Kanaya langsung menyusul Anna. Ia sangat khawatir dengan keadaan anaknya yang tengah kecewa berat. Satu ketukan, dua ketukan dan pintu pun dibuka setelah tiga ketukan.“Mah,” lirih Anna. Ia langsung menghambur ke pelukan Kanaya.“Mah, Kakak kenapa?” tanya Alya penasaran.“Sayang, lebih baik kamu masuk kamar. Ini sudah malam. Nanti kalau Kak Anna sudah merasa baikan, pasti dia akan cerita sama Alya.”“Ok, Mah. Aku kasih waktu buat Kakak. Awas ya, ntar kalau enggak cerita!”“Iya,” sahut Anna pelan.“Hah! Mama juga kayak yang habis nangis. Kok kompakan dengan Kak Anna. Ih kalian ada apa, sih?” Alya penasaran.“Nanti Mama juga akan cerita. Beri kami waktu dulu, Sayang.”“Ya. Kalau begitu aku masu bobo dulu. Bye Mah,” pamit Alya.Untunglah Alya tidak memaksa, ia pun langsung menuju kamarnya. Namun saat hendak masuk kamar, ia melihat papanya basah kuyup.“Eh Papa,” tegur Alya.“Iya, Sayang. Belum tidur?”“Ini baru mau masuk kamar. Papa kenapa malam-malam malah main air?” alis pe
Malam semakin larut. Usai menenangkan Anna yang terguncang, Kanaya hanya duduk sendiri di ruang tengah. Ia menatap foto keluarga dengan bingkai besar yang bertengger di dinding. Senyuman di foto itu seakan tidak pernah pudar. Nyatanya bukan hanya pudar, tetapi terampas.Slide kenangan keromantisan Elang malah terus berputar di kepala Kanaya.Saat hari mendung Elang berkata, ‘Ay … tahukah pagi ini sinar mentari malu-malu untuk menampakkan diri? Itu karena kamu lebih bersinar darinya.’Saat hari anniversary ke 15 tahun Elang berkata, ‘Ay … bilangan tahun yang kita lalui bersama, mengajariku satu hal. Bahwa tak ada yang lebih baik, tulus dan berharga selain dirimu.’Saat malam hari Elang berkata, ‘Ay … aku sudah mengantuk dan mau tidur, tetapi kepikiran kamu terus. Semoga pas bangun nanti tidak lagi.’ Pagi pun tiba. Ia berkata lagi, ‘Ay … ternyata sama saja. Saat bangun aku juga masih kepikiran kamu terus.’Saat mengajak menghadiri acara kantor Elang berkata, ‘Ay … suatu kebanggaan kamu
Kanaya masih menghitung mundur, 94, 93, 92, ….“Ay, apa yang kamu lakukan?”Tiba-tiba saja Elang datang. “Diam kamu!” bentak Kanaya.“Mas, tolong!” teriak Kamila dengan megap-megap.“Ay, kalau dia mati kamu bisa dipenjara?”“Haha … tidak akan,” seringai Kanaya. “Aku bisa menghapus rekaman CCTV. Toh tak ada yang lihat juga, kecuali kamu. Anggap saja ini kecelakaan,” tukasnya lalu.“Ay, ta-tapi apa kamu tega? Dia itu adikmu, lho.”“Haha … kenapa harus? Dia saja tidak peduli dengan perasaanku.”“Ay, apa boleh aku menolongnya sebagai rasa kemanusiaan saja?”“Silahkan, tapi sekarang juga ceraikan aku!”Kanaya melenggang pergi meninggalkan Kamila yang tengah berjuang untuk hidup. Sekilas Elang menoleh kepada selingkuhannya yang memohon.“Mas … to-long,” ucapnya sebelum kepala masuk air kembali.Rupanya Elang tak lebih dari seorang pengecut. Ia hanya bisa melihat iba tanpa berani menyelamatkan. Gertakan cerai Kanaya baginya lebih menakutkan dari pada melihat mayat mengambang di k
