Home / Romansa / Sad Boy / 9. Kemunculan Bryan

Share

9. Kemunculan Bryan

Author: Nila Zulkifli
last update Last Updated: 2021-11-25 23:33:52

Mayra meremas kuat lembaran putih ditangannya, dia pikir Nalan sudah memiliki perasaan. Namun, sama sekali tak ada. Haruskah ia menyetujui kontrak ini?

Tapi, Mayra tak mau pernikahan ini berakhir dalam waktu 3 tahun. Ada perasaan malu dengan Amara dan Seon, karena memaksakan hatinya untuk menikah dengan Nalan.

"Apa aku tanda tangan saja?" gumam Mayra sesunggukan dan ragu.

Ataukah menyerah sekarang saja? Sedikit bimbang perasaannya saat ini, jika, menyerah sekarang bukankah akan menjadi masalah bagi 2 keluarga? 

"Ya, aku harus bertahan, mungkin saja sebelum 3 tahun masa kontrak ini. Aku bisa membuat suamiku jatuh cinta denganku," Mayra kembali bergumam dengan penuh keyakinan.

"Mayra, come on. Jangan menyerah, kamu tidak boleh kalah dari Serra," batin Mayra menggelengkan kepala. Setelah berpikir sejenak, ia pun menanda tangani surat itu.

Ia menghampiri suaminya yang sedang berada di teras rumah, menyeruput secangkir kopi. Perlahan mendekati Nalan yang duduk santai.

"Nalan, aku sudah menanda tanganinya," ucap Mayra sembari menyodorkan amplop coklat.

Nalan menerimanya dengan ketus seraya berkata, "Aku tidak ingin kita tidur bersama, di apartemen ini ada 3 kamar. Kamu pakai terserah saja, sisanya aku dan ruang kerjaku."

Mayra hanya mengangguk, menyetujui permintaan Nalan. Tak masalah meski harus beda kamar, toh yang penting serumah. Masih ada jalan untuk mengambil hati suaminya.

"Ingat, apapun yang terjadi kau tidak boleh mencampuri urusanku. Kau dilarang memeriksa ruang kerja dan kamarku," titah Nalan memperingatkan.

"Ya, aku tidak akan melakukan apapun kecuali membersihkannya saja."

"Aku tidak ingin keluargamu berpikir kau jadi pembantu disini."

"Tidak! Ini sudah tugasku menjadi seorang istri."

"Kau hanya istri diatas kertas," sindir Nalan. Membuat Mayra bergeming.

Mayra mencoba mengatur hatinya agar tak merasakan sesak, sakit memang dianggap seperti itu. Namun, inilah resiko yang harus diterima menikah dengan lelaki yang tak mencintainya.

"Meski seperti itu, aku tidak akan melupakan kewajibanku."

"Ya, terserah. Hanya saja aku tidak mau sampai kakakku mengira tak membiayai hidupmu," ucap Nalan seraya memberikan kartu hitam limited. Ya, itu kartu debit. "Ambillah, aku tidak mempermasalahkan soal uang kepadamu, hanya jangan menggangguku."

Mayra tersenyum menerima kartu debit dari suaminya, ia menerima dengan wajah sumringah.

"Terima kasih."

Tanpa berkata lagi, Nalan meninggalkan Mayra yang masih berdiam diri di tempatnya. Tak peduli apa yang dipikirkan gadis itu padanya, terpenting sudah memberikan uang. 

Nalan memang tak pernah mempermasalahkan uang sejak dulu, bahkan ketika berpacaran dengan Serra tak segan baginya mengeluarkan uang puluhan juta dalam sehari.

Dalam kamar, Nalan sedang merenung mengingat masa lalunya dengan Serra. Wajah sedih itu menatap ke depan dengan penuh kekosongan, seakan takut ketika Serra datang lagi.

Kring!! Kring!!

Panggilan ponsel membuyarkan lamunannya, muncul dilayar sebuah nomor baru yang tak dikenalnya. Apa ini Mark lagi?

Dari pada menerka, Nalan mengangkat telepon itu. "Halo!" suara dari seberang berhasil membulatkan matanya.

