Mereka pun segera pergi meninggalkan jalanan itu. Mobil Raka melaju dengan cepat membawa Shassy ke tempat yang diinginkannya.
"Apa tidak perlu aku temani?" tanya Raka.
Sasi menggeleng pelan. "Tidak usah Mas, akan canggung bila kamu ikut masuk, biar aku sendiri saja."
"Baiklah kalau begitu aku akan menunggumu di mobil," ujar Raka dengan suaranya yang hangat.
Shassy mengernyitkan dahinya. "Tapi aku tidak tahu ini lama atau tidak. Jika kamu sibuk kamu bisa pergi, tidak usah menungguku."
"Menunggu kamu beberapa jam tentu saja tidak lama, bahkan seumur hidup aku sudah mampu."
"Apaan sih gombal banget,"ujar sasi yang dengan cepat berbalik dan masuk ke dalam restoran tempat di mana ia
Setelah selesai dari restoran, Shassy pun memilih untuk pulang ke rumah. Selama diperjalanan, Keen berkali-kali menelepon Shassy, tapi ia lebih memilih untuk tidak mengangkatnya.Dan setelah sampai di rumah, Shassy pun menelepon Keen balik."Halo," sapa Shassy."Kamu di mana?" tanya Keen. Dari suaranya, terlihat kalau Keen sedang mengkhawatirkan Shassy."Emm, aku baru saja dari apotek, sekarang aku pulang ke rumah. Maaf tadi aku tidak memberitahu kamu terlebih dahulu, karena kamu sedang rapat." Shassy membuat alasan yang paling masuk akal."Lalu bagaimana? Kamu tidak apa-apa kan? Minta pelayan untuk memanggilkan dokter, aku akan segera pulang ke rumah." Keen."Tidak perlu, setelah minum obat
Lily terhenyak mendengar kalimat Keen."Apa kamu yakin ingin memanggil wartawan?" tanya Lily yang menjadi enggan mendekat. Ia pun mulai mundur beberapa langkah.Keen tersenyum menyeringai saat melihat tingkah Lily. "Kenapa? Apa kamu takut?""I-itu …."BRAKK! Pintu ruangan itu tiba-tiba terbuka.Mata Lily terbelalak, ia pun dengan cepat memungut pakaiannya yang berserakan di lantai untuk menutupi tubuhnya.Tapi orang-orang yang masuk ke dalam ruangan Keen tanpa mengetuk pintu itu, kini mulai mengarahkan kamera yang mereka bawa ke wajah dan tubuh Lily."Apa yang kalian lakukan? Hentikan!" teriak Lily dengan wajah yang merah padam.
Dua hari kemudian … Pagi itu Shassy sudah berpakaian rapi. Ia menggandeng tangan Kania melewati pintu utama rumah itu. Di sana luar pintu utama sudah berdiri para pelayan dan juga Dira yang sedang menatap Kania dengan perasaan sedih."Ka, aku pasti akan sangat kangen pada kamu," ujar Dira yang tiba-tiba saja memeluk Kania."Iya Kak Dira, kapan-kapan Kak Dira ganti main ke rumah Kania ya …" ucap Kania dengan suara imutnya.Dira dan Kania saling berpelukan."Setelah pulang, cepat telepon aku!" perintah Dira dengan suara yang sangat pelan, tapi ekspresi sedih di wajahnya tak berubah sedikit pun."Iya, Nona tenang saja," ucap Kania yang tak kalah pelan sambil terus me
Setelah mengantar Kania bertemu orangtua(palsu)nya. Shassy pun segera kembali ke rumah. Ia terus mengingat kejadian semalam, saat Keen terus saja mengigau tak karuan dan memanggil-manggil ayahnya.Hal itu membuat Shassy menjadi iba, ia tak tega melihat Keen yang biasanya kuat dan menakutkan, kini menjadi orang yang lemah dan terlihat kurang kasih sayang."Hati manusia itu memang rumit," gumam Shassy. Setelah 1 jam, akhirnya Shassy pun sampai rumah. Setelah keluar dari mobil, ia bergegas masuk ke dalam rumah dan langsung naik ke lantai dua.Tok tok tok! Shassy mengetuk pintu kamarnya dan membuka pintu itu begitu saja.Dan seperti saat ia pergi, saat ini Keen masih berbaring
'Tanggung jawab?' batin Shassy, kemudian Shassy pun menatap ke arah Keen.Keen yang melihat tatapan aneh dari Shassy lalu bertanya, "Ada apa?""Ini …" ucap Shassy sambil memberikan ponsel tersebut pada Keen.Keen mengerutkan keningnya ketika Shassy memberikan ponsel tersebut tanpa sepatah kata pun setelahnya. Ia langsung menempelkan ponsel tersebut di telinganya."Halo," sapa Keen dengan nada dingin."Pak Keen jangan pura-pura tuli, bukankah kamu orang yang menyebarkan berita foto-foto itu pada media!" teriak wanita yang ada di dalam panggilan tersebut."Ck ck ck! Nona Lily, bukankah saat kemarin kamu datang padaku, kamu dengan beraninya menantang aku. Kenapa sekarang kamu datang padaku untuk mengeluh?" ejek Kee
