Share

Bab 152.

Author: BayS
last update Last Updated: 2025-03-12 19:39:05

‘Emperor Lounge n Club’ yang berlokasi di Seminyak - Bali, malam itu nampak cukup semarak.

Dengan latar dentuman musik menghentak, yang cukup menggugah adrenalin. Devi duduk di sofa mewah, yang ada di ruang dalam club.

Duduk di sisinya Tuan Schafer dari Jerman, yang terus memandang kagum dan penuh hasrat pada Devi.

Devi adalah putri Aditya, seorang pengusaha menengah yang bergerak di bidang kerajinan dan souvenir khas Bali.

Usia Devi barulah 20 tahun, namun kedewasaan berpikirnya melampaui usianya.

Soal kecantikkan tidaklah perlu ditanyakan lagi. Kesan anggun dan cantik akan langsung ‘parkir’ dalam benak pria, yang menatapnya walau hanya sesaat.

Rambutnya hitam berkilau dan agak bergelombang panjang, sebatas pertengahan lengannya. Wajahnya agak oval, dengan ornamen hidung mancung sedangnya.

Kulitnya kuning langsat, dengan dahi mulus cerah. Inner beauty gadis itu juga memancar, akibat rajin dan khusyunya Devi bersemedi, baik di pura maupun di rumahnya.

Devi dan keluarganya adal
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 153.

    Tak berapa lama kemudian, sampailah mereka di depan hotel bintang lima 'Kalila’. Kedua pengawal Schafer turun dari mobilnya, lalu membawa sosok Devi dari mobil bos mereka. Schafer juga ikut turun di depan hotel itu, dengan di ikuti oleh kedua pengawalnya yang memapah tubuh Devi. Dan mobil pun lanjut parkir di area parkir hotel.Sayangnya Schafer cs tak menyadari, kalau sepasang mata tajam dari luar hotel tak lepas mengikuti gerak-gerik mereka, sejak mereka turun dari mobil di depan hotel. Ya, Elang telah menerapkan aji ‘wisik sukma’nya, sejak dia melihat sosok seorang gadis cantik di papah dalam keadaan tak sadarkan diri. Elang bahkan sempat membaca isi bathin si Schafer, yang terlihat sebagai bos di antara mereka. ‘Hmm. Kali ini kena kau Devi, tiga hari sudah aku menanti kesempatan ini. Akhirnya aku bisa juga ‘mencicipi’ tubuh molekmu ini. Kau takkan bisa lagi menolak menikah denganku..! Dan akan kuboyong kau ke Jerman dengan mudah, hahaaa..!’ Slapph..! Elang melesat cepat ma

    Last Updated : 2025-03-12
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 154.

    “Hoekss..!” Devi memuntahkan cairan jus mangga, yang tadi sempat diminumnya di ‘club’. Elang mengarahkan muntahan Devi, agar jatuh ke lantai dan tak mengenai pakaiannya sendiri. Jadilah muntahan itu jatuh diatas kemeja panjang kesayangan Schafer, yang terhampar di lantai bawah ranjang begitu saja. Perlahan kedua mata Devi terbuka. Dan dia langsung tersentak kaget, saat mengetahui dia berada di sebuah kamar yang asing baginya. Dan dirinya bertambah kaget, saat melihat keadaan tubuh bagian atasnya terbuka. “Akhhh..!! Dimana aku..?!” seru Devi kaget bercampur jengah. “Tenanglah Devi. kau aman sekarang,” ucap Elang di belakang Devi. Karuan Devi kini malah terloncat dari ranjang, bulu kuduknya meremang kaget sekali. Tangannya tetap memegangi selimut, namun tubuhnya berbalik menatap ke arah ranjang dengan terbelalak. “S-siapa kau..?!” tanyanya marah pada Elang, dengan sorot mata berkilat tajam. Elang sungguh kagum melihat gadis ini, Devi nampak tetap cantik saat marah sekalipun.

