Share

2

Penulis: Dera_05
last update Terakhir Diperbarui: 2021-05-24 01:38:29

Rheyner segera melajukan motornya setelah Nadira duduk di boncengannya. Namun, Rheyner tidak melajukan motornya menuju komplek rumah mereka. Ia sengaja membelokkan motornya menuju restoran yang akan digunakan untuk merayakan kemenangan tim basketnya.

Berkali-kali Nadira protes, tetapi tidak digubris oleh Rheyner. Akhirnya Nadira hanya diam. Sampai beberapa saat kemudian mereka sampai di restoran yang tidak begitu jauh dari sekolah. Rheyner sudah mematikan mesin motornya, tetapi Nadira tak kunjung turun.

“Turun, Nad. Nggak lapar apa?”

“Kata kamu tadi mau ngantar aku pulang, kenapa ke sini?”

“Gue ‘kan nggak bilang langsung pulang tadi.” Rheyner tersenyum penuh kemenangan. Nadira turun dari motor Rheyner dengan wajah cemberut yang selalu terlihat lucu di mata Rheyner. Rheyner mengacak rambut Nadira. 

“Nggak usah manyun gitu deh. Yuk, masuk.” 

Rheyner menggandeng tangan Nadira. Di dalam sudah ada tiga teman Rheyner yang tadi ditugaskan untuk mencari tempat. Rheyner menggandeng Nadira menuju tempat ketiga temannya. Di antara ketiga teman Rheyner, Nadira hanya mengenal satu orang saja, yaitu Panji. Panji adalah sahabat Rheyner dari kecil juga dan menganggap Nadira sebagai adik. Sesampainya di tempat duduk Rheyner tak kunjung melepaskan pegangan tangannya pada Nadira.

“Widiiih, gandengan baru Rhey?” tanya salah satu teman Rheyner. Satu temannya yang memakai topi bersiul menggoda.

“Gandengan ‘pala lo peyang! Adik gue nih,” kata Rheyner yang langsung menyuruh Nadira duduk di antara dirinya dan Panji. “Namanya Nadira.”

Nadira tersenyum ramah dan menganggukkan kepalanya dengan sopan.

“Hai, Nadira, gue Arfa,” kata si cowok yang menyapa Rheyner tadi. “Kalau ini Erga, seangkatan sama lo.” Arfa menunjuk cowok yang memakai topi di sebelahnya. Nadira kembali tersenyum dan memperkenalkan dirinya lagi meski Rheyner sudah mengenalkannya.

“Setahu gue, adik lo ‘kan cowok semua, Rhey. Terus ini adik apa, adik ketemu gede maksudnya?” tanya Arfa kepo.

“Kepo banget deh lo, Fa,” cela Erga. Arfa melirik Erga cuek.

“Ya emang bukan adik kandung sih. Pokoknya dia ini adik gue jadi jangan macam-macam sama dia,” ucap Rheyner sembari membuka buku menu.

“Elah, kedok lo doang kan ini. Sebenarnya dia cewek lo kan, ngaku lo!” Arfa masih tidak percaya.

“Berisik banget deh lo, Fa, ganggu gue aja,” kata Panji sebal seraya menaruh ponsel yang sejak tadi menjadi pusat perhatiannya. “Dira ini sahabat Rheyner dari jaman masih piyik sampai sekarang dan udah kayak adiknya gitu. Rumah Dira ini yang berseberangan sama rumahnya Rheyner. Kamar mereka juga,” jelas Panji berusaha menghentikan kekepoan Arfa. Ia menyapa Nadira sekilas lalu kembali tenggelam bermain game pada ponselnya lagi.

“Oh, jadi lo cewek yang sering duduk di balkon seberang kamar Bang Rheyner sambil baca buku itu ya? Gue pantesan kayak pernah liat lo,” celetuk Erga.

“Iya,” jawab Nadira singkat.

“Wah, kalo kalian cuma sahabatan berarti gue ada kesempatan dong ya, Rhey,” canda Arfa.

