"Bagus. ! Setelah urusan pertarungan final kompetisi wilayah ini selesai. Kita akan berkunjung ke Penjara Kota David..! Kita akan 'menitipkan' Samuel pada para rekan-rekan kita di sana," seru Bara yang juga merasa puas, atas keberhasilan rencana mereka. "Semoga arwah Papah dan Mamah bisa tenang di sana," ucap David pelan. "Aamiin David," sahut Bara meng'aminkan harapan David. Sore itu di markas Bara cs. Sebuah helikopter telah mengudara ke arah kepulauan Seribu. Nampak Drajat, Gatot, Dimas, dan seorang sniper, berada di dalam helikopter yang mengudara itu. Gatot ditunjuk menjadi pemandu sang pilot helikopter. Karena dia pernah menyusup dan tinggal beberapa hari, di pulau lokasi gedung kompetisi itu. Gatot pun langsung mengarahkan sang pilot, untuk menuju lokasi pendaratan helikopter yang aman dan tersembunyi, di sekitar area gedung kompetisi. Hingga akhirnya helikopter itu tiba di tempat yang ditunjukkan oleh Gatot. Sebuah lokasi yang cukup tersembunyi, karena berada di tenga
"Sepertinyq aku juga harus masuk sekarang Sandi, Brian," ucap David tersenyum, seraya beranjak menuju ke arah pintu masuk gedung arena. Sandi dan Brian segera juga beranjak pindah. Kini mereka berdua duduk di kursi dekat area parkir helikopter, untuk berjaga-jaga. Sementara dari lokasi persembunyiannya. Drajat cs sedang mengawasi keadaan di sekitar gedung kompetisi, dan juga area parkir helikopter tempat rekan mereka mendarat. Sejauh ini Drajat merasa situasi masih aman terkendali. Sniper yang mengamati keadaan di sana dengan teleskop senjatanya, dia juga merasa tak ada yang mencurigakan. Situasi di bawah mau pun di atap gedung arena kompetisi itu, berada dalam kondisi terpantau aman. *** Sementara di kediaman Denta. Nampak Denta, Pandu, Freedy, dan Angga, yang datang bergabung belakangan sore tadi. Mereka kini tengah serius membicarakan rencana final, yang akan mereka lakukan setelah pertarungan final kompetisi wilayah usai nanti. "Angga. Mengapa kau tak menyaksikan saja per
Teenngg...! Bel tanda pertarungan dimulai telah berdentang. "Hiyahh..!" Sethh..! Dayat langsung berseru keras, seraya melenting bersalto ke udara beberapa kali. Lalu dia melesat turun dan langsung hantamkan kedua tapak tangannya ke lantai arena, dengan segenap energinya. Blaarrggkh..!!Seketika guncangan dan getaran dahsyat bak gempa, melanda area gedung arena kompetisi. Kaca-kaca jendela di sekeliling gedung berderak pecah, bahkan lantai yang di hantam kedua tapak tangan Dayat amblas hingga sebatas siku tangannya. Retak lantai arena terlihat menjalar, berpusat dari cekungan lantai akibat hantaman kedua tapak tangan Dayat. Dan.. Byaarshk..!! Muncul cahaya merah menyelimuti sosok Dayat. Ya, aji 'Tapak Pasir Merah' tengah disiapkan oleh Dayat saat itu. Ajian itu merupakan aji pamungkas nomor 2, setelah aji 'Tapak Seribu Gelombang'. Kedua tapak tangan Dayat membara merah seketika, bagai logam yang baru diangkat dari pembakaran. Tenaga dalam penuhnya langsung dikerahkan. Dia b