Ia memang mengenal sumber suara itu, "Kau."

"Aku menunggumu sekarang, alamatnya sudah kukirim padamu," ucapnya langsung mematikan sambungan telepon tanpa memberi kesempatan Nalan bicara.

"Dia lagi," gumam Nalan gundah. "Haruskah aku menemuinya?"

Nalan mengambil jaket kulit hitam yang tergantung dibelakang pintu, ia keluar dari kamar dan berpapasan dengan Mayra yang sedang menyiapkan makan malam.

"Mau kemana?" tanya Mayra memperhatikan dari atas ke bawah. Sangat rapi.

"Aku sudah bilang padamu, jangan mengurusiku," tegur Nalan ketus.

"Maaf! Aku sudah menyiapkan makan malam, apa tidak sebaiknya makan dulu sebelum keluar?" tawar Mayra berusaha menahan suaminya.

"Tidak nafsu," tolak Nalan acuh.

"Makanlah, walau sedikit. Kamu baru saja pulih, butuh asupan yang baik," bujuk lagi Mayra.

"Kalau aku bilang tidak ya tidak, jangan memaksa," bentak Nalan lalu meninggalkan istrinya yang menunduk ketakutan.

Melihat Mayra yang ketakutan, Nalan merasa kasihan. Sejenak berpikir, jika terjadi sesuatu padanya ada kemungkinan Nami akan curiga.

Nalan kembali ke meja makan dan duduk tanpa mempedulikan Mayra yang berdiri. Suaminya makan ia pun ikut duduk.

"Mau kuambilkan?"

"Tidak perlu, aku bisa sendiri," tolak Nalan malas.

"Ya, sudah. Makan yang banyak ya," ucap Mayra mengulum senyum. 

"Setidaknya kamu makan masakanku ada peluang," batin Mayra menatap Nalan yang sedang makan dengan lahap.

$$$$$$$$

Sesuai yang di janjikan pertemuannya adalah rumah usang milik Bryan, rumah reot yang tidak terpakai. 

Dalamnya berserakan barang, banyak debu dan disinari oleh lampu kuning. Nalan menyusuri bangunan itu, mencari keberadaan Bryan yang tengah duduk di sofa robek.

Nalan datang menghampiri sahabat yang membuatnya terluka hebat, entah mengapa ia mau-mau saja bertemu dengan orang yang sangat dibencinya.

"Ada apa?" tanya Nalan dingin.

"Sudah lama kita tidak bertemu," ucap Bryan tenang. Bagaimanapun dihatinya Nalan tetap sahabat, meski dibenci.

"Aku tak perlu b**a basimu."

"Pertama-tama, aku ucapkan selamat atas pernikahanmu."

"Lalu?"

"Aku hanya ingin kau melupakan masa lalu."

"Cih! Melupakan pengkhianatanmu? Apa kau pikir itu mudah?" tanya Nalan sinis.

"Tidak! Hanya saja, Serra telah mengetahui pernikahanmu ini."

"Apa?" Nalan terbelalak. "Apa kau yang memberitahunya? Aku tahu kau selalu memata-mataiku, mencari celah agar Serra melupakan aku."

"Buat apa aku memberi tahunya? Apa kau pikir selama menikah denganku Serra tak memata-mataimu?" 

Nalan tercengang, tak menyangka jika Serra tidak bisa melupakannya. Dipikirnya, hanya Bryan yang terus mengintai dirinya.

"Aku sudah tahu, kalau Serra tidak akan bisa melupakanku."

"Kau benar, saking tak bisa melupakanmu setelah tahu kau menikah ia kabur entah kemana," kata Bryan yang berhasil membuat Nalan kembali terkejut.

"Apa katamu?"

"Serra pergi sejak tahu kau menikah, aku pikir dia pergi menemuimu. Dilihat dari ekspresimu, sepertinya tak mendatangimu."

"Jika dia datang kepadaku, sudah kupastikan untuk menyembunyikan dia dan malam ini aku tak akan kembali ke istriku," timpal Nalan mengejek Bryan.

"Kau," Bryan geram.

