Tugh..! Brughh..! Hanya dengan sentilan jari kelingkingnya, ke arah sisi leher Jojo. Maka tubuh kekar Jojo pun terkapar ambruk ke lantai, bagai sehelai kain. Ya, Bara baru saja mempraktekkan hasil latihan totokan jarak jauhnya dari Gatot. Dan hasilnya memang sesuai harapannya. Kini lantai aula makin basah, karena digenangi oleh air seni para anggota gank. Rupanya makin banyak anggota gank Salamander, yang ikut kencing di celana. "Kalian semua dengarlah..! Jangan ada lagi yang berpikir soal 'misi' intimidasi para pemegang saham 'Kharisma Group'..! Jika ada yang masih membandel, maka nasib kepalanya akan seperti ini..!" Wusshk..! Braalgghk...!! David berseru memperingatkan, lalu lontarkan pukulan jarak jauhnya ke arah dinding aula yang berjarak 5 meter darinya. Dinding tebal itu pun jebol dan ambyar, hingga menembus pemandangan di luar aula itu. "Hahhh...!!!" seruan kaget, tegang, dan ketakutan, kembali memenuhi ruangan itu. Dan genangan air seni di lantai pun bertambah meleba
"Hmm, Angga. Ada hal yang menyebabkan aku hanya bisa mewariskan sampai level keenam saja, dari aji 'Singa Langit'. Karena kunci rahasia level k-7nya adalah 'Mustika Taring Singa', yang hanya ada satu di dunia ini. Dan mustika itu kini berada dalam tubuh Pakde," Haryo akhirnya menjelaskan hal rahasia, yang tak pernah diceritakannya pada siapapun itu. Kecuali hanya pada tiga orang saja. Yaitu pada Graito, Pandu, dan baru saja pada Angga yang terakhir. "Ohh, begitu Pakde. Baik Pakde, Angga mengerti." "Angga, malam ini bulan terang sekali walau tak sebulat bulan purnama. Sebaiknya kau serap energinya, pergilah kau ke belakang rumah, dan bermeditasilah di atas batu tinggi di sana," Haryo memerintahkan muridnya itu. "Baik Guru," demikianlah keluwesan Angga, dia sangat paham kapan memanggil Haryo sebagai pakde, dan kapan memanggilnya guru. Namun ada hal mengerikkan dalam bathin pemuda dingin penuh 'ambisi' ini. 'Kini aku tinggal mencaritahu 'di mana' letak 'Mustika Taring Singa' itu
"Saya menolak diberhentikan, walau dengan hasil vooting sekalipun! Karena memang masa jabatan saya masihlah belum genap setahun. Dan masih ada kesempatan bagi saya. Untuk mendongkrak kembali nilai saham, dan juga dividen bagi para pemegang saham..!" sanggah keras Samuel. Sontak suasana rapat pun menjadi tegang dan memanas. David pun berdiri dari kursinya dan berkata, "Jika anda tak memiliki sangkutan dengan hukum. Kami para pemilik saham mungkin masih bisa mengerti, dan memberi kesempatan pada anda untuk terus mengelola perusahaan ini. Tapi anda banyak memilki 'urusan' dengan hukum pidana, yang harus anda selesaikan dalam waktu dekat ini Samuel..!" seru David. "Maaf David, bukankah anda sendiri seharusnya masih mendekam di penjara saat ini..?! Bagaimana bisa kamu hadir di dalam rapat ini..?!" sentak Samuel membalas. "Tentunya tak mungkin saya bisa keluar masuk penjara seenaknya Samuel. Ada pihak yang menjamin kebebasan saya. Sedangkan kehadiran saya disini juga sebagai s