Byaarrrsshtk..!! Seketika sisik keemasan muncul menyelimuti seluruh tangan Bara hingga lengannya. Ya, sisik emas yang menyelimuti tangan Bara, kini tidak lagi sebatas siku seperti biasanya. Bara pun menambahkan level tenaga dalamnya menjadi 3/4 powernya..! Ampun dahsyatnya Tuan Vijay..! Bakalan ambyar sosok Dayat kali ini nampaknya. Sontak peningkatan 'power' yang begitu tiba-tiba dari tubuh Bara, langsung memicu ledakkan gelombang energi yang memancar keluar dari dirinya. "Ahh..!" Dayat tersentak dan terhuyung mundur beberapa langkah. Saat terpaan gelombang energi dahsyat Bara, mampu mendorong dirinya ke belakang. Seketika wajahnya memucat seputih kertas. Demi menyadari, bahwa hawa gelombang energi seperti itu tak akan mungkin bisa dilawannya..! Sebuah level power yang tak akan pernah bisa dicapainya. Kendati dia berlatih selama puluhan tahun siang malam sekalipun. Namun terlambat bagi Dayat, untuk menyadari hal itu. Dia benar-benar tak menyangka, jika Bara sejauh ini hanya
Suara sorak bergemuruh para penonton pro Bara kembali bergaung menggelegar. "Hidup Sang Kaisar Prodeo..!!" "Terimakasih Bara Satria..!!" "Bara pasti menang..!!" "God of fighter..! Caesar Prodeo..!!" Ya, mereka semua dilanda rasa gembira dan bangga. Karena jagoan mereka akhirnya menjadi wakil negeri, dalam kompetisi internasional nanti. Tak sedikit pula yang mendoakan kebaikkan bagi Bara. Karena taruhan mereka untuk Bara selalu menang. *** Dan seperti biasanya. Suasana di penjara kota sudah layaknya malam tahun baru atau malam takbiran saja. Sorak sorai, tabuhan jeruji besi, serta gelak tawa hampir semua narapidana di dalamnya. Sungguh menjadikan penjara kota bagaikan pasar malam, di tengah acara karnaval. Semarak sekali. Bahkan para petugas sipir pun sampai kewalahan, dan tak sanggup menenangkan euphoria para napi itu. Dan sesungguhnya, hampir seluruh sipir serta petugas di Penjara Kota juga bertaruh untuk Bara..! Maka jadilah seisi Penjara Kota malam itu melepaskan emosi
"Bara..! Kita di ikuti dua helikopter di belakang, sepertinya mereka hendak mengetahui posisi markas kita. Paman menyuruh Sandi memutar, dan mengacaukan arah tujuan kita. Untuk mengecoh mereka..!" seru Gatot mengabarkan. "Baik Gatot. Jangan putuskan panggilanmu Gatot kita harus tetap berkomunikasi..!" "Baik Bara, kau benar." "Sandi putar arah 45 derajat ke kiri, kita kacaukan arah tujuan kita..! Ada dua helikopter mengikuti kita!" Bara berseru mengarahkan pada Sandi. "Baik Bara..!" Sandi mengikuti arahan Bara. Sementara Drajat sedang berpikir keras, soal bagaimana mereka melepaskan diri. Dari pengintaian dua helikopter, yang jelas-jelas milik penyelenggara itu. Karena Drajat telah membidik penumpang di helikopter itu dengan teleskopnya, dan mendapati Denta cs berada di dalamnya. "Bagaimana Paman..? Apa siasat kita kali ini..?" Dimas bertanya bingung. "Apakah kita harus mendarat, dan menanti apa yang akan mereka lakukan Paman..? Jika memang harus bertempur, ayolah..! Aku ju
"Menjauhlah kalian..!!" seru lantang Drajat, pada helikopter yang membawa sahabat mudanya. Helikopter itu pun menjauh hingga berada di jarak 500 meter, dari lokasi pertarungannya dengan Angga. Sementara Angga juga tak mau kalah, dia juga langsung terapkan pukulan aji pamungkasnya 'Murka Singa Langit'. Nampak kedua tangannya telah bercahaya merah sangat terang. "Kyaarrghksh..!!" Duaarrtzzs...!! Didahului dengan pekikan bagaikan naga murka menggetarkan. Sosok Drajat bagai meledak dahsyat di udara. Scraatzzkhs..!! Ledakkan yang pancarkan pecahan cahaya putih biru menyilaukan mata. Bagaikan ledakkan pesta kembang api di angkasa. Melesat ratusan Sisik Naga Salju bak hujan cahaya ujung pedang intan ke arah Angga, yang berjarak sekitar 40 meter di depannya. "Huaarrmmshhk...!!" Splaashp..!! Dengan auman keras Angga, sosok singa emas di belakangnya seketika pecah menjadi 7 sosok. "Hiahh..!!" Spraatzzhk..!! Haaurrmmshk...!!Angga langsung menghantamkan pukulan dahsyatnya, yang bercah
