Setiap langkah Elora terasa semakin berat, namun setiap malam yang berlalu semakin menguatkan tekadnya. Di balik keramaian klub yang tak pernah berhenti, dia merasakan kebingungannya mulai mereda. Arman, meski tak selalu dekat, memberikan dukungan yang terus mengalir. Ia seperti satu-satunya orang yang benar-benar memahami keadaan Elora, dan mungkin satu-satunya yang bisa membantunya keluar dari kegelapan ini.
Malam itu, Elora kembali berada di ruang belakang, tempat di mana semuanya dimulai. Tubuhnya sudah terbiasa dengan rutinitas, tetapi pikirannya tak pernah berhenti bertanya. Apakah ini benar-benar jalan yang dia pilih? Apa yang akan terjadi jika ia mengungkapkan kebenaran yang tersembunyi di balik dunia yang ia jalani?
Pekerjaan yang ia lakukan setiap malam, yang dulu terasa seperti sebuah kewajiban, kini mulai terasa seperti jebakan. Setiap kali ia melihat wajah klien-kliennya, ia merasa semakin kosong. Mereka hanya datang untuk memenuhi hasrat mereka, meninggalkan dirinya dalam kesendirian yang kian dalam. Meskipun ia mencoba menenangkan dirinya, suatu perasaan aneh terus mengusik—perasaan seperti ada sesuatu yang hilang dari dirinya, sesuatu yang lebih besar dari sekadar tubuhnya yang digunakan dan ditinggalkan.
Hari-hari terasa semakin panjang, dan Elora tahu bahwa waktu untuk membuat keputusan besar semakin dekat. Arman memberi petunjuk-petunjuk kecil, yang meskipun samar, tetap memberi harapan. Namun, Elora mulai menyadari bahwa untuk benar-benar keluar, ia harus melawan lebih dari sekadar ketakutan. Ia harus melawan orang-orang yang selama ini membentuk hidupnya.
Saat pertemuan dengan Madam kembali terjadi, Elora merasa tidak ada lagi yang bisa disembunyikan. Madam tampak lebih dingin dari sebelumnya, seolah-olah mengetahui bahwa Elora sedang memikirkan jalan keluar. Mungkin karena itulah, Madam selalu datang dengan kata-kata yang penuh ancaman.
“Kamu harus tahu, Elora,” kata Madam dengan suara yang lebih tajam dari biasanya, “dunia ini bukan tempat untuk orang lemah. Kami semua telah memilih jalan ini, dan kamu juga harus memilihmu. Jika kamu ingin pergi, itu berarti kamu harus meninggalkan semuanya. Termasuk aku, termasuk semua yang kamu kenal.”
Elora menatap Madam, matanya penuh tekad yang belum pernah terlihat sebelumnya. “Saya sudah memutuskan. Saya ingin keluar,” jawabnya, suaranya tenang meskipun hati berdebar.
Madam hanya tertawa kecil, sebuah tawa yang terdengar seperti sebuah peringatan. “Jangan terlalu cepat merasa yakin. Kamu akan tahu betapa sulitnya itu. Dunia ini akan menghancurkanmu sebelum kamu bisa pergi.”
Kata-kata itu menusuk hati Elora, tetapi ia tahu ia tidak bisa mundur. Ia telah memilih jalan ini, dan jika ia gagal, setidaknya ia tahu bahwa ia telah berusaha untuk bebas. Dengan langkah yang lebih mantap, Elora berbalik, meninggalkan ruangan itu. Setiap detik yang berlalu terasa lebih berat, namun perasaan tertentu mulai menyelimuti dirinya—keinginan untuk bertahan.
Di luar, Arman menunggu, wajahnya serius. Ia tahu betapa besar taruhannya. “Madam tidak akan membiarkanmu pergi begitu saja,” kata Arman pelan, mengamati Elora dengan penuh perhatian. “Kamu harus siap untuk apa yang akan datang.”