"Donny, Jojo, masuklah kalian! Sekaranglah saat kalian bersaksi. Katakan dengan sejujurnya, seluruh isi ruangan mendukung kalian," ucap David tegas. "Baik," sahut keduanya. Mereka ikut melangkah di belakang David, kembali masuk ke ruang rapat. Mereka berjalan mendekat ke arah depan ruang rapat. Di mana jajaran Dewan Direksi berada. Dan satu-satunya wajah yang tak bisa menyembunyikan 'keterkejutan' yang teramat sangat, pastilah sudah bisa ditebak, Samuel..! Ya, Samuel bagai melihat 'raja mataram kuno' yang hidup kembali. Sepasang matanya terbelalak kaget dan gentar, mulutnya pun 'ternganga' tanpa suara. Lalu saat kesadaran Samuel menyadari, bahwa yang dilihat dan dihadapinya adalah kenyataan. Maka... "Ka-kalian berdua memang bajingan..!! Keparat..!! Pengkhianat..!!" Samuel reflek memaki Donny dan Jojo, dengan rasa marah tingkat Dewa. Kendali dirinya hilang..! Samuel merasa sangat 'putus asa' saat itu. Dan dia juga menyadari, jika segalanya sudah berakhir saat itu juga. Dan dari
'Hukuman Mati atau seumur hidup..!'Dan itu masih ditambah lagi dengan kasus percobaan pembunuhan oleh Samuel terhadap David, di dalam ruang RUPS LB tadi. Dan saksinya adalah seluruh orang yang hadir dalam RUPS LB tersebut! Maka sudahlah pasti, Samuel tak bisa lolos lagi dari jerat hukum! 'Selamat menikmati hidup sampai mati di penjara Samuel', itulah intinya bagi David. Karena dia percaya akan pengaruh Bara di seluruh lapas wilayah Jakarta. Sesuai dengan julukannya sebagai Sang Penguasa Wilayah. *** Tak terasa sebulan sudah Bara dan para sahabat telah 'menggembleng diri' di Sukabumi. Level kemampuan mereka kini sudah meningkat pesat, dari kemampuan sebelumnya. Baik dari sisi tenaga dalam maupun kematangan ilmu. Bahkan peningkatan level mereka sungguh 'mencengangkan' diri mereka sendiri. Ini terbukti nyata, saat mereka melepaskan pukulan jarak jauh mereka. Karena sebelum berlatih khusus, pukulan mereka hanya memiliki jangkauan kurang dari 10 meter. Kini bahkan rata-rata daya
"Bara, aku curiga pihak penyelenggara merencanakan sesuatu yang buruk, terhadap pertarungan perdanamu," ucap David serius. "Aku belum berpikir sampai ke situ David. Namun sebaiknya setelah kita kembali ke Jakarta besok, kita harus menyebar ke pos-pos misi kita semula," sahut Bara, seraya mengutarakan pendapatnya. "Benar Mas Bara. Dan sebaiknya aku secepatnya berangkat ke posko pengintaian kediaman jendral Graito di Bandung. Hatiku belum tenang jika belum berbicara dengan Paman Drajat di sana. Aku akan mencuri kesempatan, untuk bertemu dan bicara dengannya," ucap Dimas tegas. Mengutarakan keinginan yang sudah dipendamnya, sejak sebelum keberangkatan mereka ke Sukabumi. "Baiklah Mas Dimas. Tapi berhati-hatilah di sana ya. Karena kita tak tahu siapa saja lawan yang berada di sana, selain yang sudah di kabarkan oleh Sandi," ujar Bara mengingatkan. "Hati-hati disana ya Mas Dimas," ucap Marsha tersenyum lembut. "Baik Mas Bara, Marsha. Aku akan bertindak dengan hati-hati." "Hei..hei
"Freedy..! Besok saja kau beritahu Bara akan jadwal pertarungan hiburan itu. Semakin mendesak waktu bagi Bara, maka itu akan semakin baik. Hahahaa..!" perintah sang Jendral pada Freedy. "Baik Jendral..!" sahut Freedy. *** Keesokkan harinya, rombongan Bara dan para sahabatnya kembali menuju Jakarta. Hanya Sandi yang tak ikut saat itu. Karena dia masih ingin menemui ibunya terlebih dahulu selama beberapa hari. Sebelum menyusul ke kediaman Bara. Akhirnya setiba di Jakarta, mereka pun berpencar kembali ke kediaman masing-masing. Hanya Gatot yang langsung ikut ke kediaman Bara. Ya, mereka semua memang perlu melepas rasa penat sejenak. Setelah berlatih habis-habisan selama sebulan itu. Bara sedang melihat motor HD VR1000nya di garasi belakang rumah, saat dering ponselnya berbunyi. Tuttt ... Tutt ...Tutt.!Klik.! "Ya Freedy." 'Akhirnya kau menghubungiku juga', gumam bathin Bara. "Bara, bagaimana liburan panjangmu..? Hehe." "Baik. Katakan saja Freedy, ada kabar apa soal kompetisi
