"Ohh, kau dari Indonesia. Apakah kau menginap di hotel sekitar sini..?" tanya wanita cantik itu, tanpa menjawab pertanyaan Elang. Dia tak merasa perlu memperkenalkan namanya pada orang asing ini. "Iya benar," sahut Elang. Dan semakin di pandangnya, maka makin banyak kesamaan wajah wanita cantik itu, dengan gadis yang selalu berada di hati Elang, Nadya.! Bentuk wajah, alis mata, hidung, serta bibirnya yang merah merekah sangat mirip dengan Nadya. Hanya warna kulit dan matanya saja yang berbeda. Karena wanita ini berkulit lebih putih, dan matanya sedikit lebih sipit dari Nadya. "Sedang apa kau di sini..?" tanya wanita itu lagi, dengan tatapan tajam menyelidik. "Sedang menikmati pemandangan malam di Chishima Park ini, Nona," sahut Elang tersenyum ramah. Elang diam-diam menyelidiki tingkatan energi gadis cantik itu. Dan Elang mendapati, bahwa tingkat energi nona cantik itu masih di bawah Sanada. Dan hati Elang berharap, wanita ini tidak bersebrangan dengan dirinya.'Sayang sekali
Nanako tengah mengamati keempat sosok yang berada di depannya, jaraknya sekitar 40 meter dari posisinya. Tujuannya kini tak jauh beda dengan Elang, menangkap atau menghabisi orang-orang Hakeda pada saat yang tepat. Namun Nanako tak menyadari, kalau Elang berada tak sampai 10 meter dibelakangnya. Nampak di bawah sana area bundaran air mancur, yang merupakan area parkir taman. Masuk sebuah mobil Mercedes-Benz Maybach Exelero hitam milik Hiroshi. Hiroshi nampak langsung turun dan berjalan dengan membawa sebuah koper berukuran sedang, menuju lokasi agak di tengah taman. Hiroshi berhenti tak jauh dari sebuah tiang jam besar, yang tampak pula beberapa kursi kosong di sana. Hiroshi langsung duduk di salah satu kursi itu. Pada malam hari Chishima Park memang nampak sepi. Tak lama kemudian masuk pula Porsche Cayman hitam, dengan Kimura di dalamnya. Nampak Kimura juga langsung turun, dan berjalan menuju lokasi yang sudah disepakati bersama Hiroshi. Tak lama kemudian merekapun bertemu da
Sethh..! Sosok Nanako melesat dan berdiri tegak di depan mereka berdua. Ninja hitam yang masih bugar segera melesat ke kanan, sambil melepaskan kunainya. Nanako mengikuti arah lesatan ninja itu, dia melesat sejajar ke arah kiri, sambil juga melepaskan kunainya pada lawan. Maka terjadilah duel saling melepaskan kunai dan shuriken, dalam posisi berhadapan dengan jarak sekitar 10 meteran. Seth..! ... Seth..!! Mereka terus saling melesat dan menghindar, sambil saling melempar senjata masing-masing. Hingga akhirnya ...Siinngghh...! Senjata Kusarigama di keluarkan oleh lawan Nanako. Kusarigama adalah senjata berbentuk rantai, yang ujungnya di pasangkan kama (sabit bergagang). Senjata yang bisa berfungsi untuk jarak dekat maupun jauh. Srakkgh...! Tak mau kalah, Nanako menggunakan Tekko-Kagi (Cakar bermata lima pisau yang melekat pada telapak tangannya)nya. Kini kedua tangannya bagai cakar beruang besi bermata pisau. Dengan mengandalkan kecepatan tubuhnya, yang tingkatnya di atas