Elora mengangguk, mengerti bahwa perjalanannya belum selesai. Malam itu, ia kembali masuk ke dalam klub, kembali ke tempat yang tak pernah benar-benar membebaskannya. Namun, kali ini, ada satu perasaan yang berbeda—keyakinan bahwa ia tidak akan terjebak selamanya dalam dunia ini.
Tantangan besar menantinya di depan, namun untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, Elora merasa bahwa ada sesuatu yang lebih besar dari dirinya yang berperan dalam setiap langkah yang ia ambil. Ini bukan sekadar soal bertahan hidup; ini soal melawan, soal mendapatkan kembali kendali atas hidupnya.
Setiap malam yang berlalu semakin memperburuk perasaan Elora. Ia merasa terperangkap dalam lingkaran setan yang tak berujung, dan meskipun ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa ini hanya sementara, semakin lama ia merasa semakin jauh dari diri sendiri. Dunia yang dulunya terlihat penuh dengan pilihan kini menjadi satu-satunya dunia yang ia kenal, dan setiap kali ia mencoba menyingkirkan dirinya darinya, sesuatu menariknya kembali ke tempat yang sama.
Satu-satunya hal yang membuat Elora terus bertahan adalah pertemuannya dengan Arman. Ia adalah satu-satunya orang yang memberi secercah harapan di tengah kegelapan ini. Namun, meskipun Arman memberikan banyak janji dan bimbingan, Elora merasakan ketegangan yang semakin tinggi. Dunia yang ia hadapi tidak hanya berbahaya bagi dirinya, tetapi juga bagi orang-orang yang mencoba membantunya keluar. Ia tahu bahwa Arman juga berada di ujung tanduk, terjebak dalam sebuah permainan yang lebih besar dari mereka berdua.
Hari-hari semakin sulit dijalani. Ketegangan di dalam klub semakin terasa. Banyak dari rekan-rekan sesama pekerja seks mulai menunjukkan tanda-tanda kelelahan. Mereka yang dulu penuh semangat kini mulai hilang satu per satu, digantikan dengan wajah-wajah baru yang lebih muda. Elora menyadari bahwa ia sudah tidak muda lagi di dunia ini, dan kenyataan itu semakin membuat hatinya sesak.
Pada suatu malam, setelah sesi yang lebih berat dari biasanya, Elora keluar ke teras belakang klub, mencoba menghirup udara segar yang langka. Malam itu, langit terlihat lebih gelap dari biasanya, seolah-olah alam pun merasakan kesedihan yang ia simpan di dalam hati. Di sana, di sudut yang sepi, Arman menunggunya. Matanya tampak lelah, namun ada tekad yang tak terbantahkan di baliknya.
“Ada yang berubah di sini,” kata Arman, suaranya datar namun tajam. “Madam semakin mencurigai kita. Aku dengar dia mulai menyelidiki latar belakang orang-orang yang dekat denganmu. Kita harus bergerak cepat.”
Elora menghela napas. Setiap kata Arman seperti menambah beban di pundaknya. Ia sudah tahu bahwa mundur bukan lagi pilihan. “Apa yang harus saya lakukan?” tanyanya, suara penuh kebingungan dan ketegangan. “Madam tidak akan melepaskan saya begitu saja. Dia akan menghancurkan saya jika tahu saya mencoba keluar.”
Arman mendekat, menatap Elora dengan serius. “Kamu harus terus berpura-pura. Terus bekerja seperti biasa, tapi mulai cari celah. Cari bukti yang bisa mengungkap kejahatan yang dilakukan Madam. Jika kita bisa menemukan sesuatu yang cukup kuat, itu bisa jadi jalan keluar.”
Elora menatap Arman, berusaha memahami apa yang ia katakan. Bukankah itu terlalu berisiko? Jika mereka ketahuan, hidup mereka akan lebih hancur daripada sebelumnya. Tapi ia tahu, tidak ada jalan yang mudah dalam hidupnya lagi. Jika ia ingin bebas, ia harus melawan dengan cara yang lebih cerdas, lebih licik.
