Setan berefhoria sebab Bima menyambut bibir ranum milik Kanaya. Keduanya tenggelam dalam cumb* menyesatkan. Meski Kanaya menganggap yang dihadapannya itu Elang, nyatanya Bima tetap menikmati setiap panggutan. Persekian detik panggutan pun terlepas.“Maafkan saya.”“Kamu tidak akan aku maafkan, Mas!”“Jangan seperti ini lagi, jangan jadi wanita bodoh! Selesaikan masalahmu.”“Brengs*k!” Kanaya mendorong tubuh Bima. Ia langsung membuka pintu mobil dan jalan sempoyongan memasuki rumah.Dahlan, sekuriti yang membukakan pintu pagar hanya mengerutkan dahi. Ia merasa aneh dengan prilaku majikannya. Namun sama sekali tidak berani bertanya atau menegur. Begitupun dengan Darmi yang membukakan pintu rumah. Ia hanya curiga kalau majikannya ini tengah menghadapi masalah. Anak-anak tentu saja masih dalam keadaan tidur dan terbuai mimpi. Kanaya lagi-lagi bisa melenggang dengan aman. Elang bahkan belum pulang juga. Kanaya langsung masuk kamar mandi dan mengguyur tubuhnya dengan shower. Perlahan
“Kebetulan Kanaya sedang enggak enak badan. Ada apa ya, Bim? Kok, lu tanyain keadaan istri gue?”“Oh, itu … sebenarnya semalam tidak sengaja bertemu dia.”“Dimana?”“Di tempat hiburan malam.”“Istriku bersama siapa?”“Bersama temannya,” karang Bima.“Wanita atau laki-laki?”“Wanita.”Oh ternyata benar, ia memang menemani temannya yang sedang patah hati karena diselingkuhi. Akan tetapi apapun alasannya, aku tidak suka Kanaya mendatangi tempat seperti itu. Ucapnya dalam hati.“Dia mengenali lu?”“Ya iyalah.”“Terus gimana?”“Dia tanya apakah lemburnya sudah selesai?”“Apa? Terus lu jawab apa?” tanya Elang panik.“Ya gue jawab kalau gue enggak lembur.”“Aduh!” Elang meremas kepalanya.“Emang gue enggak lembur.”“Eum … lalu dia bilang apa?”“Dia tanya apa lu benar ada lembur.”“Astaga! Lu jawab apa Bim?”“Tadinya gue mau jawab enggak ada.”“Berarti lu jawab ada lembur kan?” sambar Elang.“Begitulah.”“Wah, thanks brow!” girang Elang seraya memeluk Bima secepat kilat.“Kenapa lu bohong sam
Mereka menyembunyikan badannya di balik pintu. Sesekali kepala Anna menengok kea rah dalam. Sayang sekali lelaki itu memakai jaket hoodie dan kepalanya memakai upluk dari hoodie tersebut. Posisinya juga membelakangi lagi. Memancing rasa penasaran Anna lebih jauh. Ia pun merasa familiar dengan tubuh tegap lelaki yang bersama tantenya. Dengan mata memicing, Anna melihat punggung Si lelaki itu.“Mas, buka dong jaketnya!” rengek Kamila.“Aku tidak mau kalau sampai ada yang melihatku,” ucapnya pelan.“Ini ruangan pribadi, Mas. Mana ada yang lihat.”“Kalau begitu, tutup rapat pintunya.”“Oh iya, lupa.”Percakapan Kamila dengan lelakinya sama sekali tak tertangkap gendang telinga Anna. Karena Kamila berjalan menuju pintu, Anna dan Devi secepat kilat menjauh dari ruangan tersebut. Pintu ruangan pun tertutup rapat.“Yah, gagal deh mau lihat siapa yang bersama tante,” keluh Anna.Mereka memutuskan untuk memilih meja dan segera memesan makanan. “Eh, kamu penasaran banget ya dengan cowo
