Tangan Billy menyibak bagian bawah piyama merah itu. Rena menghentikan ciumannya, kemudian mencekal tangan Billy yang hampir saja sampai ke bagian intimnya.
"Ayo, kita tidur." Lirikan mata Rena menggoda.Billy mendengus kesal. "Kamu jahat sekali, Sayang.""Teganya...." Billy kehilangan kata-kata.Rena membelai kepala Billy dalam pelukannya. Setelah mengecup kening kekasihnya, ia kemudian mematikan lampu di samping ranjang.Sementara Rena sudah hampir tertidur lelap, Billy masih saja merengek. "Sebutan janda penggoda mungkin ada benarnya. Tapi menggoda-goda saja dan nggak berani bertanggung jawab."Rena menghela nafas. "Aku pikir kamu menyayangiku dengan tulus.""Memang, aku sayang padamu." Billy menciumi wajah Rena. "Aku juga menginginkanmu seutuhnya, Sayang.""Jangan sekarang, ya.""Apa bedanya sekarang atau nanti?" Billy masih melanjutkan aktivitas nakalnya."Jelas beda." Rena sibuk menepuk ke mana pun arah perginya tangan Billy.Billy t"Hei! Meskipun kamu sepupuku, jangan kurang ajar, Kevin!" hardik Billy."Ah... Tentu saja bersama Billy juga. Bukan hanya kita berdua saja." Kevin menunggu jawaban Rena dengan mata berbinar-binar.Rena sedikit tak nyaman karena Kevin terang terangan mengabaikan Billy. Seolah Billy hanya bayang-bayang di antara mereka. Ataukah itu hanya perasaannya saja?Dari awal bertemu Kevin, Rena merasa ada sesuatu yang janggal dari sepupu Billy itu. Namun ia tak tahu apa. Ia merasakan getaran aneh setiap kali mereka saling menatap.Rena melingkarkan tangan di lengan Billy. Ia mencoba meniru tingkah manja Gladis walaupun dalam hati ia merasa malu luar biasa. Masih ada Joshua pula di sampingnya."Aku akan pergi kalau Sayangku juga ikut," ucap Rena dengan suara manja yang dibuat-buat."Pfft." Joshua menutup mulut. Wajahnya semerah tomat matang karena berusaha menahan tawa.Billy merangkul Rena. "Memangnya mau ngajakin kita ke mana?""Tiap sebulan sekali aku mengadakan acara amal di panti asuhan.""Be
Rena mempercepat langkah kaki. Jantungnya berpacu seiring berjalannya waktu. Sudah sekitar seperempat jam ia kehilangan arah. Sinyal di ponselnya pun hilang.Hanya dengan mengandalkan indra pendengaran, ia mencari-cari arah suara tangisan tadi. Namun hanya gemerisik dedaunan yang ia dengar.Rena bersimpuh di dekat pohon besar. Persendian kakinya terasa ngilu. Ia terpaksa melepas sepatu hak tingginya.Penyesalan selalu datang terlambat dan Rena baru saja menyadari. Ia bahkan tak tahu bagaimana rupa bocah kecil itu. Pun tak mengindahkan ucapan Rangga untuk tidak masuk ke dalam hutan."Jadi ini bahaya yang Rangga maksud. Nggak ada jalan setapak di hutan dan orang pasti kebingungan mencari arah mata angin."Ketika matanya sedikit menutup oleh semilir angin, suara tangisan itu kembali terdengar. Kali ini lebih jelas dari sebelumnya.Rena meninggalkan sepatunya dan berjalan ke arah suara itu. Untung saja, daun-daunan kering dan tebal menyelimuti tanah. Kakinya lebi
Billy mendorong pengawal Gavin lalu berlari masuk ke pondok. Ia tak menghiraukan kakinya tergelincir masuk ke dalam lantai kayu berlubang."Nggak ada! Nggak ada siapa-siapa!""Bill, tenanglah! Kita pasti akan menemukan Rena," ucap Joshua yang menyusul di belakangnya.Pengawal yang membawa anjing tadi berkata, "Maaf Tuan Joshua, kami akan mencari lagi di tempat lain."Cahaya-cahaya senter memenuhi hutan. Puluhan pengawal Volker tiba bersama Rudi, sang kepala pengawal."Ke mana saja kalian?!"Billy menampar Rudi yang seharusnya mengawal Rena diam-diam setiap saat. Pengawal lainnya menunduk ketakutan."Jangan emosi. Kita kembali dulu. Lalu membagi tim untuk mencari di setiap sudut pegunungan ini." Joshua mencoba meredakan amarah Billy.Harga diri para pengawal Volker terasa seperti diinjak-injak ketika Joshua memerintah mereka. Namun mereka pun tak bisa mengelak. Terlebih lagi sang tuan muda saat ini tampak tak bisa berpikir lurus."Bob, kali ini saja, bergabunglah dengan orang-orang Vol