"Bagaimana kita bisa tahu apa yang dia sembunyikan?" Elora bertanya, meskipun hatinya penuh dengan rasa takut.
Arman menggertakkan giginya. “Itu yang harus kita cari tahu. Aku punya beberapa teman yang bisa membantu mencari informasi. Tapi kita harus hati-hati. Kita tidak bisa bergerak terlalu cepat. Jika kita terlalu terburu-buru, Madam akan tahu dan itu akan mengakhiri segalanya.”
Perasaan cemas semakin menyelimuti Elora. Ia tahu bahwa langkah berikutnya adalah langkah yang berisiko. Jika mereka salah, bukan hanya mereka yang akan jatuh, tapi juga orang-orang yang mungkin terlibat. Namun, di sisi lain, ia merasa seperti terpojok—tidak ada lagi yang bisa ia pertahankan selain perjuangannya untuk keluar dari dunia yang sudah mengurungnya begitu lama.
Malam itu, Elora kembali ke dalam klub, merasakan suasana yang semakin tegang. Madam tampak semakin tidak sabar, selalu mengawasi setiap gerak-gerik Elora. Setiap kata yang ia ucapkan terasa seperti sebuah ancaman tersembunyi. “Kamu tidak boleh membuat kesalahan lagi, Elora,” kata Madam suatu malam dengan tatapan dingin. “Jika kamu tidak bisa memenuhi harapan, maka kamu akan menjadi masalah. Dan aku tidak suka masalah.”
Ancaman itu semakin memperburuk perasaan Elora. Ia tahu bahwa Madam tidak main-main, dan jika ia tidak segera bertindak, keputusannya untuk keluar akan menjadi semakin jauh dari jangkauan. Namun, seiring berjalannya waktu, Elora merasakan bahwa ia tidak bisa lagi terus bersembunyi. Ia harus mengambil tindakan.
Hari demi hari, Elora mulai memperhatikan gerak-gerik Madam lebih cermat. Ia mencari celah, mencoba menangkap setiap kesalahan kecil yang bisa memberi petunjuk. Terkadang, Madam tampak gelisah, berbicara dengan seseorang yang tak dikenal, menyembunyikan percakapan mereka dengan cepat saat Elora lewat. Ada sesuatu yang mencurigakan di balik semua itu, dan Elora mulai menggali lebih dalam.
Suatu malam, saat ia sedang membersihkan ruang belakang setelah seisi klub kembali lengang, Elora melihat sebuah amplop tertinggal di meja kerja Madam. Pandangannya tertuju pada amplop yang berisi dokumen-dokumen penting. Dengan tangan gemetar, ia mengambilnya, memastikan tak ada seorang pun yang melihatnya. Setelah memeriksa, Elora tahu bahwa ia telah menemukan sesuatu yang sangat penting—dokumen yang menghubungkan Madam dengan organisasi yang jauh lebih besar dan lebih berbahaya dari yang ia bayangkan.
Hatinya berdegup kencang. Ini adalah kesempatan yang ia tunggu-tunggu. Namun, ia juga tahu bahwa ia harus bergerak cepat. Jika Madam menyadari bahwa dokumen itu hilang, konsekuensinya bisa sangat fatal.
Elora menyimpan dokumen itu di tempat yang aman dan merencanakan langkah selanjutnya. Ini adalah awal dari permainan yang lebih besar, dan kali ini, ia harus bersiap untuk melawan dunia yang telah mengurungnya.