Setelah lima menit, Anna sadarkan diri. Devi segera memberikannya minum air putih.“Ann, gimana keadaanmu? Apa yang kamu rasakan?”“Aku hanya pusing.”“Ann ….”“Ya, Dev. Papa aku masih di ruang itu?”Devi mengangguk pelan. “Apa kamu akan mendatanginya?”“Beri aku kekuatan, Dev,” pinta Anna memegang tangan sahabatnya.“Kamu butuh amunisi dulu,” ucap Lia tiba-tiba muncul dengan nampan berisi makanan.“Iya, Ann. Kamu harus makan dulu. Biar pulih.”“Sekalian, kamu juga Dek. Makan yang banyak biar ada energi untuk bantu temannya,” ujar Lia kepada Devi.“Terima kasih, tante.”“Sama-sama.”Sebenarnya tak ada selera untuk makan apapun, tetapi benar apa yang dikatakan Lia, Anna perlu amunisi. Ia memaksa dirinya untuk melahap makanan yang sudah tersaji. Setiap suapnya begitu sulit melalui kerongkongan. Berkali-kali ia tenggelamkan dengan air minum. Dirasa sudah cukup, Anna lekas mengakhiri makan siangnya.“Tante jadi berapa?”“Ya ampun, Dek. Ini gratis. Kenapa juga kamu harus baya
“Bu, ada hal penting apa sampai aku harus cepat pulang?” tanya Kamila sesampainya di rumah.“Kakakmu sudah menunggu di ruang tengah,” terang Mira, ibunya Kamila.“Kak Naya?”“Ya.”Dia tahu aku di Jakarta. Dia mau apa, ya? Tanyanya dalam hati.“Hallo, apa kabar Kak?” sapa Kamila seraya mengulurkan tangan untuk bersalaman, tetapi Kanaya mengabaikan. Ia pun menarik kembali ulurannya.“Buruk,” sahut Kanaya ketus setelah persekian detik.“Kakak ada perlu sama aku?” “Duduklah!”Kamila duduk tak jauh dari kakaknya. “Bicaralah!”“Berhentilah menggoda Elang!” ucap Kanaya dengan menatap tajam Kamila.Jleb! Bak busur panah yang melesat tanpa aba-aba. Kamila langsung terhenyak. Sungguh tidak mengira kalau Kanaya sudah mengetahuinya. “Maksud Kak Naya apa? Aku enggak ngerti.”Aku juga ingin rasanya dari awal bilang sama kamu, kalau Elang suka bermain denganku. Agar rumah tanggamu yang harmonis hancur lebur, tetapi Elang selalu mewanti-wanti jangan sampai Kanaya tahu. Kamila berkata
Dalam waktu yang sama, Kanaya tengah mondar-mandir dalam kamarnya. Ia sedang mempersiapkan diri untuk berbicara kepada Elang. Ia berusaha menguatkan dirinya agar nanti tidak keluar air mata di depan suami pengkhianat. Ia juga memikirkan bagaimana caranya agar tidak ketahuan Anna dan Alya. Karena sekuat apapun menahan diri, kemungkinan besar keributan akan terjadi.Apa aku ajak Elang bicara di kamar mandi saja? Atau aku nyalakan musik saja agar tersamarkan bila ribut nanti. Hati Kanaya bicara.Perasaan gugup, panik dan marah bercampur jadi satu. Banyak berpikir membuat Kanaya kehausan. Ia gegas keluar kamar dan menuruni anak tangga untuk mengambil air minum dingin di lemari es lantai bawah. Saat melewati ruang TV, ia hanya mendapati Alya yang sedang asik menikmati donat gigit demi gigitan.“Al, kak Anna mana?” tanya Kanaya menghampiri.“Kak Anna mungkin sama papa. Tadi di sini. Aku habis ngambil donat di mobil,” terangnya sambil menggigit donat toping coklat.“Oh, papa sudah pulan
Kanaya langsung menyusul Anna. Ia sangat khawatir dengan keadaan anaknya yang tengah kecewa berat. Satu ketukan, dua ketukan dan pintu pun dibuka setelah tiga ketukan.“Mah,” lirih Anna. Ia langsung menghambur ke pelukan Kanaya.“Mah, Kakak kenapa?” tanya Alya penasaran.“Sayang, lebih baik kamu masuk kamar. Ini sudah malam. Nanti kalau Kak Anna sudah merasa baikan, pasti dia akan cerita sama Alya.”“Ok, Mah. Aku kasih waktu buat Kakak. Awas ya, ntar kalau enggak cerita!”“Iya,” sahut Anna pelan.“Hah! Mama juga kayak yang habis nangis. Kok kompakan dengan Kak Anna. Ih kalian ada apa, sih?” Alya penasaran.“Nanti Mama juga akan cerita. Beri kami waktu dulu, Sayang.”“Ya. Kalau begitu aku masu bobo dulu. Bye Mah,” pamit Alya.Untunglah Alya tidak memaksa, ia pun langsung menuju kamarnya. Namun saat hendak masuk kamar, ia melihat papanya basah kuyup.“Eh Papa,” tegur Alya.“Iya, Sayang. Belum tidur?”“Ini baru mau masuk kamar. Papa kenapa malam-malam malah main air?” alis pe
