"Baik Jendral..!" sahut Denta, seraya membuka laptop yang sudah tersedia di meja teras. Ya, Denta dan sang Jendral memang sudah mempersiapkan hal itu sebelumnya. Demi untuk meyakinkan Drajat. Bahwa Bara memang pewaris dan cucu dari panglima Naga Emas, orang yang sangat dihormatinya. Dan mereka pun menyaksikan pertarungan final level area semalam di teras itu. "Gilaa..!! Pukulan Kilat Naga Emas level 4..! Kalian benar, dia pasti sudah memiliki 'Mustika Naga Emas' dalam dirinya. Tapi aku tak gentar..! Dia harus membayar kedurhakaan dan pembunuhan yang dilakukannya..! Haruss..!" Drajat terkejut, melihat pukulan yang sangat dikenalnya itu di pergunakan oleh Bara, untuk menghabisi lawannya. Namun dia malah semakin bertekad menghentikan langkah Bara, yang dianggapnya cucu durhaka dan pembunuh itu. Sekilas nampak Denta dan sang Jendral saling lirik dengan mata penuh kemenangan dan kepuasan. Ya, karena mereka merasa telah sukses 'memperdaya' Drajat si Tapak Es, untuk masuk da
Kedua sosok yang sama-sama melesat dengan kecepatan tinggi itu, hampir bertabrakkan di tengah halaman rumah Bara. Sontak kedua sosok itu melesat turun menjejak bumi. Taph.! Taph..! "Hmm. Disini kau rupanya Bara..!" seru Angga kaget dan geram. Kedua tangannya masih memondong Resti, yang kini nampak berusaha meronta dari pondongan Angga. "Sungguh memalukan menculik seorang wanita di siang bolong begini..! Siapa kau..?!" seru Bara, sepasang matanya mulai berkilat merah menatap Angga. "Mas Bara..!" seru Resti terkejut namun gembira, melihat kekasihnya datang menghadang penculik dirinya itu. Angga juga menatap tajam penuh intimidasi pada Bara, kedua matanya mencorong kuning membara bak mata harimau. Tanpa sadar dia melepas Resti dari pondongan kedua tangannya. Resti pun segera menjauh kembali ke teras rumah, dan menyaksikan mereka dari sana. Tampak kedua tangan Angga berkilau keperakkan dan menyilaukan mata, dia siap melepaskan aji 'Guntur Harimau Besi' level 4nya. Ya, Angga in
"Apakah kalian melihatnya tadi..? Pukulan yang dilepaskan Bara kali ini bahkan lebih dahsyat, dibandingkan pukulan yang dilepaskannya semalam," ujar David takjub. "Kau benar David. Bahkan getarannya bisa membuatku yang sedang bersama Sandi di belakang rumah terasa bergoyang..! Dahsyat sekali power Bara dan lawannya itu," sahut Gatot, menimpali ucapan David. "Yang jadi pertanyaanku adalah. Siapa sesungguhnya pemuda yang melawan Bara tadi..? Kemampuannya juga sungguh dahsyat, dan sepertinya dia tidak datang sendiri tadi," timpal Sandi, menyatakan keheranannya. "Silahkan kopi dan teh manisnya ya semua," ucap bi Ijah yang datang menghantarkan nampan berisi segelas kopi dan tiga gelas teh manis hangat. Ya, Bi Ijah mengetahui kalau Gatot suka ngopi, karena dia adalah perokok. "Wah terimakasih bi Ijah. O iya, tadi Resti membeli buah pear sweet. Biar Resti sediakan buat kalian ya," ucap Resti seraya beranjak, menuju ke belakang bersama bi Ijah. "Salam, permisi Abang semua," sapa seseo
