Hayden akhirnya menyadari bahwa Shelly tidak bercanda."Siapa yang suruh kamu lakukan ini?" suara Hayden menjadi lebih dingin.Shelly selalu patuh dan menurut, jadi Hayden percaya bahwa seseorang pasti telah mempengaruhinya untuk putus dengannya."Tidak ada. Aku cuma sadar kalau kesenjangan antara kita terlalu besar. Meskipun kita selalu bersama sekarang, kita tidak akan bahagia dalam jangka panjang," ujar Shelly. "Hayden, aku yakin ada banyak wanita yang lebih baik daripada aku di sekitar kamu. Cobalah berinteraksi dengan orang lain lebih banyak dan kamu akan melihat bahwa aku hanyalah orang biasa yang tidak pantas berada disampingmu.""Bodoh!" Hayden berteriak marah. "Di mana kamu sekarang? Kita tidak bisa membicarakannya lewat telepon. Kembalilah dan kita akan berbicara tatap muka.""Aku tidak akan kembali." Shelly menolak dengan tegas tanpa berpikir lagi. "Aku berencana untuk belajar di luar negeri dan tidak akan kembali dalam waktu yang lama. Kalian semua luar biasa dan aku i
Nyonya Taylor segera angkat bicara. "Aku akan segera telepon dan mencari tahu!" Dia memutar nomor telepon Shelly dan setelah beberapa detik, panggilan itu dijawab. "Shelly, ada apa?" Nyonya Taylor berjalan menuju kamar kecil yang berdekatan, memegang teleponnya. "Kenapa kamu tiba-tiba putus dengan Hayden? Apa dia melakukan sesuatu padamu? Beri tahu Ibu. Ibu pasti akan berdiri di sisi kamu." Shelly tersedak air matanya. "Bu, Hayden tidak melakukan kesalahan apa pun. Aku baru sadar bahwa kita tidak cocok. Dia tidak bergantung padaku. Satu-satunya alasan dia tetap bersama aku adalah karena aku melahirkan dua anak kita. Jika wanita lain telah mempunyai anak bersamanya, dia bisa menikahinya juga." Ekspresi Nyonya Taylor dipenuhi dengan kekecewaan. "Tapi bukannya kamu bilang, kamu sangat suka dia? Bukankah kamu ingin memperjuangkan kesempatan ini?" "Aku memang berpikir seperti itu sebelumnya, tapi sekarang aku menyesalinya. Aku takut. Aku sama sekali tidak pantas mendapatkan dia, j
Lebih dari satu jam kemudian, nama baru diberikan kepada Aiden: Austin. Ketika semua orang berjuang untuk mendapatkan nama yang terdengar bagus, Tuan Taylor menyarankan, "Kenapa tidak panggil Aid? Mudah diingat dan terdengar baik." Elliot dan Avery terkejut, mengetahui bahwa Aiden pasti akan diejek oleh teman-teman sekelasnya ketika dia besar nanti dan bersekolah. Pada akhirnya, mereka memilih Austin sebagai gantinya. Usai makan siang, Hayden mengantar keluarga Shelly ke vila di pusat kota. "Saat Shelly pulang nanti, aku akan ubah vila ini atas nama dia. Ini akan menjadi rumah kalian mulai sekarang." kata Hayden. Hayden menganggap sah-sah saja memberikan Shelly sebuah vila sebagai kompensasi atas kelahiran kedua anak mereka. Tuan dan Nyonya Taylor tidak berani menerimanya. "Mari kita bicarakan ketika Shelly pulang. Kita akan beristirahat malam ini dan besok pergi," kata mereka. Sementara itu, dalam perjalanan kembali ke rumah Elliot, Ivy memperhatikan ekspresi serius di
Ivy melihat ke belakang. "Shelly!" Ivy segera menghampiri Shelly. Shelly terkejut melihat Ivy. "Ivy, kenapa kamu di sini?" "Aku ke sini untuk mencarimu!" Ivy memegang tangan Shelly. "Aku memohon kepada Courtney untuk memberikan alamatmu." Shelly tersipu. "Apa keluargamu tahu kamu di sini? Apa kamu ke sini sendirian?" "Ya! Orang tuaku tidak ingin aku pergi sendiri, tapi mereka tidak bisa menghentikan aku." Saat itu, resepsionis memanggil nama Ivy. Ivy mengambil kunci kartu kamarnya, sementara Shelly membawa kopernya saat keduanya berjalan menuju lift. "Shelly, kamu sudah makan? Aku lapar. Ayo makan setelah memasukkan koper ke kamarku!" Ivy tidak nafsu makan di pesawat dan sekarang kelaparan. "Boleh. Jangan makan di hotel. Aku tahu restoran terdekat yang menyajikan makanan enak." "Oke." Setelah membereskan barang bawaan Ivy, keduanya pergi ke restoran yang dikenal Shelly. Ivy tidak tahu harus memesan apa, jadi dia membiarkan Shelly yang memutuskan. Setelah memes