"Jangan sombong kau Sanada..! Hiyahh..!" wukhh..!! weshh..!" Shaburo memaki sambil melayangkan dua serangan. Kaki kanannya menendang ke arah kepala Sanada, sementara kaki kirinya lagi menjejak ke arah perut Sanada. Seth..! Sanada menghindari dua serangan itu dengan melakukan loncatan ke atas sambil bersalto. Lalu dia menukik dengan kaki kanan mengibas ke arah kepala Shaburo. Dakhh..! Shaburo menagkis tendangan Sanada dengan kedua hasta tangannya. Namun tetap saja Shaburo terdorong, searah kibasan kaki Sanada yang begitu kuat. Dan duel pun berlanjut seru, saling tangkis dan saling serang terjadi, dengan kecepatan yang mengagumkan. Keduanya memiliki kecepatan dan ketangkasan yang berimbang. Namun Elang melihat, bahwa Sanada masih belum melambari serangannya dengan kekuatan penuh tenaga dalamnya. Elang pun mengerti, Sanada tidak ingin terburu-buru mengakhiri pertarungannya, yang seharusnya sudah selesai sejak tadi. Karena jika Sanada mengalirkan tenaga dalam penuh pada serangann
Tok, tok, tok..! Klekh..! "Masuklah Elang," suara seorang wanita terdengar dari dalam kamar, dan dia adalah Nanako. "Rencana kita berhasil dengan baik Nanako," ucap Elang puas, sambil memperlihatkan dokumen-dokumen rahasia milik Hiroshi. Elang juga langsung melepas pakaian ninja Shaburo yang dipakainya. "Aku sudah mendengar pembicaraan kalian, dari alat penyadapku di ruangan itu Elang," Nanako berkata tersenyum, manis sekali. "Wahh, hebat sekali Nanako," Elang terkejut mendengar kabar itu. Elang sendiri telah merekam semua perkataan dari Hakeda tadi, selama dia berada di ruangan pribadinya. Karena Elang telah mengaktifkan rekaman suara di ponselnya, sebelum sampai di kediaman Hakeda. "Nanako, apakah hukum di negeri ini membolehkan, dan mengakui data elektronik sebagai alat bukti di pengadilan?" tanya Elang. "Tentu saja Elang. Di jepang ini mengakui adanya bukti elektronik, sebagai alat bukti di pengadilan," sahut Nanako. "Ohh, berarti hasil rekaman alat sadapmu dan rekaman s
"Masuklah Nona Nanako, Elang. Mari kita bicara di dalam ruang pribadiku," ajak Hiroshi mempersilahkan. Elang, Nanako, dan tak ketinggalan Keina ikut menuju ruang pribadi Hiroshi. Nanako nampak canggung, saat melihat Keina langsung menggandeng tangan Elang. Sesampainya di dalam ruangan, mereka pun langsung duduk di sofa. "Elang, bagaimana dengan rencana kita..?" tanya Hiroshi. "Rencana berjalan baik Pak Hiroshi, ini dokumen-dokumen rahasia 'Yoshida Corporation' yang mereka curi," sahut Elang, sambil menyerahkan dokumen-dokumen rahasia Hiroshi yang hilang. Hiroshi menerimanya dan langsung memeriksa dokumen-dokumen itu, wajahnya tampak berseri gembira sekali. "Ahh..! Terimakasih Elang. Semua dokumen masih lengkap tak kurang satupun. Sungguh aku berhutang budi padamu Elang. Dokumen-dokumen ini bagai nafas bagi perusahaanku," Hiroshi berkata sambil menunduk hormat pada Elang. Dan beban berat yang menghantui hati dan jiwanya, seakan terangkat lepas saat itu juga. Bahkan di dalam do
"Terimakasih Nona Keina, selamat malam Mas Elang," balas Nanako ramah dan tak lupa menyapa Elang yang masih bersama mereka. Nanako pun langsung masuk ke kamar itu, dan menutup pintunya. Namun dia sempat melihat Elang balas tersenyum padanya. 'Deghh.!' Hati Keina langsung panas, saat mendengar Nanako ikut memanggil 'mas' pada Elang. 'Huhh..! Apakah kau sudah merasa dekat dengan Mas Elang, Nanako..?!' seru bathin Keina kesal. "Mari Mas Elang, kita ke kamarmu..!" ucap Keina agak keras, agar terdengar oleh Nanako di dalam kamar. 'Degh..!' Kini hati Nanako yang berdegup keras, mendengar ucapan Keina di depan pintu kamarnya. 'Apakah Keina ikut masuk ke kamar Elang..? Seberapa dekat hubungan mereka?' bathin Nanako gelisah. Berpikir begitu Nanako segera menuju ke arah balkon kamarnya, dilihatnya berselisih dua kamar darinya sebuah balkon kamar menyala lampunya. 'Disana rupanya kamarmu Elang', bisik bathinnya. Sebagai ninja, mencapai balkon kamar Elang bukanlah hal 'rumit' bagi Nana
