Beranda / Pernikahan / Salah Melamar / Sesion 2 bab.25

Share

Sesion 2 bab.25

last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-08 12:40:01

“wanita itu menabrakku dan memecahkan guci yang seharusnya kujadikan hadiah untuk ibu. Tabungan yang kusimpan beberapa bulan dari hasil sakuku. Pecah tak bersisa.” Ia tersenyum. “Tak sepeserpun ia ganti rugi, selain kata maaf yang keluar dari bibirnya. Aku begitu mencintai gadis itu,” ucapnya bersamaan dengan bunyi ‘tit’ kembali.

Mas Adam mendekat ke arahku, dan membukakan pintu di sebelahku. “Turunlah! Kamu sudah sampai.”

Aku masih tercengang. Tubuhku mengitu perintah itu begitu saja. Sedangkan pikiranku, berkelana dengan beberapa tahun silam ketika ke pasar bersama Dinda dan bapak. Lelaki itu Mas Adam? Apa ia bilang? Mencintaiku?

Aku menoleh ke arahnya, sebelum pintu itu ditutup dengan sempurna.

“Mas Adam.”

“Ada apa, Dijah?”

“Kamu gak mampir?”

Entahlah, hati dan bibir tak sefrekuensi. Bukankah aku tak menerima tamu laki-laki?

“Tidak usah, aku tak ingin terjadi fitnah untukmu,” ucapnya.

Aku terdiam, jawabannya bagai kalimat sindiran untukku.

Kuanggukan kepala perlahan, dan mul
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Dyah Afri Untari
aciecie, baubau akad nih abis nifas wkwk
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Salah Melamar   Sesion 2 bab.26

    “Ibu memang merestui hubungan kalian. Tapi tidak pegang-pegang sebelum nikah,” ucap wanita yang melahirkannya. “Siapa yang pegang-pegang, Bu? Lagian kamu tahu sendiri kan kalau calon menantumu itu enggan dekat-dekat aku.”Calon menantu? Aku mengernyitkan dahi menatap lelaki yang kini menyandarkan kepalanya di bahu wanita yang melahirkannya. “Mas, aku belum jawab iya. Kenapa sudah bilang calon?” protesku. Ibu terkekeh, juga Mas Adam yang wajahnya kini memerah. “Ucapan kan doa, bisa jadi Allah membukakan pintu hatimu.”Aku tersenyum kecut.“Sudah, Mas, ini teh mu diminum dulu. Sudah dingin dari tadi kamu anggurin.”Ketika Mas Adam mendekat, hendak mengambil gelas yang kusuguhkan di atas meja. Aku berdiri dan mempersilahkannya duduk, karena kursi di teras ini hanya 2, dengan 1 meja. “Mau kemana, Nak?” tanya ibu ketika aku melewatinya. Sedikit menundukkan badan, sebagai tanda hormat. “Nyiapin makan siang, Bu. Mas adam pasti capek dan lapar,” ucapku. Ya, dari tadi pagi ia berjibaku d

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-10
  • Salah Melamar   Sesion 2 bab.27

    “Allahu Akbar ... Allah akbar ....” Air mataku kembaliluruh, menyaksikan Zahra yang kini berada di gendongan Mas Adam. Lafal azanterdengar indah, bersamaan dengan Zahra yang terlihat begitu tenang. Seutassenyum kecil tercipta, dengan rasa syukur sedalam-dalamnya. Bagaimanapun tadirmembawaku, aku tahu itu akan jadi hal yang terbaik untukku.“Assalamualaikum.” Suara salam bersamaan dengan langkah kakicepat terdengar, lalu diikuti oleh mbak Sri dan keluarga kecilnya yang datang.Mbak Sri mendekat ke arahku, menanyakan kondisiku, sedangkan Mas Adi dan Anas,mereka langsung menghampiri Zahra yang masih dalam dekapan hangat Mas Adam.“Lo, Dam. Kenapa wajah anaknya Dijah mirip kamu?” goda kakakMas Ammar tersebut.“Iya, kan aku memang bapaknya,” jawab Mas Adam santai.Sontak, jawaban itu menghadirkan pertanyaan besar, hinggasemua mata kini menuju ke arahku.Aku menggeleng. “Tidak, aku belum jawab apa-apa,” ucapkubernada serius yang membuat seisi ruangan tersenyum.Aku pulang ke rumah, bersama d