Elora menahan napasnya, tubuhnya bergetar hebat saat ia berbalik dan meninggalkan ruangan itu dengan hati yang penuh ketegangan. Kakinya melangkah dengan terburu-buru, namun ia berusaha keras agar tak ada yang mencurigai tindakannya. Amplop yang ia sembunyikan di balik pakaian dalamnya terasa seperti beban berat yang siap menghancurkan dunia yang telah lama ia kenal.Setiap langkah yang ia ambil terasa seperti langkah menuju kehancuran atau kebebasan. Bagaimana jika ia tertangkap? Bagaimana jika dokumen itu menjadi awal dari petaka yang lebih besar? Suara detak jantungnya bergema di telinga, namun ia tahu bahwa ini adalah satu-satunya kesempatan untuk keluar dari dunia yang sudah lama mengurungnya. Jika ia tidak melangkah sekarang, maka tidak ada lagi harapan untuk melarikan diri.Sebelum kembali ke kamar sempitnya, Elora bersembunyi di balik pintu gudang kecil yang terletak di sudut klub. Di sana, di dalam kegelapan yang hampir total, ia membuka amplop itu. Tangannya gemetar, hampir
Dengan langkah yang cepat dan penuh kecemasan, Elora dan Arman menyelinap keluar dari lorong gelap tempat mereka bersembunyi. Setiap sudut klub terasa semakin memenjara, seolah-olah dindingnya berbisik untuk menyerah pada nasib yang telah dipilihkan untuk mereka. Namun, di dalam hati Elora, ada sesuatu yang berbeda—sesuatu yang lebih kuat dari rasa takut yang selama ini menguasai dirinya. Itu adalah rasa ingin bebas yang mulai menyala, meski lemah dan rapuh."Elora," Arman berbisik, memecah keheningan malam yang menyelimuti mereka. "Kita tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Kamu tahu apa yang harus kita lakukan, bukan?"Elora menatapnya dengan tatapan kosong, berusaha menenangkan dirinya. "Aku tahu," jawabnya pelan. "Tapi... bagaimana kita bisa melawan mereka? Bagaimana kita bisa menghadapinya setelah apa yang aku temukan? Ayahku terlibat, Arman. Ayahku..."Suara Elora terhenti, tenggelam dalam kebisuan yang mencekam. Ia merasakan dadanya sesak, seperti ada batu besar yang menghalangi
Pria di depan mereka menatap dengan tatapan tajam, matanya penuh dengan kebencian yang jelas. Elora merasakan jantungnya berdetak semakin cepat, seolah-olah setiap detik yang berlalu membawa mereka lebih dekat pada kejatuhan yang tak bisa dihindari. Arman berdiri dengan tegap di sampingnya, namun Elora bisa melihat ketegangan yang tergambar jelas di wajahnya. Mereka berdua tahu, jika mereka tidak bertindak cepat, semuanya akan berakhir dengan cara yang lebih buruk."Jangan bergerak," pria itu berkata lagi, suaranya serak, namun tegas. “Kalian berdua tahu betul, kalau kalian mencoba melarikan diri sekarang, tidak ada yang akan selamat. Kalian sudah terlalu jauh terperangkap dalam permainan ini.”Arman menatap pria itu tanpa ragu. "Kita sudah memutuskan untuk keluar. Tidak ada yang bisa menghentikan kami," jawab Arman dengan suara yang lebih tenang, meski Elora bisa merasakan ketegangan di balik kata-katanya. Elora berusaha untuk tetap tenang, meskipun dadanya terasa sesak. Ia bisa mer