'Power Angga yang begitu dahsyat saja masih kalah oleh Bara. Sungguh mengerikkan kau Bara yang ganteng', bathin Freedy gentar pada Bara. Tadi dia jelas melihat Bara masih berdiri di tempatnya setelah benturan dahsyat pukulannya dengan Angga, sementara Angga sendiri terhempas melayang tak sadarkan diri. Dan sudah pasti Angga akan celaka, bila tak di tolong oleh Leonard. Dari hal ini saja Freedy bisa menilai, bahwa 'power' Bara berada di atas power Angga.Seraya mengemudi Freedy menghubungi ayahnya,Tuttt ... Tuttt ... Tuttt.!Klikh! "Ya, Freedy.""Ayah, saat ini Angga terluka dalam cukup parah, akibat bentrok dengan Bara. Apa yang harus kulakukan Ayah..?""Di mana posisimu sekarang Freedy..?""Sebentar lagi aku sampai di Senopati Ayah.""Baik tetaplah di sana."Klik.!Denta menutup panggilan putranya."Drajat! Ada sesuatu yang harus kulaporkan pada Jendral. Aku ke dalam dulu," ucap Denta pada Drajat, yang saat itu berada di rumah khusus yang disediakan sang Jendral untuk Drajat. Ru
"Benar David..! Sekarang saatnya kita mulai bergerak. Yang terpenting adalah mendapatkan kunci gelang khusus kita terlebih dahulu. Setelah itu kita akan coba mencari 'titik-titik' basis kekuatan mereka dan hancurkan..! Saat ini aku sudah yakin si 'Harimau Besi' sendirilah dalang dari semua ini! Seperti yang juga diperkirakan oleh Mas Dimas," ujar Bara, sepasang matanya kini nampak telah kembali seperti biasa. "Mas Bara, sebaiknya Mas istirahat dulu dua tiga hari, untuk memulihkan diri ya," ujar lembut Resti, yang masih khawatir dengan kondisi kekasihnya itu. "Iya Resti. Mas akan tinggal saja di rumah dalam 2-3 hari ini," sahut Bara tersenyum pada Resti. Dia bisa merasakan kecemasan kekasihnya itu. "Benar Bara. Sebaiknya kau memang harus memulihkan dulu energimu. Soal pencarian kunci gelang khususmu itu, biar nanti aku dan Brian yang mengurusnya," ucap Gatot menyatakan kesediaannya. "Baik Gatot. Tapi lebih baik kau bawalah sekalian pemegang kunci gelang khusus itu hidup-hidup.
"Hoekkss..! Hoeks..! Hoekssh..!" Tiga kali Angga muntahkan gumpalan darah hitam sebesar bola pingpong ke atas ranjang. Nampak sprei ranjang terlihat basah dan penuh dengan bercak darah, di sekitar tiga gumpalan darah yang menghitam itu. Tubuh Angga serasa lemas bagai terlolosi tulang belulangnya. Namun di sisi lain, Angga merasakan dadanya menjadi lebih lega daripada sebelumnya. Dan perlahan, wajah Angga berangsur-angsur segar dan memerah kembali.Sang Jendral akhirnya menarik kembali kedua telapak tangannya, dari belakang tubuh Angga. Nampak keringat sebuliran jagung membasahi wajah sang Jendral. Ya, pengerahan hawa murni yang baru dilakukannya, memang sangat menguras energinya. Sang Jendral juga merasa sangat lemas dan seperti kehabisan tenaga."Kalian masuklah..!" seru sang Jendral pada orang-orang diluar kamar. Yang saat itu masih penasaran menunggu, apa yang telah dilakukan sang Jendral pada Angga.Klek! "Ahh! Angga kau sudah sadar..!" seru gembira Leonard langsung terdeng
"Aduhh..! Mas Bara..! Bagaimana ini Mas Dimas..?! Marsha benar-benar ingin ke sana sekarang..!" seru Marsha terdengar panik dan cemas sekali. "Aku malah sudah siap berangkat saat ini, Marsha," ucap Dimas. Benak Marsha pun semakin kalut, dia merasa harus melihat keadaan Bara apa pun yang terjadi. Dia sudah tak peduli lagi, hal yang terjadi nanti di sana. Saat sebuah ide melintas di benaknya. "Ahh..! Mas Dimas. Bisakah Marsha minta tolong pada kebesaran hati Mas..?" tanya Marsha dengan suara pelan. "Pasti aku akan membantumu Marsha. Katakan saja apa itu..?" tanya lembut Dimas. "Begini Mas Dimas. Untuk menghilangkan kecurigaan dan kecemburuan Resti padaku. M-maukah Mas Dimas berpura-pura menjadi kekasih Marsha bila di depan Resti..?" tanya Marsha hati-hati, dia tak ingin menyinggung perasaan Dimas. Ya, Marsha takut Dimas menjadi marah padanya, dan menganggapnya mempermainkan perasaannya. Terlebih dia tahu Dimas mencintainya. "Marsha, itu tak masalah bagiku sama sekali.