    Last Updated : 2025-03-13
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 155.

    “Ya, ceritakan pada kami Devi..!” seru Aditya penasaran. Akhirnya Devi menceritakan kejadian yang menimpanya. Dimulai dari dirinya yang tidak sadarkan diri saat di ‘club’, hingga dia sampai di kamar hotel Schafer. Aditya dan Shinta menyimak dengan penuh perhatian, atas kejadian yang di alami dan diceritakan putrinya itu. Mereka sangat percaya pada keterangan putrinya ini, karena memang tak pernah ada kebohongan terucap dari bibir Devi selama ini pada mereka. Wajah Aditya berubah merah karena amarah, matanya berkilat tajam. Baginya penghinaan dan pelecehan Schafer sangat menginjak martabatnya. Ya, kini dia tak peduli dengan pandangan Richard lagi. Baginya martabat putrinya lebih bernilai, dari bantuan sebesar apapun dari ayah si Schafer ini. Shinta juga tak jauh berbeda dengan suaminya, matanya berubah tajam dan basah. Baginya niat Schafer yang hendak merusak pagar ayu putrinya adalah tindakkan tak termaafkan. “Ayah..! Segera putuskan hubungan dengan Schafer dan ayahnya secepat

    Last Updated : 2025-03-13
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 156.

    "Wah..! Maafkan kami Elang. Kamu jadi menyaksikan suasana tak enak di sini. Sekali lagi kami sekeluarga mengucapkan terimakasih, atas pertolonganmu pada Devi,” ucap Aditya, yang merasa tak enak pada Elang. Karena dia sempat memaki-maki orang, di depan penolong putrinya ini. “Iya Elang, terimakasih ya atas pertolongannya. Besok jangan lupa datang saja pagi-pagi ke sini ya. Lebih baik kamu menginap di sini saja, sampai kamu mau melanjutkan perjalanan kembali,” Shinta berkata sambil tersenyum ramah. “Tidak apa-apa Pak, Bu. Baiklah, besok saya akan datang ke sini. Semoga tidak merepotkan keluarga disini,” Elang berkata sopan. Elang merasa si Schafer dan dua pengawalnya tidak akan melepaskan Devi begitu saja. Firasatnya mengatakan, akan ada ‘sesuatu’ yang terjadi besok. Dan Elang bermaksud menjaga keluarga baik ini, dari hal buruk yang bisa terjadi besok. “Sama sekali tidak merepotkan Elang. Di sini ada Made adiknya Devi. Dia pasti senang mendapat teman ngobrol dan bermain. Kamu bi

    Last Updated : 2025-03-13
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 157.

    “Buktikanlah..! Jangan cuma sekedar berbicara saja kalian..!” cetus Schafer, merasa gemas dan jengkel pada kedua pengawalnya. Ibarat ‘kue lezat’ sudah di suap dan menempel di bibir, namun terjatuh ke tanah. Begitulah hal yang dirasakan Schafer. Bagaimana dia tak jadi penasaran setengah modar, terhadap sosok jelita seperti Devi. Akhirnya malam itu Schafer pun tidur dengan perasaan ‘kentang’. *** Ke esokkan harinya. Pagi-pagi Elang sudah mandi dan mempacking rapih ranselnya. Dia berniat berjalan-jalan ke arah rumah Devi, sambil mencari tempat yang cocok untuk sarapan. Setelah mengembalikan kunci kamarnya pada petugas losmen, Elang melangkah keluar dengan santai. Dia masih hapal dengan rute jalan, yang di laluinya semalam bersama Made. Akhirnya pilihan tempat sarapan Elang jatuh di sebuah warung nasi goreng, yang terlihat bersih dan agak ramai pengunjung. Elang pun masuk dan duduk di dalamnya, seorang pelayan datang menanyakan pesanannya. Elang memesan nasi goreng spesial ala w

    Last Updated : 2025-03-14
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 158.