Tiba-tiba Keen melingkarkan tangannya di pundak Shassy, hingga membuat Shassy tersentak kaget."Apa mata kamu juling?" bisik Keen.Shassy pun menatap Keen lalu tersenyum ke arahnya—palsu."Istri yang pintar," ujar Keen sambil mengusap kepala Shassy."Oh iya Mas, ada apa ini?" tanya Shassy, sambil terus menatap ke arah Keen.Keen lalu menatap ke arah Raka. "Ka, bukankah kamu seharusnya mengatakan sendiri pada saudara iparmu tentang undangan kamu ini."Sherin yang mendengar hal itu, langsung saja menyahut. "Maaf Kak Keen, biar saya saja yang memberi tahu kakak saya. Ini kesalahan saya karena tidak begitu dekat dengannya, hingga belum memberi tahu dia kalau kami akan se
"Mas," panggil Shassy."Iya," Sahut Keen yang dengan sigap memegang perutnya.Shassy yang tidak menyadari tentang pergerakan tangan Keen, langsung berjalan ke arah Keen."Kamu kenapa? Mau ke kamar mandi?" tanya Shassy."Iya, tadi dia ingin ke kamar mandi. Jadi aku akan membantunya ke kamar mandi," sahut Arnold yang langsung berdiri.Setelah mendengar hal tersebut Shassy langsung menghentikan langkahnya. "Oh kalau begitu ya sudah. Maaf tadi aku kaget karena dari luar terdengar suara ribut, aku pikir terjadi sesuatu pada kamu," tandas Shassy."Tidak, aku tidak apa-apa." Keen.Shassy lalu menghela nafas lega. "Baiklah kalau begitu aku akan keluar dulu, kalau ada apa-apa kamu bisa
Shassy pun meninggalakan rumah itu bersama beberapa anak buah Keen termasuk Tristan, setelah mengetahui keberadaan Dira dari sebuah panggilan misterius.Keen menatap kepergian Shassy dari balkon kamarnya."Dasar wanita itu, suka seenaknya sendiri," gumam Keen sambil tersenyum pasrah, lalu menghela napas dalam.Keen dengan cepat mengambil ponsel yang ada di dalam saku celananya, lalu menelepon seseorang."Kemari! Bawa 10 orang!" peritah Keen pada orang yang saat ini menerima panggilan darinya.Setelah mematikan panggilan tersebut, Keen dengan cepat masuk ke dalam kamar ganti dan segera mengganti pakaiannya saat ini.**Di tempat Dira. &nb
Dua puluh tahun kemudian. Hari itu semua orang sudah repot sejak pagi, Shassy pun tak kalah sibuknya dari yang lain."Bagaimana, apa Asta sudah siap?" tanya Shassy pada salah seorang pelayan yang baru turun dari lantai dua, tempat kamar Asta berada."Hampir Nyonya, tinggal sedikit lagi," jawab pelayan tersebut dengan cepat."Ya sudah kamu cepat bantu yang lain, para tamu undangan sudah mulai berdatangan," perintah Shassy.Lalu pelayan itu pun segera pergi melakukan apa yang Shassy perintahkan."Haduh ... kenapa dia belum sampai ya," gumam Shassy sambil mondar-mandir gelisah.Lalu seseorang dari
Setelah menyelesaikan acara pernikahan dengan meriah, mereka pun kembali ke kediaman Keen."Ma, hari ini kami akan pindah," ucap Keen yang kini sedang duduk di taman belakang bersama Nyonya Tiara dan juga Shassy.Nyonya Tiara pun menghela napas panjang saat mendengar hal tersebut. "Kenapa cepat sekali?" tanyanya yang terdengar tidak rela."Kami sudah memutuskan akan pindah setelah acara pernikahan, dan aku juga sudah mengatur semuanya di sini," ucap Keen yang tetap menunjukkan tanggung jawabnya."Mama tidak bisa melarang kalian, hanya saja Mama—" Nyonya Tiara tak meneruskan kalimatnya.Shassy yang sedari tadi mendengarkan pun akhirnya menyahut, "Ma, kami akan sering berkunjung kok. Lagi pula Cakra sebentar lagi akan
Hai sahabat pembaca setia yang ter-lope!Perkenalkan aku Si Mendhut, penulis 'Salah Ranjang' kisah Si Shassy dan Mas Keenan ini.Aku mengucapkan banyak terima kasih pada kalian semua yang sudah sabar dan setia menunggu update ceritaku yang terkadang lambat. Aku sebagai penulis juga memohon maaf yang sebesar-besarnya jika terselip kata-kata kasar di dalam novel ini. Terima kasih juga karena telah memaklumi segala bentuk kesalahan dalam penulisan novel ini yang tidak pernah aku sengaja."SUMPAH! Aku gak mungkin sengaja nyalah-nyalahin tulisan kok. Hehehe ..." Sebenarnya novel ini sudah tamat hari ini. Tapi karena permintaan beberapa pembaca, aku akan memberikan ekstra bab yang akan menceritakan kisah selanjutnya.
