Sarah? Kamu kenal orang ini?" tanya Anto pada Nirmala."Iya mas, dia..."Nirmala menghentikan kalimatnya, Nirmala merasa bukan waktu yang tepat membicarakan hal ini pada Anto."Maaf mas, saya bukan Sarah."Seketika Heru meradang dan menarik perempuan itu menjauh dari keramaian, Anto berusaha mencegah namun Nirmala menahannya.Acara resepsi pernikahan Nirmala menjadi kacau, sungguh jauh dari apa yang dia harapkan semua karena Heru. Heru membuat suasana menjadi tak karuan, Nirmala tak terima dengan semua ini.Rasa lelah mendera Nirmala, ia merebahkan tubuhnya di atas ranjang, rangkaian peristiwa tadi sungguh membuat kepalanya berat, ia memejamkam mata hingga tak sadar Anto sudah menghampirinya. Tangan lembut Anto yang mengusap tangan Nirmala membuat Nirmala terkejut.
[Laporkan saja, aku ini papanya mana mungkin ada papa menculik anaknya sendiri. Paling kamu dianggap gila. Hahaha]Mata Nirmala memanas membaca pesan itu, dikepalnya ponsel itu sekuat mungkin, Anto tak henti-hentinya menenangkan Nirmala.Nirmala terus menangis memikirkan keadaan Kania, meski ia tahu Kania bersama papa kandungnya namun Kania sudah lama tak pernah menghabiskan waktu lama dengan papanya.Mama Ratih pun datang ke rumah Nirmala, ada rasa bersalah dalam dirirnya karena kegaduhan ini terjadi karena Heru-anaknya."Mama sudah meminta dia kembali. Katanya sore ini dia akan pulang. Kamu tenang saja ya," ucap Mama Ratih.Mendengar hal itu Nirmala, Anto dan ibu pun ikut merasa lega. Anak kecil itu tak tahu apa-apa tapi dia harus merasakan hal ini atas kekecewaan oranh tuanya."Maafkan Heru, ini bentu
"Mama... Mama..."Nirmala terperanjat mendengar Kania menyebut namanya, ia meraih tangan anaknya yang terbaring lemah."Iya sayang, ini mama. Mana yang sakit bilang sama mama nak."Dengan suara parau Nirmala mencoba menahan air matanya agar tak tumpah, baru kali ini ia melihat Kania begitu lemah, matanya menunjukan kesedihan dan ketakutan yang mendalam."Papa jahat ma, papa kurung Kania."Pecah sudah air mata Nirmala mendengar ucapan anaknya, dadanya bergumuruh sesak tak terperi, terbayang betapa menderitanya Kania selama dibawa Heru. Lelaki itu sepertinya memang sudah gila, ia membawa anaknya lalu mengabaikannya.Anto yang baru saja menerima telepon, bergegas menghampiri begitu melihat Nirmala terisak dan Kania sudah sadar."Kania," panggil Anto memeluk tubuh Kania.
Semua mata bersiap menyambut sosok yang datang dengan kendaraan mencurigakan, tak ada yang bergeming, semua diam hingga pintu diketuk dan mereka membalas salam yang diucapkan oleh orang di luar sana.Ibu yang berinisiatif membuka pintu, terlihat dua orang perempuan sudah berdiri di depan pintu. Ibu mengernyitkan dahi pada seorang perempuan yang masih muda, rasanya ibu pernah melihatnya namun sulit untuk menyebut nama itu."Siapa bu?" tanya Nilam seraya menghampiri ibu yang terpaku pada dua orang itu."Sarah ..."Nilam terperangah melihat Sarah yang datang ke rumah itu, ibu akhirnya tahu nama perempuan itu yang sejak tadi ada dipikirannya namun sulit untuk diucapkan."Iya mba," ucap Sarah menunduk."Eh, iya. Ayo masuk!" ajak ibu pada mereka, Nilam pun memberi jalan.Sarah dan
"Mas, aku takut," ucap Nirmala ketika ia hendak memenuhi panggilan polisi untuk dimintai penjelasan tentang peristiwa yang terjadi pada Kania beberapa waktu yang lalu."Kamu tenang saja, semua akan baik-baik saja, kamu cukup ceritakan apa yang sebenarnya terjadi," ucap Anto.Mereka tengah bersiap untuk memenuhi panggilan polisi, sebelum nanti siang Anto harus ke rumah sakit memeriksa beberapa pasiennya. Tengah berbincang serius, Kania datang."Hay, anak ayah yang cantik sudah siap untuk berangkat?" tanya Anto pada Kania."Hari ini Kania dianter mama dan ayah kan?" tanya Kania."Iya dong, nanti yang jemput mama ya. Kalau mama belum datang, Kania tunggu sama bu guru saja dulu," ucap Nirmala mengusap rambut putrinya."Ma, mama mau ketemu papa?" tanya Kania."Iya sayang, kenapa?"