"Jangan mempermainkan pernikahan, kau dan Serra tidak ditakdirkan bersama," lanjut Bryan memperingatkan.

Nalan tersenyum kecut, lalu menimpali, "Kau yang membuatku tak dapat bersamanya."

"Bukan aku, meski aku menyukainya tapi aku tidak ada niat merebutnya darimu."

"Omong kosong," sentak Nalan menatap tajam Bryan. "Kau bilang tidak ada niat? Hah? Jika kau tak ada niat merebutnya, kenapa kau malah menikahi gadis yang paling aku cintai?"

"Kau salah paham, kami berdua dijodohkan oleh orang tua masing-masing, sama seperti kau, kami tidak bisa menolak."

Nalan tertawa lebar, tak mempedulikan alasan klasik dari sahabatnya. Beberapa tahun ini, ia dendam pada Bryan. Namun, tak berani membalaskan karena mengingat masa kuliah.

"Nalan, hanya karena seorang wanita kita jadi seperti ini."

"Itu semua karena kau, aku teramat membencimu Bryan," kata Nalan mempertegas kalimat terakhirnya. "Kau memang tak pantas untuk Serra."

"Sekarang aku tak ingin berdebat denganmu, aku hanya ingin memberi tahumu dimana Serra? Tapi kau benar-benar tak tahu," ucap Bryan mengalah. ia menepuk pundak sahabatnya sebagai salam perpisahan lagi.

Bryan sebenarnya tak enak hati bertemu dengan Nalan lagi, situasi kepergian Serra yang mendadak mengharuskan dia menghubungi kembali pria yang pernah lama menjadi sahabat.

Nalan masih berdiri di tempat melihat kepergian sahabatnya hingga punggung tak terlihat lagi, ia pun keluar dari rumah usang itu dan sesegara mencari keberadaan Serra.

To Be Continue...

Related chapters

  • Sad Boy   10. Ditinggal Malam Pertama

    "Apa aku masih ada harapan?" gumam Nalan berpikir.Kepergian Serra membuat dirinya semakin bersalah menerima pernikahan ini, ada rasa menyesal karena menerima pernikahannya."Kemana kamu? Serra jangan tinggalkan aku," isak Nalan dalam mobil seraya menyandarkan kepala di setir mobil.Malam ini, Nalan bertekad untuk tidak pulang. Memilih mencari Serra, meski ini malam pertamanya. Namun, pikiran berkecamuk memikirkan wanita itu.Kring! Kring!Bunyi ponsel membuyarkan segalanya, melihat nama tertera membuat malas untuk mengangkat."Ck! Kenapa sih ini perempuan menelpon?" Dengan malas Nalan mengangkat telepon itu. "Halo.""Nalan, kamu dimana?" tanya Mayra cemas dari seberang telepon."Harus berapa kali aku mengatakan padamu? Aku melarangmu mengusik urusanku," gertak Nalan."Ma-maaf! Aku khawatir, jam s

    Last Updated : 2021-11-25
  • Sad Boy   11. Kemarahan Seon

    Mentari telah meninggi, menyinari jendela kamar. Menandakan pukul 10:00 pagi, menyilaukan wajah terlelapnya. Setelah dibuat kelelahan, Nalan sangat sulit untuk bangun. Dia teramat lelah, bersenggama sampai dini hari.Nalan terbangun karena sinar mentari yang menyorot tepat di wajah. "Ah, waktu terlalu cepat," umpat Nalan kesal, ia meraba samping ranjang. Namun, ia merasa kosong."Serra! Serra!" teriak Nalan berkali-kali memanggil nama kekasihnya. Dia panik karena tidak mendapati wanita itu di kamar, ia bangkit mencari setiap sudut. Termasuk kamar mandi. Namun, nihil."Kemana Serra?" tanyanya bingung. "Mungkinkah dia meninggalkanku? Lalu, kembali pada Bryan?" Nalan menyandarkan tubuhnya ke tembok seraya mengusap wajah dengan ke dua tangan. Pikirannya kembali berkecamuk.Lalu, ia teringat dengan nomor yang semalam menghubunginya, bergegas mengambil ponsel diatas nakas dan menelpon nomor itu. Namu

