Mirisnya pihak setempat tidak mengusut kejadian itu, malah membakar habis perkampungan dengan dalih khawatir penyakit tersebut menularkannya kepada orang lain.
Tawa kemenangan keluar dari mulut Pak Dodo dan Bu Astuti akhirnya malah membangun rumah-rumah kontrakan di atas mayat-mayat yang telah menyatu dengan tanah perkampungan.
Namun, keanehan terjadi. Kandungan Bu Astuti yang sudah mencapai bulannya tidak menunjukkan tanda-tanda melahirkan. Membuat tubuh wanita itu semakin kurus dan pucat.
"Pak, aku, kok, belum melahirkan, ya?" ucap Bu Astuti yang berbaring lemah di atas ranjang.
Pak Dodo terdiam sesaat memikirkan kondisi istrinya. Dia jadi teringat pada patung Sang Junjungan yang terletak di bangunan tua dekat hutan. Sehingga senja berangkatlah dia ke sana, menyembah patung itu lalu tidur di atas altar penuh darah mengering. Antara sadar dan tidak, petunjuk diberikan Sang Junjungan agar ist
"Hahahaha, sudah jangan banyak berpikir, Do. Ikuti saya!" Pria tersebut memberi kode kepada Pak Dodo agar mengikuti langkahnya ke belakang perusahaan. Bagai seorang budak kepada tuannya, Pak Dodo berjalan di belakang pria tersebut. "Masuklah, Do! Jika kamu mampu memberinya kesenangan, kamu akan mendapatkan yang diinginkan, tetapi jika tidak, bersiaplah dengan sesuatu mengerikan." Gegas, pria itu mendorong tubuh Pak Dodo dalam suatu ruangan yang terdapat patung seram serta simbol-simbol aneh. Tiba-tiba ruangan menjadi tampak sangat indah, saat terdengar alunan musik klasik serta aroma bunga. Entah datang dari mana, seorang wanita muda, cantik, serta seksi berpakaian tipis menggoda, menghampiri Pak Dodo yang terpesona. Tampak menunggu lama, Pak Dodo yang haus belaian wanita langsung mencumbu dengan ganas. Rasa cinta pada istrinya sedikit terlupakan. Kali ini hawa nafsu lebih meng
Sampailah Pak Dodo di sebuah rumah mewah, tempat dulu dia bekerja. Kemudian dengan mengandalkan kesaktian yang diberikan Sang Junjungan, Pak Dodo masuk ke rumah tersebut tanpa diketahui dan disadari siapa pun. Dengan gerakan cepat, Pak Dodo membantai habis semua penghuni rumah tersebut. Jenasah mereka diperlakukan bak binatang, bahkan si tuan rumah serta adiknya yang pernah memfitnah Bu Astuti hancur dicincang. Darahnya ditampung Pak Dodo di dalam sebuah wadah, setelah puas menuntaskan semuanya dia pun pulang. Di rumah Bu Astuti menunggu dengan sabar. "Bu, Ibu!" Pak Dodo langsung mencari istrinya sesampainya di rumah. Bu Astuti menyambut dengan pandangan bertanya-tanya. "Itu, apa, Pak?" tanya Bu Astuti penasaran sambil melihat ke wadah yang dibawa Pak Dodo. "Ini pelancar agar kamu cepat melahirkan, Bu. Cepat mandi dengan ini!" Pak D
Di lain tempat Adi terus berusaha mencari petunjuk tentang Sumi. "Mana, Mas? tanya Adi saat bertemu Mas Gondo yang menurutnya sengaja menghindar."Opo, Di?""Ampun, deh! Nomor teleponnya Retno!" Sedikit keras Adi berbicara karena kesal."Oalah, Di. Sebentar." Mas Gondo mengambil secarik kertas bertuliskan nomor telepon."Terima kasih, Mas." Adi berlalu menuju ruang administrasi, di sana karyawan boleh mempergunakan fasilitas telepon sedangkan Mas Gondo segera menuju parkiran.Adi menekan tombol sesuai dengan nomor yang diberikan Mas Gondo, tetapi tak ada jawaban di ujung sana. Hanya nada panggilan, membuatnya berprasangka buruk bahwa Mas Gondo memberi nomor yang salah, walau begitu Adi terus berusaha hingga suara perempuan menyapa.[ Halo, cari siapa?][ Bu Retnonya, ada?][ Bu Retno ke luar negeri, Pak. Ada apa, ya?