"Luka ini akan membekas lama Mas Elang," ucap Nanako, dengan tatapan bersalah. "Tak apa Nanako, anggap saja bekas luka ini sebagai kenang-kenangan dari ninja cantik di Jepang. Hehe," Elang hanya bermaksud bergurau saat mengatakan itu. Namun bagi Nanako yang sama sekali hijau dengan gurauan seperti itu, ucapan Elang di artikannya sebagai pujian serius Elang atas kecantikkannya. 'Degh..!' Hati Nanako bagai melayang ke 'zona fantasi' terindah dalam hidupnya. Dia merasa bahagia sekali, mendengar pujian dari Elang itu. "Benarkah aku cantik Mas Elang..?" tanya Nanako pelan dengan wajah tertunduk kemerahan. Dia merasa tersipu sekaligus senang sekali mendengar ucapan Elang. Ya, karena di keluarga Kobayashi memang lelaki mendominasi. Hingga suasananya serba kaku dan terkesan dingin. Sangat jarang bahkan hampir tak pernah Nanako mendapatkan pujian, dan perlakuan lembut serta hangat dari keluarganya. Elang terdiam sejenak, dia tak menduga gurauannya akan mendatangkan pertanyaan serius d
Nadya segera beranjak turun dari ranjangnya, dan mengambil segelas air minum dari dispenser di kamarnya. Glk, glek..! Rasa segar memenuhi kerongkongannya, namun rasa resah dalam dirinya tak jua menghilang. Ingin rasanya dia menelepon Elang saat itu juga. Namun sudah 2 minggu lebih ponselnya tak bisa menghubungi nomor Elang. Karena operator selalu memberi pesan nomor Elang berada di luar jangkauan. Ya, Nadya memang tak mengetahui keberadaan Elang di mana saat ini. Nadya ingat terakhir kali dia menghubungi Elang, pada saat Elang berada di Bali. Maka 'kecemasan luar biasa' kini melanda hati Nadya. Kecemasan akan keselamatan Elang. Pemuda yang sudah menjadi kekasih di hatinya. Nadya merasa tak ingin tidur kembali. Dia hanya memanjatkan do'a dalam hatinya, berharap keselamatan selalu bersama kekasih hatinya itu, saat...Tuttt. Tuuttt..! Nadya yang masih terduduk di tepi ranjangnya bangkit, dan melangkah menuju ponselnya yang terletak di atas meja kamarnya. 'Siapa sih yang pagi-pa
Braghh...!!Permadi yang tak bisa menahan rasa penasarannya, dia reflek memukul lantai di samping tubuhnya, yang masih dalam kondisi bersila. Sedikit saja tenaga dalamnya mengalir. Namun itu saja cukup, untuk membuat lantai di sisi tubuhnya ambyar berlubang. 'Lusa besok aku berangkat ke Osaka. Namun kenapa mimpi brengsek itu selalu datang mengganggu konsentrasiku..?! Siapa kau sebenarnya Kakek Tua..?!' bathin Permadi berseru, penuh rasa marah dan penasaran. Tok, tok, tokk..! "Mas Permadi.." suara merdu Shara terdengar, di depan pintu kamar khususnya. Permadi bangkit dari bersilanya dan beranjak membukakan pintu bagi Shara. Klek.! "Ya Shara.." ucap Permadi, sambil membuka setengah pintu kamarnya. "Mas Permadi tak apa-apa kah..? Tadi Shara mendengar suara keras dari dalam kamar Mas," tanya Shara, dengan wajah agak cemas. "Tak apa-apa Shara. Aku hanya sedang sedikit kesal dengan sesuatu," sahut Permadi datar. "Tapi bukan sedang kesal sama Shara kan Mas..?" tanya Shara agak pan