Deg! jantung Kanaya menghentak. Ia bingung harus jelaskan apa? Netranya bersirobok dengan Anna. Saling menatap dalam diam. Sedangkan Elang menarik napas panjang dan berusaha sembunyikan kepanikannya. Ia takut sekali Alya tahu akan kesalahan yang telah diperbuat kepada mamanya. Keringat dingin lolos begitu saja menetes dari sela rambut sampai leher.“Kok pada diam? Apa hanya aku yang tidak tahu?” rajuk Alya.“Papa sama saja dengan papa-nya Devi,” cetus Anna tiba-tiba.“Ann ….” Kanaya tak percaya kalau Anna member tahu adiknya begitu saja.“Sama? Sama apanya? Ganteng?” Alya memastikan.“Ekhm, lebih baik kita habiskan sarapannya,” ujar Elang mencoba terlepas dari topik.“Engga, Pah. Aku mau tahu apanya yang sama dengan papa kak Devi,” kukuh Alya.“Papa memiliki cewek lain selain mama.”Sontak Kanaya dan Elang menatap Anna.“Bentar ….” Alya seakan butuh waktu untuk mencerna apa yang Anna sampaikan.“Papa selingkuh. Papa khianati kita, Al,” tegas Anna gemas.“Apa?” Mata Alya mem
Kanaya dan kedua putrinya habiskan waktu bersama di rumah. Untuk mengusir kejenuhan, mereka bermain ular tangga. Meski sedang diliputi kepedihan, tetap hidup ini harus berjalan.“Mah, Alya curang tuh! Kocok dadunya dua kali.”“Eh, No No Al!”“Enggak Mah, Kak Anna fitnah tuh. Dia takut kalah dari aku.”“Fitnah gimana? Orang iya, kamu curang.”“Udah-udah. Kita ampuni kali ini.”“Enak ya jadi anak kecil, curang aja diampuni.”“Hehehe,” kekeh Alya.“Ayok Ann, sekarang giliran kamu.”“Ya.” Anna pun mengocok dadunya dan keluar angka 5. Angka yang membawanya menaiki tangga langsung melewati satu baris. “Yes! Rezeki anak baik,” soraknya.“Good, Ann. Sekarang giliran Mama.” Kanaya mengambil alih dadunya dan langsung mengocok. Keluarlah angka 6. Angka tersebut memberi kesempatan kepada pemain untuk mengocok dadunya lagi. Kocokan kedua keluar angka 3. Angka tersebut membawa Kanaya menaiki tangga melampaui Anna.“Waw keren. Mama bentar lagi sampe garis finish,” seru Anna.“Sekarang gi
Ini hari kedua Kamila masih muntah-muntah. Dibujuk ke dokter untuk berobat masih saja menolak.“Mil, ayo makan dulu. Seenggaknya perut tidak terlalu kosong saat kamu muntah.” Mira cemas dengan keadaan anaknya yang sudah pucat pasi.“Tidak mau, Bu. Aku maunya yang seger-seger. Kayak rujak gitu.”Mendengar keinginan Kamila, Mira menjadi curiga. “Mil, kamu dan Elang pernah melakukan hubungan suami istri?”“Ya iyalah, Bu. Memangnya apa lagi yang kami lakukan selain itu,” jawabnya enteng.“Astaga!” Mil, kamu biasa datang bulan tanggal berapa?”“Biasanya sih, akhir bulan.”“Mil, ini sudah tanggal awal bulan. Apa kamu sudah datang bulan?”“Datang bulan?” Sadar akan pertanyaan ibunya, Kamila langsung menyambar kalender duduk yang ada di meja samping bed. “Aku telat tiga hari,” serunya lalu.“Apa? Jangan-jangan kamu ….”“Hamil. Yes!” girangnya.“Hamil hasil perselingkuhan, kok malah senang?”“Ini tuh rezeki, Bu. Rezeki yang tidak akan bisa Mas Elang tolak? Tahu sendiri kan bagaiman
Riak muka Elang penuh emosi, tetapi Kanaya sulit mengartikannya.“Ada apa, Mas?”“Wanita mur*han,” geram Elang.“Siapa Mas? Itu Kamila lagi?” Kanaya semakin penasaran.“Kamu yang mur*han!” bentaknya.“Maksud kamu apa, Mas?” balas Kanaya memekik.“Lihat saja kelakuan busukmu di belakang!”Elang memperlihatkan foto-foto, tetapi bukan foto biasa. Di foto pertama Kanaya sedang duduk menghadap meja bar bersama Bima. Foto kedua Kanaya sedang dipangku Bima dan foto ketiga Kanaya sedang bertautan bibir dengan Bima.Mata Kanaya kini ikut membeliak tak percaya. Siapa yang dengan usilnya mengabadikan momen ketidaksengajaan itu. Bahkan ia pun tidak bisa mengingat dengan jelas. Hanya satu yang ia yakini saat mabuk apapun bisa terjadi.“Mas, itu pasti sewaktu aku mabuk.”“Mabuk? Oh jadi kamu diam-diam suka mabuk?” tatapan Elang yang tajam seperti menguliti.“Aku hanya pernah mabuk dua kali, Mas.”“Bohong! Tapi kenapa harus bersama Bima?” Satu nama yang sangat disesalkan Elang.“Itu han
