Kedua mata yang dalam bak telaga sedikit memicing melihat gambar hati merah muda milik wanita yang mengejar kertasnya. Hah. Kenapa Bos songong itu datang ke sini? Tanya Kanaya dalam hati. Degh! Jadi gambar ini milik istri Elang? Eh, mantan istri. Batin Bima. Bima merasakan wajahnya menghangat karena dihantarkan desiran darah yang melaju lebih cepat di pembuluh. Sebuah rasa yang selalu ia berusaha sangkal datang setiap kali melihat wujud Kanaya. Namun ia dengan cepat bisa mengendalikan diri serta emosi sehingga terlihat biasa saja. Tatapan dingin, wajar datar tanpa ekpresi yang berarti dipasangnya kembali. Kenapa Kanaya ada di sini? Tanyanya lalu dalam hati. Ih menyebalkan. Lihat tampangnya, sama sekali tak ada keramahan selayaknya orang yang sudah saling kenal. Sombong sekali! Batin Kanaya kembali. “Pak Dewa,” panggil anak-anak kompak dan berlarian menyambut kedatangan Bima. Seketika menyadarkan dua manusia yang tengah mematung dan sibuk dengan bahasa hatinya masing-masing. “Ha
Risma pun mengekor Bosnya masuk ke dalam panti untuk meminta bantuan. Sedangkan di luar sana sepasang mata mengecek hasil foto yang baru saja diambilnya tanpa Kanaya dan Bima sadari. Sepasang mata yang selalu ikut hadir hampir kemana pun Kanaya pergi. Keringat mengucur deras dari sela rambut Elang. Permainan golf di bawah sinar matahari yang lagi terik memang cukup membakar. Dret … ponsel bergetar. Klik Sang Empunya lekas menggeser ikon hijau. “Hallo Bos, saya sudah kirim fotonya,” lapor sepasang mata yang telah diperintahkannya. “Ok.” Tut … sambungan langsung diakhiri Elang untuk membuka media yang sudah diterimanya. “Ay ….” Ada ketidakrelaan dalam lirihan Elang. Elang menatap foto di layar ponsel dengan tangan mengepal sehingga buku-buku jarinya memutih. Mantan terindah yang tidak pernah bisa membuat tidurnya nyenyak. Akhir-akhir ini sering terciduk akrab dengan sahabatnya sendiri. Bahkan dilihat dari foto yang mata-kirim, Kanaya sedang tertawa lepas. Sebuah tawa yang sangat E
“Bu, saya mohon tolonglah! Saya masih mau bekerja di warteg ibu.”“Tapi Mbak Mila, saya sudah tidak bisa gaji Mbak.”“Tidak apa-apa Bu, asalkan saya masih dikasih makan. Saya akan terus kerja di sini.”“Maaf, tetap tidak bisa. Silahkan Mbak Mila pulang. Saya masih harus layani pelanggan.”“Bu, tolonglah.” Kamila memohon-mohon, tetapi Si Pemilik warteg tidak menghiraukannya.“Mbak Mila, selagi saya baik, pergilah! Jangan ganggu pekerjaan saya,” tegasnya lagi.Semua pelanggan yang sedang makan menoleh kepada Kamila. Kini ia menjadi pusat perhatian. Terpaksa Kamila pun meninggalkan warteg tersebut. Padahal warteg adalah satu-satunya pekerjaan agar dia bisa makan. Dia sendiri tidak paham kenapa pemilik warteg tiba-tiba memecatnya. Tidak ada kesalahan yang ia lakukan. Kalau pun ada, harusnya pemilik warteg membicarakannya terlebih dahulu secara baik-baik.“Apa ini ada kaitannya dengan Naya? Apa Naya ikut campur lagi? Tuhan … aku memang salah, tetapi sampai kapan aku akan terus dihuk