    Last Updated : 2021-12-28
  • Sad Boy   12. Babak Baru Pernikahan

    Dengan emosi yang meluap-luap, Nalan membuka pintu dengan kasar dan membuat Mayra terkejut. Ia mendatangi langsung suaminya dengan wajah penuh amarah."Ada apa?" tanya Mayra bingung karena sorot mata Nalan begitu tajam padanya.Kedua tangannya di bawah mengepal sempurna, kemarahannya sudah sampai di ubun. Mayra takut dengan tatapan Nalan yang sulit diartikan, tidak ada jawaban membuat dia menerka sendiri."Apa aku buat salah lagi?" tanya Mayra lagi dengan hati-hati."Ya, kau selalu salah. Aku sangat membencimu," gertak Nalan dengan suara meninggi. Mata Mayra membulat sempurna, dia merasa tak melakukan apapun hanya menelpon saja semalam."A-aku...." ucapannya berhenti kala melihat Nalan yang matanya merah dan air mata jatuh ke pipi. Buru-buru Mayra memeluk suaminya.Saat ini Mayra mengerti ada suatu hal yang membuat Nalan meluapkan amarah padanya. Tak peduli l

    Last Updated : 2021-12-28
  • Sad Boy   13. Jaringan Gelap Hitam

    Nalan hanya pulang ke Apartemen untuk mengganti pakaian, dia lalu keluar terburu-buru melewati Mayra yang sedang menunggunya sarapan di meja makan."Mau kemana? Kamu baru saja pulang," tutur Mayra mengikuti langkah suaminya."Bukan urusanmu," balas Nalan ketus tanpa berhenti berjalan."Setidaknya kamu sarapan dulu," cegat Mayra menarik lengan Nalan. Dia melepaskan tangan istrinya pelan dan menatap datar."Tidak perlu perhatian padaku, jangan halangi apapun yang kulakukan. Terakhir kali kukatakan padamu, make your own sandwich," Nalan memperingatkan Mayra dengan nada dingin. Ia pun meninggalkan gadis itu tanpa menghiraukan panggilannya, dia bahkan berlari setelah membuka pintu apartemen."Nalan!" teriak Mayra berusaha mengejar suami yang dicintainya. Namun, Nalan sangat cepat hingga tak bisa dikejar.Mayra bersandar di dinding, perlahan duduk terkulai le

    Last Updated : 2021-12-28
  • Sad Boy   14. Calon Target

    Seperginya Hans dari ruangannya, Nalan kembali duduk di kursi dan membuka kembali amplop berisi data calon target yang akan dilakukan malam ini.Betapa terkejutnya Nalan saat melihat isi data tersebut, berhasil membulatkan matanya dengan sempurna. Dia tak percaya jika data itu benar, pikirannya mencoba menyirnakan negatif yang mengaung."Tidak! Tidak mungkin dia! Ini pasti salah, tuan Arback pasti salah," desisnya. Ia meraih ponsel yang terletak di meja, lalu mencari nomor Arback dan menghubunginya."Halo," jawab Arback dari seberang telepon. "Ada apa, Nalan?" tanyanya lagi."Tuan, apa anda tidak salah mengirimkan saya data ini?" tanya Nalan berbalik."Tidak!" jawab Arback tegas. "Inilah, faktanya Nalan. Seseorang ingin kau membunuhnya, bahkan dia sudah membayar uang muka dengan cukup tinggi," jelasnya."Tapi kenapa?" tanya Nalan panik.

    Last Updated : 2022-01-03
  • Sad Boy   15. Does He Have To Die?