“Oh, kalo gitu berarti lo cari mati sama gue,” Rheyner memukulkan buku menu ke kepala Arfa.

“Sama gue juga,” sahut Panji.

“Sewot amat, Mas!” Arfa mengelus kepalanya.

Rheyner tidak menjawab. Dia malah asyik memainkan ponselnya. Sedangkan Nadira hanya bisa diam memperhatikan Arfa dan Erga yang saling mengusili. Tidak lama kemudian anak-anak tim basket berdatangan. Mereka segera larut dalam perayaan sederhana itu. Dan lagi-lagi yang bisa dilakukan oleh Nadira hanyalah diam.

***

“Kenapa sih, Nad, dari tadi diam mulu?” tanya Rheyner sesaat setelah Nadira turun dari motor Rheyner. Saat ini mereka ada di depan rumah Nadira setelah pulang dari perayaan kemenangan tim basket sekolah mereka.

“Siapa suruh kamu ngajak aku ke sana,” Dira berkata sesinis yang ia bisa. Rheyner langsung bisa menangkap arti kata ‘sana’ yang dimaksud oleh Dira.

“Astagaa, Nadira Almira… ya udah sih nggak usah sinis dan ngambek gitu. Gue tahu lo nggak bisa ngomong sinis gitu apalagi sama gue ini.” Rheyner mengerling jahil. “Lagian sekarang lo jadi kenal sama teman-teman basket gue ‘kan. Jadi besok-besok lo nggak usah sembunyi-sembunyi kalo nungguin gue main basket. Terus kalo gue nggak ada buat lindungin lo, seenggaknya sekarang bukan cuma Panji yang gantiin gue karena teman-teman gue juga pasti akan senang hati menggantikan tugas mulia gue itu,” Rheyner berkata panjang lebar.

“Dih, bisa banget ngebela dirinya! Udah sana pulang, aku mau masuk.” Nadira bergegas meninggalkan Rheyner setelah mengucapkan terima kasih dengan ketus. Namun, Rheyner dengan cekatan menarik pergelangan tangan Nadira. Nadira menatap Rheyner dengan tatapan ‘apa lagi sih?’.

“Jangan marah sama gue, Nad, please,” mohon Rheyner.

Nadira menatap sorot mata Rheyner lekat dan mengembuskan napas. “Aku pikir-pikir dulu deh,” kata Nadira yang langsung disambut senyuman lebar oleh Rheyner. Rheyner tahu Nadira tidak mungkin bisa marah lama kepadanya.

“Ya udah gih masuk. Jangan lupa mandi pakai air hangat.” Rheyner melepas tangan Nadira dan beralih menepuk kepala Nadira lembut. Nadira hanya menggumam seadanya dan berlalu dari hadapan Rheyner.

Rheyner masih memperhatikan punggung Nadira sampai tidak terlihat lagi. Kemudian ia mengarahkan motornya menuju rumahnya yang berada tepat di depan rumah Nadira dan hanya dibatasi jalan selebar 5 meter.

Rheyner dan Nadira memang sangat dekat. Kedua orang tuanya bersahabat sedari duduk di bangku kuliah. Ibu mereka bahkan masih bersaudara meskipun saudara jauh. Jadilah dua keluarga ini sangat dekat. Rheyner bahkan memanggil orang tua Nadira seperti Nadira memanggil orang tuanya, begitupun sebaliknya. Kedua adik Rheyner pun cenderung lebih dekat dengan Nadira meskipun keduanya laki-laki. Adik bungsu Rheyner saja dulu tidak tahu kalau ternyata Nadira bukan kakak kandungnya, karena sejak ia lahir Nadira sudah jadi bagian keluarganya.

Rheyner menyayangi Nadira sebagaimana ia menyayangi adik-adiknya. Bagi Rheyner, Nadira adalah adik perempuan satu-satunya yang harus ia jaga dan lindungi dari apa pun sehingga terkadang ia over protective terhadap Nadira. Selain sebagai adik, Nadira adalah sahabat perempuan satu-satunya yang mengerti Rheyner lebih dari siapa pun sejak kecil. Nadira itu sangat special untuk Rheyner.

