"Ibu sudah dengar semuanya"
Nirmala dan Kak Nilam mengarahkan pandangan pada sumber suara. Keduanya nampak terkejut mendapati Ibu sudah berdiri di belakang mereka.
"Ibu..." Lirih Nirmala
Ibu berjalan menghampiri Nirmala dan Nilam, keduanya bangkit menyambut ibu dengan hangat. Entah sejak kapan perempuan paruh baya itu datang, ibu duduk diantara Nirmala dan Nilam.
Pandangan ibu datar ke depan, hatinya terasa sakit ketika mendengar cerita Nirmala. Benar yang Nirmala takutkan, ada rasa penyesalan dalam diri ibu yang telah meminta Nirmala menerima lamaran Pak Sudibyo kala itu. Jika tahu akan seperti ini mungkin ibu tak akan menerimanya.
***"Saya bermaksud untuk melamar anak ibu untuk anak saya Heru Sudibyo. Dia seorang duda pernikahan terdahulunya hanya bertahan kurang dari enam bulan. Istrinya tak tahan karena ibunya tak menyukainya hingga melakukan gugatan cerai dan sudah sah bercerai lima bulan yang lalu. Jika bersedia nanti kami akan mengajak a"Kenapa Mas? Kamu mau marah iya?" bentak NirmalaKali ini Nirmala tak bisa bersikap manis dan menganggap semua baik-baik saja, Nirmala tak ingin terlihat lemah di hadapan Heru yang telah menyakitinya, menyakiti hati ibu dan bapaknya terlebih menyakiti hati anaknya, Kania."Kalau aku marah terus kamu mau apa? Hah,""Aku mau kita cerai," ucap Nirmala mantap"Hahaha... Kamu pikir aku akan menceraikan kamu begitu saja, tidak Nirmala aku ini mencintaimu sungguh sangat mencintaimu. Aku..""Hentikan semua kata cinta itu Mas, aku jijik mendengarnya. Apa Mas pikir aku masih percaya dengan rayuan itu. Shitt... Itu nggak sama sekali."Nirmala meninggalkan Heru sendiri, ia masuk ke dalam kamar dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang, ia tutup seluruh tubuhnya dengan selimut untuk menutupi tangisannya yang pecah.Bayangan Nirmala bermain pada masa-masa yang telah ia lewati bersama Heru tak pernah sedikit pun Heru menyakitinya, ia
[Temui aku di taman kota, besok jam 10 pagi. Kita harus bicara. Sarah]Nafas yang sejak tadi ia tahan, ia hembuskan perlahan. Benaknya diliputi tanya, untuk apa perempuan itu mengajaknya bertemu?Nirmala memilih menyimpan kembali ponselnya, sebegitu gilanya kah perempuan itu hingga dia pun berani menghubungi Nirmala dan mengajak bertemu. Dia sengaja nampaknya menyimpan nomor Nirmala.Nirmala kembali merebahkan tubuhnya, ia menutup matanya meresapi semua yang telah terjadi. Ia tak percaya semua terjadi begitu cepat, ia merasa bodoh ya bodoh karena selama itu bisa percaya begitu saja pada suaminya.Dugaannya meleset, Nirmala mengira perempuan itu berhubungan dengan suaminya setahun yang lalu sejak dia mengizinkan suami untuk tak membawa belal dari rumah tapi ternyata, dadanya terlalu sesak mengingat pengakuan Heru tadi.***"Kamu nggak buatkan aku sarapan?" tanya Heru ketika melihat Nirmala menyuapkan makanan ke mulutnya.Nirmal
Nirmala melajukan kendaraannya menuju rumah Kak Nilam, hari ini dia berhasil membuat Heru ketar-ketir ketakutan dan membuat Sarah terpaku dengan kalimat-kalimat sindiran halus yang selalu diucapkan oleh Nirmala.Sesampainya di rumah Kak Nilam, Nirmala sudah disambut hangat oleh Kania. Senyum merekah tersungging di bibir Nirmala, tak ada luka atau pun duka yang terlihat, Kania adalah obat mujarab tatkala Nirmala merasa sedih.Namun kini hati Nirmala merasa miris, bagaimana mungkin Kania setulus ini mendapat perlakuan bia*** dari Papanya."Mama, Papa mana? Kania kangen," ucap Kania.Nirmala mencoba tetap kuat di hadapan Kania, dia menghela nafas dan mengulas senyuman."Papa kerja ke luar kota sayang, lama sekali. Papa bilang nanti kalau pulang akan bawakan boneka kesayangan Kania. Papa buru-buru jadi nggak sempat pamit sama Kania deh," tutur Nirmala."Selama Papa ke luar kota, Kania tinggal dulu sama Bude ya."Nirmala mengusap lem