Suasana di ruang itu semakin mencekam, dan setiap kata yang diucapkan semakin mengarah pada konfrontasi yang tidak bisa dihindari. Elora merasa ada beban berat yang mengganjal di dadanya, namun ada satu hal yang membuatnya tetap tegak berdiri—tekad yang baru lahir dalam dirinya. Ia tidak bisa terus terjebak dalam dunia ini, dunia yang sudah lama mengikis jiwanya.Madam memandang mereka dengan senyum yang semakin tipis, seolah-olah ia sedang menilai dua orang yang mencoba menantang dunia yang sudah dikuasainya. “Kalian memang berani,” kata Madam akhirnya, suaranya yang lembut itu terasa penuh dengan sindiran. “Tapi kalian tidak mengerti apa yang kalian hadapi. Kalian ingin keluar? Kalian pikir itu mudah?”Arman tidak menjawab, hanya memandang Madam dengan tatapan penuh tekad. “Kami sudah cukup mendengar ucapan kosongmu, Madam. Kami tidak akan kembali ke tempat ini. Kami sudah memilih jalan kami.”Elora berusaha mengendalikan diri. Setiap kata yang diucapkan terasa semakin berat. Namun,
Elora dan Arman melangkah keluar dari pintu klub dengan perasaan campur aduk. Udara malam yang dingin menyapu wajah mereka, dan meskipun dingin itu terasa menusuk, mereka merasakan sedikit kelegaan. Kelegaan yang datang bukan karena mereka sudah bebas, tetapi karena mereka telah mengambil langkah pertama menuju kebebasan. Namun, kebebasan yang mereka cari bukanlah sesuatu yang datang begitu saja.Mereka berjalan menyusuri jalanan yang sepi, hanya terdengar suara langkah kaki mereka yang bergema di tengah kota yang hampir kosong. Elora merasakan beban yang lebih ringan di pundaknya, namun sekaligus ada ketidakpastian yang menghantui. Dunia luar tidak akan menjadi tempat yang mudah bagi mereka. Di luar sana, mereka tidak punya apa-apa selain satu sama lain. Mereka harus memulai hidup baru dari titik nol.“Jadi, apa langkah kita selanjutnya?” tanya Elora setelah beberapa saat berjalan dalam diam.Arman menatapnya, sedikit berpikir. "Kita butuh tempat berlindung. Kita butuh uang. Ini akan
Setelah kejadian malam itu, Elora dan Arman merasa ada beban baru yang semakin menggelayuti hati mereka. Mereka berdua sudah mengambil keputusan untuk keluar dari dunia yang gelap itu, namun mereka tahu bahwa pilihan itu tidak datang tanpa konsekuensi. Kehidupan mereka sekarang bukanlah sekadar masalah bertahan hidup. Mereka harus menghadapinya dengan cara yang berbeda, lebih berhati-hati, dan lebih siap menghadapi kenyataan pahit yang akan datang.Pagi berikutnya, Elora terbangun lebih awal dari biasanya. Langit masih kelabu, dan udara pagi itu terasa dingin menusuk kulit. Ia duduk di pinggir tempat tidur, merenung tentang apa yang terjadi semalam. Dunia mereka kini terbuka, namun gelap. Tidak ada jalan yang benar-benar aman, tidak ada jaminan bahwa mereka bisa tetap bebas. Dalam pikirannya, ada satu pertanyaan yang terus berputar: Apa yang harus mereka lakukan selanjutnya?Arman sudah lebih dulu bangun. Ia sedang duduk di dekat jendela, menatap keluar dengan ekspresi yang sulit diba
Pagi itu, udara terasa lebih berat dari biasanya. Elora dan Arman, meskipun sudah membuat keputusan untuk menghadapi Madam, tetap merasa ada beban yang tak terungkapkan di antara mereka. Mereka berjalan keluar dari apartemen sederhana mereka, masing-masing dengan pikiran yang dipenuhi kekhawatiran dan ketidakpastian. Jalanan di sekitar mereka tampak sibuk, tetapi bagi keduanya, semua itu terasa begitu jauh. Semua yang ada di sekitar mereka hanya menjadi latar belakang untuk cerita hidup yang mereka coba tulis ulang.Setelah beberapa saat berjalan, mereka akhirnya sampai di alamat yang tertera dalam surat Madam. Sebuah bangunan tua yang tampak terabaikan, dengan cat yang mulai mengelupas dan jendela-jendela yang buram. Pintu depan terkunci, namun sebuah bel besar di samping pintu menunjukkan bahwa ini adalah tempat yang tepat. Elora merasa ada sesuatu yang janggal dalam suasana di sekitar mereka. Ada rasa cemas yang menyelimuti tubuhnya. Meskipun ia berusaha mengabaikannya, nalurinya