"Bara, aku lupa menginfokan pada kalian. Di belakang kediaman jendral Graito, ada sebuah rumah berukuran sedang. Di sanalah pelatih pasukkan Harimau Besi tinggal. Bukankah itu yang dimaksud Mas Dimas sebagai Paman Drajat si Tapak Es..?" tanya Sandi, yang memang belum pernah bertemu Drajat. Padahal Drajat ternyata juga adalah sahabat mendiang ayahnya, Prana. "Baik Sandi, terimakasih sekali atas info penting ini. Kami memang sedang mencari lokasi Paman Drajat berada, di kediaman Graito." "Syukurlah Bara. Hanya itu info yang bisa kuberikan pada kalian. Disamping itu, mereka juga memiliki sebuah helikopter besar, yang mampu mengangkut semua pasukkan Harimau Hitam ke dalamnya," ucap Sandi lagi. "Ya benar Sandi. Baru saja kami melihat helikopter angkut itu. Mas Dimas bilang itu adalah helikopter Mil Mi-17 buatan Rusia, yang mampu menampung seluruh Pasukkan Harimau Besi di dalamnya," sahut Bara menanggapi. "Luar biasa..! Pasti harga helikopter itu bernilai puluhan juta dolar Amerika Bar
Di ruang tamu villa, nampak berkumpul Bara serta para sahabatnya. Sementara Leonard juga di dampingi 2 orang kepercayaannya, Jason dan Tommy. Mereka berbicara akrab dan hangat saat itu. Seperti tak pernah ada permusuhan di antara mereka. "Leonard. Terimakasih atas kesediaanmu mengantar sendiri pesanan kami," ucap Bara tersenyum. "Sama-sama Bara, aku senang bisa bersahabat dengan kalian semua. O ya, Marsha titip salam buat kalian semua. Tadinya dia memaksa ikut, namun dilarang keras sama Ibuku," ujar Leonard menyampaikan. "Ahh. Bagaimana kabar Marsha di sana Leonard..? Kapan kalian menikah..?" tanya Dimas. Dia memang sudah mulai bisa menerima kenyataan pahit itu. Ya, Dimas sudah belajar menghilangkan kebencian di hatinya pada Leonard. Dia sadar, kepentingan bersama para sahabatnya lebih utama, dibanding perasaan pribadinya. Namun tentu saja hal itu masih meninggalkan 'bekas mendalam' di hatinya. Hal yang berdampak pada dinginnya hati Dimas terhadap wanita. Dimas merasa sudah t
"Ahh..! Aku datang untuk mengantarkan dompet tanganmu yang tertinggal di dalam mobilku semalam Dewi," seru Dimas agak terpana melihat kecantikkan Dewi, seraya menyerahkan dompet itu pada Dewi. 'Tak kusangka di pagi hari kau malah semakin nampak cantik Dewi', batin Dimas mengakui. "Wah..! Terimakasih Mas Dimas, pantas Dewi cari-cari di tas semalam tak ketemu. Masuk dulu Mas Dimas ya," seru Dewi senang, dia pun membuka lebar pintu rumahnya mempersilahkan Dimas masuk. "Baiklah Dewi, tapi aku tak bisa lama-lama ya. Para sahabat menanti di rumah Mas Bara," sahut Dimas, seraya duduk di kursi tamu rumah. 'Mas Dimas pasti kurang tidur semalam', bathin Dewi, saat melihat mata Dimas yang terlihat cekung dan lelah."Mas Dimas, Dewi ucapkan terimakasih atas pertolongan Mas semalam, dan juga antaran dompet Dewi ya," ucap Dewi tersenyum. "Bukan apa-apa Dewi. Aku hanya kebetulan saja sedang berada di lokasi kejadian," sahut Dimas. Jujur saja Dimas agak jengah juga, karena Dewi menatapnya den