"Heru, Heru, Heru keluar kamu."Mama Ratih berteriak seraya menggebreg-gebreg pintu pagar. Teriakan memekak telinga itu membuat Sarah yang sedang ditenangkan oleh Heru karena pertemuannya dengan Nirmala yang menyakitkan dirinya membuat keduanya terdiam dan mencoba menerka suara itu.Tanpa ragu dengan penuh penasaran, mereka keluar rumah. Dan, mendadak wajah keduanya pucat pasi melihat Mama Ratih dan Nirmala berdiri di depan pintu pagar, Mama Ratih berdecak pinggang, Nirmala tersenyum sinis menatap keduanya yang dilanda ketakutan yang hebat."Bukaaaaa," teriak Mama Ratih.Dalam keadaan gemetar Heru berjalan menuju gerbang dan membuka pintu gebang. Tanpa alih-alih Mama langsung memukulkan tasnya pada Heru berulang-ulang hingga Heru meringis kesakitan pun tak digubris, Mama terus memukulinya.Lalu Mama maju menghampiri Sarah yang sudah terlihat semakin pucat, gemetar tubuhnya. Tangan Mama mendarat begitu saja di pipi mulus Sarah, segera Heru men
Nirmala sudah berdiri di balik pintu bersiap menyambut sepasang manusia yang tak berhati itu masuk, ia nampak sudah biasa melihat kemesraan antara Sarah dan Heru.Heru membuka rumah dengan kunci yang dia miliki, lalu menggandeng Sarah. Heru menyalakan lampu dan keduanya terkejut melihat Nirmala berdiri di dekat mereka. Tatapan Nirmala fokus ke depan, ia tak sedikit pun menatap atau melirik mereka berdua karena itu bisa melukai jiwanya kembali."Wah, wah ada yang sudah berani pamer kemesraan nih. Memang ya kalau cinta itu kadang bisa bikin buta, sudah di labrak sama orang tua sendiri masih belum mempan. Hadeuh, kalau itu kayaknya sih bukan buta lagi tapi sudah bebal."Nirmala melenggang pergi, teriakan Heru tak ia gubris, Nirmala membanting pintu kamar. Heru hendak mengejarnya, Sarah melarangnya."Jangan sekarang Mas, dia lagi emosi. Aku sudah bilang ini bukan keputusan yang tepat, Mas."Heru menghela nafasnya, ia memang terlalu memaksa
"Ini pasti ulah Nirmala," gerutu Heru."Ini ulah kita mas, kita yang penyebabnya. Wajar Nirmala marah dan melakukan ini semua ini. Sudah aku bilang tinggalkan aku mas, kamu temui Nirmala dan sudahi semua ini." ucap Sarah."Kamu mau ninggalin aku iya? Setelah aku tak bekerja kamu mau kita berpisah, iya?" tekan Heru."Bukan begitu mas, aku merasa bersalah dengan semua ini. Ini salahku mas."Sarah tertunduk dan terduduk lemas di atas sofa, melihat itu Heru langsung mendekati istrinya yang mudah sedih itu. Heru meraih tangannya dan mengangkat wajah Sarah, Heru melempar senyum pada Sarah."Aku rela kehilangan semuanya asal tetap bersama kamu, sayang." ucap Heru."Termasuk kehilangan Nirmala dan Kania?" tanya Sarah.Seketika Heru terdiam, ia baru menyadari ada Kania yang sudah lama beberapa hari ini tak ia temui. Ia terlupa pada anak kecil mungil yang selalu mengingatnya itu."Kamu tak akan mungkin mau kehilangan mereka berdua