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-11
  • Salah Melamar   sesion 2 bab.28

    “Mas, maaf, Dijah gak berniat seperti itu.”“Apa artinya kamu menerimaku?” Aku terdiam. Jujur, akupun bingung dengan jawaban apa yang harus kulontarkan. Mungkin benar, rasa itu mulai ada. Tapi aku takut semua bukan cinta, melainkan bayang-bayang Mas Ammar dengan paras persis Mas Adam.“Jika kamu memintaku untuk tinggal, aku tak akan pergi.”Aku tersenyum tipis. “Aku gak punya hak untuk melarang. Itu kehidupanmu, Mas.”“Kehidupanku saat ini adalah Tito, dan kamu.” Ia menyungginggakan senyum, sambil menatap bayi kecil yang digendongnya. “Zahra juga.” Dengan lihai Mas Adam meletakkan Zahra di atas kasur, lalu kedua guling kecil miliknya diapitkan di kedua sisinya. “Zahra sudah terlelap. Kamu makan dulu sana! Tadi sudah aku buatkan telur dadar.”“Kamu masak, Mas?” tanyaku dengan dahi yang mengernyit. “Kenapa? Rasanya tak kalah enak kok dengan masakanmu. Mau aku ambilkan?”“Tidak usah, Mas. Dijah bisa sendiri.”Aku keluar kamar, menuju dapur. Dan ternyata, di rumah ini kosong, hanya ad

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-13
  • Salah Melamar   Sesion 2 bab.29

    Dinda menatap lelaki tersebut dengan mata membulat sempurna. Juga lengkungan bibir indah yang membuat paras cantiknya semakin terlihat.”Apa kalian sudah...?” tanyanya menatap kami bergantian.Mas Adam mengangkat kedua alisnya, melirik ke arahku sambil tersenyum. Lalu dilihatnya kembali wanita cantik di depanku, yang dari tadi terus bertanya-tanya,“Welcome, adik ipar,” ucapnya yang mampu membuatku tersipu. Kuyakin kini pipiku memerah bak kepiting rebus.“Alhamdulillah,” ucap Dinda yang kini memelukku. “Jangan pelukan di depanku, bikin nganan.”“Maksudnya, Mas?”“Lawan kata nganan?”“Maksudnya ngiri?” tanyaku dengan terkekeh. Juga dinda yang terlihat tersenyum lepas.**3 bulan telah berlalu, selama itu pula ibu terus menungguiku di rumah emak. Sedangkan bapak dan Mas Adam, tetap tinggal di rumah meraka, sambil sesekali datang kesini tiap beberapa hari sekali. Tak jarang kakak dari Mas Ammar itu datang dengan beberapa stel pakaian untuk zahra, juga kebutuhan diapersnya, dan tak lupa su

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-15
  • Salah Melamar   Sesion 2 bab.30

    “Bu, Mas Adam ....” ucapku parau. Untuk kedua kalinya terjadi hal yang sama. Harusnya aku menahan ia untuk pergi, bukannya mengijinkan. Sama seperti ketika Mas Ammar pamit.“Ibu tahu itu, Nak,” jawab ibu dengan bibir bergetar. Aku yakin sekali, beliaupun turut merasakan apa yang aku rasa.j ustru lebih menyakitkan. Kehilangan dua putra bukanlah hal yang mudah. “Ibu mau ke bandara ikut kakakmu, kamu di rumah sama Zahra ya?” imbuhnya.“Bu, boleh Dijah ikut?”Wanita itu tersenyum getir. “kamu di rumah saja, kasihan Zahra.”Aku mengangguk, “Baik, Bu.” Aku tak berani memaksa, meskipun rasa inginku begitu membuncah. Aku ingin memastikan, dan berharap kabar duka ini tidaklah benar.‘Ya Allah, berilah keajaiban untuk Mas Adam,’ batinku dengan hati yang bercampur aduk.Ibu mengganti pakaiannya, sedangkan dari tadi Zahra justru menangis tiada henti. Beberapa kali sudah kutawari ia asi, tapi bayi kecilku itu menolak. Bahkan kugendong dan kuayunkan seperti yang Mas Adam lakukan dulu, namun, ia b