Kamila sudah berusaha melepaskan diri, tetapi tubuh Elang yang kepanasan mengunci. Hal yang harusnya dihindari terulang lagi. buliran bening berjatuhan di pipi tirus Kamila. Ia tak rela tubuhnya dijamah dengan desahan nama wanita lain keluar dari bibir Elang.“Ooo … Kanaya.”Elang salah sebut nama lagi pemirsa. Setelah terlampiaskan, ia terkulai lemas dan langsung tertidur pulas. Sementara Kamila memutuskan untuk pergi meninggalkan lelaki yang sudah memaksanya. Ada rasa perih yang menjalar di antara pahanya, sebab Elang melakukannya dengan kasar.Pagi tiba. Elang menggeliat seperti bayi. Perlahan mengucek mata mengumpulkan kesadarannya.Mana Kanaya? Apakah aku melakukannya dengan kasar lagi? Apa dia marah padaku? Gawat kalau dia semakin membenciku? Tapi tunggu … apa aku bermimpi? Apa kejadian semalam itu nyata? Hati Elang terus bertanya.“Argh!” teriaknya kesal.Untuk menjawab rasa penasarannya, ia segera mengecek rekaman CCTV. Tubuhnya langsung terlonjak saat melihat wanita yang seda
Malam diisi dengan acara api unggun. Elang dan Bima masih saling berebut perhatian Kanaya.“Ay, pake jaket aku nih biar enggak dingin,” tawar Elang.“Tidak usah. Jaketku lebih tebal daripada jaketmu,” ketus Kanaya.Beberapa menit kemudian.“Nay, pake jaketku!” Kali ini Bima tanpa basa-basi langsung mengulurkan jaketnya yang super tebal itu.“Enggak ah. Jaketku sudah cukup,” tolak Kanaya.Mendengar Kanaya menolak, Elang langsung angkat bicara. “Sudah, jangan so’ perhatian! Sudah ditolak, tapi enggak tahu malu,” sindir Elang.“Kayak ada yang bicara Nay, tapi siapa ya?” tanggap Bima yang pura-pura tidak melihat Elang yang wujudnya begitu jelas di depan mata.“Sial lu! Emang gue demit apa?”“Bukan, tapi saudaranya.”“Apaan sih, lu?” Elang tidak terima.“Apa?” tantang Bima.Melihat kedua lelaki yang usianya di atas empat puluh tahun bertengkar lagi layaknya ABG membuat Kanaya memutar malas bola mata. Untung saja posisi mereka sedikit jauh dari kerumunan anak-anak, jadi kali ini
Dalam alam bawah sadarnya, Bima bermimpi bertemu dengan wanita yang dipanggilnya ibu. Sesungguhnya selama hidup, ia sama sekali tidak pernah tahu sosok ibunya itu. Bima bayi ada yang membuang begitu saja di depan panti asuhan. Hanya kalung berinisial B yang ditinggalkan sebagai identitas di gulungan kain bedong. Maka dari itu pemilik panti memberi nama Bima.Dalam mimpi wanita yang memakai gaun putih melambai-lambai memanggil Bima. Namun saat Bima membalas lambaian dan hendak mengejar, wanita itu malah hilang tanpa jejak.“Ibu, ibu, ibu ….” Bima mengigau.Sementara Kanaya terus mengusapkan kayu putih ke badan serta tangan Bima. Sisa kayu putih ia hirupkan kembali ke hidung Bima. Mendengarnya memanggil ibu, hati Kanaya jadi terenyuh. Ia pernah mendengar dari Elang kalau Bima itu hanya anak angkat keluarga Wirawan.“Bim, apa kamu merindukan ibumu?” tanya Kanaya seraya mengusap lembut pipi Bima.Sesaat itu Bima tersadar. “Ibu,” serunya saat membuka mata. Tentu wajah Kanaya dalam ge