Heru keluar dan langsung mendapat sorakan dari warga, Sarah tak lepas menggenggam tangan suaminya, tubuhnya bergetar, jantungnya berdetak hebat."Tenang-tenang."Seseorang yang berdiri paling depan memberikan instruksi agar warganya tenang. Mereka pun terdiam."Ada apa ini pak?" tanya Heru."Jangan pura-pura kamu, kalian kumpul kebo kan?" ujar salah satu warga."huhhh" sorak warga lainnya."Tenang-tenang." ujar Pak RT, warga pun terdiam kembali."Begini Bu Sarah, bisa saya dan beberapa warga masuk?" tanya Pak RT pada Sarah selalu pemilik rumah."Silahkan Pak RT.Sarah dan Heru pun masuk lebih dulu diikuti Pak RT dan beberapa warga yang lainnya menunggu di luar."Begini Bu Sarah, sebelumnya kami mohon maaf jika kedatangan kami mengganggu. Kami bermaksud untuk menanyakan sesuatu sama Bu Sarah." ucap Pak RT."Ada yang bisa saya bantu pak?" tanya Sarah."Jika boleh kami tahu bapak ini s
"Jangan hubungi Nirmala, sebelum kamu memutuskan untuk meninggalkan perempuan itu. Satu hal lagi, jangan minta bantuan Mama untuk melunasi hutangmu."Mama Ratih menutup panggilan itu dan memberikan ponselnya kembali pada Nirmala. Di seberang sana Heru terperangah mendengar ucapan Mamanya, ia menggenggam erat ponselnya meninjukan kepalan tangannya."Shittt..." geramnya.Kini Heru harus menanggung semua akibatnya sendiri, dipecat, dijauhkan dari anak, diambil semua fasilitas kendaraannya, dia benar-benar hanya bermodalkan pakaian yang ia kenakan dan ia punya di rumah Sarah.Heru berpikir mencoba mencari cara agar bisa menemui Nirmala dan membujuknya, perempuan itu ternyata bisa tegas juga pada dirinya. Heru salah mengira soal Nirmala, Nirmala memang istri lugi dan baik, sejak awal menikah Heru meminta Nirmala untuk tidak menyentuh barang-barang pribadinya termasuk ponsel dan Nirmala menurutinya, Heru meminta Nirmala untuk tak membahas masa lalunya dan
Suasana sudah begitu ramai, Bu Wati senang akhirnya Sarah akan segera resmi menikah kembali dengan Heru, perjalanan panjang dan tak mudah sudah dilewati Sarah. Penantian dan kesabaran Sarah akhirnya berbuah manis, sempat ragu tapi akhirnya Sarah mantap kembali menerima Heru dalam hidupnya. Rasanya merasa bersalah telah membuat Heru menunggu padahal mereka bisa segera menikah kembali, tapi perlu waktu untuk Sarah menerima Heru, ketakutan akan masa lalu selalu membayanginya. Bagaimanapun Heru pernah membuatnya kecewa dengan meninggalkan Sarah seorang diri di rumah sakit lalu pergi entah kemana hingga Sarah harus tinggal di panti ini. Kebahagiaan itupun hadir dalam hati Nirmala, perempuan yang dulu pernah disakiti oleh Satah tapi mampu memaafkan dan berbesar hati menerima kehadiran Sarah dalam hidupnya bahkan mereka jadi sangat akrab sejak Sarah berhijrah menjadi lebih baik, tak ada yang tak memuji Nirmala yang bisa menerima mantan madunya bahkan mantan istri simpanan suaminya dulu, ba
"Kenapa harus menepi sejenak?" tanya Heru di ujung sana. "Mas, aku mohon. Aku perlu waktu untuk memikirkan semuanya, aku harus memutuskan semua dengan segala pertimbangan, aku gak mau gegabah soal ini. Ini menyangkut kehidupanku selanjutnya. Aku mohon Mas Heru mengerti." "Berapa lama?" "Tiga hari saja mas, tolong jangan kirim aku pesan atau apapun. Kita nanti akan tahu seberapa rindu hati kita jika tak melakukan itu, jika dalam waktu tiga hari itu aku ternyata tak bisa hidup tanpamu maka aku yang menghubungimu duluan, begitupun sebaliknya."Heru terdengar menghela napas berat, ia tak menyangka sesulit itu kembali pada Sarah padahal ia pikir bisa dengan mudah karena Sarah terlihat sangat mencintainya terbukti dari kebiasaannya mengantar makanan saat di penjara. Tapi itu saja tak cukup membuat Heru yakin akan mudah mendapatkan Sarah, dia harus berusaha lebih keras lagi. "Baiklah, aku turuti." Akhirnya kalimat itu meluncur dari bibir Heru membuat Sarah bernapas lega."Terima kasih