***

Waktu menunjukkan pukul 21.00 saat Nadira membuka pintu kaca menuju balkon kamarnya. Nadira duduk di ayunan kayu yang sengaja diletakkan di sana. Matanya menerawang langit tanpa bintang. Hanya ada awan kelabu yang menghiasi langit membuat suasana malam sedikit mencekam. Sesekali Nadira mengusap lengannya untuk memberi efek hangat saat angin malam menerpa.

Nadira mengalihkan pandangan pada sekeliling dan berhenti pada sosok yang tengah berdiri menatapnya dengan kedua tangan di depan dada tepat di balkon yang letaknya di seberang. Nadira buru-buru mengalihkan pandangan ke arah langit lagi. Tiba-tiba smartphone miliknya berbunyi. Rheyn calling.

“Ngapain jam segini masih di luar?” cerocos Rheyner begitu Nadira menslide answer.

“Ngelihat bintang.”

Alasan, bintangnya nggak keliatan juga. Buruan masuk terus tidur!”

“Ya ampun, Rheyn, ini baru jam 9 dan aku udah bukan anak kecil lagi!” protes Nadira

Mau nurut dan ngelakuin sendiri atau mau gue yang seret lo masuk dan ngunciin kamar lo?” ancam Rheyner.

“Iya-iya, aku masuk.” Nadira berdiri. Kemudian Nadira menutup pintu kacanya dan menyibakkan gorden. Tidak lupa sebelum menuju ke ranjang Nadira meredupkankan lampu kamar agar Rheyner percaya ia akan segera tidur. “Ya udah, aku mau tidur.”

Oke, besok jangan telat bangun. Gue nggak mau kalo harus nungguin lo.”

 “Siapa yang mau berangkat bareng kamu? Aku ‘kan masih tahap mikir-mikir maafin kamu.”

Ya, ya, terserah lo yang jelas besok lo tetap harus bareng gue. Cepat tidur, sweet dream, Dek.” Rheyner langsung memutuskan percakapan.

Nadira menghempaskan tubuhnya dengan sebal kemudian segera menarik selimut untuk menutupi tubuh dan memejamkan mata. Sementara di luar sana Rheyner masih memandangi kamar milik Nadira yang sudah remang. Ia sudah bertekad bahwa mulai besok tidak akan menyembunyikan kedekatannya dengan Nadira lagi. Ia ingin memanfaatkan waktunya sebelum lulus untuk menjaga Nadira. Rheyner tidak ingin siapa pun mengganggu Nadira. Rheyner yakin orang yang akan menganggu Nadira pasti akan berpikir dua kali setelah mereka tahu Nadira dekat dengan Rheyner mengingat reputasi bela diri Rheyner yang tidak perlu diragukan lagi.

Setelah merasa yakin Nadira sudah tidur, Rheyner pun segera masuk ke kamarnya untuk tidur juga.

***

Bab terkait

  • Sahabat Jadi Cinta, Why Not?   3

    Rheyner memarkirkan motornya tepat di depan garasi rumah Nadira. Ia masuk ke rumah Nadira dengan santai seolah rumah itu adalah rumahnya juga. Rheyner tersenyum melihat Nadira tengah menuruni tangga dengan ransel tergantung di bahu. Sementara Nadira langsung manyun begitu matanya bersiborok dengan Rheyner."Morning, cewek ngambekan," sapa Rheyner"Aku nggak mau berangkat sama kamu!" kata Nadira yang masih bertahan dengan sikap ketusnya kemarin."Dan gue bakalan tetap maksa lo buat berangkat bareng gue.""Kalo aku nggak mau ya nggak mau!" Sejujurnya Nadira bukan masih marah kepada Rheyner, tetapi ia sudah dapat membaca maksud Rheyner. Rheyner sudah tidak ingin menyembunyikan persa

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-24
  • Sahabat Jadi Cinta, Why Not?   4

