“Tuan, aku sudah mengatakan semuanya dengan jujur, tolong lepaskan aku.” Permohonan itu membuat Zhang Yuan menganggukkan kepala, menyetujui perkataan sang lelaki, namun di detik selanjutnya pedang di tangan Zhang Yuan melayang cepat, menyayat leher lelaki yang terikat di depannya. “Habisi semua yang tersisa, jangan biarkan seorang pun hidup!” Perintah Zhang Yuan dilaksanakan. Satu persatu prajurit musuh dibunuh tanpa ampun. Namun ada beberapa orang yang memiliki identitas sebagai prajurit Song menolak dan memohon ampun karena mereka hanya dalam keadaan terpaksa mengikuti musuh. Keraguan di mata beberapa prajurit yang akan mengeksekusi membuat Zhang Yuan kesal. Bahkan dengan berani ikut bermohon untuk mengampuni nyawa mereka. “Baik!” Wajah datar Zhang Yuan menatap ke sekeliling, ke semua orang yang menunggunya melanjutkan perkataan. Dengan langkah tegap dihampirinya beberapa orang yang bermohon tadi, “aku bisa mengampuni k
Bola mata Zhang Yuan terpaku melihat wajah kedua penyerang yang ternyata sangat dia kenali. “Panglima Zhang? Apa ini benar-benar kau?” tutur He Qianfan bersemangat. “Jangan dibodohi kemiripan wajahnya dengan panglima Zhang, Qianfan,” tepis Chao Jiming merentangkan salah satu tangannya di depan He Qianfan yang hendak mendekati Zhang Yuan. “Kalau dia benar-benar panglima Zhang, tak mungkin akan bersama dengan pengkhianat Liu Bai!” tambahnya lagi menoleh ke arah Liu Bai yang duduk di atas kuda. Perkataan Chao Jiming dibantah He Qianfan dengan alasan lelaki yang berdiri di depannya benar-benar adalah panglima Zhang karena jika bukan maka dia sudah tertangkap di malam saat Xu Xiao mengejarnya. Dan juga pesan rahasia yang dikirimkan pada mereka telah membuktikan kebenaran identitas Zhang Yuan. “Aku tidak percaya!” Dengan cepat Chao Jiming menghunuskan pedangnya ke leher Zhang Yuan, “bagaimana kau bisa membuktikan kalau kau benar panglima Zhang
Rombongan pasukan Zhang Yuan melewati beberapa desa yang anehnya begitu damai, tak ada tanda-tanda pembantaian. Semua rakyat terlihat tenang menjalankan aktifitas seperti biasa meski di wajah mereka terlihat gugup. Sekian lama menunggangi kuda, pasukan Zhang Yuan akhirnya boleh melihat bangunan kokoh di depan mata. Namun saat mendekati gerbang ibukota perjalanan mereka terhenti sebab dari kejauhan beberapa anak panah mengudara dan tertancap ke atas tanah. Teriakan keras yang meminta mereka mundur terdengar. Usaha Zhang Yuan untuk meyakinkan penjaga gerbang sia-sia sebab keberadaan Liu Bai dan kedua pengkhianat menjadi alasan pintu gerbang semakin tidak boleh dibuka. Sementara itu di dalam sana, prajurit Song sudah hampir kewalahan mengadu pedang dan menahan agar pasukan musuh tidak mendekati istana. Ledakan dan teriakan para rakyat bergema sampai ke langit. Melihat kepulan asap berwarna hitam mengudara ke atas langit, semua pasukan mendesak Zhang Yuan untuk memerintahkan mereka
Begitu melihat tanda yang ditembakkan ke langit, pasukan yang dipimpin Chen Changyi dan Cao Jiming berusaha menekan perlawanan musuh dengan kemampuan mereka. Hal sama juga dilakukan oleh pasukan yang dipimpin Zhang Yuan. Adanya serangan dari kedua sisi membuat perlawanan musuh mulai melemah. Apalagi ketika nama panglima Zhang diserukan oleh He Qianfan, seolah muncul semangat dan kekuatan baru bagi prajurit Song untuk berperang melawan musuh. Bahkan hanya dengan mengetahui hadirnya panglima perang yang melegenda di dalam peperangan telah membuat mental musuh melemah. Sementara itu di dalam ruang istana, kabar tentang pasukan musuh yang telah masuk dan menyerang ibukota menambah buruk kondisi Qin Huang. Dia yang sedang terbaring lemah, segera berdiri dan memerintahkan Ma Jun untuk mempersiapkan zirah perangnya. “Yang mulia, tidak boleh!” sela Xue Yan menahan lengan Qin Huang dengan tatapan penuh kecemasan, “Anda sedang sakit. Keselamatanmu lebih penti
