Ketika Indira sedang mempersiapkan diri menghadapi pertemuan tidak sengaja dengan Alden di restoran, tidak lama kemudian, lelaki itu datang bersama Renzo.
Loka menyapa keduanya dengan hangat dan penuh persahabatan. Alden terbawa oleh sikap Loka yang sangat gentle juga terbuka.
“Ini Renzo. Putraku,” ucap Alden dengan bangga. Loka segera mengajak anak kecil tersebut melihat air mancur sementara memberi waktu untuk Indira mengobrol bersama Alden.
“Apa kabar kamu, Ndi?” tanya Alden kikuk. Indira menunduk dan memainkan lap makan dengan jarinya.
“Baik. Gimana kabar keluargamu? Anakmu lucu juga,” jawab Indira dengan bahasa yang aneh menurut pikirannya. Itu bukan jawaban yang biasa ia ucapkan!
“Baik semua. Kebetulan aku makan dengan keluarga mertua Abby. Mama dan papa nggak ikut,” jawab Alden.
“Aku baru tahu kalo kamu punya anak. Selamat ya.”
“Thanks. Aku langsung jatuh cinta p
Lorong putih rumah sakit itu cukup ramai pengunjung. Indira bergegas menuju meja resepsionis rumah sakit untuk menanyakan pasien dengan nama Loka. Belum sempat terjawab, seorang pria yang wajahnya mirip dengan Loka muncul.“Indira?”Gadis itu mengangguk dengan ragu.“Aku Metro. Terima kasih sudah mau datang. Mari,” ajaknya. Indira tidak sempat bertanya, ia segera bergegas dan mengikuti langkah panjang Metro. Mereka naik lift dalam diam dan turun di lantai tiga. Dada Indira makin berdebar ketika mereka tiba di depan sebuah kamar. Mereka memasuki kamar tersebut dan ada seorang pria separuh baya asing yang duduk dengan tubuh lunglai.“Dad, this is Indira,” ucap Metro mengenalkan Indira pada ayahnya. Indira mengangguk dengan segan. Pria bermata biru agak kehijauan tersebut menepuk pundak Indira dengan lembut.“Thank for coming. Really appreciated,” sambutnya dengan suara serak. Indira tersenyum dengan kec
Wanita dengan penampilan sensual tersebut, Bella, duduk dengan wajah cemberut di sebelah Indira. Keduanya masih menunggu keputusan dokter tentang kondisi Loka. Metro mondar mandir dengan wajah cemas. Ayah mereka hanya duduk di ujung ruang tunggu dengan ekspresi pasrah.“Jika ini semua sudah selesai, aku harap kau tidak akan pernah muncul lagi di kehidupan kami!” cetus Metro pada Bella dengan ketus.“Jangan menyalahkan aku, Metro! Dalam kejadian itu kau juga turut andil!” bantah Bella dengan sinis.Indira telah mendengar semua cerita dari ayah mereka. Sebuah kesalahan yang sangat memalukan terjadi dalam keluarga mereka.Sejak ibu dari Metro dan Loka meninggal, Derek, ayah mereka jarang sekali berada di rumah. Kedua putra mereka terlibat dalam pergaulan bebas dan menjadi lepas kendali.Hingga suatu malam, saat pesta ulang tahun Loka mereka dalam kondisi mabuk. Kekasih Loka, Bella, dalam kondisi tidak sadar bercinta dengan Metr
Sudah seminggu ini, Indira berusaha mengatur waktu antara pekerjaan dan juga menjenguk Loka. Tidak lagi ada pikiran untuk mencari kabar tentang Alden. Semua rasa penasarannya lenyap. Memang terkadang ada rasa bersalah karena tidak kembali menghubungi Alden, tapi ia sedang belajar memilih prioritas dalam hidupnya.Alasan utama bagi Indira menetapkan hati adalah karena ia ingin bahagia dengan pilihan yang sesuai dengan kondisi dan alur hidupnya.“Kamu yakin? Tidak ada lagi Alden dalam hidupmu? Bagaimana dengan Keenan? Aku dengar dia juga datang dan mengiyakan undangan temanku untuk pesta akhir minggu ini!” seru Lila sambil menyeruput kopinya.Dayu melirik ke arah Indira yang sibuk menatap laptop dan mengirim email pada penjahit utamanya.“Dua cowok itu bakalan nongol terus dalam hidupku, Mbak. Tapi sekarang aku punya janji dengan Loka yang jauh membutuhkan dukungan dan motivasiku,” sahut Indira.“Menurutmu, kenapa mereka