Beberapa jam sebelumnya.“Hah sudah jam empat lagi? Hadeuh!” Elang menggeliat dari balik selimut.Matanya mulai melebar saat tak mendapati Bima di sampingnya. Ia pun terbangun dan keluar tenda. Penasaran apa yang dilakukan sahabatanya di jam segini?“Pah,” panggil Anna yang menghampiri ditemani Marisha.“Eh Sayang, udah bangun?”“Papa lihat mama enggak?”“Mama? Emang enggak ada?”“Iya. Pas aku terbangun mau pipis, mama enggak ada.”“Mungkin mama di toilet.”“Engga ada Pah. Aku kan habis dari sana. Aku juga cari-cari di sekitar sini enggak ada. Iya kan Sha?”“Iya Om. Tante Kanaya tidak kelihatan. Kemana ya?”“Ya sudah, kalian sekarang masuk tenda lagi. Biar Papa yang cari.”“Iya, Pah.”“Baik, Om.”Setelah Anna dan Marisha balik ke tenda, Elang mulai mencari sosok Kanaya. Ternyata benar apa kata Anna di area perkemahan mama-nya tidak ditemukan.“Kemana perginya Kanaya ya?”Ia pun teringat kepada Bima yang tak ada di tempat. Pikirannya langsung travelling yang tidak-tidak
Hari ini Kanaya disibukkan dengan pesanan catering untuk perayaan ulang tahun perusahaan Emba Grup. Perusahaan tempat Elang dan Bima bekerja. Acara pesta sudah dimulai. Para tamu undangan tengah menikmati jamuan yang tersaji dengan apik. Biasanya Kanaya hadiri acara seperti ini dengan mengenakan gaun pesta yang menonjolkan kecantikan paripurna. Suami pun akan dengan berbangga hati mengenalkannya sebagai Nyonya Elang Sanjaya. Untuk kali ini keadaan dan status sudah berbeda. Sebagai pemilik catering, ia hanya mengenakan kemeja pendek warna merah muda dipadu rok selutut warna abu misty.“ Acara selanjutnya mari kita saksikan presentasi tentang peluncuran produk baru dari Emba grup yang akan disampaikan oleh Direktur utama kita,” ucap seorang pembawa acara.Tepuk tangan terdengar sangat meriah menyambut Bima. Apalagi para karyawati yang masih single. Sudah menjadi rahasia umum kalau pesona direktur utama menjadi rebutan kaum hawa. Meksi terkesan dingin dan jumawa, tak lantas melunturk
SSN 75Semua berjalan sebagaimana mestinya. Akhirnya setelah melewati rasa perih pengkhianatan Kanaya bisa menemukan kebahagiaan lagi. Bersama Bima, ia merasa hidup berjalan normal. Meski yang namanya rumah tangga tidak lepas dari ujian. Hanya saja, selama ujian itu bukan kehadiran wanita lain, Kanaya akan selalu sanggup menjalaninya."Happy birthday to you, happy birthday Narain "Lagu ulang tahun mengantarkan Narain untuk meniup lilin dengan angka 5. Ya, buah hati Bima dan Kanaya tidak terasa sudah berusia lima tahun. Acara ulang tahun diselenggarakan sederhana. Hanya dihadiri keluarga dan kerabat dekat saja."Ayo sekarang potong kuenya!" Ucap Anna.Kanaya lekas membantu memotongkan."Suapan pertama buat siapa, Dek?" tanya Alya."Buat Ayah.""Kok, nggak buat mama dulu?""Ayah dulu. Mama itu suka celewet, kadang galak.""Ih, kok Rain gitu sama mama," protes Kanaya."Haha ...." Orang-orang malah nertawain Kanaya."Anak ayah yang Soleh, kue pertama harus buat mama ya. Soalnya mama lah
“Iya istriku, katakan saja hal apa yang sudah membuatmu marah, agar saya bisa memeprbaikinya.” “Ok. Pertama kamu kegatelan sama cewek muda waktu di taman. Alya sudah cerita semuanya. Bahkan kamu mau kasih nomer kan sama tuh cewek? Untung saja kamu enggak hapal. Coba kalau hapal, pasti sudah berkirim pesan sekarang juga.” “Cinta, kamu cemburu?” “Ini bukan perkara cemburu, Bim. Kamu sudah jelas suka dengan daun muda,” sengit Kanaya. “Eh Cinta, dengarkan dulu. Siapa bilang saya tidak hapal nomer Hp sendiri? Ya hapalah. Untuk apa coba saya pura-pura bilang enggak hapal? Itu karena saya sangat menjaga hati. Lagian buat apa juga tertarik sama bocah? Cantikan mama-nya Narain lah.” “Ehm … udah jangan bohong. Ngaku saja!” Bima pun menyebutkan nomer Hp-nya dan benar saja dia hapal, malah sangat hapal. Berarti alasan bilang tidak hapal memang karena tidak mau saja kasih nomer kepada cewek itu. “Gimana, masih mau bilang saya kegatelan? Emang benar sih, saya tuh udah gatel banget. Yang di ba