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-15
  • Salah Melamar   Sesion 2 Bab.31

    “Alhamdulillah, Mas, kamu kecopetan,” ucapku yang membuatnya mengernyitkan dahi. Ditatapnya wajahku dengan raut muka kebingungan. “Dijah, kamu gak demamkan?” tanyanya.“Maksudnya, Mas?”“Aku itu kena musibah.”“Musibahmu kecil, Mas. Justru karena musibah itu kamu terhalang dari musibah yang besar.”Mas adam masih terlihat kebingungan, dan terkadang ia meringis menahan rasa sakitnya. “Pesawat yang hendak Mas Adam tumpangi kecelakaan, Mas.” Aku mendekat ke arahnya, dan menyapukan sapu tangan bersih ke luka lebam di wajahnya.“Innalillahi wa inna ilahi rojiun.”“Dijah sangat bahagia bisa melihat Mas Adam kembali.” Kulihat wajah yang memar yang menyelimuti kulit indahnya, paras yang seharusnya tak kutatap sedekat ini. lalu kembali mendekatkan bongkahan es batu yang sudah kututup dengan kain bersih tersebut.“Aduh,” ucapnya yang tiba-tiba memegang lenganku. Sebuah sengatan listrik terjadi. Dan dengan cepat kami saling menjauh satu sama lain. “Maaf,” ucapnya. “Lakukan sendiri ya, Mas, a

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-16
  • Salah Melamar   Sesion 2 Bab.32

    “Kamu makan dulu, Dijah. Biar Zahra sama aku,” ucap Mas Adam ketika aku datang ke ruang makan bersama Tito dan bayi kecilku dalam gendongan.“Kamu saja yang makan dulu, Mas. Tadi pagi kamu belum sarapan kan?”“Tahu dari mana?”“Dari ibu.”“Beliau bilang apa?”“Dijah, suamimu itu belum sempat sarapan tadi. Dari subuh hafalin lafal akad.” Aku menirukan suara ibu, yang membuat lelaki kecil di sebelahku terkekeh.“Ah, ibu kenapa buka kartu?’ dengkusnya sebal sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.Aku duduk di kursi makan, juga Tito yang duduk di sampingku. Kuambilkan piring untuknya, dan menuangkan nasi. “Tito bisa ambil sendiri, Tante.”“Lo, kok panggilnya tante?” protes Mas Adam.“Oh iya lupa. Tito bisa ambil sendiri bunda,” ucap lelaki kecil di sebelahku sambil mememerkan senyumnya yang indah.“Bunda?” tanyaku dengan menatapnya dengan berbinar.“Iya. Biar beda sama Mama Anita. Jadi panggilnya Bunda. Bolehkan bunda Dijah?”Aku menoleh ke arah suamiku yang baru beberapa jam, ia ters

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-18
  • Salah Melamar   Sesion 2 Bab.33

    Aku terpejam, mataku tertutup. Namun, pikiranku terus berkelana.Hingga di menit kemudian terasa sebuah kecupan di dahiku, dengan suara lirih yang menyejukkan, “Aku mencintaimu, Dijah. Lebih dari siapapun.”Aku membuka mata, dimana sepasang manik mata coklat itu tengah menatapku. Ditariknya sudut bibir, hingga lengkungan indah itu tercipta. “Maaf, aku membangunkanmu.” “Tidak apa, Mas.” Lelaki dengan perawakan sempurna dan paras tampan itu tengah berubah posisi. Yang tadinya berada di sebelah Zahra dengan bayi mungil di tengah kami. Kini ia pindah di sebelahku, dengan melingkarkan lengan di pinggangku. Aku membalas menghadapnya, yang kini mulai membelakangi Zahra. “Maaf, sudah bikin kamu cemburu, Sayang.” Dipegangnya daguku, serta dielus pipiku dengan tangannya. Sentuhan lembut yang begitu menenangkan. “Dijah juga minta maaf telah ...”“Hust. Gak ada yang perlu dimaafkan. Permintaan maafmu kepadaku sudah terlalu banyak,” ucapnya. Aku terkekeh. Lalu mulai memejamkan mata ketika b