Part 14Malam itu terasa panjang, penuh dengan keheningan yang dipenuhi dengan ketegangan. Elora dan Arman berjalan keluar dari rumah Madam setelah percakapan yang penuh tekanan. Di luar, udara malam terasa dingin, tetapi keduanya merasa lebih terperangkap oleh perasaan mereka yang bertabrakan di dalam hati. Mereka tidak mengatakan apa-apa saat berjalan, hanya mendengarkan suara langkah kaki mereka yang bergema di jalan sepi.Suasana di sekitar mereka begitu hampa, seperti mereka berjalan di tengah kekosongan yang tak terucapkan. Elora bisa merasakan ketegangan di udara. Arman tampaknya tidak jauh berbeda. Ia berjalan dengan kepala tertunduk, meski matanya sesekali menatap ke arah Elora.“Kenapa kamu tidak berkata apa-apa?” tanya Elora, suaranya pelan, seperti mencoba memecah keheningan yang menekan.Arman berhenti sejenak, memutar tubuhnya menghadap Elora. “Aku… aku hanya bingung, Elora. Semua ini begitu cepat, dan aku tidak tahu harus bagaimana. Aku ingin melindungimu, tapi aku juga
Malam itu, Elora dan Arman berjalan pulang dengan langkah pelan. Tidak ada kata yang diucapkan di antara mereka. Elora masih memikirkan apa yang baru saja terjadi. Konfrontasi dengan Madam terasa seperti membuka luka lama, tetapi juga seperti langkah pertama menuju kebebasan yang sebenarnya.Sesampainya di apartemen, Elora langsung duduk di sofa, tubuhnya terasa lemas. Arman duduk di sebelahnya, diam-diam memperhatikan wajah Elora yang terlihat lelah.“Kamu baik-baik saja?” tanya Arman akhirnya, suaranya lembut namun penuh perhatian.Elora mengangguk pelan, tetapi matanya tetap kosong. “Aku tidak tahu. Aku lega karena aku akhirnya berbicara langsung dengannya. Tapi aku juga takut, Arman. Kata-katanya… aku tahu dia tidak akan membiarkan ini begitu saja.”Arman meraih tangan Elora, menggenggamnya erat. “Aku ada di sini. Apapun yang dia rencanakan, kita akan hadapi bersama. Kamu tidak perlu merasa sendirian lagi.”Mata Elora mulai berkaca-kaca, tetapi ia menahan air matanya. “Terima kasi
Malam itu berlalu dalam ketegangan yang tidak mudah hilang. Setelah pria itu pergi, Arman membawa Elora masuk ke dalam apartemen, menutup pintu dengan tegas dan memeriksa semua pengunci. Ia tidak mengatakan apa-apa untuk beberapa saat, hanya berdiri diam, punggungnya menghadap Elora, seolah sedang memikirkan sesuatu yang berat.“Elora,” akhirnya ia berkata, suaranya rendah dan tegas, “kita harus mengambil langkah lebih besar. Ini bukan hanya tentang meninggalkan masa lalu; ini tentang memastikan masa depanmu aman.”Elora menatapnya, wajahnya memancarkan kebingungan. “Langkah lebih besar? Apa maksudmu, Arman?”Arman menoleh, mata cokelatnya yang hangat kini dipenuhi kekhawatiran. “Madam bukan orang sembarangan. Dia punya koneksi, orang-orang yang siap melakukan apa saja untuk menuruti perintahnya. Kalau kita terus seperti ini—hanya bertahan dan menunggu mereka pergi—aku takut situasi akan semakin buruk. Kita harus melawan, atau setidaknya memutuskan hubunganmu dengan mereka secara resm