SSN-73Setelah mencoba mengingat, Bima tak kunjung menemukan kesalahannya sendiri. Pria kadang memang tidak peka.“Aduh, mama kalian tuh emang suka mendadak kayak gitu. Ayah jadi bingung.”“Ayo susul mama, Yah!” saran Alya.“Iya nanti saja. Sekarang tanggung, Ayah laper.”Mereka kembali melanjutkan aktifitas sarapannya dan tak lama Alya yang memang sudah sarapan sejak tadi merasa kenyang.“Aku dah selesai. Duluan ya Kak, Yah,” izin Alya.“Sayang tunggu, Ayah boleh minta tolong?”“Apa itu?”“Bawain sarapan buat mama. Mama pasti masih lapar. Kan tadi berhenti gara-gara marah sama ayah.”“Ok.”Alya segera membawa sepiring sarapan dan mencari mamanya. Ternyata Kanaya sedang duduk di balkon lantai dua.“Hey Mah.”“Bawa apa Sayang?”“Sarapan. Kata ayah, Mama harus sarapan banyak. Kan netein adek Narain.”“Terima kasih, Sayang.”Kanaya yang memang lapar langsung mengambil alih piring dari tangan Alya. Alya ikut menemani dengan duduk di samping mamanya.“Mah, tadi waktu jogging
Setelah baby Narain terbangun oleh suara bebek mainan, ia enggan terlelap lagi. Kanaya sampai terus nguap-nguap dan matanya berair menahan ngantuk.“Ya, udah tidur saja.”“Kan Narain belum bobo.”“Tidak apa-apa, biar saya yang jagain. Mungkin ia juga kangen, pengen gadang sama ayahnya.”“Enggak ah, aku juga mau di sini saja nemenin kamu.”Bima terus mengajak main anaknya. Sesekali ia pun menguap, tetapi terus ditahannya. Bima gegas membuat secangkir kopi untuk mengusir rasa kantuknya. Sekembali membuat kopi, rupanya Kanaya yang menunggu Narain sudah tertidur.“Mamanya sudah bobo ya? Tunggu, ayah minum dulu kopinya. Eum ….” Bima menghirup aromanya. Lalu ia seruput sedikit demi sedikit. Perlahan kantuknya pun hilang.Narain sama sekali tak rewel. Ia begitu asik bermain malam-malam bersama sang ayah. Tak terasa jarum jam sudah menunjuk angka 12. Berbagai nyanyian, solawat, doa-doa, tepuk-tepuk sampai ngoceh apa aja Bima lakuin agar si Buah hati tidur kembali. Usahanya tidak sia-s
Kanaya sulit terpejam. Ia terus menatap suami yang sudah terlelap kurang dari dua jam lamanya. Suami yang ditatap menggeliat. Kanaya menoleh pada jam yang nongkrong di meja samping bed. “Jam 00.00?” gumamnya. Biasanya di jam ini, Bima akan terbangun untuk buang air kecil. Mendadak Kanaya ingin memberi sedikit pelajaran dengan mengerjainya. Ia buru-buru bersembunyi di walk-in closet. “Ya ….” Terdengar Bima memanggil. Tidak lama terdengar juga langkahnya yang ke sana ke mari mencari. Lalu langkahnya kian menjauh dari ruang kamar. Kanaya keluar dari walk-in closet pelan-pelan. Ia mengintip dan mengendap seperti maling untuk menyaksikan kepanikan Bima di luar kamar. Tampak Bima berlari-lari kecil dari ruang ke ruang lainnya. Kanaya cekikikan sendiri sambil ditangkupnya mulut agar tidak kelepasan tertawa. Suaminya terdengar berteriak, untung saja anak-anak tidak terbangun. Lalu menyalakan semua lampu penerangan, terlihat napasnya terengah-engah. Raut penyesalan tampak jelas tergambar.