Serangan dari Ma Jun dihalangi oleh Xue Yan dengan berusaha menahan tangannya. Namun tindakan itu gagal sebab Ma Jun dengan mudah menghempaskan tubuh Xue Yan hingga terlempar. Pertarungan antara Qin Huang dan Ma Jun berlanjut. Meski kondisi tubuh Qin Huang saat ini tidak stabil tapi dia masih bisa menghindari dan membalas serangan Ma Jun dengan cepat. Namun di menit berikut penyakit Qin Huang kambuh hingga menyebabkan dia terluka dan tersungkur. Ekspresi kepuasan Ma Jun terlukis di wajah saat melihat darah di bekas sayatannya. Memanfaatkan kondisi Qin Huang yang tak berdaya, diarahkan belati di tangan Ma Jun untuk menyerang lagi. Namun sebelum ujung belati menyentuh tubuh Qin Huang, Ma Jun terlempar. “Kau!” Dilihatnya seseorang yang menyebabkan dia terlempar dengan wajah geram. Tak menyangka dia telah melupakan satu bahaya yang selama ini tersembunyi dan diremehkan. “Ma Jun, menyerahlah. Kau sudah kalah, pasukanmu telah ditak
Dari kejauhan, Ma Jun menyunggingkan senyum kemenangan bersamaan dengan memusatkan pandangan matanya ke arah Zhang Yuan yang berada tak jauh di belakang Qin Huang. Di saat Zhang Yuan masih terpaku menatap Ma Jun, mengingat kembali bisikkan apa yang bisa membuat Qin Huang tak berdaya. Semua prajurit yang berada di belakang sudah tak sabar mengejar Ma Jun saat melihat pintu gerbang ibukota mulai tertutup. Namun tindakan mereka dihentikan dengan suara lantang oleh Qin Huang dengan beralasan mengejar Ma Jun hanya akan merugikan mereka karena bisa masuk dalam jebakan yang sudah disiapkan. “Apa perintahku tidak kalian anggap!? Lalu perintah siapa yang bisa kalian patuhi?” bentak Qin Huang saat tak terima dengan pandangan keraguan semua prajurit terhadapnya. Suara Qin Huang membawa kesadaran Zhang Yuan kembali. Dilihatnya Qin Huang yang pada saat itu sedang menatapnya tajam, seolah perkataan yang baru saja dikeluarkan khusus ditujukan untuk menyinggung Z
Semua argumen para menteri yang ada di dalam aula istana didengar oleh Zhang Yuan yang pada saat itu berdiri di depan pintu. Kekesalannya hingga ingin menerobos masuk terpenuhi saat Qin Huang mengijinkan dia untuk hadir dalam aula istana. Dengan langkah tegap Zhang Yuan berjalan di tengah-tengah barisan para menteri yang menatapnya sebelah mata. “Zhang Yuan, memberi hormat pada yang mulia kaisar!” serunya menekuk satu lutut ke lantai sambil menjura. “Yang mulia, ini tidak boleh dibiarkan!” sela seorang menteri yang melanjutkan keberatannya karena Zhang Yuan telah menipu kaisar. Dia bahkan meminta agar hukuman mati dijatuhi pada Zhang Yuan. “Panglima Zhang, apa kau keberatan?” tanya Qin Huang datar. Dengan suara lantang dan berani jawaban Zhang Yuan membuat semua menteri menyunggingkan senyuman puas. Dia menyetujui hal itu terjadi, tapi tatapan kesal dari Qin Huang justru ditujukan padanya. “Tapi aku ke
“Panglima Zhang, sebenarnya kau tak perlu membahayakan nyawamu. Setidaknya biarkan mereka juga mendapatkan hukuman yang sama.” Setelah selesai menjalani hukuman, Zhang Yuan segera dijemput oleh Xiao Ge. Ceramah Xiao Ge tak lagi dibantah sebab tubuhnya benar-benar tak kuat menahan luka cambukkan yang terus mengalirkan darah segar. Namun begitu melihat kereta di depan mata, langkahnya terhenti. Dilepaskan tangan Xiao Ge yang memapahnya dengan kesal, “katakan pada yang mulia aku berterima kasih atas perhatiannya, tapi sayang, aku tak bisa mengotori kereta mewah ini dengan darahku!” “Panglima Zhang, yang mulia juga memiliki kesulitannya sendiri—” “Xiao Ge, siapkan kuda!” Perintah Zhang Yuan dibantah dengan beralasan tak ingin membuat lukanya semakin parah. Namun hanya dengan menatap tajam dalam diam ke arah Xiao Ge telah memberitahukan kalau tak ada yang bisa memaksanya untuk pergi dengan kereta pemberian Qin Huang. Segera Xiao Ge