Perjodohan yang tanpa sengaja muncul dalam kepala Indira ternyata berbuah baik. Dayu sangat cocok dengan Metro yang ternyata manusia yang sangat serius. Keduanya sama-sama memiliki hobi dalam bidang bisnis dan akuntan.“Dua manusia kalkulator siap berkolaborasi!” ledek Loka tentang kedua pasangan tersebut. Indira terbahak dengan sebutan tersebut.Metro dan Dayu saling melempar senyum dengan bangga. Tidak terasa sejak operasi pengangkatan tumor otak Loka dua bulan lalu, kondisi Loka makin membaik dan Indira bersyukur karena tidak lagi harus mengunjungi Loka di rumah sakit.“Aku sangat benci bau steril rumah sakit,” protes Indira kemudian mengakui tentang kejengkelannya setiap mengunjungi Loka.“Semoga masa itu sudah berakhir,” harap Metro dengan gelisah.Kemajuan Loka memang cukup drastis. Namun justru itu yang ia takutkan. Ayahnya sendiri tidak yakin Loka bisa pulih lagi seutuhnya.“Ini seperti bom w
Metro masih belum bisa memejamkan mata sedetik pun. Penguburan Loka telah usai dan kini tinggal keluarga dekat yang masih berkumpul di rumahnya.“Kau tahu jika hari itu Loka sudah tidak kuat, Ndi?” kalimat Metro bukan seperti pertanyaan. Lebih kepada sebuah pernyataan.“Dari hari ke hari dia semakin melemah, Met. Loka bertahan karena terikat janji pada kita. Aku mengatakan jika dia bisa mengingkarinya dan pergi,” jawab Indira dengan pelan.Metro terdiam. Dayu duduk sambil menyandarkan kepala di pundak Metro.“Ini sangat berat. Padahal aku sudah mempersiapkan diri sebaik-baiknya,” keluh Metro sembari mengusap matanya yang terus meneteskan bulir bening.“Seminggu yang lalu aku masih menyangkal dan mengatakan jika Loka akan terus bersemangat. Tapi ketika kemarin pagi, aku melihatnya muntah dan sangat tersiksa, aku merasa egois!” isak Indira. Metro membenarkan itu.“Dia yang berjuang dan mera
Indira masih tampak kikuk dan malu ketika Alden membukakan pintu mobil untuknya. Keduanya masuk dan disambut oleh pekikan Menik dan Abby yang gembira melihat Indira kembali. Alexi melemparkan siulan yang menggoda. Ayahnya, Raka, tertawa ceria melihat Alden berhasil membawa Indira kembali ke rumah.Entah apa yang membuat mereka begitu menyukai gadis yang bernama Indira Sartika ini, tapi bahkan Alexi, kakak Alden, yang selalu cuek dan tak acuh juga turut menunjukkan sikap yang bersahabat padanya.“Indi, mulai dari detik ini Alden nggak bakal uring-uringan lagi. Udah ketemu sama pujaan hati soalnya!” ledek Alexi jahil. Alden bersiap melempar kakaknya dengan bantal, tapi Alexi berkelit dan berlari menjauh. Indira tertawa geli.“Mama udah masak sop iga dan ikan presto! Kita makan siang bersama sebentar lagi!” seru Menik sambil menata meja makan. Indira segera mengambil piring dan membantunya menyiapkan meja.Menik mengerling pada Alden
Laporan akhir bulan dari pusat perbelanjaan Siwi dan Alden menunjukkan profit yang meningkat sebesar 12% dibandingkan bulan sebelumnya.“Sudah jalan dua tahun tapi perkembangannya terus naik,” decak Shana kagum.“Berkat kamu, Shan. Semua berjalan dengan baik dan lancar,” timpal Siwi. Shana tersenyum getir.Seandainya saja kehidupan cinta juga semulus karirnya, Shana tidak akan merana seperti saat ini. Keenan tampak makin terpuruk dan tenggelam dalam kesibukannya.Entah kenapa, Shana tidak ingin mengusik lagi kehidupan Keenan juga Alden. Rasa malu yang sempat ia tanggung karena Keenan kelepasan bicara telah hilang dan tidak lagi menjadi ganjalan.Tapi hubungannya dengan Alden masih belum membaik dan Keenan mendadak menjauh darinya.“Wi, aku cabut dulu ya?” pamit Shana kemudian.“Eh, tunggu!” tahan Siwi buru-buru memalingkan wajahnya. Shana urung beranjak.“Ada apa?”