Sepanjang perjalanan, Nirmala dan Kania bercerita banyak hal, tentu saja yang paling bawel adalah Kania. Nirmala tak pernah menyangka jika ia dan Kania akan melewati masa-masa sulit pasca bercerai dengan Heru. Tak pernah sama sekali terbayang oleh Nirmala akan mengalami menjadi janda meski bersyukur itu hanya sebentar saja.Nirmala awalnya enggan menerima Anto karrna trauma yang masih belum pulih, ketakutan untuk membina rumah tangga kembali sangat mrmbayangi Nirmala, kisah sedih yang terjadi pada hidupnya nyaris membuatnya pupus harapan.Namun Kania yang pada akhinya membuat Nirmala luluh menerima Anto untuk menjadi ayah bagi Kania."Kamu mau cari yang bagaimana, nak?" tanya ibu saat itu.Nirmala masih terdiam, dia seakan sedang menghadapi dua algojo yang siap menekamnya jika mrmbeikan keputusan yang bagi mereka tak menyenangkan."Ibu be
Nirmala tak menyangka Sarah akan memenuhi keinginannya untuk dapat hadir di persidangan tadi, tak ada yang tak terkejut apalagi Heru hingga ia ingin sekali berbicara dengan Sarah namun ditolaknya."Terima kasih sudah datang, titip salam untuk ibu Fani ya."Nirmala menggenggam tangan Sarah, hal yang membuat Mama Ratih yang sejak tadi memperhatikan mereka kebingungan. Mama Ratih tak habis pikir kenapa Nirmala bisa seakrab itu pada Sarah yang telah menghancurkan hidupnya."Ehem ... ."Mama Ratih berdehem membuat Nirmala dan Sarah terkejut, tatapan Mama Ratih pada keduanya penuh tanya dan keheranan yang bersarang kuat. Tentu saja siapa pun yang tahu kisah yang terjadi antara keduanya maka akam dibuat terkekut dengan peristiwa hari ini."Mama," ucap Nirmala."Kamu ngapain sama perempuan ini?" tanya Mama menajamkan
Semoga semua sesuai harapan kita ya mas," ucap Nirmala saat di perjalanan menuju rumah setelah menjadi saksi dalam persidangan kasus penculikan dan penyekapan yang dilakukan Heru kepada anaknya sendiri."InsyaAllah, tetap berdoa ya. Kalau pun nanti hukumannya dikurangi karena mengingat Heru itu masih ayahnya Kania setidaknya Heru mendapat hukuman atas tindakannya itu yang semoga bisa membuatnya jera."Nirmala tersenyum, ia bernafas lega karena pada akhirnya Heru bisa merasakan dinginnya jeruji besi, Anto benar semoga setelah ini dia bisa sadar dan kembali pada jalan yang benar.Tetiba Nirmala merasa kepalanya pusing, sejak tadi memang ia merasa kurang enak badan namun tak ia rasakan karena dipikir hanya nervous biasa kala menghadapi persidangan. Anto yang melihat Nirmala memijit-mijit kepalanya dibuat khawatir. Sesekali ia memegang kening istrinya, namun tak panas.