"Apa?" Heru terkejut mendengar ucapan Sarah, tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. "Terus kamu jawab apa?" Sarah terdiam, Heru menunggu jawaban Sarah dengan hati tak karuan."Aku belum menjawabnya, mas. Aku bercerita tentang semua itu pada Mbak Nirmala, dia memintaku untuk beristikharah. Saat ini jujur aku gamang, aku gak tahu bisa percaya sama kamu sepenuhnya atau nggak, aku ini pernah menjadi istri kedua secara sembunyi-sembunyi, menyakiti perempuan lain bahkan kini perempuan itu seolah tak pernah merasa disakiti olehku, dia sangat baik. Tetap saja justru dengan begitu rasa bersalahku kian besar, aku takut mas." "Apa yang kamu takutkan?" Sarah menatap lelaki itu, keduanya saling menatap penuh arti. "Aku takut kamu mengkhianatiku seperti kamu mengkhianati Mbak Nirmala." Heru menghela napas berat dan mengusap wajahnya kasar. "Sarah, aku rela mengkhianati Nirmala karena apa?" tanya Heru menatap perempuan di depannya. Sarah menunduk, memang ia rasakan semua yang ter
"Mas, aku mau kita sah dulu secara agama dan negara. Tujuh tahun tanpa nafkah batin bukan waktu yang sebentar, aku tak mau melakukan ini dengan gegabah. Mungkin tak pernah ada kata talak darimu tapi saat keluar penjara kamu memilih menghampiri Mbak Nirmala dan mengacuhkanku itu pertanda kamu tak menginginkan aku lagi, mas.""Sudah aku bilang, aku menemui Kania bukan Nirmala. Menemui anakku," sanggah Heru. "Tapi kamu kecewa kan mendengar Mbak Nirmala sudah menikah lagi bahkan hidup bahagia sekarang?" Heru terdiam, Sarah menghela napas. Ia sangat takut, Heru membawanya ke sebuah villa yang cukup sepi, dia meminta untuk melakukan hubungan layaknya suami istri. Tapi Sarah menolak dengan alasan telah hilang haknya untuk itu, karena sepengetahuannya. Enam bulan saja tanpa nafkah batin maupun lahir maka sudah bisa jatuh talak jika istri tak ridho. Ini tujuh tahun selama di penjara, meski selama itu Sarah masih mengunjungi Heru, mereka masih bertemu tapi Sarah tak melihat bias cinta saat it
"Assalamualaikum, mas. Ada apa?""Waalaikumsalam, dimana kamu dek?""Di rumah mbak Nirmala, mas. Kenapa?" "Siapa lelaki itu?" TegSarah terdiam, mendadak wajahnya memerah entah pertanda apa. Nirmala mengamati wajah bingung Sarah. Apa yang dilihat Heru hingga dia marah seperti itu. "Lelaki mana mas?" "Jangan pura-pura, jelas sekali aku melihat kamu dengan seorang lelaki." Sarah menghela nafas, apa yang ditakutkannya terjadi. Sejak dulu, ia tahu sikap Heru yang gampang marah, Heru tak pernah bisa bersikap dingin terlebih jika sudah menyangkut dirinya. Nirmala mencoba menenangkan meski dia tak tahu apa yang sedang mereka bicarakan, hanya saja melihat raut wajah Sarah membuat Nirmana merasa mereka sedang tak baik-baik saja. Enggan ikut campur, Nirmala memilih meninggalkan Sarah seorang diri, membiarkan Sarah menyelesaikan semuanya. "Mas, jangan dulu berpikir aneh. Dia temanku, dulu kami pernah satu panti. Lalu terpisah dan kembali dipertemukan." "Teman atau teman?" Lagi, Sarah me