Malam semakin larut. Usai menenangkan Anna yang terguncang, Kanaya hanya duduk sendiri di ruang tengah. Ia menatap foto keluarga dengan bingkai besar yang bertengger di dinding. Senyuman di foto itu seakan tidak pernah pudar. Nyatanya bukan hanya pudar, tetapi terampas.Slide kenangan keromantisan Elang malah terus berputar di kepala Kanaya.Saat hari mendung Elang berkata, ‘Ay … tahukah pagi ini sinar mentari malu-malu untuk menampakkan diri? Itu karena kamu lebih bersinar darinya.’Saat hari anniversary ke 15 tahun Elang berkata, ‘Ay … bilangan tahun yang kita lalui bersama, mengajariku satu hal. Bahwa tak ada yang lebih baik, tulus dan berharga selain dirimu.’Saat malam hari Elang berkata, ‘Ay … aku sudah mengantuk dan mau tidur, tetapi kepikiran kamu terus. Semoga pas bangun nanti tidak lagi.’ Pagi pun tiba. Ia berkata lagi, ‘Ay … ternyata sama saja. Saat bangun aku juga masih kepikiran kamu terus.’Saat mengajak menghadiri acara kantor Elang berkata, ‘Ay … suatu kebanggaan kamu
SSN 75Semua berjalan sebagaimana mestinya. Akhirnya setelah melewati rasa perih pengkhianatan Kanaya bisa menemukan kebahagiaan lagi. Bersama Bima, ia merasa hidup berjalan normal. Meski yang namanya rumah tangga tidak lepas dari ujian. Hanya saja, selama ujian itu bukan kehadiran wanita lain, Kanaya akan selalu sanggup menjalaninya."Happy birthday to you, happy birthday Narain "Lagu ulang tahun mengantarkan Narain untuk meniup lilin dengan angka 5. Ya, buah hati Bima dan Kanaya tidak terasa sudah berusia lima tahun. Acara ulang tahun diselenggarakan sederhana. Hanya dihadiri keluarga dan kerabat dekat saja."Ayo sekarang potong kuenya!" Ucap Anna.Kanaya lekas membantu memotongkan."Suapan pertama buat siapa, Dek?" tanya Alya."Buat Ayah.""Kok, nggak buat mama dulu?""Ayah dulu. Mama itu suka celewet, kadang galak.""Ih, kok Rain gitu sama mama," protes Kanaya."Haha ...." Orang-orang malah nertawain Kanaya."Anak ayah yang Soleh, kue pertama harus buat mama ya. Soalnya mama lah
“Iya istriku, katakan saja hal apa yang sudah membuatmu marah, agar saya bisa memeprbaikinya.” “Ok. Pertama kamu kegatelan sama cewek muda waktu di taman. Alya sudah cerita semuanya. Bahkan kamu mau kasih nomer kan sama tuh cewek? Untung saja kamu enggak hapal. Coba kalau hapal, pasti sudah berkirim pesan sekarang juga.” “Cinta, kamu cemburu?” “Ini bukan perkara cemburu, Bim. Kamu sudah jelas suka dengan daun muda,” sengit Kanaya. “Eh Cinta, dengarkan dulu. Siapa bilang saya tidak hapal nomer Hp sendiri? Ya hapalah. Untuk apa coba saya pura-pura bilang enggak hapal? Itu karena saya sangat menjaga hati. Lagian buat apa juga tertarik sama bocah? Cantikan mama-nya Narain lah.” “Ehm … udah jangan bohong. Ngaku saja!” Bima pun menyebutkan nomer Hp-nya dan benar saja dia hapal, malah sangat hapal. Berarti alasan bilang tidak hapal memang karena tidak mau saja kasih nomer kepada cewek itu. “Gimana, masih mau bilang saya kegatelan? Emang benar sih, saya tuh udah gatel banget. Yang di ba