Suasana sudah begitu ramai, Bu Wati senang akhirnya Sarah akan segera resmi menikah kembali dengan Heru, perjalanan panjang dan tak mudah sudah dilewati Sarah. Penantian dan kesabaran Sarah akhirnya berbuah manis, sempat ragu tapi akhirnya Sarah mantap kembali menerima Heru dalam hidupnya. Rasanya merasa bersalah telah membuat Heru menunggu padahal mereka bisa segera menikah kembali, tapi perlu waktu untuk Sarah menerima Heru, ketakutan akan masa lalu selalu membayanginya. Bagaimanapun Heru pernah membuatnya kecewa dengan meninggalkan Sarah seorang diri di rumah sakit lalu pergi entah kemana hingga Sarah harus tinggal di panti ini. Kebahagiaan itupun hadir dalam hati Nirmala, perempuan yang dulu pernah disakiti oleh Satah tapi mampu memaafkan dan berbesar hati menerima kehadiran Sarah dalam hidupnya bahkan mereka jadi sangat akrab sejak Sarah berhijrah menjadi lebih baik, tak ada yang tak memuji Nirmala yang bisa menerima mantan madunya bahkan mantan istri simpanan suaminya dulu, ba
"Kenapa harus menepi sejenak?" tanya Heru di ujung sana. "Mas, aku mohon. Aku perlu waktu untuk memikirkan semuanya, aku harus memutuskan semua dengan segala pertimbangan, aku gak mau gegabah soal ini. Ini menyangkut kehidupanku selanjutnya. Aku mohon Mas Heru mengerti." "Berapa lama?" "Tiga hari saja mas, tolong jangan kirim aku pesan atau apapun. Kita nanti akan tahu seberapa rindu hati kita jika tak melakukan itu, jika dalam waktu tiga hari itu aku ternyata tak bisa hidup tanpamu maka aku yang menghubungimu duluan, begitupun sebaliknya."Heru terdengar menghela napas berat, ia tak menyangka sesulit itu kembali pada Sarah padahal ia pikir bisa dengan mudah karena Sarah terlihat sangat mencintainya terbukti dari kebiasaannya mengantar makanan saat di penjara. Tapi itu saja tak cukup membuat Heru yakin akan mudah mendapatkan Sarah, dia harus berusaha lebih keras lagi. "Baiklah, aku turuti." Akhirnya kalimat itu meluncur dari bibir Heru membuat Sarah bernapas lega."Terima kasih
"Apa?" Heru terkejut mendengar ucapan Sarah, tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. "Terus kamu jawab apa?" Sarah terdiam, Heru menunggu jawaban Sarah dengan hati tak karuan."Aku belum menjawabnya, mas. Aku bercerita tentang semua itu pada Mbak Nirmala, dia memintaku untuk beristikharah. Saat ini jujur aku gamang, aku gak tahu bisa percaya sama kamu sepenuhnya atau nggak, aku ini pernah menjadi istri kedua secara sembunyi-sembunyi, menyakiti perempuan lain bahkan kini perempuan itu seolah tak pernah merasa disakiti olehku, dia sangat baik. Tetap saja justru dengan begitu rasa bersalahku kian besar, aku takut mas." "Apa yang kamu takutkan?" Sarah menatap lelaki itu, keduanya saling menatap penuh arti. "Aku takut kamu mengkhianatiku seperti kamu mengkhianati Mbak Nirmala." Heru menghela napas berat dan mengusap wajahnya kasar. "Sarah, aku rela mengkhianati Nirmala karena apa?" tanya Heru menatap perempuan di depannya. Sarah menunduk, memang ia rasakan semua yang ter
"Mas, aku mau kita sah dulu secara agama dan negara. Tujuh tahun tanpa nafkah batin bukan waktu yang sebentar, aku tak mau melakukan ini dengan gegabah. Mungkin tak pernah ada kata talak darimu tapi saat keluar penjara kamu memilih menghampiri Mbak Nirmala dan mengacuhkanku itu pertanda kamu tak menginginkan aku lagi, mas.""Sudah aku bilang, aku menemui Kania bukan Nirmala. Menemui anakku," sanggah Heru. "Tapi kamu kecewa kan mendengar Mbak Nirmala sudah menikah lagi bahkan hidup bahagia sekarang?" Heru terdiam, Sarah menghela napas. Ia sangat takut, Heru membawanya ke sebuah villa yang cukup sepi, dia meminta untuk melakukan hubungan layaknya suami istri. Tapi Sarah menolak dengan alasan telah hilang haknya untuk itu, karena sepengetahuannya. Enam bulan saja tanpa nafkah batin maupun lahir maka sudah bisa jatuh talak jika istri tak ridho. Ini tujuh tahun selama di penjara, meski selama itu Sarah masih mengunjungi Heru, mereka masih bertemu tapi Sarah tak melihat bias cinta saat it