Bima menjemput Anna pulang sekolah. Sepanjang perjalanan ada yang dirasakan berbeda dalam diri Anna. Tak seperti biasanya mengoceh dan bercerita tentang harinya yang menyenangkan ataupun sebaliknya.“Ann, kamu kenapa?”“Tidak apa-apa.”“Tidak mau cerita sama Ayah?”“Tidak.”Suasana hening kembali sampai tiba di istina mereka. Kanaya sudah menyambut kepulangan putri sululungnya. Sementara Alya sudah lebih dahulu pulang.Anna masuk rumah begitu saja tanpa salam. Bahkan mamanya yang di ambang pintu ia lewati begitu saja. Ia pun langsung naik ke lantai dua dan terdengar membanting pintu kamar. “Bim, kenapa Anna?”“Anna tidak mau cerita.”“Apa Anna punya pacar?” selidik Bima. Meski mereka terbilang akrab, tetapi untuk urusan cinta, Anna enggan membagi kepada ayah sambungnya.“Iya. Dia jadian sama anak yang bernama Rangga itu, lho.”“Oh.”Kanaya sudah paham, walau suaminya hanya bilang ‘oh’, ia pasti akan melakukan sesuatu.“Aku mau temui Anna dulu, ya!”“Iya. Saya juga mau
Bima membawa istri untuk memeriksakan kehamilannya kembali. Sekalian mereka mau konsul tentang rencana babymoon-nya. Hasil pemeriksaan sejauh ini baik-baik saja, tetapi Indra sebagai dokter menyarankan agar mereka berangkat babymoon sekitar dua mingguan lagi. Untuk melihat sejauh mana kondisi Kanaya yang baru saja melewati fase mual muntah. Selagi ada waktu dua minggu, pasangan suami istri tersebut mempersiapkan segalanya. Mereka juga membujuk Anna dan Alya agar mau ditinggal selama seminggu. Bukan hal yang mudah tentunya, mengingat putri-putri Kanaya tidak pernah ditinggal lama. Akhirnya mereka semua mencapai mupakat setelah berdiskusi alot. Anna dan Alya mengizinkan hanya untuk lima hari. Destinasinya hanya Lombok, tidak boleh keliling ke tempat lain. Karena kalau keliling, mereka harus ikut turut serta. Setiap hari mereka juga harus video call untuk saling mengabari. Selama Bima dan Kanaya pergi, Mira juga diminta untuk menginap.** Wirawan sudah terlihat sangat sehat dan s
Depresi Kamila tidak kunjung membaik. Mira memasukkannya ke Rumah Sakit Jiwa karena kewalahan. Di rumah sakit, keadaan Kamila lebih terkontrol dan stabil. Sesekali ia mengunjungi Kanaya dan cucu-cucunya.“Nay, kenapa kamu jadi malas mandi begini sih?”“Enggak tahu, Bu. Rasanya mual kalau masuk kamar mandi itu.”“Padahal dulu waktu hamil Alya, kamu tuh rajin banget mandi. Sampai sehari lima kali, lho.”“Oh iya, hehe.”“Iya, Bu. Naya malas mandi tuh. Deket-deket saya juga, dia tidak mau,” timbrung Bima yang baru muncul.“Emang begitu Nak Bima bawaan orang hamil itu beda-beda. Yang sabar ya!”“Iya, Bu. Pasti.”“Tahu ah, kamu acara ngadu segala sama ibu,” ketus Kanaya.“Ya tak apa-apa Nay. Ibu malah senang kalau Nak Bima itu bisa akrab sama ibu. Lagian kamu juga aneh, justru lagi hamil itu harus deket-deket sama suami. Kamu juga dulu waktu hamil Anna, nempel banget sama suami. Sampai suamimu kamu larang masuk kantor. Jauh sedikit saja, kamu merajuk,” tutur Mira panjang tanpa sada
“Wah selamat, bentar lagi jadi dady, nih.”“Ngapain gue ganti nama jadi Dedi?”“Haha, enggak lucu lu!”“Engga lucu, ketawa.”“Haha … aduh Nyonya Anggara terima kasih banget karena Anda, hidup sahabat saya jadi berwarna. Padahal dulu hidupnya lempeng aja, mana bisa dia guyon.”“Begitulah. Waktu pertama kali bertemu juga, dia itu songong dan arogan.”“Eit, malah gunjingin suami,” seloroh Bima.“Hehe,” kekeh Kanaya.“Jadi beneran kan istri gue hamil?” ulang Bima memastikan lagi.“Beneran lah, masih aja lu nanya.”“Ya Tuhan, terima kasih.”Bima menangkup kedua pipi istri dengan gemas dan menghujaninya dengan kecupan.“Eh, eh, tolong kondisikan Pak Bima Anggara. Istri saya kebetulan lagi di LN, masih lama pulangnya,” sewot Indra.“Itu derita lu.”“Tega bener.”“Oya Dok, soal hubungan badan di trisemester pertama ini bagaimana?” tanya Kanaya.“Berhubung keadaan ibu dan janin sehat, jadi masih bisa dilakukan. Amanlah. Malah bisa menambah booster buat ibunya.”“Nambah booste