    Rheyner mengantarkan Nadira sampai di depan kelasnya. Setelah itu Rheyner berjalan menuju kelasnya yang berada di lantai 3 tepat di atas kelas Nadira. Dari arah yang berlawanan Sherin teman sekelasnya berjalan ke arah Rheyner. For your information, Sherin adalah salah satu gadis paling populer di sekolah Rheyner. Oh, dan jangan lupakan fakta bahwa ia adalah gadis yang ditaksir Rheyner setahun belakangan.“Pagi, Rin,” sapa Rheyner ketika berhadapan dengan Sherin. Keduanya berhenti beberapa meter dari pintu kelas.“Hai, Rhey, pagi juga. Pacar baru?” tanya Sherin dengan wajah yang berusaha ceria, tetapi Rheyner mampu membaca sinar mata Sherin yang meredup.“Yang bareng gue?” Sherin mengangguk. &ldq

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-24
  • Sahabat Jadi Cinta, Why Not?   5

    Nadira memasuki rumahnya yang cukup besar untuk keluarga yang hanya terdiri dari tiga orang. Sayup-sayup terdengar suara ribut dari ruang keluarga. Nadira segera melangkahkan kakinya ke sana. Di ruang keluarga ada dua anak laki-laki berusia 9 dan 14 tengah berebut kamera DSLR. Si anak 14 tahun berusaha menjauhkan kameranya dari jangkauan si anak 9 tahun.“Mas, siniin kameranya.” Si anak 10 tahun meminta. Kakinya melonjak-lonjak hendak meraih kamera.“Nggak!” tolak si anak yang lebih besar.“Bima, Fian, ngapain sih ribut-ribut?” tanya Nadira setelah meletakkan ranselnya di sofa. “Kedengaran sampai depan, lho.“Aku mau pinjam kamera Mas Bima, Mbak,” adu Fian.“Bima, pi

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-24
  • Sahabat Jadi Cinta, Why Not?   6

    Nadira berjalan santai menuju kelasnya. Pagi ini ia berangkat bersama Panji karena Rheyner menjemput Sherin. Ia berpisah dengan Panji di parkiran. Entah mengapa perasaan Nadira pagi ini sedikit tidak tenang. Sekolah sudah lumayan ramai mengingat bel masuk berbunyi sepuluh menit lagi. Di koridor dekat tangga Nadira melihat kerumunan murid yang lebih banyak perempuan. Memang di sana ada mading, tetapi biasanya tidak seramai itu kecuali saat pengumuman kelulusan.Benak Nadira diselimuti rasa penasaran. Tanpa sadar kakinya bergerak menuju ke mading tersebut. Saat Nadira mendekat semua mata memandangnya. Pandangan mereka beragam tapi lebih banyak yang menilai dari ujung rambut ke ujung kaki. Langkah Nadira tidak setegas tadi, ia menolehkan kepalanya perlahan untuk memastikan kemana arah pandang murid-murid yang berkerumun itu.Tidak ada orang lain di sana, di belaka

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-25
  • Sahabat Jadi Cinta, Why Not?   7

    Rheyner menunggu Nadira di depan gerbang rumah gadis itu. Tadi pagi-pagi sekali Sherin mengiriminya pesan yang isinya menyuruh Rheyner berangkat dengan Nadira. Sementara Sherin akan berangkat sendiri seperti sebelum berpacaran dengan Rheyner. Entah mengapa Sherin benar-benar khawatir pada Nadira.Nadira keluar rumah dengan ceria. Ia bahkan bersenandung.“Lho, kirain Kak Panji. Kok kamu nggak jemput Kak Sherin sih, Rheyn?” tanya Nadira heran.“Bawel deh. Buruan naik.”Nadira naik ke boncengan Rheyner tanpa disuruh dua kali. Akan tetapi, Rheyner tak kunjung menyalakan mesin motornya.“Kok nggak jalan?” Nadira menyuarakan pertanyaan di benaknya.&l

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-25
  • Sahabat Jadi Cinta, Why Not?   8