Namun diam-diam rupanya Drajat melakukan sesuatu, yang tak diduga oleh kedua sahabat mudanya tersebut. Ya, rupanya Drajat sedang memompa sesuatu keluar dari dalam tubuhnya. Sesuatu yang harus dikeluarkannya, dalam kondisi dirinya masih hidup. Hingga pada batasnya.."Kyaarrghks..!" pekikan naga murka bergaung dahsyat. Dimas dan Gatot sampai terhempas ke belakang, dan membentur dinding helikopter. Helikopter seketika itu juga oleng dan tak terkendali. "Hegghs..!" Drajat keluarkan seruan tersedak. Dan dari mulutnya, keluar sebuah batu putih berkilau sebesar bola pingpong. Batu itu seperti giok, namun lebih transparan wujudnya. Benda itu langsung di genggam oleh Drajat, yang tangannya sejak tadi telah bersiap di depan mulutnya. Dimas dan Gatot cepat kembali menghampiri Drajat. Tangan mereka langsung menahan tubuh lemas Drajat, agar tak terjerembab jatuh. "Di .. mas ..hhh ... hhh.. berikan pa ..da Ba..ra. Telan sa .. ja. Kitab..nya di lema..ri.shhh ..." dan akhirnya terkulai sudah t
"Benar Guru. Sesuatu yang berharga pastilah banyak yang mengincarnya," sahut Chen Sang pelan. "Chen Sang, kita bermeditasi disini hingga 'pusaka' itu turun. Apapun yang akan terjadi nanti tetaplah bermeditasi, gunakan perisai tenaga dalammu saat badai datang. Hilangkan ambisi mendapatkan 'pusaka' itu, namun tetaplah berharap pada kemurahan-NYA," ujar sang Guru Tiga Aliran memberikan arahan terakhirnya pada Chen Sang. "Baik Guru..!" sahut Chen Sang patuh. "Dan ingat Chen Sang..! Saat badai mulai mereda, kita harus mengakhiri meditasi kita. Lalu berusahalah menggapai 'Pusaka Langit', yang telah melayang di atas pusat cekungan melingkar ini," sang Guru berbisik dengan suara pelan namun tajam. "Chen Sang paham Guru." Sosok guru dan murid itu akhirnya duduk bersila, lalu bermeditasi dengan posisi teratai. Selama 2 jam lebih sudah ke tiga sosok di tepian cekungan, yang berada di lembah pegunungan Kunlun itu bermeditasi. Hingga ... Scraattzz..! Jlegaarhhss..!! Sebuah kilatan besar
"Lapor Jendral..! Misi sudah dilaksanakan. Enam buah roket telah ditembakkan. Dan satu orang di antara mereka sepertinya sudah tewas Jendral..!" "Bara..?!" seru Graito bertanya."Maaf, bukan Jendral..!" sahut pelapor. "Lalu empat helikopter yang lainnya..?!" tanya sang Jendral, seraya menatap tajam sang pelapor. "Empat helikopter kita meledak hancur oleh pukulan Bara, Jendral..!" "Wesh..!" Praaghk..!! Sang pelapor pun langsung tewas di tempat, dengan kepala pecah. Di hantam pukulan bertenaga dalam sang Jendral. Dua orang lain di samping pelapor otomatis melangkah mundur seketika. Sadis..! "Keparat Bara..!! Kau selalu membuatku rugi..!" teriak kalap sang Jendral. "Mana Pandu..?!" seru sang Jendral, pada dua orang lainnya. Sepasang matanya mendelik berkilat kemerahan. "He-he-helikopternya juga jatuh Jendral." sahut seorang di antara mereka. "Dari sisi mana kalian menyerang..?!" "Da-dari arah depan markas Jendral."Braaghk..!! Kini meja teras yang lagi-lagi hancur oleh sepaka