"Siapa orang yang berani menculik Rena?" gumam Billy.Billy menatap satu persatu orang dalam ruangan. Rangga dan Pak Kepala bercakap-cakap lirih. Sementara Kevin baru saja kembali dari dapur. Dan Joshua masih duduk di sebelahnya.Joshua ada bersamanya dari awal. Ia pun menyuruh anak buahnya untuk membantu pencarian. Billy segera mencoret Joshua dari daftar tersangka.Lalu Rangga? Ia yang paling dicurigai Billy. Rena juga terakhir terlihat bersamanya. Namun Ria, si anak kecil yang hilang mengaku ditemukan oleh Rangga. Dan mereka berdua masih bersama saat Billy mendatanginya.Billy tahu, banyak orang yang mengincar Volker. Entah untuk memeras atau balas dendam. Namun acara hari ini sangat rahasia. Hanya mereka yang ada di sini saja yang tahu. Bahkan Thomas pun tak tahu."Kevin.""Apa? Kamu sudah tenang sekarang? Jangan khawatir, Rena pasti akan segera kembali," kata sepupunya menenangkan."Aku nggak melihatmu sejak acara dimulai," selidik Billy."A
"Aku akan memberi tahu dan menolong anak itu. Tapi kamu harus patuh padaku."Setelah terdengar bunyi alarm panjang, pria itu berlari keluar meninggalkan rasa penasaran. Rena kembali sendirian di kamar dingin dan lembab itu. Rasa takut, resah dan marah bercampur jadi satu.Jika tak ada seorang pun yang bisa menemukan keberadaannya, pria itu akan membawanya ke luar negri. Dan apa yang terjadi pada Ricky akan selalu jadi misteri. Rena yakin, pria itu tak akan mengatakannya. Pria itu akan terus menggunakan Ricky agar Rena tak lari darinya."Lebih baik aku bertanya langsung kepada Billy. Aku harus mencari cara agar bisa keluar dari tempat ini." Rena menggigit-gigit kecil bibir bawahnya.Badannya masih kebas. Ia belum bisa sepenuhnya menggerakkan badan. Hanya kedua ibu jari kaki yang bisa ia gerakkan dengan bebas.Rena berjuang sekuat tenaga untuk melemparkan dirinya sendiri. Tubuhnya jatuh ke lantai menimbulkan suara berisik. Ia menahan nafas sebentar. Tak ada suara langkah kaki yang mend
"Sini... Sini kamu!"Kevin melindungi kepala dengan kedua tangan. Sementara Joshua menangkap lengan Billy dengan cepat."Sialan! Kamu selalu menginginkan apa yang aku punya!" maki Billy."Tunggu dulu, aku bilang kalau aku suka Rena. Siapa bilang aku mau merebutnya darimu?" Kevin membela diri."Lantas apa tadi yang kamu bilang? Mau membuat Rena terkesan? Terus kalau dia terkesan kamu mau apa?""Yah, kalian belum menikah. Aku nggak keberatan menggantikan posisimu."Billy meronta ingin sekali saja menghajar sepupunya. Namun Joshua masih melilit lengannya dengan kuat. Dan Kevin berlari pergi setelah menjulurkan lidah."Kalian ini ngapain di rumah sakit! Keluar semuanya!" hardik Rena."Betul, keluar sana!" Billy mengikuti."Kamu juga! Aku mau istirahat."Bukan hanya sekali dua kali ia mendengar pengakuan para pria. Sekarang rasanya jadi hambar. Ia tak mau repot-repot lagi memikirkan perasaan orang yang mengungkap cinta padanya. Sebab ia sudah
Beberapa hari setelah kematian Thomas, Billy disibukkan oleh pergantian kepemimpinan Volker Corp. Hal itu berlangsung sampai seminggu lamanya."Maaf kalau aku jarang menemuimu, Sayang. Sebentar lagi akan selesai," ujar Billy dari telepon."Nggak apa. Jangan tergesa-gesa. Aku akan menunggumu.""Tapi aku sangat merindukanmu," keluh Billy.Setiap malam mereka hanya berbincang melalui telepon. Dan Billy pun tak lagi datang ke kantor Rena.Tak bisa dipungkiri, Rena sedih tak bisa melihat wajah kekasihnya. Ia pun sangat merindukan Billy. Tapi ia tak mau bersikap egois dan seolah ingin menguasai Billy hanya untuk diri sendiri, sementara Billy merupakan penerus Volker yang memiliki tanggung jawab besar.Apalagi, setelah Thomas tak ada, Aurora gencar menyudutkan Rena agar berpisah dengan Billy. Jika Rena melakukan kesalahan kecil saja, Aurora akan segera menghubungi dan memarahi Rena. Tentu saja tanpa sepengetahuan Billy.Namun perbuatan Aurora hanya akan membuat perasaan Rena tumbuh semakin b