Hayden langsung terdiam dan Shelly menundukkan kepalanya. Ivy segera berkata kepada Hayden, "Karena masalah di perusahaan telah teratasi, kenapa kamu tidak datang ke sini dan menghabiskan beberapa hari bersantai dengan Shelly? Shelly tidak pernah benar-benar bermaksud untuk putus denganmu. Dia baru saja diberitahu bahwa perusahaanmu sedang dalam masalah dan dia merasa bersalah karena tidak dapat membantu. Aku mengerti bagaimana perasaannya. Dia seperti ini karena dia mencintaimu, atau dia bisa saja tidak akan peduli sama sekali!" "Berikan ponselmu padanya," katanya. Ivy segera menyerahkan ponselnya kepada Shelly, dia mau menerimanya setelah ragu sejenak. Khawatir dia akan mengganggu, Ivy berkata, "Aku akan ke kamar mandi dulu." Begitu Ivy pergi, Shelly menarik napas dalam-dalam dan berkata, "Maaf, Hayden." "Kenapa kamu tidak memberitahuku yang sebenarnya? Kenapa kamu malah memberitahu adikku ketika dia datang menemui kamu?" Hayden benar-benar bingung. "Karena Ivy pernah
"Kakak aku juga kesal. Dia akan sedikit lebih bahagia saat melihat anak-anak," kata Ivy. "Ivy, aku merasa tidak cukup berani. Aku berjuang sendirian setiap hari. Di satu sisi, aku telah melakukan hal yang benar setelah putus dengannya, tetapi di sisi lain, aku menyesalinya. Kamu jangan beri tahu siapa pun aku menyesalinya." "Shelly, aku mengerti perasaan kamu. Kakakku pria yang sangat hebat, jadi jangan menyerah pada dia. Jika dia pikir kamu tidak cukup baik untuknya, dia tidak akan memilih untuk menikahi kamu." Shelly menarik napas dalam-dalam. "Aku tahu. Saat kita pulang, aku akan bicara dengannya." "Komunikasi adalah kunci dalam suatu hubungan!" kata Ivy sambil menggigit makanannya. "Ketika orang tuaku masih muda, mereka sering bertengkar. Meskipun aku belum bersama mereka, aku dapat mengerti ketika orang menikah muda, kemampuan mereka untuk memahami satu sama lain tidak kuat. Sebuah hubungan diperkuat dengan tetap bersama terlepas dari semua pertengkaran. Lihatlah orang tua
Shelly terkejut sekaligus sangat tersentuh. Hayden melanjutkan, "Aku paham bahwa perbedaan latar belakang kita mungkin buat kamu merasa tidak aman dan sensitif, tapi aku tidak ingin kejadian serupa terjadi di masa mendatang. Jika kamu merasa tidak mampu, kamu selalu dapat belajar dan meningkatkan diri sendiri. Melarikan diri adalah bukan jalan keluarnya, cara itu yang paling tidak sesuai untuk mengatasi rasa tidak aman." Air mata penyesalan memenuhi mata Shelly. "Ya, aku tidak akan pernah melakukannya lagi. Apa pun yang terjadi di masa depan, aku akan bahas dengan kamu." "Kalau ada yang tidak ingin kamu bicarakan denganku, kau bisa bicara dengan adikku," kata Hayden sambil melirik Ivy. "Ivy, terima kasih telah membantu kita menjernihkan kesalahpahaman ini." Ivy tersipu. "Kita adalah keluarga, Hayden. Kamu tidak perlu berterima kasih padaku!" "Apa rencana kamu setelah lulus? Kamu sudah putuskan sesuatu?" Hayden bertanya. Setelah memikirkannya, Ivy memutuskan untuk berbagi re
Shelly menempelkan keningnya ke kening Hayden. "Jangan pernah berpisah lagi. Aku akan menunggu kamu pulang setiap kali kamu bekerja lembur mulai sekarang dan aku akan temani kamu berlibur." "Oke," katanya. Keesokan harinya, Shelly tiba di kafe, dan Courtney yang tahu dia telah kembali, tiba di kafe lebih awal. Keduanya duduk dan mengobrol sambil menggigit kue. "Courtney, aku mungkin akan mundur dari bisnis ini," kata Shelly. "Kenapa?" tanya Courtney. "Aku tidak bisa datang lagi, karena aku akan kuliah." "Jurusan apa, tepatnya?" "Aku ingin mendapatkan gelar Master of Business Administration." "Oh ... apa kamu berencana untuk bergabung dengan bisnis keluarga mereka setelah menyelesaikan studi-mu?" Courtney, meski enggan melihat Shelly pergi, tidak akan menghentikannya mengejar masa depan yang lebih baik. Lagi pula, hari-hari Shelly hanya akan menjadi lebih baik mulai saat ini. Shelly menggelengkan kepalanya. "Aku akan pikirkan sambil kuliah. Keluarga Hayden tidak mene