    Braaghk..!!Suara keras pagar gerbang di tabrak sesuatu terdengar, memecah suasana damai di kediaman Aditya. Elang bergegas melesat ke arah atap rumah, untuk melihat sesuatu yang terjadi di depan rumah. Di lihatnya pagar rumah Devi roboh bagai di terjang truk, besi-besinya tampak melengkung ke arah dalam. Namun Elang maklum, itu adalah ulah dua pengawal Schafer, yang kini tengah bertolak pinggang di depan teras rumah Aditya. Sementara dilihatnya Schafer melipat tangan dan berdiri angkuh, di belakang kedua pengawalnya itu. “Aditya..! Kami kemari atas nama Tuan Richard..! Untuk menarik dana Tuan Richard yang ada di perusahaanmu. Harap diselesaikan sekarang juga atau Devi sebagai jaminannya..!” seru Peter Lee bernada mengancam. Aditya maju keluar dari rumahnya, dia sama sekali tak gentar pada dua pengawal Schafer ini. “Kalian ini dari negara maju tapi kelakuan kalian bagai negeri barbar..! Bicaralah baik-baik..! Tak usah mengancam-ancam orang..!” seru Aditya yang naik darah, meli

    Last Updated : 2025-03-14
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 159.

    Ya, saking emosinya mereka lupa, jika masih ada Elang di situ. Seth..! Elang pun berkelebat cepat menangkap kaki Peter Lee, dan juga pergelangan tangan Storm sekaligus. Taphh..!! Klagh..! Krakhh..!! Terdengar dua kali suara tulang patah, saat Elang menyentak keras tulang kaki dan tangan mereka berdua. “Aarrgghkks...!!” dua teriakkan syahdu kesakitan 11 oktaf pun bergema di area rumah Aditya. Sungguh padu dan saling mengisi. Storm langsung terloncat-loncat kesakitan, dan Peter Lee langsung bergulingan memegangi pergelangan kaki kanannya yang patah. Semua mata yang melihat pun terbelalak ngeri. Schafer langsung menjatuhkan diri berlutut di tempat. Brugh.! Dirinya sungguh takut dan bergidik melihat pemuda itu. Dia tak mau mendapat nasib sama, seperti kedua pengawalnya. “Ampun Tuan, saya tak melakukan apa-apa..!” Schafer berseru sambil menundukkan kepalanya pada Elang. Drap, drap, drap..! "Hihh..!" Prakkhh..! Bi Wati berlari sambil memegang sapu lidi mendekati Schafer, lalu

    Last Updated : 2025-03-14
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 160.

    “Duh Gusti..! Ya ampunn..! Iya Bu..!” bi Wati lepaskan sapu lidinya jatuh begitu saja, dan ikut berlari ke dapur. Elang dan Aditya hanya tersenyum geli, melihat kehebohan ibu-ibu itu. ‘Biarlah, paling ganti menu atau beli saja nanti’, pikir Aditya, sambil mengusap matanya yang masih agak basah. “Elang mari kita duduk dulu di teras. Bapak ingin bicara,” ajak Aditya sambil merangkul bahu Elang. Sementara Devi masih memandangi sosok Elang dengan mata basah. Tertulis sudah nama Elang kini di lubuk hati terdalamnya. Ya, Devi sudah jatuh cinta penuh tanpa bisa ditawar lagi, pada pemuda gagah dan berkemampuan itu. “Devi, tolong buatkan minuman ya,” Aditya memerintahkan Devi, saat dia melihat putrinya masih terpana menatap Elang. Aditya pun tersenyum memakluminya. “Ahh..ehh..! Iya Ayah,” sahut Devi gugup. ‘Untung mas Elang membelakangiku’, bathin Devi tersipu malu. “Nah ya, Ka Devi ketahuan,” Made berbisik di sebelahnya dengan senyum meledek. “Apa sih..?” balas Devi berbisik keki.