SSN-73Setelah mencoba mengingat, Bima tak kunjung menemukan kesalahannya sendiri. Pria kadang memang tidak peka.“Aduh, mama kalian tuh emang suka mendadak kayak gitu. Ayah jadi bingung.”“Ayo susul mama, Yah!” saran Alya.“Iya nanti saja. Sekarang tanggung, Ayah laper.”Mereka kembali melanjutkan aktifitas sarapannya dan tak lama Alya yang memang sudah sarapan sejak tadi merasa kenyang.“Aku dah selesai. Duluan ya Kak, Yah,” izin Alya.“Sayang tunggu, Ayah boleh minta tolong?”“Apa itu?”“Bawain sarapan buat mama. Mama pasti masih lapar. Kan tadi berhenti gara-gara marah sama ayah.”“Ok.”Alya segera membawa sepiring sarapan dan mencari mamanya. Ternyata Kanaya sedang duduk di balkon lantai dua.“Hey Mah.”“Bawa apa Sayang?”“Sarapan. Kata ayah, Mama harus sarapan banyak. Kan netein adek Narain.”“Terima kasih, Sayang.”Kanaya yang memang lapar langsung mengambil alih piring dari tangan Alya. Alya ikut menemani dengan duduk di samping mamanya.“Mah, tadi waktu jogging
Setelah baby Narain terbangun oleh suara bebek mainan, ia enggan terlelap lagi. Kanaya sampai terus nguap-nguap dan matanya berair menahan ngantuk.“Ya, udah tidur saja.”“Kan Narain belum bobo.”“Tidak apa-apa, biar saya yang jagain. Mungkin ia juga kangen, pengen gadang sama ayahnya.”“Enggak ah, aku juga mau di sini saja nemenin kamu.”Bima terus mengajak main anaknya. Sesekali ia pun menguap, tetapi terus ditahannya. Bima gegas membuat secangkir kopi untuk mengusir rasa kantuknya. Sekembali membuat kopi, rupanya Kanaya yang menunggu Narain sudah tertidur.“Mamanya sudah bobo ya? Tunggu, ayah minum dulu kopinya. Eum ….” Bima menghirup aromanya. Lalu ia seruput sedikit demi sedikit. Perlahan kantuknya pun hilang.Narain sama sekali tak rewel. Ia begitu asik bermain malam-malam bersama sang ayah. Tak terasa jarum jam sudah menunjuk angka 12. Berbagai nyanyian, solawat, doa-doa, tepuk-tepuk sampai ngoceh apa aja Bima lakuin agar si Buah hati tidur kembali. Usahanya tidak sia-s
Kanaya sulit terpejam. Ia terus menatap suami yang sudah terlelap kurang dari dua jam lamanya. Suami yang ditatap menggeliat. Kanaya menoleh pada jam yang nongkrong di meja samping bed. “Jam 00.00?” gumamnya. Biasanya di jam ini, Bima akan terbangun untuk buang air kecil. Mendadak Kanaya ingin memberi sedikit pelajaran dengan mengerjainya. Ia buru-buru bersembunyi di walk-in closet. “Ya ….” Terdengar Bima memanggil. Tidak lama terdengar juga langkahnya yang ke sana ke mari mencari. Lalu langkahnya kian menjauh dari ruang kamar. Kanaya keluar dari walk-in closet pelan-pelan. Ia mengintip dan mengendap seperti maling untuk menyaksikan kepanikan Bima di luar kamar. Tampak Bima berlari-lari kecil dari ruang ke ruang lainnya. Kanaya cekikikan sendiri sambil ditangkupnya mulut agar tidak kelepasan tertawa. Suaminya terdengar berteriak, untung saja anak-anak tidak terbangun. Lalu menyalakan semua lampu penerangan, terlihat napasnya terengah-engah. Raut penyesalan tampak jelas tergambar.