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-18

Bab terbaru

  • Salah Melamar   Tamat

    Seorang istri akan menjadi ratu ketika berjumpa dengan suami yang tepat. Ya, aku benar-benar meyakini pernyataan itu. Demi apapun, Mas Adam seorang lelaki yang terbaik dengan segala kekurangannya. Meskipun sejujurnya, tak nampak sedikitpun kekurangan itu di mataku. Dari awal kita menikah, hingga janin ini ada di rahimku. Ia adalah suami siaga, yang selalu ada dan emnerima semua kekuranganku. “Apa kita batalin pertemuannya saja, Sayang?” tanya Mas Adam yang memandangku lekat. Aku berbaring di ranjang kamar hotel, dengan dua bantal yang kuajdikan tumpuan belakang punggungku. Sedangkan minyak putih terus menguar dalam indra, berikut dengan sensasi panas di bawah hidung. Semenjak pulang dari praktik dokter tadi, aku sudah diresepkan obat dan vitamin. Namun, rasa mual itu tak pernah memberiku jeda untuk sekedar beristirahat. Hanya bisa berbaring dengan ember kecil yang di letakkan di bawah ranjang, supaya aku tak harus wira-wiri ke kamar mandi saat hendak mengeluarkan isi perutku kembal

  • Salah Melamar   sesion 2 bab.45

    “Dijah gak ngambek, mas. Dijah hanya ....”“Hanya apa? nesu ... atau mrengut ...?” tanyanya dengan bahas jawa medhok, membuatku terkekeh.“Hanya rindu.”Mas adam menarik sudut bibirnya, lalu mengusap lembut rambut panjangku. “Ijinkan ibu menghabiskan waktu untuk cucunya ya, sayang.”Aku mengangguk.Waktu terus berlalu. Namun kini bukan hanya sifat manjaku yang dominan, tapi ego dan mood ku yang berubah begitu cepat. Bahkan untuk kesalahan yang bagiku biasa saja, mampu menghadirkan emosi yang menggunung. Mas Adam yang melupakan handuk di kasur. Mas adam yang lupa mematikan air kran kamar mandi. Masalah spele begitu saja, membuatku mendiamkannya berjam-jam. Sebenarnya iba juga menatapnya, tapi entah kenapa bawaannya pengen emosi. Namun, di balik itu semua, bukan Mas adam namanya jika tak mampu lagi mengambil hatiku. Dengan telaten dan sabarnya, ia menghadirkan senyuman dan tawa kecil kembali.“Apa gak sebaiknya kamu di rumah saja, Sayang? Dua harian lagi juga aku pulang,” ucap Mas Adam

  • Salah Melamar   sesion 2 bab.44

    Waktu terus berlalu begitu cepat, detikan jam yang berjalan selalu kuisi dengan senyuman. Mas Adam terus memanjakanku, dengan segala perhatian dan kasih sayangnya nan hangat. Ia adalah sosok suami dan ayah yang siaga, yang terus telaten menghadapi sikapku yang mendadak manja dan selalu ingin menang sendiri. Ya, aku tak tahu bagaimana sikap ini muncul begitu saja. padahal dulunya, aku adalah seorang wanita yang mandiri. “Mas Adam, boleh Dijah meminta ....”“Boleh, Sayang,” ucapnya sambil mengembangkan senyum di paras tampannya. Tanpa menyelesaikan kalimatku, Mas Adam seakan tahu apa yang aku pikirkan.Lelaki yang baru saja masuk dengan tabung gas melon di tangannya itu langsung menuju ke dapur, dan memasangnya. Hal yang dulunya bisa kulakukan sendiri tanpa minta bantuan siapapun. “Ada lagi yang mau dibantu, Ratuku?” tanyanya yang membuatku terkekah. Diberi pertanyaan seperti itu membuatku malu sendiri, kalau aku sering merepotkan lelaki yang beberapa bulan ini menemani hariku. “Air