Siwi berdecak jengkel karena hujan terus mengguyur Salatiga sejak tadi malam.“Bukan cuman Bogor kota hujan, Salatiga juga wajib disebut kota yang lebih parah hujannya!” gerutu Siwi. Shana menoleh dan menggelengkan kepala.“Emang kamu mau kemana?” tanya Shana.“Mau ketemuan sama pembatik di desa Beringin. Tapi hujan gini gagal, deh,” jawab Siwi. “Padahal mereka itu produsen potensial banget,” keluh Siwi.Shana tidak menanggapi karena sibuk mengetik pesan.“Kamu mau kemana?” tanya Siwi penasaran.“Ada pesta ulang tahun temen di Semarang. Keenan ngajak barengan,” jawab Shana dan meletakkan ponsel serta mulai membereskan laptop dan memasukkan ke dalam tas.“Ok. Aku tetep dateng deh ntar sorean,” balas Siwi membayangkan akan sendirian hingga malam nanti. Shana menawarkan untuk ikut, tapi Siwi bukan penikmat pesta dan hingar bingar seperti dirinya dan Keena
You know I want youIt's not a secret I try to hideI know you want meSo don't keep sayin' our hands are tiedYou claim it's not in the cardsAnd fate is pullin' you miles awayAnd out of reach from meBut you're here in my heartSo who can stop me if I decideThat you're my destiny?What if we rewrite the stars?Say you were made to be mineNothing could keep us apartYou'd be the one I was meant to findIt's up to you, and it's up to meNo one can say what we get to beSo why don't we rewrite the stars?Maybe the world could be oursTonightYou think it's easyYou think I don't wanna run to youBut there are mountainsAnd there are doors that we can't walk throughI know
Inilah kisah dari beberapa manusia yang mampu menaklukkan tantangan hidup dan cobaannya.Indira Sartika, seorang wanita yang begitu tegar menjalani berbagai krisis dalam hidupnya selama ini, akhirnya merengkuh dan layak mendapatkan buah dari keprihatinannya.Bukan karena dia wanita hebat dan memiliki kualitas bertahan yang mumpuni, tapi karena dia mencoba mengikuti nuraninya yang tidak mungkin berbohong. Setiap jalan yang ia ambil selalu menempuh cara benar dan bukan yang mudah.Berani berkata tidak dan menolak segala nikmat dunia, demi mempertahankan martabat sebagai wanita yang juga pantas dihormati.Pria melihat dia sebagai pribadi yang begitu berharga untuk dimiliki, karena prinsipnya tidak sekedar menjadi perempuan yang pasrah.Indira tahu dengan baik, tujuan hidup dan keinginannya. Tahu bagaimana memperjuangkan haknya sebagai wanita dan juga berani mengambil tanggung jawab meskipun pahit.Siwi dan Shana adalah saksi bagaimana Indira me
Alunan musik yang memenuhi ruang keluarga membuat hati siapa pun menjadi damai. Pilihan mereka adalah menikah di Bali dan setelah persiapan matang di Salatiga, akhirnya bersama-sama terbang ke Bali dua hari lalu.Besok adalah hari yang mereka nantikan. Persiapan gedung dan catering memang menggunakan event organizer, tapi Indira dan Menik tampak tidak bisa diam.Keduanya sibuk memeriksa bunga, pilihan makanan, tamu undangan, tempat duduk dan bahkan persiapan bulan madu. Keduanya memastikan jika ini akan berjalan baik dan tidak ada kendala.Kini malam sebelum pernikahan, Gya harus tinggal di hotel dan menjauh dari Renzo sementara waktu. Alden menggoda putranya yang tampak mulai gugup dengan seloroh yang cukup vulgar. Keenan menimpali dengan tawa yang tergelak. Genta dengan tenangnya mengatakan semua akan berakhir indah.“Seindah lenguhan panjang dan senyum cemerlang di pagi hari!” imbuh Alden tanpa menahan diri.Indira muncul dan bertola