Ingin rasanya Elang bertemu kembali, dan bertanya pada 'Ki Buyut Sandaka'. 'Apakah ada suatu tanda atau petunjuk, jika dia telah menemukan cinta sejatinya alias jodohnya..? Adakah sesuatu yang belum diketahuinya mengenai kutukkan Naga Asmara..? Atau ke arah mana Elang harus mencari cinta sejatinya di dunia yang luas ini..? Apakah kutukkan Naga Asmara ini akan terus menempel padanya hingga dia mati, jika tak jua menemukan jodohnya..?'Seribu tanya terlintas di benak Elang, namun satu jawab pun tak terungkap..?! Akhirnya dengan di iringi suasana haru dan sedih, dari Yukata dan keluarganya. Dan juga mata beriak basah dari Nanako. Elang pun langsung melesat lenyap, menerapkan puncak dari ilmu 'Pintas Bumi'nya. Elang menolak untuk di antarkan ke stasiun Tokyo, oleh Nanako. Dia lebih memilih ke stasiun seorang diri sambil berjalan-jalan. "Mas Elang. Aku pasti datang ke Indonesia, setelah semua urusan pengadilan selesai," begitu ucapan terakhir Nanako serak, saat Elang pamit tadi. El
"Tak penting darimana aku tahu hal itu. Yang penting sekarang, cepatlah kau pergi tinggalkan negeri ini..! Keluargamu menanti di sana," ucap Elang tegas dan tenang. "Baik..! Terimakasih semuanya..!" Sethh...! Hong Li langsung melesat dengan 'ginkang'nya yang lumayan tinggi. Perlahan sosoknya lenyap di rerimbunan pohon. "Sekarang kalian..! Siapa nama kalian..?" seru Elang. "S-saya Dong Min.." "S-sya Gunadi..' "Kalian berdua harus mau menjadi saksi bagi kami di pengadilan. Katakan, bahwa kalian disuruh oleh Kairi dan Hitoshi, untuk mencelakai keluarga pak Yutaka..! Kami tak akan menuntut kalian. Kami hanya ingin dalang dari semua ini 'divonis bersalah dan dihukum'..! Namun jika kalian menolak. Maka kami jamin kalian akan kami tuntut dan ikut mendekam di penjara bersama Kairi..! Kalian mengerti..?!" sentak Elang tegas. "Ba..baikk..!! Kami mengerti..!" sahut mereka berdua hampir bersamaan. "Gunadi..! Untuk apa kau ikut-ikutan kelompok ini..? Kamu di mana di Indonesia..?" tanya E
"Ahhh..! Ampunnn...!! Saya mengaku kalah..!" seru Gomchen Yeshe, tak berani lagi menatap Elang. Nampak kepala Yeshe tertunduk malu dan lemah tanpa daya. Habis sudah kebanggaannya sebagai pertapa agung. Dia selama ini merasa tak ada lawan baginya, kecuali gurunya sendiri. Dia teringat pada gurunya, Gomchen Karpala. Gurunya pernah mengatakan padanya, bahwa ada beberapa pusaka semesta di bumi ini. Dan hanya orang-orang terpilihlah, yang mampu mewarisinya. Pusaka-pusaka itu berasal dari langit, laut, dan bumi.Splaasshhk..!! Elang melepas kembali aji Guntur Jagad tingkat ketujuh nya. Cambuk Tujuh Petir pun kembali melesat, dan lenyap di pusaran dahsyat awan hitam di langit. Dan perlahan pusaran awan hitam di atas langit itu pun lenyap. Cahaya rembulan kembali menerangi area itu. Dan sesungguhnya memang tiada maksud bagi Elang, untuk melenyapkan atau menggunakan cambuk 7 lidah petirnya. Dia hanya ingin mengintimidasi 'kesombong'an, yang bercokol di hati Gomchen Yeshe. Ya, menghad
"Baik..! Tapi jika kau keterlaluan dan tak sadar diri. Maka jangan salahkan saya menunjukkan kekuatan sejati saya..!" kali ini hampir habis kesabaran Elang, menghadapi pertapa bandel ini. Memang agak 'degil' si Yeshe ini. Sudah beberapa kali Elang mengingatkan dengan halus, bahwa tingkat kemampuan Yeshe masih 'dibawahnya'. Namun hal ini tak juga membuat Yeshe ini sadar diri, serta masih tak mau mengakui kekurangannya. Entah ini karena Yeshe penasaran, atau memang dia keras kepala, dan tak mau melihat kelebihan lawan. Agak tergetar juga hati Yeshe, saat melihat sekilas kilatan tajam merah dari mata Elang. Hal yang seolah memberi warning padanya. Gomchen Yeshe segera duduk bersila, perlahan tubuhnya melayang dalam keadaan bersila. Matanya tajam berkilat dan tampak memancarkan kekuatan magis. Matanya memandang ke arah dua buah pohon cemara, yang letaknya bersebelahan. Kragghh...!! Kraghh..!! Byarrrghhh..!! "A-apaa..?!" "Hahh..!!" "Ya Tuhan..!!" Seruan kaget, ngeri, dan cemas t