    Last Updated : 2025-03-15

Latest chapter

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 268.

    'Luar biasa..! Bahkan Bos sudah berpikir jauh ke depan', bathin Rodent. Dalam kesendiriannya, Rodent kadang juga bertanya-tanya. Akan sampai kapan mereka menjadi buronan aparat..? Ternyata pertanyaan itu kini sudah terjawab, dengan ucapan Permadi barusan. Dan hatinya pun menjadi makin mantap, untuk bersetia pada Permadi hingga akhir hayatnya. "Siap Boss..!” seru Rodent bersemangat. Klik.! Suara adzan magribh berkumandang, Permadi pun beranjak masuk ke dalam rumahnya. Dari wajahnya nampak Permadi sedang memikirkan sesuatu hal, yang begitu mengganjal di hati dan benaknya. Entah hal apa gerangan. "Mas Permadi sayang, sebenarnya apa yang sedang Mas pikirkan..?" tanya Shara, saat dia melihat Permadi masuk ke kamar dan hanya diam duduk di tepi ranjang. "Tidak ada apa-apa Shara. Aku hanya lelah saja," sahut Permadi. "Apakah Mas Permadi mau Shara pijat badannya..? Biar rasa lelahnya hilang," tanya Shara lagi. Walau dia tak terlalu bisa memijat, tapi demi pria kesayangannya ini, dia

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 267.

    "Baiklah Elang. Nanti tante akan kirimkan nomor rekeningnya. Tapi tante tak akan memakai uang kiriman dari Elang, selain hanya untuk simpanan ...... 'anak kita'," Halimah berkata terputus. Ya, Halimah agak bingung menyebut apa pada anak yang di kandungnya. Akhirnya dia menyebutkan 'anak kita' pada Elang. Wajahnya langsung 'merah merona', saat dia mengatakan itu. Halimah terbayang kembali, saat-saat 'penuh madu' bersama Elang dulu dikamarnya. Wanita yang tetap cantik di usia matangnya itu. Dia 'sejujurnya' sangat merindukan saat-saat manis itu, bisa terulang kembali dalam hidupnya. "Baik Tante, tolong dikirim ya. Salam buat Om Baskoro." Klik.! Elang menutup panggilannya pada Halimah. Dia berniat memasukkan saldo 10 miliar rupiah, pada rekening Halimah nanti. Elang kembali melihat-lihat kontaknya, dia mencari nomor Sekar di list kontaknya. Lalu... Tuttt.... Tuttt... Tuutttt.! "Halo. Kang Elang..?!" sapa suara merdu Sekar, yang sedang berada di kamarnya. "Halo Mbak Sekar. Baga

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 266.

    "Pak Daisuke, Pak Matsuki. Ayo temani saya makan bersama. Saya tak bisa makan sendirian. Anggap saja sebagai ucapan terimakasih saya pada Bapak berdua, yang sudah 'bekerja' mengantar saya ke sini," ajak Elang hangat. Ya, Elang mengatakan 'bekerja' bukan membantu. Itu karena Elang sangat paham, dengan 'budaya malu' yang mengakar kuat di negeri ini. Sehina-hinanya kaum miskin negeri ini. Mereka sangat jarang meminta-minta, bahkan hampir tak terlihat pengemis di negeri ini. Mereka juga tak akan mau menerima sesuatu tanpa 'bekerja'. Walaupun hanya sebagai pemulung atau buruh serabutan sekalipun. Rata-rata mereka merasa malu, bila menerima sesuatu dari rasa belas kasihan. Itulah moral yang masih dipegang erat masyarakat negeri ini, budaya malu.!"Ahhh. Bagaimana Matsuki..?" tanya Daisuke menatap Matsuki temannya. Agak lama akhirnya Matsuki menganggukkan kepalanya. Akhirnya mereka bertiga makan siang di rumah makan itu. Tampak kedua lelaki itu tersenyum gembira. Elang sengaja menga

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 265.