"Maksud kamu?" tanya Sarah.Jaka gelagapan, ia mencari paduan kata yang tepat untuk menutup sikapnya yang mendadak serba salah karena ucapannya tadi."Apakah aku tak perlu menghiraukannya lagi?" tanya Sarah kembali."Eh, tidak. Bukan begitu," ucap Jaka menjeda kalimatnya. "Gini, pernikahan itu untuk membuat kita bahagia ya setidaknya itu yang aku pegang selama ini, aku sampai sekarang belum menikah karena aku gak yakin bisa bahagia dengan perempuan lain. Kebahagiaanku ada pada seseorang yang hadir sejak dulu, seseorang yang setiap malam aku sebut namanya berharap bisa dipertemukan dengannya yang entah dimana. Aku menunggunya, karena aku yakin dia tercipta untukku. Meski nantinya akan terluka setidaknya aku tak menikah hanya karena untuk membohongi hati ini dan menyakiti perempuan lain yang jadi istriku. Jadi, menurutku ambil keputusan sesuai keyakinan hatimu," ucap Jaka.Sarah terdiam, dia seolah merasa perempuan yang ditunggu Jaka adala
Ponsel Sarah kembali berdering, dia tampak malas melihatnya tapi mendadak sumringah ketika yang menelepon bukan Heru melainkan Jaka, lelaki yang saat ini mengganggu pikirannya sejak pertemuannya tadi.Dengan segera Sarah mengangkat telepon itu."Halo, dengan Ibu Sarah Alea Putri?""Ish, apaan sih. Gak lucu," ucap Sarah seraya tersenyum.Jaka terdengar tertawa di ujung sana, Sarah terlihat malu-malu dan dia tak banyak bicara."Kamu lagi apa?" tanya Sarah."Lagi diem aja," jawab Sarah."Kamu gak nanya aku lagi apa?""Hmm ... Harus ya?""Nggak sih, cuma ya gak adil aja. Aku kan udah nanya masa kamu nggak, tapi sebelum kamu nanya aku jawab duluan deh. Aku lagi mikir mau ngajak kamu makan malam tapi takut ditolak, jadi gimana ya caranya? Kamu tahu gak caranya gimana?"Sarah terdiam, dia kini benar-benar merasakan kegamangan. Kehadiran Jaka membuat dirinya serasa berada di persi
"Tak lama kamu pindah ayahku meninggal karena serangan jantung, aku dan ibu bertahan di kampung itu hingga kami sudah tak punya apapun. Seluruh peninggalan ayah sudah habis terjual, lalu ibu membawaku ke kota ini, dia menitipkanku ke tetangga dan ibu bekerja. Aku gak tahu kerja ibu apa, yang jelas aku lebih banyak menghabiskan waktu di sekolah dan si rumah tetanggaku karena ibu selalu pulang lama pergi pagi. Lalu ...."Sarah menjeda kalimatnya, dadanya seakan terasa sangat sesak bila mengingat semua perjalanan hidupnya yang tak pernah menemukan kebahagian, hanya sekejap ketika bertemu dengan Heru tapi itu pun tak lama.Jaka mencoba menenangkan Sarah dengan mendekatinya dan mengusap punggung Sarah, tapi Sarah menjauh dan menolak. Jaka terkejut, tapi ia pun kemudian maklum kini mereka sudah bukan anak kecil lagi, bahkan dari pakaiannya Sarah pasti sangat menjaga diri dari lelaki yang bukan mahramnya."Ibu pun meninggal sesaat setelah aku menikah, berun
Perlahan Sarah melangkahkan kakinya menuju ruang tamu, dari luar sudah terdengar riuh orang ngobrol tapi tak terdengar suara Heru, Sarah semakin penasaran, ia kembali ke halaman rumah lalu mengamati setiap kendaraan benar saja dari tiga mobil dan dua motor yang terparkir bukan milik Heru.Dia segera lewat pintu belakang, Sarah berpikir itu donatur yang sengaja datang menemui panti untuk memberikan langsung dananya atau untuk melihat langsung panti ini. Ya, memang suka ada donatur yang sengaja berkunjung secara langsung untuk memberikan bantuan pada panti itu."Siapa bu?" tanya Sarah begitu sampai di dalam."Biasa, dari perusahan Jaya Corp. Mereka lagi mau bikin event di panti ini, acaranya minggu depan. Itu pemimpin perusahaan sama event organizernya, coba kamu temui mereka. Ada Lina juga di sana sudah gabung, soalnya dari tadi ibu nunggu kamu.""Oh, baiklah bu."Tanpa banyak berkomentar, Sarah segera menemui mereka. Kehadiran Sarah cukup men