"Bangsat kau Bara..!" Slaph..! Byaarshk..! Pandu melesat keluar dari helikopter yang hilang kendali tersebut. Bara melihat sosok merah keemasan melesat keluar, dari helikopter yang hendak hancur masuk ke lembah itu. 'Pandu..!' gumam bathin Bara. Namun saat dia hendak melesat mengejarnya, "Gatott..!!" samar-samar terdengar teriakkan keras para sahabatnya, menyeru nama Gatot di bawah sana. Bara pun urung mengejar Pandu, dan melesat kembali ke markasnya dengan secepat mungkin. Slaphh..! Taph..! Bara mendarat tepat di sisi para sahabatnya, yang telah berkerumun cemas pada kondisi Gatot. Nampak jelas kini oleh Bara, sosok Gatot yang tengah terkapar tak sadarkan diri. Dada Gatot nampak membiru, dengan darah mengalir dari mulutnya. 'Luka dalam yang teramat parah..!' bathin Bara sesak dan sedih sekali. "B-bara..! A-apa yang harus kita lakukan..?!" seru gugup bergetar Sandi. Dan semua sahabat pun kini menatap Bara, seolah menanti keputusan cepat dari Bara. Karena mereka semua tak a
"Teh manis opo..? Gundulmu kuwi..! Bikin sendiri sana..!" seru bi Tarni sewot. "Ya Bibi, Gatot kan mau pulang nanti Bi. Bikinin ya, teh bikinan Bibi kan yang paling pas di lidah. Hehe," celetuk Gatot terkekeh. "Huhh..! Gombiall..!" sungut bi Tarni, seraya beranjak kembali ke dapur. Bara cs melanjutkan obrolannya, sambil makan gorengan buatan bi Tarni. Sungguh suasana yang menyenangkan di pagi itu. Namun...Wrrngg..! Wrŕenngg..!! Secara tiba-tiba dari ketinggian, turun dengan cepat 5 buah helikopter ke arah markas Bara. Kumpulan helikopter itu terbang dalam keadaan melintang berbaris. Pada ketinggian sekitar 80 meter di atas tanah, dengan sisi-sisi pintu nya telah terbuka menghadap ke depan vila. Nampak RPG-32 telah disiapkan pada posisi siap meluncur. "Tembak..!!" Pandu yang memimpin langsung penyerangan, langaung memberikan perintah tembak. Swassh..! Swaassh ..! ... Swaassh..!! Enam buah roket langsung melesat cepat ke titik target di markas Bara. "Awass..! Semuanya..!! Han
"Resti..!" Seth..! Tiba-tiba saja sosok Revina melesat masuk, dan memalang di antara tubuh Resti yang tertarik maju. Plakh.! ... Plakh..!!Dan Revina langsung menampar keras pipi Evan bolak-balik 3 kali. "Arrkksgh...!! Kurang ajar kau Rrevina..! Kau selalu menghalangiku..!" Evan berteriak keras kesakitan. Pipinya terasa panas berdenyar, dengan kuping berdenging, dan mulutnya terasa asin berdarah. Warna merah lebam segera menghias kedua pipi Evan, yang nampak mulai membengkak. "Kau yang Bajingan Evan..! Rupanya tempo hari aku kurang keras menghajarmu..!" seru Revina dengan mata membelalak marah, seraya menunjuk ke wajah Evan. "Hei.hei..hei..! Rupanya buruanmu galak juga Evan. Aku jadi ingin mencicipi keganasannya di ranjang..! Hahaaa..!" seru tergelak salah seorang dari teman Evan. Dan serentak kedua teman Evan itu berjalan mendekat ke arah Revina. "Resti..! Kau masuklah ke mobil. Biar kuhajar tiga pecundang ini..!" bisik tajam Revina pada Resti. "Hati-hati Vina..!" bisik Re
"Bara memang brengsek..! Dia berkata dia adalah orang bebas..! Cuih..! Jangan harap..!" seru Freedy, mengungkapkan kekesalan hatinya. "Freedy, apakah benar Bara berkata begitu..?!" seru sang Jendral, yang mendengar seruan marah Freedy. "Benar Jendral." "Hmm. Pemuda licik itu benar-benar tahu posisinya saat ini Freedy..!" seru Graito. "Maksud Jendral..?!" seru Freedy kaget. Setelah mendengar sang Jendral seolah membenarkan ucapan Bara yang telah bebas. "Freedy, buka nalarmu..! Saat ini posisi kita dalam pengintaian pihak kepolisian. Dan aku mencurigai ada kerjasama antara pihak Bara cs dengan kepolisian, untuk menyelidiki serta membekuk kita. Karenanya kita tak mungkin mengajukan laporan pencabutan jaminan kita atas dirinya. Karena telah terjadi pergantian pejabat tinggi di kepolisian saat ini. Jika kita nekat melaporkan juga. Maka kemungkinan pihak kepolisian malah akan memeriksa kita, sehubungan dengan penjaminan yang kita lakukan. Benar-benar 'culas' si Bara ini..!" seru sa