    "Kenapa ada yang menginginkan nyawa, Bryan?" tanya Nalan dalam hati. Setelah pertemuannya dengan Marco tadi, ia terus memikirkan ucapan sahabatnya. Dia percaya semua yang keluar dari mulut pria yang menjadi sahabat selama bertahun-tahun lamanya adalah kejujuran."Apa sebaiknya aku menemui, Bryan?" pikirnya lagi dalam hati. Dia ingin benar-benar memastikan saja semuanya.Sebenci apapun Nalan pada Bryan, tak pernah terlintas ingin membunuh mantan sahabatnya. Dia memang sakit hati pada sikap lelaki berkulit putih itu, tapi ia hanya berpikir balas dendam dengan cara merebut Serra kembali dari tangannya."Bos!" panggil Hans yang sejak tadi memerhatikan Nalan gelisah tak karuan, berkali-kali bahkan ia memanggil. Namun, tak ada respon darinya."Bos," kembali Hans memanggil dengan suara agak keras seraya menyentuh bahu Nalan pelan, sontak itu membuatnya sedikit tersadar dari lamunan

    Last Updated : 2022-01-03
  • Sad Boy   16. Curahan Hati Bryan 1

    "Sejak tadi nomor Serra yang dipakai menghubungiku tidak bisa dihubungi, kemana sih dia?" pekik Nalan sembari meletakkan benda pipih itu di meja dengan kasar.Dia merindukan wanita itu, ingin sekali merasakan sentuhannya malam ini. Malas baginya untuk pulang ke apartemen, melihat Mayra. Ia hanya ingin Serra menemani lagi di malam ini, tapi sejak tadi pagi pergi dari hotel, nomor itu tak kunjung aktif."Apa aku harus mencarinya pada Bryan?" tanya Nalan ragu. "Tapi, bagaimana jika bibi Elsa bertanya?""Aaah! Aku sangat merindukanmu Serra, semalam kau berjanji tidak akan meninggalkanku, tapi kenapa kau pergi lagi?" tanya Nalan pada dirinya sendiri dengan genangan air mata.Nalan sangat mencintai gadis itu, cinta butanya tak mampu melihat mana yang tulus dan permainan. Meski ia sangat pintar, cerdas dan penuh taktik, tapi cinta dapat membuatnya menjadi bodoh. Namun, rasa

    Last Updated : 2022-01-03
  • Sad Boy   17. Curahan Hati Bryan 2

    "Kenapa?" Mimik Marco yang makin serius dan penuh keheranan menatap Bryan. Ia tak menyangka banyak hal tak terduga keluar dari mulut sahabatnya tentang wanita yang selalu dipuja oleh Nalan. Marco berpikir, dulu Mayra begitu bodoh mau dengan Nalan lelaki yang tak bisa menjaga perasaannya, tak bisa menjaga harga dirinya. Namun, ia akan kembali tercengang dengan penuturan Bryan tentang Serra. "Lalu, seminggu setelah pernikahan aku mendapati Serra tidur dengan pria lain," jawab Bryan sendu. "Apa? Kamu tidak salahkan, Bryan?" tanya Marco meyakinkan ucapan sahabatnya. Bryan menggeleng kepala lalu membalas kembali pertanyaan Marco, "Tidak, karena waktu itu aku tak sengaja mendapatinya di pantai Barat Daya, Serra bercumbu di mobil dengan pria yang tak kukenal." "Hingga saat ini, dia tak tahu aku terus memergoki dirinya dengan pria lain dengan pria berbeda se

    Last Updated : 2022-01-08

Latest chapter

  • Sad Boy   101. Sesal Tak Bertepi (Ekstra Part)

    Setelah mendengar kabar kematian Mayra, sang Ibu pun syok hingga membuatnya terkena serangan jantung mendadak. Amara dinyatakan meninggal saat tiba di rumah sakit, makin terpuruklah Seon.Sean yang masih berada dalam pengawasan psikolog, karena trauma berat dialami bocah berusia 3 tahun itu. Nalan memilih untuk menyerahkan diri ke polisi, membayar semua penyesalan terhadap Mayra.Seon saat itu tahu dan menolak keputusan Nalan, berusaha untuk mencegat. Sebab, masih ada Sean yang sangat membutuhkan sosok ayahnya."Aku akan melupakan dendam itu, jangan menyerahkan dirimu ke polisi. Kau harus memikirkan Sean," cegat Seon. Dipikirannya memang hanya Sean, tak ada keluarga. Amara yang dimiliki pun harus pergi untuk selamanya."Justru Sean akan berada di tangan yang tepat bersamamu, aku punya banyak musuh Seon." Nalan menerangkan