  • Salah Melamar   Sesion 2 bab.43

    “Ada apa, Mas?” tanyaku. Alih-alih menjawab, lelaki dengan handuk kecil itu justru menenggelamkan diri ke dalam kamar. Aku beranjak, menuju sumber jeritan berasal. “Dek, ada apa?” tanyaku. Pipi yang biasa berwarna merah muda itu kini menjadi lebih merah dari biasanya. Tak kalah dari Mas Adam.“Dek, ada apa?” tanyaku lagi mengulang pertanyaan karena tak kunjung dijawab.“Mbak, ini Zahra. Dinda mau masuk kamar dulu,” ucapnya yang langsung mengangkat tubuh gemoy anakku.Akupun mengambil alih, sejurus kemudian wanita cantik dengan jilbab segi empat warna merah muda itu lari ke kamarnya, membuatku geleng kepala kebingungan.“Mas Adam, tolong ajak main Zahra ya. Dijah mau mandi,” ucapku masuk kamar menatap lelakiku yang duduk terpaku di bibir ranjang. Ia menoleh dan meringis, masih dengan wajah yang kemerah-merahan. “Mas, sebenarnya ada apa? kenapa mas adam dan dinda aneh?” tanyaku dengan dahi mengernyit. Kuletakkan tubuh gemoy anakku ke dalam pangkuannya.“Sumpah, Sayang. Sumpah bukan

  • Salah Melamar   Sesion 2 bab.42

    Di dalam gedung yang dijadikan kelas anak-anak itu disiapkan panggung dengan spanduk besar yang menjangkau seluruh panggung kayu tersebut. Nama komunitas tertulis jelas, bersamaan dengan nama-nama para anggota. Termasuk nama almarhum Mas Ammar yang tertulis di bagian paling atas, karena sebelumnya beliau adalah ketuanya. Termasuk novel pertama dan terakhir yang menjadi karya terindah untukku, terpotret jelas di spanduk tersebut. Aku tersenyum, andai Mas Ammar masih ada, tentu ia akan begitu bangga dengan pencapaiannya yang luar biasa. Hingga aku tersadar dengan lamunanku ketika Mas Adam mengusap air mata yang membasahi pipiku dengan sapu tangan miliknya. “Sayang, yang kuat ya,” ucapnya dengan tangan kiri yang tak pernah lepas dari menggengam tanganku.Aku diminta duduk di bagian meja depan paling dekat dengan panggung. Juga dengan Mas adam yang selalu ada di sisiku. Sedangkan zahra kini asyik dengan tantenya dan beberapa panitia yang tergabung dari komunitas ciptaan Mas Ammar. Seora

  • Salah Melamar   Sesion 2 bab.41

    “Mas, kamu sudah bangun?” tanyaku yang sedikit menjauh dari tubuhnya. Dengan cepat ia menahan tanganku, dan membawanya kembali ke dalam pucuk kepalanya. “kenapa berhenti? Aku suka diperlakukan seperti tadi. Apa aku harus terpejam lagi supaya kamu kembali melakukannya, Sayang?”“Mas, aku malu.”Lelaki itu terkekeh, dengan pelupuk mata yang kembali ditutup. “Malu kenapa? Aku saja terpejam seperti ini?”“Mas ....”Mas Adam melingkarkan lengannya ke perutku, hingga aku kembali dibuat hangat dan nyamana dalam dekapannya. “Mas, boleh Dijah tanya sesuatu?”“Apa, sayang?”“Sebenarnya Dijah penasaran dari beberapa bulan yang lalu, tapi malu untuk bertanya.”“Apa itu? Kok sampai ditahan beberapa bulan?”“Sebelum kita nikah ....”“Iya .”“Kenapa selalu ada untuk Dijah? Dari rumah bocor, lampu teras yang mati, selokan yang mampet?” Aku mengernyit, menatap lelakiku yang justru terkekeh.“Gak dijawab, malah ditertawakan?” tanyaku lagi.“Sampai sekarang tidak tahu?”Aku menggeleng.“Di teras kan ak