“Gawat Nay, gawat!” seru Meta.“Apanya yang gawat?” Kanaya dibuat terkejut.“I-itu … nganu ….”“Apa sih? Coba kamu tarik napas dulu.”Meta pun terdengar mengatur napasnya. “Nay, masih ingat enggak musuh bebuyutan lu?”“Gue enggak punya musuh tuh.”“Jangan amnesia deh.”“Serius. Gue kan anak baik.”“Iya anak baik,” ejek Meta. “Sebel gue! Itu tadi waktu gue jalan-jalan, gue enggak sengaja bertemu Si Meli.”“Melinda?”“Iya siapa lagi. Udah sekian abad tuh mahluk enggak keliatan, eh tiba-tiba muncul. Kayak demit saja.”“Melinda. Anak itu ….”Melinda adalah teman sekampusnya dulu. Ia sangat tidak suka dengan Kanaya. Lantaran setiap cowok yang ditaksirnya malah menyatakan cinta kepada Kanaya. Meski Kanaya tidak pernah menerima, tetap saja kebencian Melinda sulit dihilangkan. Sebenarnya ia juga berparas cantik, tetapi sayang perangainya kurang baik. Judes, sombong, narsis, dan terkenal matre. Ia berasal dari keluarga sederhana. Kuliah pun karena mendapat beasiswa. Sehingga keber
SSN 75Semua berjalan sebagaimana mestinya. Akhirnya setelah melewati rasa perih pengkhianatan Kanaya bisa menemukan kebahagiaan lagi. Bersama Bima, ia merasa hidup berjalan normal. Meski yang namanya rumah tangga tidak lepas dari ujian. Hanya saja, selama ujian itu bukan kehadiran wanita lain, Kanaya akan selalu sanggup menjalaninya."Happy birthday to you, happy birthday Narain "Lagu ulang tahun mengantarkan Narain untuk meniup lilin dengan angka 5. Ya, buah hati Bima dan Kanaya tidak terasa sudah berusia lima tahun. Acara ulang tahun diselenggarakan sederhana. Hanya dihadiri keluarga dan kerabat dekat saja."Ayo sekarang potong kuenya!" Ucap Anna.Kanaya lekas membantu memotongkan."Suapan pertama buat siapa, Dek?" tanya Alya."Buat Ayah.""Kok, nggak buat mama dulu?""Ayah dulu. Mama itu suka celewet, kadang galak.""Ih, kok Rain gitu sama mama," protes Kanaya."Haha ...." Orang-orang malah nertawain Kanaya."Anak ayah yang Soleh, kue pertama harus buat mama ya. Soalnya mama lah
“Iya istriku, katakan saja hal apa yang sudah membuatmu marah, agar saya bisa memeprbaikinya.” “Ok. Pertama kamu kegatelan sama cewek muda waktu di taman. Alya sudah cerita semuanya. Bahkan kamu mau kasih nomer kan sama tuh cewek? Untung saja kamu enggak hapal. Coba kalau hapal, pasti sudah berkirim pesan sekarang juga.” “Cinta, kamu cemburu?” “Ini bukan perkara cemburu, Bim. Kamu sudah jelas suka dengan daun muda,” sengit Kanaya. “Eh Cinta, dengarkan dulu. Siapa bilang saya tidak hapal nomer Hp sendiri? Ya hapalah. Untuk apa coba saya pura-pura bilang enggak hapal? Itu karena saya sangat menjaga hati. Lagian buat apa juga tertarik sama bocah? Cantikan mama-nya Narain lah.” “Ehm … udah jangan bohong. Ngaku saja!” Bima pun menyebutkan nomer Hp-nya dan benar saja dia hapal, malah sangat hapal. Berarti alasan bilang tidak hapal memang karena tidak mau saja kasih nomer kepada cewek itu. “Gimana, masih mau bilang saya kegatelan? Emang benar sih, saya tuh udah gatel banget. Yang di ba