  • Sad Boy   100. Pergi Untuk Selamanya

    "Nalan!" seru mereka serempak."Mark aku tahu sekarang alasanmu membuat drama dalam hidupku, lepaskan mereka yang tidak bersalah. Urusanmu padaku," kata Nalan menatap tajam Mark dengan dada kembang kempis."Tidak semudah itu, Arback bawa mereka kemari," titah Mark menggunakan jarinya. Musuh yang teramat dibenci telah muncul, ia ingin nyawa Nalan."Lantas, kau mau apa?" tanya Nalan geram."Seon, bagaimana tawaranku tadi? Jika, kau bersedia. Maka aku akan melepaskan Mayra dan Sean," ujar Mark beralih ke Seon yang sedang menunduk.Dari pintu lain, terdengar suara Sean yang menangis dan Mayra meronta."Lepaskan, putraku!" seru Mayra memberontak. Namun, laki-laki yang memegangi sangatlah kuat."Mama! Tolong aku!"

  • Sad Boy   99. Kebenaran Tentang Isan, Bryan & Kinan

    Sejak tahu Isan tewas dalam keadaan tidak wajar, Seon memang berniat ingin balas dendam pada orang yang telah menghilangkan nyawa kakaknya. Namun, hal tak disangka pelaku pembunuhan adalah Nalan.Dia berpikir keras, jika membalaskan dendam tersebut. Maka, Mayra akan curiga dan bisa jadi hubungan mereka yang akan rusak. Tapi, di sisi lain Sean dan ibunya sedang membutuhkan pertolongan. Seorang diri di tempat ini, tanpa siapapun bisa menolong. Seon menjadi buntu."Tidakkah kau dendam pada Nalan? Hanya dengan membunuhnya, maka tidak ada penghalang lagi antara kau dan Mayra," bujuk Mark meracuni pikiran Seon yang masih saja terdiam.Tentu saja dia dendam dan sangat marah, tapi Seon tidak mau seegois itu. Demi mendapatkan cinta Mayra dan Sean, sampai mengorbankan perasaan putra angkatnya. Bocah itu pasti tidak akan mau menerima dirinya.

  • Sad Boy   98. Kembalinya Mark Eden

    "Papa, Ayah, kita main bola bertiga!" seru Sean riang. Mereka berempat ada di taman bermain yang tak jauh dari apartemen Nalan. Mayra menatap ketiganya dengan senyum kebahagiaan, itulah harapan terbesar seorang ibu menginginkan bahagia untuk anak-anaknya.Seon dan Nalan sementara berbaikan, semua dilakukan demi Sean. Bocah itu memang mudah membuat orang dewasa menjadi akur."Papa dan Ayah satu tim," titah Sean. Mayra tertawa mendengar hal itu."Apa? Kami setim? Lalu, kau?" tanya Nalan heran."Bagaimana ajak, Mama? Biar timnya adil," usul Seon."Tidak!" tolak Sean menggeleng. "Mama, lambat," selorohnya membuat Mayra manyun seketika. Nalan dan Seon terkekeh, mereka tidak berani tertawa besar di depan ibu satu anak itu."Beraninya

  • Sad Boy   97. Menjemput Asa Lagi

    "Bisakah, kalian ikut aku kembali? Kau berhutang penjelasan padaku," pinta Nalan pada Mayra, Sean masih tenang dalam gendongan lelaki berperawakan maskulin itu.Mayra melirik Seon sejenak, meminta izin pada sang Kakak untuk membawa Sean. Bagaimanapun, ia masih menghargai orang yang paling berjasa dalam hidup putranya."Pergilah!" angguk Seon mengulas senyum getir."Ayah, kenapa tidak ikut dengan kami?" Sean menatap heran pada Seon."Ini...," Mayra sedikit bingung menjelaskan.Seon mendekati Sean seraya menyunggingkan senyum manis pada putra angkatnya, tanpa ragu lelaki bertubuh tegap itu mengusap kepala di depan Nalan."Pergilah menghabiskan waktu dengan Papamu, nanti Ayah akan menemuimu jika kau merindukanku," tutur Seon. "Jangan nakal, nurutla

  • Sad Boy   96. Mama!