Hari-hari berikutnya penuh dengan gejolak dalam hati Elora. Meskipun ia merasa semakin jauh dari dunia lama yang begitu kelam, bayang-bayangnya terus menghantui setiap langkahnya. Setiap panggilan, setiap pesan yang datang dari masa lalunya, membuatnya terombang-ambing antara harapan dan ketakutan. Tapi Arman, yang selalu hadir di sisi Elora, menjadi satu-satunya alasan ia bisa terus bertahan.Suatu pagi, Elora duduk di meja makan, memandangi secangkir kopi yang sudah dingin. Pekerjaan baru yang ia coba jalani—sebagai kasir di sebuah toko buku kecil—belum cukup menghilangkan rasa kosong yang terkadang menghantui. Keputusannya untuk meninggalkan dunia malam terasa benar, tetapi kenyataan itu sulit diterima sepenuhnya. Ia merasa seperti perempuan yang terlahir kembali, tetapi tidak tahu bagaimana cara hidup dalam dunia yang baru.Arman datang, duduk di sampingnya dengan senyuman lembut, mencoba memberi ketenangan. "Gimana hari pertama di pekerjaan baru? Ada yang sulit?" tanya Arman, mat
Part 19Hari-hari setelah kejadian itu terasa lebih berat bagi Elora. Meski Arman selalu ada untuknya, dunia yang terus berputar di sekitar kehidupannya sebagai pekerja seks komersial tidak bisa begitu saja ia lupakan. Setiap malam, saat ia melangkah ke ruang itu, ia merasa ada beban yang lebih besar yang harus ia pikul—bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk Arman yang kini semakin terlibat dalam hidupnya. Ia merasa terperangkap dalam dua dunia yang saling bertentangan, dan meskipun ia mencoba untuk menolak kenyataan itu, ia tahu ia tidak bisa lari darinya.Suatu malam, setelah bekerja, Elora pulang dengan langkah lesu, merasa kelelahan fisik dan mental. Saat pintu apartemennya terbuka, ia mendapati Arman sudah menunggunya, duduk di sofa dengan ekspresi khawatir. Matanya menatap Elora dengan penuh perhatian, seolah-olah ingin mengetahui apa yang telah terjadi padanya malam ini.Elora melepaskan tasnya dengan terburu-buru, lalu duduk di samping Arman, menggenggam erat tan
Part 18Hari-hari setelah percakapan itu terasa berbeda bagi Elora dan Arman. Meskipun mereka belum sepenuhnya mengerti ke mana arah hubungan mereka, ada perasaan yang semakin kuat dan lebih mendalam di antara mereka. Elora merasa seolah-olah untuk pertama kalinya, ada seseorang yang benar-benar melihat dirinya—selain tubuh yang sering digunakan dan dilihat hanya sebagai objek. Arman, di sisi lain, merasa semakin terikat padanya, meskipun dalam hatinya masih ada keraguan akan masa depan mereka. Mereka berdua tahu bahwa hidup mereka dipenuhi dengan tantangan, tetapi ada sesuatu yang mengikat mereka untuk terus berjalan bersama.Namun, meskipun kedekatan itu semakin nyata, dunia tempat Elora bekerja tidak bisa dihindari begitu saja. Malam-malamnya masih dipenuhi dengan klien yang datang dan pergi, dan meskipun ada Arman di sisinya, Elora tak bisa sepenuhnya melupakan apa yang terjadi setiap malam. Ia merasakan perasaan yang campur aduk—antara rasa bersalah, marah pada dirinya sendiri, n
Part 17Beberapa minggu berlalu, dan kehidupan Elora dan Arman mulai terbentuk dalam pola yang tidak lagi sepenuhnya dipenuhi dengan keraguan. Meskipun mereka belum sepenuhnya mengerti bagaimana hubungan ini akan berkembang, keduanya mulai merasa bahwa mereka saling melengkapi dalam cara yang tak terduga. Tidak ada kepastian tentang masa depan mereka, tetapi ada ketenangan dalam kebersamaan yang tumbuh di antara mereka, meskipun di dunia yang penuh dengan bayang-bayang.Elora kini lebih sering menghabiskan waktu di luar tempat kerjanya, mencoba mencari ruang untuk dirinya sendiri. Keberadaan Arman membuatnya merasa seolah ada harapan, sebuah rasa aman yang sebelumnya tak pernah ia rasakan. Namun, ada saat-saat di mana ia merasa takut, terjebak dalam bayangan masa lalunya yang kelam. Semua keputusan yang ia buat, termasuk menerima hubungan ini, selalu datang dengan rasa takut akan kehilangan kendali atas hidupnya.Arman, di sisi lain, semakin tenggelam dalam perasaan yang tak dapat ia