    “Lho, Mbak Dira mana, Mas?” tanya Bima saat melihat sang kakak pulang seorang diri. Rheyner hanya diam. Ia melangkahkan kakinya masuk ke rumah dan langsung menuju ke dapur. Mengambil air mineral dari kulkas dan menenggaknya langsung. Setengah botol masuk ke perut Rheyner. “Ih, Mas Rhey minumnya kok nggak pake gelas sih? Fian bilangin Mama nih.” Adik bungsu Rheyner mendadak muncul. Rheyner menatapnya sekilas dan malas. “Mbak Dira mana Mas? Orang ditanya juga,” tanya Bima lagi. Ia mulai jengkel. “Lo berdua berisik banget, sih! Nadira pergi sama cowoknya!” jawab Rheyner galak. Setelah mengucapkan itu ia segera berjalan menuju tangga untuk masuk ke kamarnya. “Mas Rheyner kenapa sih, Mas Bim?” tanya Fian.

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-26
  • Sahabat Jadi Cinta, Why Not?   9

    Pagi ini Rheyner sedang memanaskan motornya ketika ia melihat Nadira keluar dari rumah untuk membuang sampah lengkap dengan seragamnya, meski masih mengenakan sandal rumahan sebagai alas. Namun, tetap saja hal itu membuat Rheyner mengernyit heran.Melihat Nadira ia jadi teringat kejadian kemarin dan sepertinya sikapnya sedikit keterlaluan. Jadi ia memutuskan untuk meminta maaf. Belum sempat Rheyner menghampiri dan menyapa, tetapi Nadira sudah berbalik. Rheyner segera mengejar Nadira dan membiarkan mesin motornya tetap menyala.Begitu memasuki gerbang rumah Nadira, Rheyner bertemu dengan Rendra yang juga baru saja memanaskan mesin mobil.“Pagi, Yah. Wah, tumben nih jam segini udah siap ngantor,” sapa Rheyner.“Iya, Ayah ada pertemuan di luar kantor. Tempatnya agak jauh jadi harus berangkat pagi-pagi gini.”

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-27
  • Sahabat Jadi Cinta, Why Not?   10

    Rheyner mengemudikan motor matic-nya dengan kecepatan penuh. Pasalnya ia sudah terlambat mengajar hampir satu jam. Iya, mengajar. Rheyner yang menyandang gelar karateka terbaik tingkat provinsi itu memiliki pekerjaan sambilan sebagai pelatih karate di dojo tempatnya dulu berlatih. Tidak setiap hari Rheyner mengajar, seminggu dua kali. Tadi setelah mengantar Sherin pulang Rheyner langsung melesat ke tempatnya mengajar. Jangan tanya mengapa Rheyner tidak mengantar Nadira pulang, karena; 1) Nadira dijemput oleh Josaphat 2) Pacar Rheyner itu Sherin bukan Nadira. Eh, apa urutan alasannya terbalik ya?Memarkirkan motornya secara asal, berganti pakaian pun grusa-grusu. Akhirnya kini Rheyner berd

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-28

Bab terbaru

  • Sahabat Jadi Cinta, Why Not?   Ekstra 2

    Rheyner tengah menautkan tali sepatu ketika Nadira menghampiri. Pagi ini adalah hari pertamanya masuk kuliah. Setelah menjalani serangkaian OSPEK akhirnya ia resmi menjadi mahasiswa. Rheyner begitu antusias menjalani hari ini. Saat ia bangun tadi energinya seolah berada di titik maksimal. Nadira meletakkan kotak makan di samping Rheyner. Gadis itu telah memakai seragam lengkap. Ia tidak bersuara. Seolah menunggu Rheyner mengakhiri aktivitasnya. Netra gadis itu tidak lepas dari sosok Rheyner. Rheyner mendongak seusai memakai sepatu. Tangannya mengambil kotak dari Nadira. Bibir pemuda itu tersenyum. Tentu saja senyumnya bersambut dengan senyum Nadira. "Semangat untuk hari pertama kuliahnya. Jangan bandel dulu." Akhirnya Nadira bersuara. “Iya,” jawab Rheyner kalem.