Silka dan Ignar bergilir merawat dan menjaga Gya hingga sembuh. Renzo masih harus menyelesaikan keperluan surat menyurat untuk persyaratan pernikahan.Setiap sore dia datang menggantikan kedua adik sepupunya dan tidur di rumah sakit.Gya memang tidak memiliki luka dalam, tapi sepertinya dia masih menyimpan ketakutan tersendiri. Wajahnya sesekali mengernyit dan cemas.“Kamu masih inget kejadian itu, Kak?” tanya Silka tampak prihatin.Gya memejamkan mata dan membenarkan.“Kebencian sama Bayu nggak sebanding dengan penyesalanku karena udah ngebiarin dia masuk dalam hidup ini.”“Nyalahin diri adalah target Bayu yang sebenarnya. Jangan terpengaruh oleh hal itu, Kak. Kayaknya nggak berharga banget,” bantah Silka dengan cepat-cepat.“Ya. Dia memang mau ngancurin aku pelan-pelan, lewat pikiranku.”Gya sadar sekali akan hal itu.“Kita nggak akan ngebiarin itu, kan?” Silk
Renzo merasakah tubuhnya gemetar oleh amarah yang mengelegak. Melihat kekasihnya dihajar sedemikian rupa oleh pria biadab, membuat Renzo diliputi dendam.Alden dan Indira terus menenangkan dengan kata-kata lembut.“En, tenang. Pakai ini dan bukan ini,” ucap Alden sembari menunjuk kepala kemudian lengan.Putranya duduk terkulai dan meremas rambut gusar.Ibu dan kakak Gya sudah dikabari dan mereka sedang menuju ke rumah sakit dari hotel. Pernikahan tinggal dua minggu lagi dan suasana gembira menjadi duka dalam sekejap.Saat bertemu dengan Leo dan Dion, kedua pria yang akan menjadi kakak iparnya tersebut menepuk pundaknya dengan pelan.“Kita nggak akan bertindak apa pun, kecuali lapor polisi! Semua bakal ditindak melalu proses hukum yang benar dan tahan emosi kalian. Kalo ada yang nekad, Bayu menang dan kita kalah telak!” ingat Alden dengan lantang dan tegas.Ibu Gya terlihat gemetar dan tidak sanggup berdiri. Ind
Persiapan pernikahan memang selalu merepotkan. Namun Gya tidak melihat sedikit pun kesulitan yang membuatnya kelelahan dan stress. Ibu mertuanya, Indira, selalu membantu dan mengarahkan dengan sabar.Pemilihan pernak pernik yang berbeda pendapat dengan keluarga besarnya, akhirnya berhasil ditengahi dengan elegan dan bijak oleh Indira.Ibu Gya memuji berkali-kali tentang calon ibu mertuanya yang ternyata masih muda dan sangat cantik tersebut. Terlebih lagi ayah mertuanya, Alden, yang mirip dengan pria muda dengan penampilan masih tidak kalah menarik dan modis dengan Renzo.Dengan hati-hati, Gya menjelaskan mengenai siapa Renzo dan ibunya semakin kagum dengan keluarga mereka. Gya melihat dengan jelas, bagaimana ibunya sedikit syok dan tersentuh oleh kebesaran hati Indira yang membesarkan Renzo tanpa menimbang dia bukan putra yang terlahir dari rahimnya.Keputusan buat Indira tidak memiliki anak kandung adalah karena dirinya merasa lebih dari cukup mendapatk