Bima menjemput Anna pulang sekolah. Sepanjang perjalanan ada yang dirasakan berbeda dalam diri Anna. Tak seperti biasanya mengoceh dan bercerita tentang harinya yang menyenangkan ataupun sebaliknya.“Ann, kamu kenapa?”“Tidak apa-apa.”“Tidak mau cerita sama Ayah?”“Tidak.”Suasana hening kembali sampai tiba di istina mereka. Kanaya sudah menyambut kepulangan putri sululungnya. Sementara Alya sudah lebih dahulu pulang.Anna masuk rumah begitu saja tanpa salam. Bahkan mamanya yang di ambang pintu ia lewati begitu saja. Ia pun langsung naik ke lantai dua dan terdengar membanting pintu kamar. “Bim, kenapa Anna?”“Anna tidak mau cerita.”“Apa Anna punya pacar?” selidik Bima. Meski mereka terbilang akrab, tetapi untuk urusan cinta, Anna enggan membagi kepada ayah sambungnya.“Iya. Dia jadian sama anak yang bernama Rangga itu, lho.”“Oh.”Kanaya sudah paham, walau suaminya hanya bilang ‘oh’, ia pasti akan melakukan sesuatu.“Aku mau temui Anna dulu, ya!”“Iya. Saya juga mau
Bima membawa istri untuk memeriksakan kehamilannya kembali. Sekalian mereka mau konsul tentang rencana babymoon-nya. Hasil pemeriksaan sejauh ini baik-baik saja, tetapi Indra sebagai dokter menyarankan agar mereka berangkat babymoon sekitar dua mingguan lagi. Untuk melihat sejauh mana kondisi Kanaya yang baru saja melewati fase mual muntah. Selagi ada waktu dua minggu, pasangan suami istri tersebut mempersiapkan segalanya. Mereka juga membujuk Anna dan Alya agar mau ditinggal selama seminggu. Bukan hal yang mudah tentunya, mengingat putri-putri Kanaya tidak pernah ditinggal lama. Akhirnya mereka semua mencapai mupakat setelah berdiskusi alot. Anna dan Alya mengizinkan hanya untuk lima hari. Destinasinya hanya Lombok, tidak boleh keliling ke tempat lain. Karena kalau keliling, mereka harus ikut turut serta. Setiap hari mereka juga harus video call untuk saling mengabari. Selama Bima dan Kanaya pergi, Mira juga diminta untuk menginap.** Wirawan sudah terlihat sangat sehat dan s
Depresi Kamila tidak kunjung membaik. Mira memasukkannya ke Rumah Sakit Jiwa karena kewalahan. Di rumah sakit, keadaan Kamila lebih terkontrol dan stabil. Sesekali ia mengunjungi Kanaya dan cucu-cucunya.“Nay, kenapa kamu jadi malas mandi begini sih?”“Enggak tahu, Bu. Rasanya mual kalau masuk kamar mandi itu.”“Padahal dulu waktu hamil Alya, kamu tuh rajin banget mandi. Sampai sehari lima kali, lho.”“Oh iya, hehe.”“Iya, Bu. Naya malas mandi tuh. Deket-deket saya juga, dia tidak mau,” timbrung Bima yang baru muncul.“Emang begitu Nak Bima bawaan orang hamil itu beda-beda. Yang sabar ya!”“Iya, Bu. Pasti.”“Tahu ah, kamu acara ngadu segala sama ibu,” ketus Kanaya.“Ya tak apa-apa Nay. Ibu malah senang kalau Nak Bima itu bisa akrab sama ibu. Lagian kamu juga aneh, justru lagi hamil itu harus deket-deket sama suami. Kamu juga dulu waktu hamil Anna, nempel banget sama suami. Sampai suamimu kamu larang masuk kantor. Jauh sedikit saja, kamu merajuk,” tutur Mira panjang tanpa sada
“Wah selamat, bentar lagi jadi dady, nih.”“Ngapain gue ganti nama jadi Dedi?”“Haha, enggak lucu lu!”“Engga lucu, ketawa.”“Haha … aduh Nyonya Anggara terima kasih banget karena Anda, hidup sahabat saya jadi berwarna. Padahal dulu hidupnya lempeng aja, mana bisa dia guyon.”“Begitulah. Waktu pertama kali bertemu juga, dia itu songong dan arogan.”“Eit, malah gunjingin suami,” seloroh Bima.“Hehe,” kekeh Kanaya.“Jadi beneran kan istri gue hamil?” ulang Bima memastikan lagi.“Beneran lah, masih aja lu nanya.”“Ya Tuhan, terima kasih.”Bima menangkup kedua pipi istri dengan gemas dan menghujaninya dengan kecupan.“Eh, eh, tolong kondisikan Pak Bima Anggara. Istri saya kebetulan lagi di LN, masih lama pulangnya,” sewot Indra.“Itu derita lu.”“Tega bener.”“Oya Dok, soal hubungan badan di trisemester pertama ini bagaimana?” tanya Kanaya.“Berhubung keadaan ibu dan janin sehat, jadi masih bisa dilakukan. Amanlah. Malah bisa menambah booster buat ibunya.”“Nambah booste