Fani Maharani, seorang mahasiswi biasa yang berasal dari suatu desa. Ia dikenal sebagai dewi tercantik jurusan manajemen. Para pria pun sering mengelu-elukan dan berusaha mendapat perhatiannya. Begitu pula dengan Joshua.Fani tentu saja senang berteman dengan semua orang. Terkadang kebaikan hati dan keramahannya membuat para pria salah paham. Seolah ia memberikan kesempatan untuk mereka.Namun, di antara para pria itu, ia hanya dekat dengan Joshua. Fani menganggap Joshua teman spesialnya, lantaran keluarga Gavin yang telah menyokong para mahasiswa berprestasi di jurusannya.Suatu hari, Joshua mengungkap perasaannya. Fani memamerkan senyum terindah mendengar pengakuan Joshua. Ia pikir Fani pun memiliki perasaan yang sama. Tapi ia keliru."Terima kasih, Josh. Aku menghargainya. Tapi aku harus minta maaf padamu. Aku saat ini menyukai orang lain, Josh.""Siapa laki-laki beruntung itu, Fan?"Fani sempat ragu-ragu tapi Joshua terus mendesak. Saat itu pula, Joshua t
"Nggak... Itu nggak mungkin.""Apanya yang nggak mungkin? Kenapa kamu ke sini?""Aku pikir ada masalah karena Billy meliburkan semua orang. Ternyata bukan hanya masalah. Tetapi masalah besar!" Kilatan di mata Aurora berubah. Ia bukan orang bodoh yang tak tahu situasi."Mama? Kenapa Mama ada di sini?" Billy muncul dari pintu."Kamu juga ada di sini? Jangan bilang... Kamu nggak mengejar Rena lagi karena...." Aurora kehilangan kata-kata."Apa yang mau Mama katakan?""Nggak, itu nggak mungkin." Aurora menggeleng-geleng tak percaya.Ingatan Aurora kembali ke malam itu. Ketika ia menemui Widya untuk mengatakan jika ia telah memenangkan David.Widya tengah menunggu di seberang jalan stasiun yang saat itu belum begitu ramai. Wanita itu terkejut melihatnya alih-alih David yang telah lama dinanti."Mau apa kamu ke sini, Aurora?""Untuk membayar kesalahan suamiku padamu.""Apa maksudmu?""David nggak akan pernah kembali padamu, Widya. Dia nggak akan mau meninggalkan semua fasilitas yang ia milik
Rena gemetaran dalam dekapan Joshua di sampingnya. Ia takut menunggu reaksi ayah kandungnya.David hanya membuka mulut tak begitu percaya kata-kata Billy. Kemudian Billy menyodorkan hasil tes DNA yang diberikan Oliver saat di pulau waktu itu.Semua orang bisa tahu, Billy lah yang meremas-remas kertas itu sampai kusut dan sobek di beberapa bagian. Untungnya, hasil tes DNA masih bisa terbaca.Probabilitas David Ethan sebagai ayah biologis dari Renata Cahyani adalah 99,999%."A-apakah ini nyata?" David berdiri sambil memandangi Rena."Si tua Oliver itu yang melakukan tes DNA diam-diam. Nggak tahu dapat sampel dari mana."Air mata David kembali meleleh. "Kamu... Rena... Kamu anakku dan Widya? Oh Tuhan, ini pasti keajaiban!" David bersimpuh seperti orang yang sedang berdoa.Reaksi David membuat hati Rena bergejolak. Ia menyembunyikan wajah ke dalam jaket suaminya. Ada rasa senang sekaligus malu."Jadi... Bayi ini cucuku?""Iya, Pa. Tadinya dia akan menjadi anak tiriku, ternyata malah jadi