Sudah 6 bulan lewat, Adi baru mendapatkan beberapa tumbal. Otaknya pusing memikirkan itu semua. Di lain pihak dia ingin mencari Sumi, memperbaiki hubungan serta lepas dari jerat Sang Junjungan, tetapi di satu sisinya nafsu membunuh sekarang menguasai diri. "Mas Adi!" Baru saja Adi memarkirkan truknya di halaman rumah selepas bekerja, Pak Tejo memanggil. Di belakangnya seorang pria paruh baya serta wanita muda menggendong anaknya yang berusia sekitar lima tahun menuju Adi. "Iya, Pak." Adi menjawab ramah panggilan tersebut. "Ini, loh, Mas. Pak Joko, mau lihat rumah Mas Adi buat anaknya Siti." Pak Tejo menjelaskan perihal kedatangannya. "Oh, silahkan, tapi maaf masih berantakan saya sibuk kerja jadi belum sempat membereskan." Adi membukakan pintu rumah yang terkunci. "Bagus, besar. Tatanan ruangannya juga rapih." Pak Joko menatap ke seluruh ru
Adi melajukan kendaraannya dengan kecepatan tinggi saat melihat di kejauhan dari arah depan mobil sepasang muda-mudi itu menuju ke arahnya.Tampak pengemudi terlihat gugup di hadapannya sebuah truk besar siap menabrak, sehingga dia membanting stir ke samping padahal saat ini mereka ada di jembatan layang. Membuat mobil mewah itu menabrak tembok pembatas hingga hancur lalu meluncur menghantam jalanan di bawah sanaBoom!Suara mobil saat mendarat di jalan aspal terdengar sangat dahsyat. Tubuh kendaraan tersebut hancur, tentunya keadaan pengemudi serta penumpangnya lebih parah. Adi berlalu dari tempat itu saat melongok ke bawah rembesan darah segar tampak di antara puing-puing mobil dan reruntuhan tembok.Truk yang dikendarai Adi menuju ke pabrik. Seperti biasa ritual dilakukan, kemudian seiiring azan Subuh aktivitas tersebut usai. Raut kelelahan sangat terlihat di wajahnya. Menunggu pagi dia tidu
Rombongan Sang Pengabdi sampai di salah satu pantai yang terletak di ujung pulau Jawa bagian Barat. Mereka berjalan beriringan dengan dipimpin Pak Steven.Sampai di pinggir pantai, dari kejauhan terlihat rombongan lain yang membawa patung Sang Junjungan. Mata Adi terbelalak saat melihat seorang wanita cantik. Pernah dilihatnya di televisi keluar dari dalam patung lalu berjalan pelan menuju laut terbentang luas disambut ombak yang menari, menenggelamkannya.Pak Steven memberi tanda agar juga mengikutinya, melakukan gerakan-gerakan aneh diiringi rapalan mantra. Kemudian melakukan gerakan menyembah ke arah laut.Seiring suara debur ombak serta binatang malam, dari dalam laut muncul kembali wanita cantik tadi kemudian masuk kembali ke dalam patung yang diiringi teriakan-teriak
Adi segera mengambil langkah seribu, dia tak ingin mati konyol seperti Parman. Sebenarnya ada yang tidak diketahui Adi. Parman itu hanyalah salah satu pekerja di pabrik diambil acak untuk dijadikan tumbal, biasanya mereka adalah orang-orang awam tak mengetahui bahwa perusahaan tempat bekerja selalu mencari korban untuk Iblis sembahan."Hosh ... hosh ... hosh!" Napas yang tersengal-sengal membuat Adi menghentikan langkahnya. Dia meringkuk di samping pot besar tempat menanam bunga. Sementara aman sampai Adi bisa menguasai dirinya kembali untuk balik ke kamarnya.Akhirnya Adi bisa bernapas lega dapat kembali ke kamarnya dengan selamat. Setelah memastikan pintu dan jendela terkunci rapat, diapun bersembunyi di balik selimut tebal. Entah sampai kapan.Mata Adi tetap terjaga, kekhawatirannya teramat besar. Takut sewaktu-waktu orang tak dikenal masuk ke kamar lalu diseret menjadi santapan wanita menyeramkan yang dil
Semua menginginkan Sumi dan anaknya dengan berbagai tujuan. Tini berharap dapat menjadi pelindung bagi anak serta cucunya, keluarga Pak Dodo ingin mengikatnya sebagai menantu agar anak beranak itu dapat mendukung kejayaan keluarga karena Rizky mempunyai keistimewaan sedangkan Adi rasa bersalah karena melalaikan anak istri berusaha menebus serta memperbaiki hubungan, walau sempat terlintas ingin menjadikan Rizky sebagai penerus trah sekte sesat yang dikecimpunginya.Adi tak jenuh menelpon Retno, tetapi selalu jawaban yang sama didapatkannya. Wanita itu belum balik dari luar negeri. Merasa usahanya sia-sia membuatnya berpikir, teringat anaknya sakit. Pasti membutuhkan tenaga medis, sehingga Adi mulai mencari informasi kembali ke rumah sakit, di mana Sumi melahirkan.Wajah Adi tampak cerah, mendapatkan keterangan dari petugas bagian administrasi di rumah sakit, walau harus sedikit menggunakan kekerasan, mengancam dengan halus."Jadi anakku