SSN-73Setelah mencoba mengingat, Bima tak kunjung menemukan kesalahannya sendiri. Pria kadang memang tidak peka.“Aduh, mama kalian tuh emang suka mendadak kayak gitu. Ayah jadi bingung.”“Ayo susul mama, Yah!” saran Alya.“Iya nanti saja. Sekarang tanggung, Ayah laper.”Mereka kembali melanjutkan aktifitas sarapannya dan tak lama Alya yang memang sudah sarapan sejak tadi merasa kenyang.“Aku dah selesai. Duluan ya Kak, Yah,” izin Alya.“Sayang tunggu, Ayah boleh minta tolong?”“Apa itu?”“Bawain sarapan buat mama. Mama pasti masih lapar. Kan tadi berhenti gara-gara marah sama ayah.”“Ok.”Alya segera membawa sepiring sarapan dan mencari mamanya. Ternyata Kanaya sedang duduk di balkon lantai dua.“Hey Mah.”“Bawa apa Sayang?”“Sarapan. Kata ayah, Mama harus sarapan banyak. Kan netein adek Narain.”“Terima kasih, Sayang.”Kanaya yang memang lapar langsung mengambil alih piring dari tangan Alya. Alya ikut menemani dengan duduk di samping mamanya.“Mah, tadi waktu jogging
Setelah baby Narain terbangun oleh suara bebek mainan, ia enggan terlelap lagi. Kanaya sampai terus nguap-nguap dan matanya berair menahan ngantuk.“Ya, udah tidur saja.”“Kan Narain belum bobo.”“Tidak apa-apa, biar saya yang jagain. Mungkin ia juga kangen, pengen gadang sama ayahnya.”“Enggak ah, aku juga mau di sini saja nemenin kamu.”Bima terus mengajak main anaknya. Sesekali ia pun menguap, tetapi terus ditahannya. Bima gegas membuat secangkir kopi untuk mengusir rasa kantuknya. Sekembali membuat kopi, rupanya Kanaya yang menunggu Narain sudah tertidur.“Mamanya sudah bobo ya? Tunggu, ayah minum dulu kopinya. Eum ….” Bima menghirup aromanya. Lalu ia seruput sedikit demi sedikit. Perlahan kantuknya pun hilang.Narain sama sekali tak rewel. Ia begitu asik bermain malam-malam bersama sang ayah. Tak terasa jarum jam sudah menunjuk angka 12. Berbagai nyanyian, solawat, doa-doa, tepuk-tepuk sampai ngoceh apa aja Bima lakuin agar si Buah hati tidur kembali. Usahanya tidak sia-s
Kanaya sulit terpejam. Ia terus menatap suami yang sudah terlelap kurang dari dua jam lamanya. Suami yang ditatap menggeliat. Kanaya menoleh pada jam yang nongkrong di meja samping bed. “Jam 00.00?” gumamnya. Biasanya di jam ini, Bima akan terbangun untuk buang air kecil. Mendadak Kanaya ingin memberi sedikit pelajaran dengan mengerjainya. Ia buru-buru bersembunyi di walk-in closet. “Ya ….” Terdengar Bima memanggil. Tidak lama terdengar juga langkahnya yang ke sana ke mari mencari. Lalu langkahnya kian menjauh dari ruang kamar. Kanaya keluar dari walk-in closet pelan-pelan. Ia mengintip dan mengendap seperti maling untuk menyaksikan kepanikan Bima di luar kamar. Tampak Bima berlari-lari kecil dari ruang ke ruang lainnya. Kanaya cekikikan sendiri sambil ditangkupnya mulut agar tidak kelepasan tertawa. Suaminya terdengar berteriak, untung saja anak-anak tidak terbangun. Lalu menyalakan semua lampu penerangan, terlihat napasnya terengah-engah. Raut penyesalan tampak jelas tergambar.