Part 16Hari-hari setelah itu terasa seperti perjalanan yang penuh dengan pertanyaan yang belum terjawab. Meskipun Elora dan Arman berusaha untuk melanjutkan hidup mereka, setiap langkah yang mereka ambil terasa lebih berat. Mereka berdua tahu bahwa ada banyak hal yang belum mereka pahami tentang satu sama lain, namun di tengah kebingungan itu, ada satu hal yang jelas—hubungan mereka telah berubah. Entah itu menjadi lebih kuat atau lebih rapuh, hanya waktu yang akan menjawabnya.Di siang hari, Elora mencoba untuk fokus pada pekerjaannya, berusaha menenggelamkan diri dalam rutinitas yang biasa ia jalani. Namun, pikirannya selalu kembali pada Arman. Setiap kali ia melihat pria itu, ia merasa seolah ada sesuatu yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Ada rasa nyaman yang aneh setiap kali mereka berbicara, namun juga ada ketegangan yang terus menguar di udara di antara mereka.Sementara itu, Arman juga berjuang dengan perasaannya sendiri. Ia tidak bisa membohongi dirinya bahwa ia me
Part 15Keesokan harinya, Elora terbangun dengan kepala yang berat dan perasaan campur aduk. Cahaya pagi yang masuk melalui jendela kecil ruangan tempat ia tidur terasa begitu asing. Matanya terpejam beberapa saat, mencoba mengingat apa yang telah terjadi. Segera, ingatan itu kembali—momen yang hangat, yang penuh dengan ketegangan dan perasaan yang tak terucapkan. Dan di balik semuanya, ada satu hal yang mengganggu pikirannya: apa arti dari malam itu?Ia bangkit dari tempat tidur, perlahan. Tubuhnya terasa letih, namun pikirannya lebih lelah daripada itu. Ada pertanyaan yang menghinggapi benaknya—apakah ia melakukan hal yang benar? Apa yang sebenarnya ia cari dalam hubungan ini dengan Arman?Sementara itu, di luar, suara kehidupan kota sudah mulai kembali. Orang-orang sibuk dengan rutinitas mereka, dan Elora tahu bahwa hidupnya tidak bisa berhenti begitu saja hanya karena kejadian semalam. Namun, ia merasa seolah-olah ada sesuatu yang telah berubah dalam dirinya. Meskipun ia berusaha
Part 14Malam itu terasa panjang, penuh dengan keheningan yang dipenuhi dengan ketegangan. Elora dan Arman berjalan keluar dari rumah Madam setelah percakapan yang penuh tekanan. Di luar, udara malam terasa dingin, tetapi keduanya merasa lebih terperangkap oleh perasaan mereka yang bertabrakan di dalam hati. Mereka tidak mengatakan apa-apa saat berjalan, hanya mendengarkan suara langkah kaki mereka yang bergema di jalan sepi.Suasana di sekitar mereka begitu hampa, seperti mereka berjalan di tengah kekosongan yang tak terucapkan. Elora bisa merasakan ketegangan di udara. Arman tampaknya tidak jauh berbeda. Ia berjalan dengan kepala tertunduk, meski matanya sesekali menatap ke arah Elora.“Kenapa kamu tidak berkata apa-apa?” tanya Elora, suaranya pelan, seperti mencoba memecah keheningan yang menekan.Arman berhenti sejenak, memutar tubuhnya menghadap Elora. “Aku… aku hanya bingung, Elora. Semua ini begitu cepat, dan aku tidak tahu harus bagaimana. Aku ingin melindungimu, tapi aku juga