  • Salah Melamar   Sesion 2 Bab.40

    “Ya Allah, Dek, kenapa bilangnya mendadak sekali? kan kita belum ada persiapan apapun?” ucapku. “Mas Raffa juga bilangnya mendadak, Mbak. Sebenarnya sih Dinda maunya ketika Dinda sudah lulus, tapi keluarga Mas Raffa maunya sekarang.”“Kamu sudah yakin, Dek?”“Iya, Mbak. Dinda juga sudah salat istiharah sebelumnya tentang hubungan Dinda dan mas Raffa.”“Lalu?”“Ada mas Raffa dalam mimpi Dinda, Mbak. Lagian ia berjanji akan mengijinkan Dinda mengambil S2 nantinya kalau sudah menikah. Dinda gak akan merepotkan mbak lagi dengan semua biaya-biayanya.”Kupeluk tubuh semampai adikku. Entah mengapa, aku merasa gagal menjadi kakak yang baik untuknya. Selama ini ia terus berjuang sendiri untuk kehidupannya, tanpa campur tanganku.“Tolong restui hubungan kami ya, Mbak? Terlebih dengan semua kesalahan yang pernah Dinda dan Mas Raffa lakukan.”Aku mengangguk.**Sebuah senyum terbit kala menatap adikku yang semringah menatap cincin yang melingkar di jarinya. Keluarga Raffa sudah pergi sedangkan

  • Salah Melamar   sesion 2 bab.39

    “Kamu marah, Sayang?” tanya Mas Adam yang menarik sudut bibirnya. Aku menggeleng. Tak menjawab pertanyaan itu dengan kalimat.“Bagaimanapun Anita ada di bagian hatiku, sama seperti Ammar yang masih ada di hatimu. ”Aku mengangguk. Masih malas untuk memberikan jawaban. Kuhabiskan sisa makanan di depanku dengan cepat, dan langsung menuju kamar mandi.Kunyalakan kran hingga suara riuh dari air yang mengalir mengimbangi suara tangisku. Berikut dengan suara-suara rintihan hatiku, yang tak menentu. Aku tahu aku salah, aku tahu cemburuku berlebihan. Aku terlalu takut dengan pikiran-pikiran buruk yang terus menyapa. “Sayang, Zahra terbangun. Dia ingin asi,” ucap Mas Adam dengan ketukan pintu kamar mandi.Kuusap wajahku yang basah dengan air mata. “Iya, Mas. Sebentar.”Aku mempercepat mandiku, membasuh tubuhku mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki. Lalu dengan cepat menutup tubuhku dengan haduk, dan keluar dari tempat ini. Baru saja aku buka pintu dan mengayunan langkah sekali. Sebuah pe

  • Salah Melamar   Sesion 2 bab.38

    Mentari mulai turun dari paraduan, dan digantikan oleh rembulan yang mulai meninggi. Kuhabiskan waktu bersama Mas Adam dengan duduk di teras menatap langit yang tengah berkilau karena banyaknya bintang yang muncul. Sama seperti hatiku yang tengah berkilau dengan kebahagiaan demi kebahagiaan yang terus menyapaku. Janji Allah benar adanya, akan ada pelangi seusai hujan. Akan ada kebahgaiaan setelah beberpa hari terpendam dengan kesedihan. “Kamu gak ngantuk, Sayang?” tanya lelakiku yang menoleh ke arahku. Satu tangan kanannya dijadikan tumpuan bantal kepala zahra, sedang tangan kiri itu mengelus punggung tanganku dengan lembut.Aku menggeleng. ‘Ya Tuhan, disentuh oleh Mas Adam seperti ini saja mampu membuat jantungku berdetak tak karuan. Lalu apa jadinya ketika kita saling memberikan hak dan kewajiban?’“Zahra sudah tidur. Kasihan kalau terus-terusan kena angin malam. Ngobrolnya di kamar saja yuk!”Aku mengangguk. Dengan suasana hati yang semakin tak mampu kupahami. Berdetak begitu cep

DMCA.com Protection Status