Part 9 (Si Mulut Pedas)"Banana, tunggu aku di mobil," ucap Zeen merapikan kemejanya. Aku memicingkan mata. "Namaku Nana Zeen, berhenti memanggilku Banana." Aku berdecak kesal, Zeen mulai memancing emosiku. Aku masih kesal dengan adiknya. Dan kini ia mengaduk-aduk amarahku yang mulai surut. "Mau Banana, mau Nana, sama saja, kau tetap tol*l dan b*doh!"Aku berhenti, lalu memutar badan. Apa katanya tadi? Apa aku tak salah dengar? Ia menyebutku t*lol dan b*doh?"Zeen jangan membuatku marah, aku tidak akan segan-segan mencekik lehermu!" Aku mendelikkan mata, Zeen mengedikan bahunya. "Aku bicara kenyataan, Nana! Ini fakta, tanpa Mama kau tidak akan bisa menang!""Kau lihat tadi, adikmu kutampar 2 kali, kupukul dengan tasku. Kulempar mereka dengan telur, apa kau mau kulempar dengan telur busuk juga?" Aku menyilang kedua tanganku. Tampak dahi Zeen mengerut heran."Kau terlalu bar-baran Nana, dan lihat ini. Akulah yang susah!""Aku tidak memintamu mengurus kekacauan yang kubuat. Aku akan m
Part 9 (Si Mulut Pedas II)****Aku keluar dari ATM dengan senyum mengembang. Berharap pria itu tak menyadari kalau Atm-nya hilang. Aku akan menguras habis uangnya setiap hari. "Banana, cepatlah, kau ini lelet sekali," teriak Zeen, ia bersandar pada badan mobil."Sabarlah, Zeen, aku sedang tak ingin bertengkar denganmu." Aku mencibik dalam hati, gegas kuayun langkah cepat menghampiri pria menyebalkan itu. Tiba didepannya, Zeen kembali bertanya. "Apa yang kau lakukan dengan kartu ATM adikku?""Menurutmu?" Aku berbisik di telinganya. "Reza bisa bangkrut kalau kau terus mengambil uangnya?""Itu lah tujuanku Zeen, aku menginginkan sebuah kehancuran terjadi pada adikmu," jawabku penuh penekanan.Zeen menatapku datar, tak ingin mendengar cibirannya, aku lekas masuk mobil. "Zeen aku pernah dengar dari Papa, kalau kamu menanam saham di perusahaan Mas Reza, benar?"Mendengar pertanyaanku Zeen menoleh. Sebelah alisnya terangkat, matanya menyipit. "Kau tau dari mana?""Aku kan bilang, aku
Part 10 (Istri Macam Apa, Nana?) Pov Reza. **** "Kamu lihat pesta kita, Mas. Nana udah bikin kekacauan di sini. Pesta yang kuimpikan sejak lama hancur karena ulahnya yang kurang kerjaan itu!" Salma berucap sambil mengedarkan pandangan. Sialan Nana. Istri macam apa dia? Bisa-bisanya dia mempermalukan suami dan sahabatnya sendiri. Pesta pernikahanku dan Salma berantakan karena ulahnya. Kami bahkan belum sempat berbulan madu, dan kini sudah ketahuan oleh keluarga besarku. Huft, apes. Aku meringis, menahan perih di sudut bibir. Kuusap sudut bibirku yang robek, ada darah di sana yang masih belum kering. "Ah, jancok!"Lagi-lagi umpatan keluar dari mulutku. Tamparan dari Nana meninggalkan jejak kemerahan yang masih terasa ngilu. Bukan hanya aku, Salma pun turut menjadi amukan Nana. Rona merah masih membekas di pipinya. Aku seperti tidak mengenali Nana. Terlebih Bang Zeen yang terus mengompori Nana. Belum lagi Mama yang membuat mertuaku itu di tangkap polisi. Katanya Ibunya Salma itu p
Part 11 (Bantai, Bun!) Aku mengeratkan pelukanku pada Salma, tanganku bergerak menyelimuti tubuh kami yang polos tanpa sehelai benang pun. Satu menit yang lalu kami baru selesai melakukan hubungan suami istri. Deru napas kami bahkan masih memburu. Peluh membanjiri sekujur tubuhku. Rasanya luar biasa, anggap saja ini sebagai bulan madu, walaupun kenyataannya tidak seperti yang kami berdua harapkan. Jauh-jauh pergi ke Bali mencari ketenangan. Tidak tahunya yang kami dapatkan adalah kehancuran."Mas, rambutku masih bau amis?" tanya Salma lembut. Aku membuka mata, lalu mencium rambutnya. "Masih Yang." Salma merengut kesal. "Udah ya, aku mau mandi dulu.""Nanti pulang dari kantor polisi, aku antar kamu deh ke salon." Mendengar hal itu Salma langsung berbalik badan. Lengkungan tipis terukir di bibirnya. Ia terlihat cantik dan menawan saat ada maunya. "Beneran nih?""Iya, lah, buat kamu apa sih yang gak!""Ah, makasih ya Mas. Jangan lupa jatah bulananku juga. Pokoknya jatahku harus lebi
Part 11 (Bantai, Bun II!)Tidak butuh waktu lama, kami tiba di kantor polisi. Pikiranku berkeliaran ke mana-mana. Memikirkan dompetku yang hilang tak ada jejaknya. Belum lagi mertuaku yang kini berada di kantor polisi. Dan janjiku yang akan membawa Salma ke salon selepas dari sini. "Ayo masuk Yang," ajak Salma. Aku menghela napas panjang, merasakan kepalaku ingin pecah. "Kamu ini kenapa sih dari tadi diem terus? Kamu mikirin apa?""Tidak ada yang kupikirkan, ayo masuk. Oya, ponselmu kupinjam.""Ya sudah, kamu bawa saja. Tapi nanti aku belikan yang baru," tutur Salma. Demi membuat hati istriku senang aku mengiyakan permintaannya. "Iya.""Makasih sayang, aku memang tidak salah pilih suami," pujinya. Setelah pembicaraan singkat itu, aku dan Salma melangkah masuk. Kami berdua langsung dikejutkan dengan banyaknya orang yang mengeluh pada polisi. "Saya ini ditipu, dia bilang jual tas branded dengan kualitas terbaik. Tapi apa, setelah tasnya sampai pada saya. Ternyata barangnya jelek!