    Tuttt.... Tuttt..! 'Pak Yutaka memanggil' tertera di layar ponsel Elang. Klik.! "Ya Pak Yutaka," sahut Elang. "Halo Elang. Di mana posisimu sekarang..?" tanya Yutaka. "Saya di Kobe sekarang Pak Yutaka. Berjalan-jalan dulu sebelum kembali ke Indonesia," sahut Elang. "Wahh, pantas kemarin aku tanya Pak Hiroshi, kamu belum datang katanya. Hahaa!" Yutaka memaklumi keinginan Elang berjalan-jalan seorang diri, sebelum dia pulang ke Indonesia. Tentunya pemuda ini ingin bebas lepas, melihat apa yang belum dilihatnya di Jepang, pikir Yutaka. "O iya Elang. Aku menitip sedikit di saldo rekeningmu ya. Sebagai tanda terimakasih keluarga Kobayashi atas pertolonganmu. Sepertinya sampai mati pun, kami tak akan sanggup kami membalasnya Elang. Terimalah pemberian kami yang sedikit itu ya." Ungkap Yutaka, dengan rasa terimakasih yang tulus pada Elang. "Pak Yutaka. Sungguh hati saya sudah senang, melihat 'kemelut' di keluarga Bapak sudah berlalu. Melihat keluarga Bapak bisa tenang dan bahagi

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 264.

    Sorot pandang matanya terasa sangat menyejukkan hati. Tiada emosi sedikit pun di dalamnya. Orang biasa yang memandangnya pastilah akan langsung merasa tenggelam, dan seperti berada di suatu ruang luas tak berbatas. Inilah pandangan sosok yang telah mencapai tingkat 'Langit Tanpa Batas'. "Maafkan kelalaianku dalam menjaga 'turunnya Tombak Samudera', pada keturunanku, Ki Prahasta. Namun sekuat daya aku telah memberi 'pagar' pada Kitab Jagad Samudera. Agar tak mampu dipelajari oleh orang yang tak berhak, walaupun dia masih keturunanku. Andai 'pagar' yang kuterapkan pada kitab itu tetap terbuka, dan dipelajari oleh keturunan yang salah. Maka aku hanya bisa mengatakan itu adalah 'takdir' dari Yang Maha Kuasa, Ki Prahasta," sahut Ki Bogananta, dengan wajah penuh sesal, walau bibirnya tetap menyunggingkan senyum. Pandang mata Ki Bogananta juga nampak sangat dalam. Kedalaman yang tak mampu di selami, jika orang biasa beradu pandang dengannya. Inilah pandangan dari sosok yang telah men

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 263.

    Nadya segera beranjak turun dari ranjangnya, dan mengambil segelas air minum dari dispenser di kamarnya. Glk, glek..! Rasa segar memenuhi kerongkongannya, namun rasa resah dalam dirinya tak jua menghilang. Ingin rasanya dia menelepon Elang saat itu juga. Namun sudah 2 minggu lebih ponselnya tak bisa menghubungi nomor Elang. Karena operator selalu memberi pesan nomor Elang berada di luar jangkauan. Ya, Nadya memang tak mengetahui keberadaan Elang di mana saat ini. Nadya ingat terakhir kali dia menghubungi Elang, pada saat Elang berada di Bali. Maka 'kecemasan luar biasa' kini melanda hati Nadya. Kecemasan akan keselamatan Elang. Pemuda yang sudah menjadi kekasih di hatinya. Nadya merasa tak ingin tidur kembali. Dia hanya memanjatkan do'a dalam hatinya, berharap keselamatan selalu bersama kekasih hatinya itu, saat...Tuttt. Tuuttt..! Nadya yang masih terduduk di tepi ranjangnya bangkit, dan melangkah menuju ponselnya yang terletak di atas meja kamarnya. 'Siapa sih yang pagi-pa

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 262.