"Ada apa sih ramai sekali..?!" seru Resti yang datang belakangan. Dan saat matanya menangkap pasangan Dimas dan Marsha yang tampak mesra. Sepasang mata Resti pun terbelalak kaget. "Ka-kalian ... ! Wah selamat ya Mas Dimas, Mbak Marsha," seru Resti gugup, lalu langsung mengucapkan selamat pada Dimas dan Marsha. Luruh sudah kini rasa curiga dan kecemburuannya terhadap Marsha. Ya, selama ini Resti memang belum bisa menerima, dan mentolerir dengan alasan apapun. Soal kedekatan Marsha dengan Bara kekasihnya. Karena bagi Resti adalah omong kosong! Jika ada seseorang yang mencintai, tapi rela tak memiliki orang yang dicintainya. Itu sangat 'tak masuk akal' bagi Resti. Dan Resti menganggap, hal itu hanya ada dalam dongeng belaka. Dan kini melihat Dimas bisa menjadi kekasih Marsha, maka inilah hal yang masuk akal menurutnya. Padahal andai Resti tahu 'sandiwara' yang sebenarnya terjadi, dia pasti akan kembali menyatakan 'drama' itu tak masuk akal..! Namun faktanya toh nyata terjadi
Resti dan Revina kini juga langsung menuju ke vila, jika hendak bertemu dengan kekasih mereka. Bahkan saat ini pun mereka tengah dalam perjalanan menuju ke vila, yang menjadi markas baru Bara cs. Jujur saja mereka kini merasa lebih nyaman, dengan kepindahan markas kekasih mereka. Karena sudah tak ada rasa was-was lagi, akan di datangi oleh pihak Graito cs. Dan tentu saja suasana puncak yang sejuk dan hijau, sangat membuat mereka betah berlama-lama di sana. Mereka berdua mendapat tugas membawakan suplai logistik makanan, dan juga keperluan vila setiap minggunya.Tentu saja Dimas memberi mereka anggaran yang cukup untuk itu. Dengan mengendarai Fortuner milik Resti yang bagian belakangnya penuh dengan logistik, mereka melaju dan hampir sampai di markas. Disamping hal tersebut, Marsha juga telah menghubungi pak Nala dan bi Tarni, untuk menanyakan kesediaan pak Nala dan bi Tarni bekerja menjadi supir dan asisten di markas baru Bara cs. Keduanya langsung menjawab bersedia, mengingat k
Di ruang tamu villa, nampak berkumpul Bara serta para sahabatnya. Sementara Leonard juga di dampingi 2 orang kepercayaannya, Jason dan Tommy. Mereka berbicara akrab dan hangat saat itu. Seperti tak pernah ada permusuhan di antara mereka. "Leonard. Terimakasih atas kesediaanmu mengantar sendiri pesanan kami," ucap Bara tersenyum. "Sama-sama Bara, aku senang bisa bersahabat dengan kalian semua. O ya, Marsha titip salam buat kalian semua. Tadinya dia memaksa ikut, namun dilarang keras sama Ibuku," ujar Leonard menyampaikan. "Ahh. Bagaimana kabar Marsha di sana Leonard..? Kapan kalian menikah..?" tanya Dimas. Dia memang sudah mulai bisa menerima kenyataan pahit itu. Ya, Dimas sudah belajar menghilangkan kebencian di hatinya pada Leonard. Dia sadar, kepentingan bersama para sahabatnya lebih utama, dibanding perasaan pribadinya. Namun tentu saja hal itu masih meninggalkan 'bekas mendalam' di hatinya. Hal yang berdampak pada dinginnya hati Dimas terhadap wanita. Dimas merasa sudah t