"Papa, mama mana?" tanya Cakra kecil sambil menatap sekitar yang terlihat remang-remang karena Keen berhasil mematikan lampu kamar tersebut sebelum Cakra datang."Apa tidak bersama kamu?" tanya Keen sambil dengan cepat memakai celananya."Papa pipis?" tanya Cakra dengan polos karena melihat Keen yang sibuk memakai celana.Keen lalu berjalan ke arah Cakra. "I-iya, tadi Papa baru dari kamar mandi lalu mendengar kamu memanggil Mama, jadi Papa terburu-buru," jawabnya dengan santai."Mama mana?" Cakra kembali pada pertanyaan semula."Mama ... oh, mama pasti sedang ke dapur," jawab Keen dengan asal sambil melemparkan pakaian Shassy ke bawah.Shassy yang sedang tengkurap di lantai pun dengan cepat mengambil pakaiannya d
Kemudian terlihat beberapa orang masuk dan segera melumpuhkan anak buah Tuan Bastomi yang ada di tempat itu.Shassy pun makin kebingungan melihat hal tersebut. 'Apa ini?' pikirnya.Lalu ia pun teringat dengan Keen yang tergeletak di dekatnya. Dengan cepat ia menarik tubuh suaminya itu sekuat tenaga dan segera memangku kepala suaminya tersebut sambil terus membelai lembut rambutnya."Mas kamu berat sekali, kamu banyak dosa pasti," ucap Shassy dengan senyum pahit dan air mata yang mengiringi kalimat tersebut.*Di sisi lain ... Terlihat Tuan Bastomi yang tengah terbaring di lantai, sedangkan Raka kini duduk santai duduk di kursi yang tadi digunakan oleh Tuan Bastomui.
Suasana di ruangan itu pun mulai kacau, beberapa tamu undangan berteriak histeris bahkan ada yang sampai pingsan saat melihat hal tersebut.Hingga akhirnya Tuan Bastomi dan beberapa orang masuk ke dalam tempat tersebut."Cepat periksa dia," perintah Tuan Bastomi pada anak buahnya sambil menunjuk ke arah calon istrinya tersebut."Maaf Tuan," ujar orang yang baru saja memeriksa keadaan wanita tersebut.Tuan Bastomi lalu mengarahkan pandangannya ke sekitar dan memakukan pandangannya pada Keen yang juga sedang menatapnya dari kejauhan. "Kurang ajar," geramnya.Lalu Tuan Bastomi pun dengan cepat melewati mayat calon pengantinnya itu dan berjalan ke arah Keen. "Kurang ajar, ini pasti ulah kamu!" teriak Tuan Ba
Tiga hari kemudian. Sore itu Keen kembali ke rumah lebih awal."Shass," panggil Keen mencari Shassy di dalam kamar mereka."Aku di balkon," sahut Shassy dari arah balkon.Keen pun segera masuk ke dalam balkon kamar tersebut, ia melihat Shassy yang tengah duduk santai di sana. "Kamu belum bersiap?" tanyanya sambil duduk di kursi yang ada di dekat Shassy.Shassy pun menatap Keen. "Andaikan aku tidak ikut, bagaimana?" tanyanya."Apa kamu takut?" tanya Keen sambil tersenyum meremehkan."Aku hanya tidak ingin ada masalah. Jika aku ke sana, kamu tahu sendiri orang tua itu pasti akan membuat masalah seperti kemarin," jawab Shassy lalu menggigi
Shassy yang mendengar hal tersebut pun hanya bisa menghela napas panjang. "Aku adalah Shassy," ujar Shassy menjawab kebingungan laki-laki terebut.Laki-laki itu pun langsung berbalik dan menatap Shassy dengan heran. "Apa maksud kamu?" tanyanya."Ya … nama asliku Shassy bukan Ana, walaupun namaku memang Shassy anastasya sih," jawab Shassy dengan santai."Lalu maksud laki-laki itu?""Ben, dia memang suamiku," jawab Shassy sambil berjalan ke arah laki-laki tersebut."Tapi bukannya Cakra itu …""Beni," panggil Shassy memotong kalimat Beni yang hampir saja keceplosan."Maaf, tapi aku pikir kamu itu …" ujar Beni yang tiba-tiba teringat sesuatu. "Ah, jangan
Semua wanita itu pun langsung menatap ke arah pisau yang ada di tangan Shassy tersebut."Lihat itu," ujar salah satu wanita itu sambil menunjuk ke arah pisau di tangan Shassy.Shassy pun langsung menyahut, "Aku baru—""Geledah tempat ini!" teriak yang lainnya.Kemudian para ibu-ibu itu pun masuk ke dalam rumah tersebut, mereka masuk ke dalam setiap ruangan dan juga ke dapur."Kamu tidak apa-apa Wen?" tanya Shassy kembali memperhatikan keadaan temannya."Sedikit benjol sepertinya, tadi digetok pakai teplon sama ibu baju merah," jawab Weni sambil mengusap usap keningnya.Shassy pun mendesah kasar. "Sebenarnya mereka itu kenapa," ujarnya kesal.