  • Sahabat Jadi Cinta, Why Not?   Ekstra 1

    Nadira mengikuti ke mana pun langkah Rheyner. Rheyner baru saja selesai manggung di kafe milik ibu Nadira bersama Valensi. Kini mereka bukan kembali ke rumah masing-masing, tetapi pergi ke distro Valensi. Usaha clothingan yang dijalankan Valensi memang semakin ramai. Hingga terpaksa tutup beberapa hari karena stok habis. Pencapaian yang luar biasa. Sekarang mereka datang untuk membantu produksi.“Nadira Almira, bisa diam nggak?” Rheyner berbalik dan membuat Nadira terdiam. Cebikan Nadira muncul mendengar nada galak Rheyner.“Lo bukan piyik yang ngikutin induknya mulu, ‘kan? Duduk diam aja kenapa, sih? Bentar lagi gue antar balik, udah mau jam malam lo,” tegas Rheyner yang sedetik kemudian melanjutkan langkah ke ruang produksi.Panji menghampiri Nadira. Merangkul adiknya itu men

  • Sahabat Jadi Cinta, Why Not?   30 (End)

    Minggu kedua liburan semester ganjil. Sherin hanya termenung di meja belajarnya. Ia pandangi layar ponsel yang tidak menampilkan satu pesan pun dari sang kekasih hati. Rheyner semakin berubah. Intensitas berkirim pesan semakin jarang, apalagi lantunan suara lewat panggilan telepon. Rheyner tidak akan menghubungi kalau bukan Sherin yang mengawali.Sherin mendesah. Sepasang netranya beralih memandang taman dari jendela di samping kanan meja. Tekadnya kali ini sudah bulat. Hubungannya dengan Rheyner sudah tidak ada harapan. Rheyner semakin jauh untuk dijangkau. Sikapnya ketika bertemu tidak berubah jauh, hanya saja Sherin bisa merasakan Rheyner kehilangan rasa nyaman. Dan tidak dapat dimungkiri bahwa Sherin juga tak lagi merasakan aman berada di dekat Rheyner. Semuanya terasa hambar dan tidak benar.Jika Rheyner tidak bisa memberi putusan, maka biarkan Sherin yang

  • Sahabat Jadi Cinta, Why Not?   29

    Hubungan Rheyner dengan Nadira kembali baik. Rheyner menjelaskan semua tentang Josaphat, minus perasaan Josaphat terhadap Nadira. Josaphat melarang Rheyner dan Panji memberi tahu Nadira. Karena dia ingin Nadira melupakannya. Kalau bisa, Josaphat ingin Nadira membencinya. Rheyner menghormati keputusan Josaphat itu.Sayangnya, setelah mendengar cerita Rheyner juga Panji, Nadira justru jatuh iba pada Nanda dan Josaphat. Nadira bisa memahami Josaphat dan memaafkannya. Ia juga melarang Rheyner dan Panji untuk merasa bersalah padanya. Bahkan Nadira mengancam tidak akan menganggap mereka kakak kalau mereka tetap menjauhinya.“Mbak Dir!” Nadira menoleh dan suara kamera terdengar. Bima memotretnya.“Mbak Dira selalu cantik,” puji Bima.Rheyner menoyo

  • Sahabat Jadi Cinta, Why Not?   28

    Libur semester sudah berjalan dua hari. Akan tetapi, yang dilakukan oleh Rheyner hanya tidur, tidur, dan tidur. Itu pun tidak dilakukan di rumahnya. Sejak kejadian di apartemen Josaphat, Rheyner belum pulang ke rumah. Alasan yang ia buat adalah ia ada project bersama Valensi. Orang tuanya tidak curiga meski Rheyner tidak pulang mengambil perlengkapan. Pasalnya hal tersebut sudah biasa terjadi. Apalagi sekarang libur sekolah. Padahal kalau saja mereka tahu, ketidakpulangan Rheyner adalah cara menyembunyikan wajah “hancur”-nya. Tidak lama setelah Josaphat memuntahkan segala hal tentang dendam dan perasaannya, Rama datang bersama Damar. Panji memang sempat mengirimkan lokasinya pada Rama. Rama dan Damar dibuat terkejut dengan keadaan Rheyner serta Josaphat. Wajah keduanya sama-sama babak belur. Tangan mereka sama-sama mema