"Assalamualaikum, mas. Ada apa?""Waalaikumsalam, dimana kamu dek?""Di rumah mbak Nirmala, mas. Kenapa?" "Siapa lelaki itu?" TegSarah terdiam, mendadak wajahnya memerah entah pertanda apa. Nirmala mengamati wajah bingung Sarah. Apa yang dilihat Heru hingga dia marah seperti itu. "Lelaki mana mas?" "Jangan pura-pura, jelas sekali aku melihat kamu dengan seorang lelaki." Sarah menghela nafas, apa yang ditakutkannya terjadi. Sejak dulu, ia tahu sikap Heru yang gampang marah, Heru tak pernah bisa bersikap dingin terlebih jika sudah menyangkut dirinya. Nirmala mencoba menenangkan meski dia tak tahu apa yang sedang mereka bicarakan, hanya saja melihat raut wajah Sarah membuat Nirmana merasa mereka sedang tak baik-baik saja. Enggan ikut campur, Nirmala memilih meninggalkan Sarah seorang diri, membiarkan Sarah menyelesaikan semuanya. "Mas, jangan dulu berpikir aneh. Dia temanku, dulu kami pernah satu panti. Lalu terpisah dan kembali dipertemukan." "Teman atau teman?" Lagi, Sarah me
"Maksud kamu?" tanya Sarah.Jaka gelagapan, ia mencari paduan kata yang tepat untuk menutup sikapnya yang mendadak serba salah karena ucapannya tadi."Apakah aku tak perlu menghiraukannya lagi?" tanya Sarah kembali."Eh, tidak. Bukan begitu," ucap Jaka menjeda kalimatnya. "Gini, pernikahan itu untuk membuat kita bahagia ya setidaknya itu yang aku pegang selama ini, aku sampai sekarang belum menikah karena aku gak yakin bisa bahagia dengan perempuan lain. Kebahagiaanku ada pada seseorang yang hadir sejak dulu, seseorang yang setiap malam aku sebut namanya berharap bisa dipertemukan dengannya yang entah dimana. Aku menunggunya, karena aku yakin dia tercipta untukku. Meski nantinya akan terluka setidaknya aku tak menikah hanya karena untuk membohongi hati ini dan menyakiti perempuan lain yang jadi istriku. Jadi, menurutku ambil keputusan sesuai keyakinan hatimu," ucap Jaka.Sarah terdiam, dia seolah merasa perempuan yang ditunggu Jaka adala
Ponsel Sarah kembali berdering, dia tampak malas melihatnya tapi mendadak sumringah ketika yang menelepon bukan Heru melainkan Jaka, lelaki yang saat ini mengganggu pikirannya sejak pertemuannya tadi.Dengan segera Sarah mengangkat telepon itu."Halo, dengan Ibu Sarah Alea Putri?""Ish, apaan sih. Gak lucu," ucap Sarah seraya tersenyum.Jaka terdengar tertawa di ujung sana, Sarah terlihat malu-malu dan dia tak banyak bicara."Kamu lagi apa?" tanya Sarah."Lagi diem aja," jawab Sarah."Kamu gak nanya aku lagi apa?""Hmm ... Harus ya?""Nggak sih, cuma ya gak adil aja. Aku kan udah nanya masa kamu nggak, tapi sebelum kamu nanya aku jawab duluan deh. Aku lagi mikir mau ngajak kamu makan malam tapi takut ditolak, jadi gimana ya caranya? Kamu tahu gak caranya gimana?"Sarah terdiam, dia kini benar-benar merasakan kegamangan. Kehadiran Jaka membuat dirinya serasa berada di persi
"Tak lama kamu pindah ayahku meninggal karena serangan jantung, aku dan ibu bertahan di kampung itu hingga kami sudah tak punya apapun. Seluruh peninggalan ayah sudah habis terjual, lalu ibu membawaku ke kota ini, dia menitipkanku ke tetangga dan ibu bekerja. Aku gak tahu kerja ibu apa, yang jelas aku lebih banyak menghabiskan waktu di sekolah dan si rumah tetanggaku karena ibu selalu pulang lama pergi pagi. Lalu ...."Sarah menjeda kalimatnya, dadanya seakan terasa sangat sesak bila mengingat semua perjalanan hidupnya yang tak pernah menemukan kebahagian, hanya sekejap ketika bertemu dengan Heru tapi itu pun tak lama.Jaka mencoba menenangkan Sarah dengan mendekatinya dan mengusap punggung Sarah, tapi Sarah menjauh dan menolak. Jaka terkejut, tapi ia pun kemudian maklum kini mereka sudah bukan anak kecil lagi, bahkan dari pakaiannya Sarah pasti sangat menjaga diri dari lelaki yang bukan mahramnya."Ibu pun meninggal sesaat setelah aku menikah, berun
Perlahan Sarah melangkahkan kakinya menuju ruang tamu, dari luar sudah terdengar riuh orang ngobrol tapi tak terdengar suara Heru, Sarah semakin penasaran, ia kembali ke halaman rumah lalu mengamati setiap kendaraan benar saja dari tiga mobil dan dua motor yang terparkir bukan milik Heru.Dia segera lewat pintu belakang, Sarah berpikir itu donatur yang sengaja datang menemui panti untuk memberikan langsung dananya atau untuk melihat langsung panti ini. Ya, memang suka ada donatur yang sengaja berkunjung secara langsung untuk memberikan bantuan pada panti itu."Siapa bu?" tanya Sarah begitu sampai di dalam."Biasa, dari perusahan Jaya Corp. Mereka lagi mau bikin event di panti ini, acaranya minggu depan. Itu pemimpin perusahaan sama event organizernya, coba kamu temui mereka. Ada Lina juga di sana sudah gabung, soalnya dari tadi ibu nunggu kamu.""Oh, baiklah bu."Tanpa banyak berkomentar, Sarah segera menemui mereka. Kehadiran Sarah cukup men