bisa memberi sinar juga kekuatan bagi Indira untuk bertahan dalam kesedihan.Dunia istrinya mungkin dalam k
Kembali ke Jakarta dengan status baru, cukup membuat Silka risih. Antara dia dan Alka adalah hubungan kecelakaan yang tidak disengaja.Sementara kembali pada aktivitas kuliah yang super sibuk mendekati akhir semester, Silka memilih tidak lagi memusingkan tentang Alka.Pria itu cukup memberinya ruang dan gerak yang tidak mengikat. Mungkin inilah enaknya pacaran dengan orang dewasa. Banyak pengertian yang dia dapatkan dari Alka.“Sil! Kamu beneran pacaran sama dosen baru anak fakultas kedokteran?” tanya teman kuliahnya dengan wajah penasaran.Silka mengangguk ragu.“Gila! Keren banget sih! Pak Alka itu ganteng dan baik banget!”Silka terus mendengarkan puluhan pujian untuk kekasihnya yang hingga detik ini belum pernah dia cium atau pegangan tangan.Setelah mendekati jam masuk kelas, Silka mengakhiri obrolan satu arah itu dan melenggang masuk. Selama kuliah berjalan, dia tidak habis-habisnya memikirkan tentang Alk
Mungkin bertemu jodoh itu terjadi tanpa bisa terduga.Bagi Silka yang masih berusia awal dua puluhan, ini bukan menjadi pertimbangan seriusnya. Terlebih lagi Ignar juga masih bimbang akan jati dirinya, semua keluarga tidak akan berpusat pada hal pernikahan dalam waktu dekat.Mengunjungi orang tua dan kerabatnya di Salatiga memang menyenangkan. Dia kadang malas meninggalkan kota kecil tempat ia tumbuh dan besar. Teman masa kecilnya ada di sini. Tapi Silka untuk saat ini tidak memiliki pilihan.Semua keluarga berkumpul di rumahnya. Ayahnya, Keenan, tampak masih tampan meskipun menjelang usia setengah baya. Mati-matian ayahnya menolak dengan mengatakan masih lima tahun lagi, tapi Silka suka mengangguk dengan gencar.Malam itu Renzo datang sendiri dan Silka senang karena memiliki waktu untuk berbagi lebih banyak. Perhatian kakak sepupunya memang tertuju pada dua hal akhir-akhir ini.Untuk Ignar dan Gya, kekasihnya.Silka merindukan masa-masa di