    Braghh...!!Permadi yang tak bisa menahan rasa penasarannya, dia reflek memukul lantai di samping tubuhnya, yang masih dalam kondisi bersila. Sedikit saja tenaga dalamnya mengalir. Namun itu saja cukup, untuk membuat lantai di sisi tubuhnya ambyar berlubang. 'Lusa besok aku berangkat ke Osaka. Namun kenapa mimpi brengsek itu selalu datang mengganggu konsentrasiku..?! Siapa kau sebenarnya Kakek Tua..?!' bathin Permadi berseru, penuh rasa marah dan penasaran. Tok, tok, tokk..! "Mas Permadi.." suara merdu Shara terdengar, di depan pintu kamar khususnya. Permadi bangkit dari bersilanya dan beranjak membukakan pintu bagi Shara. Klek.! "Ya Shara.." ucap Permadi, sambil membuka setengah pintu kamarnya. "Mas Permadi tak apa-apa kah..? Tadi Shara mendengar suara keras dari dalam kamar Mas," tanya Shara, dengan wajah agak cemas. "Tak apa-apa Shara. Aku hanya sedang sedikit kesal dengan sesuatu," sahut Permadi datar. "Tapi bukan sedang kesal sama Shara kan Mas..?" tanya Shara agak pan

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 261.

    Ingin rasanya Elang bertemu kembali, dan bertanya pada 'Ki Buyut Sandaka'. 'Apakah ada suatu tanda atau petunjuk, jika dia telah menemukan cinta sejatinya alias jodohnya..? Adakah sesuatu yang belum diketahuinya mengenai kutukkan Naga Asmara..? Atau ke arah mana Elang harus mencari cinta sejatinya di dunia yang luas ini..? Apakah kutukkan Naga Asmara ini akan terus menempel padanya hingga dia mati, jika tak jua menemukan jodohnya..?'Seribu tanya terlintas di benak Elang, namun satu jawab pun tak terungkap..?! Akhirnya dengan di iringi suasana haru dan sedih, dari Yukata dan keluarganya. Dan juga mata beriak basah dari Nanako. Elang pun langsung melesat lenyap, menerapkan puncak dari ilmu 'Pintas Bumi'nya. Elang menolak untuk di antarkan ke stasiun Tokyo, oleh Nanako. Dia lebih memilih ke stasiun seorang diri sambil berjalan-jalan. "Mas Elang. Aku pasti datang ke Indonesia, setelah semua urusan pengadilan selesai," begitu ucapan terakhir Nanako serak, saat Elang pamit tadi. El

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 260.

    "Tak penting darimana aku tahu hal itu. Yang penting sekarang, cepatlah kau pergi tinggalkan negeri ini..! Keluargamu menanti di sana," ucap Elang tegas dan tenang. "Baik..! Terimakasih semuanya..!" Sethh...! Hong Li langsung melesat dengan 'ginkang'nya yang lumayan tinggi. Perlahan sosoknya lenyap di rerimbunan pohon. "Sekarang kalian..! Siapa nama kalian..?" seru Elang. "S-saya Dong Min.." "S-sya Gunadi..' "Kalian berdua harus mau menjadi saksi bagi kami di pengadilan. Katakan, bahwa kalian disuruh oleh Kairi dan Hitoshi, untuk mencelakai keluarga pak Yutaka..! Kami tak akan menuntut kalian. Kami hanya ingin dalang dari semua ini 'divonis bersalah dan dihukum'..! Namun jika kalian menolak. Maka kami jamin kalian akan kami tuntut dan ikut mendekam di penjara bersama Kairi..! Kalian mengerti..?!" sentak Elang tegas. "Ba..baikk..!! Kami mengerti..!" sahut mereka berdua hampir bersamaan. "Gunadi..! Untuk apa kau ikut-ikutan kelompok ini..? Kamu di mana di Indonesia..?" tanya E

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status