"Ahh..! Aku datang untuk mengantarkan dompet tanganmu yang tertinggal di dalam mobilku semalam Dewi," seru Dimas agak terpana melihat kecantikkan Dewi, seraya menyerahkan dompet itu pada Dewi. 'Tak kusangka di pagi hari kau malah semakin nampak cantik Dewi', batin Dimas mengakui. "Wah..! Terimakasih Mas Dimas, pantas Dewi cari-cari di tas semalam tak ketemu. Masuk dulu Mas Dimas ya," seru Dewi senang, dia pun membuka lebar pintu rumahnya mempersilahkan Dimas masuk. "Baiklah Dewi, tapi aku tak bisa lama-lama ya. Para sahabat menanti di rumah Mas Bara," sahut Dimas, seraya duduk di kursi tamu rumah. 'Mas Dimas pasti kurang tidur semalam', bathin Dewi, saat melihat mata Dimas yang terlihat cekung dan lelah."Mas Dimas, Dewi ucapkan terimakasih atas pertolongan Mas semalam, dan juga antaran dompet Dewi ya," ucap Dewi tersenyum. "Bukan apa-apa Dewi. Aku hanya kebetulan saja sedang berada di lokasi kejadian," sahut Dimas. Jujur saja Dimas agak jengah juga, karena Dewi menatapnya den
"Bagaimana hasil pengamatan kalian terhadap rumah Bara cs, Pandu..?" "Bersih di sana Paman Jendral, tak ada helikopter maupun orang-orang kita yang hilang di sana. Kami juga sudah memberi peringatan pada kediaman Bara, yang dijadikan markas oleh mereka itu paman," sahut Pandu apa adanya. "Hmm. Kau beri peringatan apa pada mereka Pandu..?" tanya sang Jendral penasaran. "Pandu melepaskan pukulan level ke 4 aji 'Singa Langit' pada kediaman mereka paman Jendral, namun Bara berhasil menangkis pukulan Pandu itu di udara. Dan dari situ ada kabar mengejutkan buat kita Paman Jendral," sahut Pandu, berhenti sejenak dari ucapannya. "Katakan cepat kabar itu Pandu..! Jangan sepotong-potong memberikan informasi padaku..!" sentak sang Jendral, yang menjadi gemas dan penasaran dengan penuturan Pandu. "Paman Jendral, dari beradunya pukulan Pandu dan pemuda bernama Bara itu, maka Pandu jadi yakin, jika saat ini Paman Drajat si 'Tapak Es' ada bersama mereka. Karena energi yang dilepaskan Bara te
Sementara itu, Dimas telah tiba di garasi kediamannya, Dimas bermaksud hendak langsung masuk ke kamarnya, dan menyendiri di sana. Namun saat dia turun dari mobilnya, dan hendak menutup kembali pintu mobil. "Ahh..!" Dimas berseru kaget, saat mendapati sebuah dompet tangan tergeletak di kursi sebelah kemudi. Dan Dimas langsung saja berpikir, jika dompet itu pasti dompet milik Dewi yang tertinggal. 'Biarlah besok saja kuantarkan ke rumahnya sekalian ke rumah Mas Bara', bathinnya. Dia tak hendak membawa dompet itu masuk ke dalam rumah. Maka disimpannya dompet milik Dewi itu di laci mobil. Lalu Dimas pun bergegas keluar dari garasi, menuju ke dalam kamarnya di lantai atas. Ya, hari itu adalah hari paling kelabu di hati Dimas. Di dalam kamar pun, Dimas tak bisa berhenti berpikir tentang Marsha. Hati dan pikirannya seolah terus 'terparkir' pada sosok wanita, yang memang sangat spesial di hatinya itu. Sungguh hal yang sangat 'menguras' energi Dimas. Sulit baginya saat itu, untuk fok
"Maaf Mas Bara dan semuanya. Sepertinya malam ini aku ingin pulang dulu, sekalian mengantarkan Dewi. Dia baru saja lolos dari aksi kejahatan di jalan. Kebetulan aku ada di dekat situ, usai dari warung bang Madi. Karena tinggalnya di Lenteng Agung, maka aku sekalian akan mengantarkannya pulang," ujar Dimas. Menjelaskan sekaligus menjawab tanda tanya di benak semua sahabatnya, tentang siapa wanita yang bersamanya itu. "Maaf Mas Dimas dan semuanya. Dewi jadi merepotkan dan mengganggu acara kalian," Dewi berkata dengan senyum jengah, dan wajah merasa bersalah. "Tak apa Dewi, namanya juga kejadian tak terduga. Silahkan Mas Dimas, besok main lagi ke sini kan Mas..?" sahut Bara, seraya bertanya pada Dimas. "Semoga Mas Bara, mari semuanya," sahut Dimas tersenyum, seraya beranjak menuju mobilnya. Tinn.. Tiinn..! Dimas membunyikan klakson mobilnya, saat hendak keluar dari rumah Bara. Hal yang disambut lambaian tangan dari para sahabatnya. Akhirnya mobilnya meluncur di atas jalan raya