"Haishh..! Dasar wong gemblung.! Lagi bahas Non Marsha malah ngomongin makanan," sentak bi Tarni kesal pada Gatot. Segera ia melepaskan pelukannya dari Gatot, seraya mengusap air matanya. Lalu dia pun berbalik melangkah kembali ke dalam vila, tanpa menoleh lagi. Tentu saja bi Tarni hendak membuatkan masakan terenak, khusus buat 'tuyul dapur'nya itu. "Lho..?! Salah saya di mana Bi Tarni yang cantik..?" protes Gatot, sambil memasang wajah bingung.Ya, dibalik sikap jutek bi Tarni pada Gatot, sesungguhnya dia sudah menganggap Gatot bagai ponakannya sendiri. Para sahabat lainnya hanya tertawa saja, melihat adegan rutin cekcok Gatot dan bi Tarni itu. Mereka pun akhirnya berkumpul dan ngobrol di teras vila dalam suasana yang penuh kekeluargaan. *** Dua hari kemudian. Sang Jendral sedang termenung di 'ruang rahasia'nya. Tampak emas batangan bertumpuk-tumpuk membentuk sebuah gunungan setinggi 3 meteran. Beberapa brankas besi pun tampak berjajar, di sekitar ruangan yang luas tersembun
"Terimakasih Mas Bara, Mas Dimas, Mas Gatot, Mas David, Mas Sandi, Brian, dan semuanya. Kalian memang sahabat-sahabat terbaik seumur hidupku," ucap serak Marsha, penuh perasaan terimakasih dan keharuan mendalam. "Bukan apa-apa Marsha, kau juga kerap membantu kami semua. Istirahatlah, yakinlah hari esok pasti lebih baik Marsha," sahut Bara tersenyum menenangkan. Ditatapnya Marsha dengan pandangan penuh prihatin dan juga sayang, pada sahabat wanitanya ini. Marsha pun tertunduk, dengan buliran air mata mengalir di pipinya. Lalu dia pun beranjak melangkah menuju ke kamarnya, dengan dirangkul oleh Leonard. "Mas Bara, David, dan semuanya. Atas nama keluarga Winston Group, saya mengucapkan banyak terimakasih atas pertolongan dan penghiburan kalian. Di saat keluarga kami mengalami musibah yang menyedihkan dan membingungkan ini. Kalian datang dan memberi titik terang atas masalah kami. Dengan ini, 'Winston group' telah menganggap kalian sebagai bagian dari keluarga besar kami. Kami tak
Slaph..!! Wurrsh..! Bara membuka jalan dengan melesat keluar dari heli, seraya hantamkan pukulan jarak jauhnya dengan energi terukur, ke arah kaca jendela kamar hotel. Pyaarsshk..!! Taph!Kaca jendela pecah dan Bara langsung melesat masuk ke dalamnya. Slaph..! ... Slaph..! Tiga sahabat Bara ikut melesat cepat, dan mendarat masuk ke dalam kamar itu. "Hahh..!!" "Aihh..!!" Betapa terkejutnya Kuzma dan juga Marsha yang berada dalam kamar itu. Nampak Kuzma tengah bertelanjang dada, sedangkan di ranjang saat itu nampak Marsha yang terikat kedua tangannya di sisi ranjang. Kuzma memang sengaja mengikat Marsha. Karena Marsha kepergok nekat hendak bunuh diri, dengan cara meloncat dari jendela kamar hotel yang terbuka. Beruntunglah Kuzma melihatnya, dan menggagalkan niat Marsha. Dia pun langsung mengikatnya di ranjang. Tubuh Marsha dalam keadaan polos, dan hanya di tutupi dengan sehelai selimut setengah badan saja. Karuan Leonard yang melihat hal itu jadi murka bukan main terhadap K