"Bagaimana hasil pengamatan kalian terhadap rumah Bara cs, Pandu..?" "Bersih di sana Paman Jendral, tak ada helikopter maupun orang-orang kita yang hilang di sana. Kami juga sudah memberi peringatan pada kediaman Bara, yang dijadikan markas oleh mereka itu paman," sahut Pandu apa adanya. "Hmm. Kau beri peringatan apa pada mereka Pandu..?" tanya sang Jendral penasaran. "Pandu melepaskan pukulan level ke 4 aji 'Singa Langit' pada kediaman mereka paman Jendral, namun Bara berhasil menangkis pukulan Pandu itu di udara. Dan dari situ ada kabar mengejutkan buat kita Paman Jendral," sahut Pandu, berhenti sejenak dari ucapannya. "Katakan cepat kabar itu Pandu..! Jangan sepotong-potong memberikan informasi padaku..!" sentak sang Jendral, yang menjadi gemas dan penasaran dengan penuturan Pandu. "Paman Jendral, dari beradunya pukulan Pandu dan pemuda bernama Bara itu, maka Pandu jadi yakin, jika saat ini Paman Drajat si 'Tapak Es' ada bersama mereka. Karena energi yang dilepaskan Bara te
Sementara itu, Dimas telah tiba di garasi kediamannya, Dimas bermaksud hendak langsung masuk ke kamarnya, dan menyendiri di sana. Namun saat dia turun dari mobilnya, dan hendak menutup kembali pintu mobil. "Ahh..!" Dimas berseru kaget, saat mendapati sebuah dompet tangan tergeletak di kursi sebelah kemudi. Dan Dimas langsung saja berpikir, jika dompet itu pasti dompet milik Dewi yang tertinggal. 'Biarlah besok saja kuantarkan ke rumahnya sekalian ke rumah Mas Bara', bathinnya. Dia tak hendak membawa dompet itu masuk ke dalam rumah. Maka disimpannya dompet milik Dewi itu di laci mobil. Lalu Dimas pun bergegas keluar dari garasi, menuju ke dalam kamarnya di lantai atas. Ya, hari itu adalah hari paling kelabu di hati Dimas. Di dalam kamar pun, Dimas tak bisa berhenti berpikir tentang Marsha. Hati dan pikirannya seolah terus 'terparkir' pada sosok wanita, yang memang sangat spesial di hatinya itu. Sungguh hal yang sangat 'menguras' energi Dimas. Sulit baginya saat itu, untuk fok
"Maaf Mas Bara dan semuanya. Sepertinya malam ini aku ingin pulang dulu, sekalian mengantarkan Dewi. Dia baru saja lolos dari aksi kejahatan di jalan. Kebetulan aku ada di dekat situ, usai dari warung bang Madi. Karena tinggalnya di Lenteng Agung, maka aku sekalian akan mengantarkannya pulang," ujar Dimas. Menjelaskan sekaligus menjawab tanda tanya di benak semua sahabatnya, tentang siapa wanita yang bersamanya itu. "Maaf Mas Dimas dan semuanya. Dewi jadi merepotkan dan mengganggu acara kalian," Dewi berkata dengan senyum jengah, dan wajah merasa bersalah. "Tak apa Dewi, namanya juga kejadian tak terduga. Silahkan Mas Dimas, besok main lagi ke sini kan Mas..?" sahut Bara, seraya bertanya pada Dimas. "Semoga Mas Bara, mari semuanya," sahut Dimas tersenyum, seraya beranjak menuju mobilnya. Tinn.. Tiinn..! Dimas membunyikan klakson mobilnya, saat hendak keluar dari rumah Bara. Hal yang disambut lambaian tangan dari para sahabatnya. Akhirnya mobilnya meluncur di atas jalan raya
"Itu bukan urusanmu..! Minggirr..!!" sentak orang itu, seraya menepis kasar tangan Dimas yang menahannya. Dagh..! Namun betapa terkejutnya orang itu. Karena saat menepis tangan Dimas, tangannya bagai menghantam besi baja. "Akhs..!" seru kesakitan lelaki sangar itu, dengan wajah meringis. Spontan tangannya terasa sakit dan kesemutan, sedangkan tangan Dimas masih pada posisinya di depan dadanya. "Bangsat..! Kau mau bermain-main dengan kami rupanya..!" seru orang itu emosi. Dan temannya yang sejak tadi hanya diam, dan mengamati di sebelahnya mulai ikut merangsek maju. Seth..! Seth..! Slaakh..!! Bagai dikomando, kedua orang itu secara serentak dan cepat menghunus pisau lipat mereka."Aduhh..! Awas Mas ..!!" teriak si wanita, yang panik dan ketakutan. Tentu saja dia menjadi cemas, melihat kedua orang yang memburu dirinya itu menghunus pisau, untuk mengeroyok pemuda penolongnya. Pisau di kedua tangan orang itu, dimainkan dengan cepat bergerak ke kiri dan ke kanan. Bagai hendak mem