  • Sahabat Jadi Cinta, Why Not?   27

    Rheyner dan Panji mengikuti langkah Josaphat yang memasuki lift. Saat ini mereka berada di sebuah gedung apartemen. Rheyner dan Panji dibuat heran. Awalnya mereka pikir Josaphat akan membawa ke sebuah tempat terbuka atau apa pun itu yang jelas bukan suatu hunian. Lift berhenti di lantai 12.Josaphat belum mengeluarkan sepatah kata pun. Bahkan ketika dia membawa Rheyner dan Panji berhenti di depan unit nomor 1210. Josaphat memasukkan kode pintu dan menyuruh Rheyner serta Panji untuk masuk. Baik Rheyner maupun Panji tidak ingin repot-repot bertanya meski sebenarnya penasaran.Rheyner terpaku melihat siapa yang duduk di depan televisi. Begitu pula dengan Panji. Sementara Josaphat bertepu

  • Sahabat Jadi Cinta, Why Not?   26

    Malam ini kebetulan band Josaphat akan manggung di salah satu cafe bar. Itu informasi yang Damar sampaikan. Maka setelah berkumpul di basecamp Valensi, Rheyner dan kawan-kawannya menuju cafe bar tersebut. Mereka rencananya akan melihat penampilan band Josapahat, lalu Rheyner akan menemui Josaphat setelah penampilannya berakhir.Rheyner bukan akan mengeroyok Josaphat. Karena jelas itu bukan tindakan gentleman. Rheyner juga bukan seorang pengecut seperti itu. Apa bedanya dia dengan orang-orang yang menyekap Nadira kalau Rheyner melakukan hal serupa? Rheyner hanya aka

  • Sahabat Jadi Cinta, Why Not?   25

    Pagi ini SMA Bakti Bangsa terlihat ramai dengan kehadiran orang tua murid. Hari yang ditunggu oleh seluruh murid. Bukan karena mereka akan menerima hasil belajar selama satu semester, tetapi karena mereka akan libur panjang. Rheyner sudah duduk di salah satu bangku kantin. Ia duduk sendiri di bangku panjang menunggu Panji. Kantin lumayan sepi karena hampir semua pedagang sudah libur. Hanya ada satu konter yang buka, itu pun karena penjualnya adalah istri dari penjaga sekolah. Memang biasanya kalau hari-hari terakhir sebelum libur panjang sekolah sudah sepi. Jadi, tidak banyak pedagang kantin yang buka. Bahu Rheyner terasa ditepuk. Orang yang ditunggu sudah datang. Panji duduk di depannya. Sebuah kantung berlogo mini market ternama dia taruh di tengah meja. Tangannya mengambil dua kaleng kopi susu dan sebungkus besar keripik singkong. Rheyner hanya meman

  • Sahabat Jadi Cinta, Why Not?   24

    Rheyner mencari Nadira dengan gusar. Perasaannya tidak enak. Rasanya seluruh mal ini sudah ia kelilingi, tetapi Nadira tidak ketemu juga. Nadira hanya pamit ingin ke toilet tadi. Sudah setengah jam dan gadis itu tidak kembali. Kemudian 10 menit lalu Nadira mengirim pesan minta dijemput. Nadira hanya bilang dia duduk di kursi umum di depan outlet pakaian. Namun, outlet pakaian di dalam mal ini ada banyak sekali. Menyebalkannya, Nadira tidak mau mengangkat panggilan dari Rheyner. Tangan kanan Rheyner merogoh ponsel di kantung celana. Satu pesan Nadira kembali masuk. Nadira mengatakan sudah menunggu di basement alias di tempat parkir. Rheyner yakin ada sesuatu yang terjadi pada Nadira. Tidak mungkin Nadira jadi seaneh ini. Tanpa menunggu lama Rheyner segera turun ke basement

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status