    Nalan membawa Mayra kembali ke apartemen yang pernah mereka tempati dahulunya. Membawa masuk ke kamar di pakai tidur.Mayra tertegun saat melihat isi kamar tersebut dipenuhi fotonya. Segitu, besarkah perubahan Nalan selama tinggal di negara tetangga."Ap-apa ini, Nalan?" Mayra masih mendongak melihat sekeliling dinding kamar.Nalan menatap nanar ke arah istrinya, kejutan ini telah lama disiapkan untuk Mayra. Foto-foto itu menggambarkan isi hatinya, merindukan sang Istri dan penyesalan yang teramat dalam saat mereka berpisah."Apartemen ini sejak awal milikmu, kamar ini adalah saksi kita bercumbu, tidak mungkin aku melepaskan begitu saja, bukan?" Nalan meraih jari jemari Mayra dan mencium tangannya dengan lembut. Dia berjanji akan melakukan hal romantis setiap hari dan membahagiakan istrinya.

  • Sad Boy   95. Bertemu

    "Saya permisi keluar dulu," pamit Hans secepat kilat.Mayra termangu di tempat, tak sanggup menahan gejolak dalam dirinya. Sehingga, menundukkan kepala untuk menyembunyikan air matanya. Debaran di dada sangat sulit dikontrol, semakin cepat tatkala Nalan berjalan ke arahnya.Nalan mendekat secara pelan, ada bulir di matanya yang jatuh membasahi pipi. Betapa sangat tersiksa rindu yang tertahan beberapa tahun ini, wanita yang paling ingin di dekapnya telah muncul sekian lama pencarian.Nalan tepat berada di depannya, memegangi dagu Mayra agar bisa menatap dengan jarak dekat. Dia sangat bahagia setelah memastikan wanita tersebut adalah istri yang disia-siakan selama ini."Kau menangis?" tanya Nalan lembut.Mayra terhenyak, untuk pertama kali ia mendengar Nalan berkata lembut pa

  • Sad Boy   94. Kedatangan Mayra

    "May!" Seon memanggil adiknya yang sedang merenung, menanti jawaban."Em, ya! Kakak tadi bilang apa?" tanya Mayra linglung."Tidak usah pikirkan, jangan melamun terus," tutur Seon mengulas senyum. Mayra mengangguk."Mah, Papa kandung Sean orangnya seperti apa? Dia jahat ngga? Aku takut ketemu," ujarnya dengan wajah cemas. Seon dan Mayra berbalik sejenak menatap bocah menggemaskan tersebut dengan heran.Mereka bertiga saling pandang, bingung untuk menjawab. Anak sekecil Sean memang sangat cepat memahami setelah dijelaskan beberapa hari lalu tentang Nalan."Bagaimana kalau Papa kandung, Sean tak menyukaiku? Kita pulang saja, tidak masalah Ayah Seon menjadi ayahku saja, sudah cukup, Mah, Nek." Sekali lagi ucapan kecil yang keluar dari mulutnya membuat ketiga orang itu terhenyak.&nbs

  • Sad Boy   93. Kembali Ke Kota Himalaya

    Tiga tahun kemudian...."Sean, ayo sini peluk Ayah Seon," panggilnya sambil melebarkan kedua tangan dan menyamai ukuran tubuh bocah berusia tiga tahun itu."Ayah sudah pulang." Sean menyambut penuh keceriaan sambil berlari menghampiri Seon.Bocah berperawakan menggemaskan tersebut melompat ke dalam dekapan lelaki yang amat disayanginya.Mayra yang melihat pemandangan indah keduanya menjadi sangat haru, Sean tidak kekurangan kasih sayang dari sosok ayah atas adanya Seon. Semua tercurah untuk bocah lelaki yang sudah dianggap anak kandung sendiri. Saking sayangnya, kadang sang Kakak kelewatan dalam memanjakan."Bagaimana hari ini? Apa Ayah lelah?" tanya Sean bertubi-tubi. Kini, tubuh kecilnya sudah berada dalam gendongan Seon."Mau tahu?" Seon bertanya balik semba

DMCA.com Protection Status