Part 12 (Pulang) POV Nana. **** Setelah cukup lama berpikir, dan menimbang ulang keputusanku. Aku pun akhirnya mengutarakannya pada orang tua Mas Reza. Malam ini aku akan kembali ke Surabaya, banyak hal yang akan kuurus nantinya. Termasuk gugatan perceraian dan jual beli rumah. "Aku tahu keputusanku ini menyakiti hati kalian. Tapi maaf, aku bukan perempuan yang berhati lembut, yang memiliki kesabaran seluas samudera. Tanpa mengurangi rasa sayangku pada kalian, aku akan menceraikan Mas Reza, putra kalian," ucapku sambil menatap lekat kedua orang tua Mas Reza. Keputusan yang kubuat sudah bulat. Aku tidak ingin menanam luka yang justru akan melukai diriku sendiri.Sekilas Mama Reni tersenyum, sebuah senyuman yang membuat degup jantungku semakin menggila. Aku sadar, mereka berusaha baik-baik saja di depanku. Di belakang, kita tidak tahu sekuat apa mereka membentengi diri. Pasti rasa kecewa yang mereka rasakan jauh lebih besar dariku."Mama tau itu, udah ketebak sebelum kita datang ke
Part 12 (Pulang II)****Setelah memakan perjalanan yang lumayan lama. Kami pun tiba di bandara. Aku dan Zeen turun dari taksi, sementara itu driver menurunkan koper Zeen yang ada di bagasi."Aku tidak membawa apa-apa, tidak sepertimu.""Ini koper milik Mama,""Di dalamnya juga pasti ada pakaianmu!""Di dalam koper itu juga ada dress merah milikmu." Aku tergagap, lalu menepuk jidatku sendiri. Aku sampai lupa dalam koper itu ada beberapa dress yang Mama belikan. "Sudahlah, aku tidak ingin bertengkar denganmu." Aku mengibaskan rambutku yang tergerai. Lalu berjalan mendahului Zeen yang masih termangu di belakang. "He, pengawal cepatlah. Kita bisa ketinggalan pesawat nanti." Aku berteriak memanggil Zeen. Tidak akan kubiarkan dia membullyku lagi. Aku akan melawannya, bahkan aku tidak akan segan-segan menggigit tangannya. "C'k, aku bukan pengawalmu!" cibir Zeen sambil mendengus kasar. Matanya jelas terpancar amarah."Kau lupa Mama bilang apa, Zeen Mama titip Nana, jaga harta Mama yang p
Part 13 (Zeen Dan Masa Lalunya) POV Zeen. **** Setelah mendarat sekitar satu jam, pesawat akhirnya tiba di tujuan. Aku menoleh ke samping, tanpa bisa kutahan lengkungan tipis tertarik di sudut bibir. Nana menggeliat. Detik kemudian ia mengerjapkan matanya sambil menguap. Menggemaskan. Ia tetap Nana. Milikku yang hanya bisa kujaga dari kejauhan. Sejak dulu aku tak punya keberanian mengutarakan perasaanku. Alhasil aku harus melihatnya bersama pria lain, meski pria itu adikku sendiri. "He, Na, bangun. Kau ingin tidur di sini," bisikku tepat di telinganya. Pupil matanya membesar, ia seketika menatapku garang. Perempuan ini baru bangun tidur bukannya mengumpulkan nyawa malah marah-marah. Walaupun begitu, Nana tetap cantik. Dia perempuan yang kutemui 10 tahun yang lalu. Dan rasa ini masih sama. Masih untuknya. Aku hanya mencintainya. Menunggunya menjadi milikku. Entah sampai kapan."Zeen ... Jangan mulai." Nana memberiku peringatan dengan tampang galaknya. Tidak bisa kujelaskan betapa