Tinn.. Tiinn..! Menjelang senja, mobil yang dikendarai David pun tiba di kediaman Bara. Dimas, Sandi, dan David, turun dari mobil dan langsung hendak menuju teras rumah. Di mana Bara dan Gatot telah menanti mereka. Namun setelah turun, langkah Dimas malah langsung menuju ke warung kopi 24 jam milik bang Madi. Yang berada diseberang rumah Bara. "Kalian duluanlah, aku hendak ngopi sejenak di warung seberang," ucap Dimas, pada David dan Sandi. Lalu Dimas kembali balik badan, meneruskan langkahnya ke warung bang Madi. "Mas ... " Sandi urung meneruskan ucapannya."Ssssttt. Sudahlah Sandi, sepertinya dia baru mengalami pukulan berat," bisik David, seraya menepuk dan menggelengkan kepalanya pada Sandi. Sandi pun akhirnya terdiam dengan wajah bingung, menuruti saran dari David. Sementara Bara yang melihat hal itu dari kejauhan, dia pun langsung menangkap makna dari sikap Dimas. Yang langsung berjalan ke warung seberang, tanpa menoleh padanya dan Gatot. Di tatapnya tubuh Dimas yang n
Nampak helikopter itu agak oleng, akibat pengaruh getar energi yang dikeluarkan oleh Pandu. Di saat yang sama, Bara dan Gatot telah berada di luar kediaman Bara. Mereka berdua segera memandang ke arah atas rumah, dan sontak mereka terkejut sekaligus bersiap melepaskan pukulan jarak jauh mereka. Karena mereka melihat sebuah helikopter dengan ketinggian hanya sekitar 25 meter di atas kediaman Bara! Nampak di dalam helikopter itu, sesosok pemuda yang tengah bersiap memukul ke arah kediaman Bara. "Hajar saja kediamannya, Pandu..!" teriak Denta. Saat dia juga melihat Bara dan seorang temannya telah bersiap melepas pukulan jarak jauh dari bawah. Denta berspekulasi, tentunya Bara akan melindungi kediamannya lebih dulu, dari terjangan pukulan jarak jauh yang dilepaskan Pandu. "Hiyaahh.!!" Wuursshk..!! Dengan diiringi teriakkan kerasnya, Pandu melontarkan pukulannya tanpa ragu ke arah kediaman Bara. Seberkas cahaya merah keemasan melesat cepat, menuju ke atap rumah Bara. "Gatot kau p
Tuttt ... Tuttt ... Tuttt.!"Hahh..! Marsha..?!" seru Dimas terkejut bukan main, saat dilihatnya nomor Marsha tertera di layar ponselnya. Saat itu dia masih berada di halaman vila markas yang baru saja dibelinya. Klik.! "Ya Marsha ...?! " sahut Dimas, penuh rasa rindu dan kecemasan. "Mas Dimas, Marsha saat ini berada di kediaman Leonard di Washington. Marsha baik-baik saja disini Mas Dimas," ucap Marsha serak. Dia tahu Dimas sangat mencemaskan dirinya. "Syukurlah Marsha. Tenanglah, sesegera mungkin aku akan menjemputmu pulang ke Indonesia. Aku sedang mempersiapkan visa untuk ke sana bersama Mas Bara," ucap Dimas, ingin menenangkan Marsha disana. "Maaf Mas Dimas, sepertinya itu tak perlu Mas lakukan. Karena Marsha disini sudah berkomitmen dengan Leonard. Hal ini benar-benar diluar dugaan Marsha Mas Dimas," ucap Marsha penuh rasa sesal. Karena mau tak mau, dia harus mengatakan hal yang pasti menyakitkan hati Dimas. "Apa maksudmu Marsha..?! Komitmen dengan Leonard..?" Dimas ber