"Papa menyesal selama ini hanya diam saja, sedangkan papa tahu semua perbuatan burukmu." Mata David berkaca-kaca. "Papa merasa gagal sebagai seorang ayah. Maafkan papa, Bill."Mulut Billy sedikit terbuka, hampir mengucap sesuatu. Tapi David lebih cepat memotongnya."Papa tahu perbuatanmu dan Aurora demi untuk mendapatkan keinginan kalian. Tapi ini nggak benar, Billy. Belum ada sejarahnya seorang pria di keluarga kita menjadi suami kedua."Billy terkekeh-kekeh. "Aku hampir tergoda dengan usulmu, Pa.""Maaf, mengecewakan, Om. Tapi saya nggak akan pernah rela membagi istri saya dengan lelaki lain," tegas Joshua."Lalu..."Rena segera memotongnya, "Mari kita selesaikan makanannya dulu. Setelah ini baru bicara."Tiga puluh menit kemudian, di atas meja makan hanya tersisa minuman. Tak ada salah satu dari mereka yang memulai pembicaraan.Suara khas bayi milik Ethan dari dalam kereta dorong bayi memecah keheningan. Joshua menirukan suara anaknya. Lagi-lagi sibuk memeriksa gigi Ethan dan tak m
Joshua mencengkeram kemudi dengan erat ketika melihat istrinya memeluk pria lain. Meskipun tahu siapa Billy bagi istrinya."Ah, bikin nggak tenang."Joshua membanting pintu mobil dengan kencang. Ia pun berjalan menghampiri mereka berdua yang tak sadar oleh kehadirannya.Setelah mendengar pengakuan Billy dan Rena, Joshua mundur teratur agar tak ketahuan mencuri dengar. Ia menyesal sudah marah-marah dan curiga berlebihan."Mereka lagi shooting sinetron? Mantan pacarku tercinta ternyata anak kandung Papaku?" Joshua terkekeh oleh leluconnya sendiri."Itu sama sekali nggak lucu, Josh! Istrimu sedang sedih!" Ia membentak dirinya sendiri.Sementara itu, Rena tengah menyeka air mata Billy. "Sudah, jangan menangis lagi.""Apa yang kamu inginkan sekarang, Rena?""Maksudmu? Tentang apa?""Mamaku. Dia yang sudah...""Aku nggak tahu, Bill. Aku marah sekali waktu tahu ibuku meninggal karena mamamu. Aku bahkan belum pernah bertemu dengannya dan memanggilnya ibu." Rena kembali terisak."Katanya janga
Tangan Rena bergetar hebat dan hampir menjatuhkan satu ikat kertas di tangannya. Joshua sigap menggenggam kedua tangan istrinya."I- ini... I -ini pasti salah. Nggak mungkin mereka orang tuaku, Josh!""Shhh, shhh... Mau dibaca dulu keterangan di belakangnya? Haruskah aku yang membacakannya untukmu?"Rena mengangguk.Joshua mengambil kertas itu dengan posisi duduk yang masih sama. Membalik foto pernikahan Aurora dan David, lalu mulai membaca isi dalam dokumen itu."Nama ayah kandungmu David Ethan dan nama ibumu Widya Cahyani."Rena membungkam mulut dengan kedua tangannya sendiri. "Apa ibuku...." Rena terisak."25 tahun yang lalu, David melayangkan gugatan perceraian kepada Aurora. Karena David mengetahui perselingkuhan Aurora dengan..." Joshua tiba-tiba mengumpat."Dengan siapa, Josh?""Aditya Wijaya, ayah Gladis."Rena menatap sang suami tak percaya."Sejak itu, David sering tak pulang. Dia bahkan membeli rumah sendiri. Dan selama satu tahun, David diam-diam berhubungan dengan Widya,
Di ruang keluarga Gavin, para anggota keluarga masih berbincang-bincang. Kemudian mereka dikejutkan oleh kedatangan seseorang yang tak terduga."Aurora Volker! Bagaimana dia bisa masuk ke sini?!" Teriak James."Aku nggak pernah mengundangmu ke rumahku, Nyonya Volker," kata Peter."Aku yang menyuruhnya datang!" Seruan Oliver membuat semua orang terdiam. "Ikut aku, Nyonya Volker."Aurora membuntuti Oliver ke arah ruang kerja Peter. Wanita itu sama sekali tak memandang satu pun anggota keluarga Gavin yang lain. Jika bukan karena Oliver memiliki kartunya, mana sudi ia menginjakkan kaki di tempat ini."Langsung saja, katakan apa yang ingin Anda sampaikan," kata Aurora dengan sikap menantang."Kamu memang Volker sejati. Nggak terlihat gentar walaupun dalam hati ketakutan." Oliver terkekeh-kekeh."Aku sibuk, Tuan Besar Gavin. Kalau hanya mau basa basi, bilang saja ke sekretarisku.""Baik, baik." Oliver duduk berhadapan dengan Aurora. "Aku sudah memberi tahu Billy Volker tentang rahasiamu.""