Bima menjemput Anna pulang sekolah. Sepanjang perjalanan ada yang dirasakan berbeda dalam diri Anna. Tak seperti biasanya mengoceh dan bercerita tentang harinya yang menyenangkan ataupun sebaliknya.“Ann, kamu kenapa?”“Tidak apa-apa.”“Tidak mau cerita sama Ayah?”“Tidak.”Suasana hening kembali sampai tiba di istina mereka. Kanaya sudah menyambut kepulangan putri sululungnya. Sementara Alya sudah lebih dahulu pulang.Anna masuk rumah begitu saja tanpa salam. Bahkan mamanya yang di ambang pintu ia lewati begitu saja. Ia pun langsung naik ke lantai dua dan terdengar membanting pintu kamar. “Bim, kenapa Anna?”“Anna tidak mau cerita.”“Apa Anna punya pacar?” selidik Bima. Meski mereka terbilang akrab, tetapi untuk urusan cinta, Anna enggan membagi kepada ayah sambungnya.“Iya. Dia jadian sama anak yang bernama Rangga itu, lho.”“Oh.”Kanaya sudah paham, walau suaminya hanya bilang ‘oh’, ia pasti akan melakukan sesuatu.“Aku mau temui Anna dulu, ya!”“Iya. Saya juga mau
Bima membawa istri untuk memeriksakan kehamilannya kembali. Sekalian mereka mau konsul tentang rencana babymoon-nya. Hasil pemeriksaan sejauh ini baik-baik saja, tetapi Indra sebagai dokter menyarankan agar mereka berangkat babymoon sekitar dua mingguan lagi. Untuk melihat sejauh mana kondisi Kanaya yang baru saja melewati fase mual muntah. Selagi ada waktu dua minggu, pasangan suami istri tersebut mempersiapkan segalanya. Mereka juga membujuk Anna dan Alya agar mau ditinggal selama seminggu. Bukan hal yang mudah tentunya, mengingat putri-putri Kanaya tidak pernah ditinggal lama. Akhirnya mereka semua mencapai mupakat setelah berdiskusi alot. Anna dan Alya mengizinkan hanya untuk lima hari. Destinasinya hanya Lombok, tidak boleh keliling ke tempat lain. Karena kalau keliling, mereka harus ikut turut serta. Setiap hari mereka juga harus video call untuk saling mengabari. Selama Bima dan Kanaya pergi, Mira juga diminta untuk menginap.** Wirawan sudah terlihat sangat sehat dan s
Depresi Kamila tidak kunjung membaik. Mira memasukkannya ke Rumah Sakit Jiwa karena kewalahan. Di rumah sakit, keadaan Kamila lebih terkontrol dan stabil. Sesekali ia mengunjungi Kanaya dan cucu-cucunya.“Nay, kenapa kamu jadi malas mandi begini sih?”“Enggak tahu, Bu. Rasanya mual kalau masuk kamar mandi itu.”“Padahal dulu waktu hamil Alya, kamu tuh rajin banget mandi. Sampai sehari lima kali, lho.”“Oh iya, hehe.”“Iya, Bu. Naya malas mandi tuh. Deket-deket saya juga, dia tidak mau,” timbrung Bima yang baru muncul.“Emang begitu Nak Bima bawaan orang hamil itu beda-beda. Yang sabar ya!”“Iya, Bu. Pasti.”“Tahu ah, kamu acara ngadu segala sama ibu,” ketus Kanaya.“Ya tak apa-apa Nay. Ibu malah senang kalau Nak Bima itu bisa akrab sama ibu. Lagian kamu juga aneh, justru lagi hamil itu harus deket-deket sama suami. Kamu juga dulu waktu hamil Anna, nempel banget sama suami. Sampai suamimu kamu larang masuk kantor. Jauh sedikit saja, kamu merajuk,” tutur Mira panjang tanpa sada
“Wah selamat, bentar lagi jadi dady, nih.”“Ngapain gue ganti nama jadi Dedi?”“Haha, enggak lucu lu!”“Engga lucu, ketawa.”“Haha … aduh Nyonya Anggara terima kasih banget karena Anda, hidup sahabat saya jadi berwarna. Padahal dulu hidupnya lempeng aja, mana bisa dia guyon.”“Begitulah. Waktu pertama kali bertemu juga, dia itu songong dan arogan.”“Eit, malah gunjingin suami,” seloroh Bima.“Hehe,” kekeh Kanaya.“Jadi beneran kan istri gue hamil?” ulang Bima memastikan lagi.“Beneran lah, masih aja lu nanya.”“Ya Tuhan, terima kasih.”Bima menangkup kedua pipi istri dengan gemas dan menghujaninya dengan kecupan.“Eh, eh, tolong kondisikan Pak Bima Anggara. Istri saya kebetulan lagi di LN, masih lama pulangnya,” sewot Indra.“Itu derita lu.”“Tega bener.”“Oya Dok, soal hubungan badan di trisemester pertama ini bagaimana?” tanya Kanaya.“Berhubung keadaan ibu dan janin sehat, jadi masih bisa dilakukan. Amanlah. Malah bisa menambah booster buat ibunya.”“Nambah booste