"Buktikan kemampuan itu.! Jika tidak ingin aku mencapmu cuma seorang 'pembohong'..!" teriak gomchen Yeshe murka. Ya, dia merasa seperti anak kecil yang sedang di bohongi oleh Elang. Elang langsung menerapkan aji 'Wisik Sukmanya' kembali, ditatapnya Gomchen Yeshe dengan tajam. 'Ilmu seperti itu sudah punah..! Mustahil orang yang sosoknya masih lebih muda dariku bisa menguasainya. Aku.. Yeshe..! Berpuluh tahun aku telah mengasah bathinku. Namun tetap saja masih jauh dari kemampuan itu..!' bathin Yeshe. "Hmm. Pak Tua, terkadang takdir melawan kenyataan. Kau bilang ilmu itu sudah punah..? Namun takdir membuat saya bisa mewarisi ilmu itu. Apakah takdir memilih usia muda ataupun tua, Pak Yeshe..?" perkataan Elang seolah menjawab bisikkan hati Gomchen Yeshe. Elang bahkan menegaskan lagi, dengan menyebut nama Yeshe. "A-apa.?! Amitabha.!" bagai di setrum listrik ribuan volt, Gomchen Yeshe berseru keras. Lalu dia langsung melintangkan telapak tangannya, dalam posisi berdiri di tengah da
"Nanako. Hadapi petarung wanita yang berambut panjang itu, sepertinya dia dari China. Jangan bunuh dia, lumpuhkan saja," bisik Elang pada Nanako di sebelahnya. "Pak Yutaka, hadapi saja Ninja Emas itu. Tatsuya hadapi yang di bawah," ucap Elang cepat. "Baik..!" seru ketiganya mantap. Ninja emas langsung melesat dari atap rumah ke arah mereka, sambil melesatkan 2 buah shuriken emasnya. Sethh..! Werrshh..!Yutaka cepat melesatkan juga 2 shurikennya, memapaki serangan shuriken dari Ninja Emas, Tinngg..!! Criingg..!! Dua buah shuriken yang dilepaskan Ninja Emas langsung terpental jauh, saat bentrok dengan shuriken yang dilepaskan Yutaka. Sementara shuriken Yutaka terus melesat cepat ke arah sosok Ninja Emas. "Hahh.?! Gila..!" Ninja Emas terkejut bukan kepalang, melihat shurikennya terpental jauh, oleh shuriken lawan. Sethh..! ... Taph..! Ninja Emas langsung melesat ke samping, dan menggulingkan dirinya ke tanah lalu berdiri kembali. Dari sini dia pun menyadari. Bahwa tenaga dala
"Baik Elang, terimakasih," sahut Yutaka, Tatsuya, dan Mayumi serentak. "Terimakasih Mas Elang," ucap Nanako, dengan mata beriak basah. Dia merasa sangat berhutang budi pada Elang, yang telah menyelamatkan keluarganya dari ancaman kematian. Rasa sayang dan respeknya terhadap Elang semakin menjadi. "Sudahlah Nanako. Mari saya buka beberapa simpul energimu," Elang mempersilahkan Nanako bersila. Tak lama kemudian, beberapa simpul energi Nanako pun berhasil di buka oleh Elang. Elang merasa energi Nanako kini bahkan paling bersinar dan paling kuat, di antara keluarganya. Karena pada dasarnya, Nanako memang memiliki bakat yang terbaik diantara keluarganya. Dan Elang tak merasa begitu cemas lagi, atas keselamatan Nanako nanti malam. Rupanya pelayan Yutaka di rumah itu cukup tanggap. Mengetahui keluarga Tuannya datang, mereka pun langsung memasak agak spesial siang itu. Maka siang itu mereka pun makan siang bersama, dengan suasana yang cukup hangat. Hati mereka tak lagi cemas seperti