Meskipun hari mulai gelap, para tamu masih memenuhi hotel. Tempat acara diperluas sampai ke dalam karena semakin banyak tamu yang datang. Sebab beberapa orang mendapat undangan di jam yang berbeda.Di sebuah layar di dalam hotel, rekaman Joshua dan Rena tadi diputar berulang-ulang. Orang yang baru datang pun bisa tahu acara yang sesungguhnya bukan hanya ulang tahun perusahaan.Rena dan Joshua duduk di sofa paling depan. Memberi salam dan berjabat tangan dengan para tamu silih berganti. Seperti pengantin baru pada umumnya.Kelompok yang pernah bertemu Rena di bar dulu ikut bergabung. Berfoto-foto lalu mengobrol seru."Ya ampun, aku nggak pernah menyangka kamu mau sama dia, Ren!""Iya, astaga! Kasihan sekali hidupmu!""Kalian mau dipecat, hah?!" Sentak Joshua.Para pria dan wanita itu cukup dekat dan terbiasa bersikap kurang ajar pada atasannya di luar kantor. Tapi mereka cukup sopan dan tahu posisi masing-masing saat bekerja.Mereka terus saja menggoda Joshua sampai wajah suami Rena it
Seminggu berlalu, pesta pun tiba. Hari ini tepat satu tahun ulang tahun pernikahan Rena dan Joshua. Sekaligus merayakan kelahiran Ethan meskipun telah 3 bulan berlalu.Acara diselenggarakan di halaman belakang Hotel Gavin sore ini. Para tamu undangan telah memenuhi area hotel.Oliver dan para tetua Gavin yang memasuki area diiringi tepuk tangan para undangan. Banyak karyawan yang belum tahu sosok Oliver Gavin itu. Sebab Oliver jarang sekali keluar pulau."Wah, kakeknya Pak Josh tampan sekali," ujar Cynthia."Betul... betul... Aku mau tuh jadi istri kedua," tukas wanita lainnya."Itu Alexa ada di belakang mereka. Dengar-dengar acara ini juga untuk merayakan pesta cucunya. Jangan-jangan beneran tuh Pak Josh mau menikah dengan Alexa."Sabrina mengerutkan kening tak suka. "Aku nggak pernah dengar tuh. Lagi pula di undangan cuma merayakan hari jadi Gavin Corp saja. Jangan banyak gosip kalian!""Eciee, yang tiap hari masakin calon suami," goda Ririn, teman Sabrina.Karyawati di Gavin Corp t
"Kamu mau bilang dia istrimu?""Siapa lagi kalau bukan dia?""Jangan gila, Josh! Tadi bilang kalau kamu tahu aku mau ke sini, bukan?""Aku bilang, mungkin tahu tujuanmu ke sini. Mana aku tahu kamu mau datang.""Nggak, nggak. Aku yakin kamu tahu. Lalu kamu mau membuatku cemburu dengan pura-pura tidur dengan perempuan ini, bukan?"Joshua menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal. Ia sudah berusaha menjelaskan sebaik mungkin tapi lawan bicaranya tak juga mengerti."Jawab, Josh!""Kamu tunggu di luar saja. Aku mau pakai baju dulu."Alexa menangis tapi Ethan menangis lebih keras. "B- bayi siapa itu?""Itu anakku, Lexa."Rena membuai tempat tidur Ethan tapi ia terus menangis keras. Disusui pun tak mau.Rena bisa melihat Alexa terus menangis sambil menatap dirinya. Ia pun menuju ke arahnya. Memamerkan muka Ethan agar Alexa tahu bahwa Joshua tak bohong. Alexa menyumpal mulutnya ketika menatap Ethan."Gendong dia, Josh. Aku pusing," perintah Rena."Sebentar, Mamah. Aku pakai baju dulu." Joshua