"Itu bukan urusanmu..! Minggirr..!!" sentak orang itu, seraya menepis kasar tangan Dimas yang menahannya. Dagh..! Namun betapa terkejutnya orang itu. Karena saat menepis tangan Dimas, tangannya bagai menghantam besi baja. "Akhs..!" seru kesakitan lelaki sangar itu, dengan wajah meringis. Spontan tangannya terasa sakit dan kesemutan, sedangkan tangan Dimas masih pada posisinya di depan dadanya. "Bangsat..! Kau mau bermain-main dengan kami rupanya..!" seru orang itu emosi. Dan temannya yang sejak tadi hanya diam, dan mengamati di sebelahnya mulai ikut merangsek maju. Seth..! Seth..! Slaakh..!! Bagai dikomando, kedua orang itu secara serentak dan cepat menghunus pisau lipat mereka."Aduhh..! Awas Mas ..!!" teriak si wanita, yang panik dan ketakutan. Tentu saja dia menjadi cemas, melihat kedua orang yang memburu dirinya itu menghunus pisau, untuk mengeroyok pemuda penolongnya. Pisau di kedua tangan orang itu, dimainkan dengan cepat bergerak ke kiri dan ke kanan. Bagai hendak mem
Tinn.. Tiinn..! Menjelang senja, mobil yang dikendarai David pun tiba di kediaman Bara. Dimas, Sandi, dan David, turun dari mobil dan langsung hendak menuju teras rumah. Di mana Bara dan Gatot telah menanti mereka. Namun setelah turun, langkah Dimas malah langsung menuju ke warung kopi 24 jam milik bang Madi. Yang berada diseberang rumah Bara. "Kalian duluanlah, aku hendak ngopi sejenak di warung seberang," ucap Dimas, pada David dan Sandi. Lalu Dimas kembali balik badan, meneruskan langkahnya ke warung bang Madi. "Mas ... " Sandi urung meneruskan ucapannya."Ssssttt. Sudahlah Sandi, sepertinya dia baru mengalami pukulan berat," bisik David, seraya menepuk dan menggelengkan kepalanya pada Sandi. Sandi pun akhirnya terdiam dengan wajah bingung, menuruti saran dari David. Sementara Bara yang melihat hal itu dari kejauhan, dia pun langsung menangkap makna dari sikap Dimas. Yang langsung berjalan ke warung seberang, tanpa menoleh padanya dan Gatot. Di tatapnya tubuh Dimas yang n
Nampak helikopter itu agak oleng, akibat pengaruh getar energi yang dikeluarkan oleh Pandu. Di saat yang sama, Bara dan Gatot telah berada di luar kediaman Bara. Mereka berdua segera memandang ke arah atas rumah, dan sontak mereka terkejut sekaligus bersiap melepaskan pukulan jarak jauh mereka. Karena mereka melihat sebuah helikopter dengan ketinggian hanya sekitar 25 meter di atas kediaman Bara! Nampak di dalam helikopter itu, sesosok pemuda yang tengah bersiap memukul ke arah kediaman Bara. "Hajar saja kediamannya, Pandu..!" teriak Denta. Saat dia juga melihat Bara dan seorang temannya telah bersiap melepas pukulan jarak jauh dari bawah. Denta berspekulasi, tentunya Bara akan melindungi kediamannya lebih dulu, dari terjangan pukulan jarak jauh yang dilepaskan Pandu. "Hiyaahh.!!" Wuursshk..!! Dengan diiringi teriakkan kerasnya, Pandu melontarkan pukulannya tanpa ragu ke arah kediaman Bara. Seberkas cahaya merah keemasan melesat cepat, menuju ke atap rumah Bara. "Gatot kau p