Alden berdiri di depan bingkai foto di ruang tengah rumah Salatiga. Matanya menatap gambar dirinya bersama Indira dan Renzo dalam baju adat Jawa.Di sebelah bingkai foto besar tersebut, terdapat foto Indira bersama Jantayu dan Renzo dengan baju pernikahan modern. Hatinya berdesir sakit.Bukan karena cemburu, melainkan merasa prihatin akan nasib Jantayu yang malang.Pria baik itu tidak sempat menjalani kehidupan bahagia yang lama dengan wanita luar biasa, Indira. Alden bahkan sempat mengalah demi memberi kesempatan pada Jantayu untuk menjadi pria yang bisa meneruskan harapannya.“Kayaknya baru kemarin dia ada di sini,” gumam Indira tiba-tiba ada di sebelahnya.Alden mengingat dengan jelas saat datang ke rumah ini beberapa belas tahun yang lalu setelah Jan meninggal. Foto itu menjadi satu-satunya kehangatan yang terpancar dan bisa memberi sinar juga kekuatan bagi Indira untuk bertahan dalam kesedihan.Dunia istrinya mungkin dalam k
Kembali ke Jakarta dengan status baru, cukup membuat Silka risih. Antara dia dan Alka adalah hubungan kecelakaan yang tidak disengaja.Sementara kembali pada aktivitas kuliah yang super sibuk mendekati akhir semester, Silka memilih tidak lagi memusingkan tentang Alka.Pria itu cukup memberinya ruang dan gerak yang tidak mengikat. Mungkin inilah enaknya pacaran dengan orang dewasa. Banyak pengertian yang dia dapatkan dari Alka.“Sil! Kamu beneran pacaran sama dosen baru anak fakultas kedokteran?” tanya teman kuliahnya dengan wajah penasaran.Silka mengangguk ragu.“Gila! Keren banget sih! Pak Alka itu ganteng dan baik banget!”Silka terus mendengarkan puluhan pujian untuk kekasihnya yang hingga detik ini belum pernah dia cium atau pegangan tangan.Setelah mendekati jam masuk kelas, Silka mengakhiri obrolan satu arah itu dan melenggang masuk. Selama kuliah berjalan, dia tidak habis-habisnya memikirkan tentang Alk
Mungkin bertemu jodoh itu terjadi tanpa bisa terduga.Bagi Silka yang masih berusia awal dua puluhan, ini bukan menjadi pertimbangan seriusnya. Terlebih lagi Ignar juga masih bimbang akan jati dirinya, semua keluarga tidak akan berpusat pada hal pernikahan dalam waktu dekat.Mengunjungi orang tua dan kerabatnya di Salatiga memang menyenangkan. Dia kadang malas meninggalkan kota kecil tempat ia tumbuh dan besar. Teman masa kecilnya ada di sini. Tapi Silka untuk saat ini tidak memiliki pilihan.Semua keluarga berkumpul di rumahnya. Ayahnya, Keenan, tampak masih tampan meskipun menjelang usia setengah baya. Mati-matian ayahnya menolak dengan mengatakan masih lima tahun lagi, tapi Silka suka mengangguk dengan gencar.Malam itu Renzo datang sendiri dan Silka senang karena memiliki waktu untuk berbagi lebih banyak. Perhatian kakak sepupunya memang tertuju pada dua hal akhir-akhir ini.Untuk Ignar dan Gya, kekasihnya.Silka merindukan masa-masa di