Share

88. Mengatur Pertemuan

Penulis: DSL
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-26 22:03:26

Gayatri kembali dengan sepiring camilan sederhana dan secangkir teh hangat. "Ini, makan dulu. Maaf seadanya, ya."

Rusli menerima teh itu dengan sopan, mengangguk pelan. "Terima kasih, Nyonya. Ini sudah lebih dari cukup."

"Asisten Dikara, ya?” Gayatri berkata lagi memastikan. “Kerja dengan orang besar itu pasti berat. Tapi kau terlihat tahan banting."

Rusli tersenyum kecil, untuk pertama kalinya tampak lebih santai. "Tuan Dikara memang orang yang... menuntut. Tapi beliau juga orang yang sangat berkomitmen."

Gayatri tertawa lembut. "Oh, kami tahu itu. Tapi kau juga harus menjaga dirimu, Nak. Jangan terlalu keras pada diri sendiri."

Keramahan itu perlahan meluruhkan kecanggungan Rusli. Ia mulai berbicara lebih santai, menjawab pertanyaan-pertanyaan kecil tentang pekerjaannya dan kehidupannya.

Meski pria itu tidak membocorkan terlalu banyak, Janeetha bisa melihat Rusli sedikit tersentuh oleh suasana rumah yang begitu berbeda dari dunia Dikara yang dingin dan penuh tekanan.

"Kalau ada oran
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   89. Pemeriksaan Kandungan

    Janeetha melangkah menuruni tangga dengan hati-hati. Saat pandangannya menangkap ibunya yang masih berbincang dengan Rusli di ruang tamu, perasaannya bercampur aduk antara gugup dan bersemangat.Ia menata ekspresi wajahnya, mencoba terlihat tenang. Namun, ia sadar, Rusli adalah seseorang yang tidak mudah dikelabui."Ah, sudah selesai, Nak?" Gayatri menoleh ke arah Janeetha dengan senyuman lembut. "Kau pasti sudah cukup lama berbicara dengan ayahmu. Bagaimana keadaannya tadi?"Janeetha tersenyum tipis. "Ayah baik-baik saja, Bu. Ia hanya sedikit lelah."Rusli melirik Janeetha dengan tatapan yang tidak terlalu kentara, tetapi cukup untuk membuat Janeetha merasa diawasi."Kita sudah selesai di sini, Nyonya?" tanya pria itu sopan."Iya," jawab Janeetha sambil melirik ke arah ibunya. "Bu, aku pamit dulu, ya. Terima kasih sudah menemani Rusli."Gayatri tampak sedikit terkejut. "Cepat sekali kau pulang? Tidak ingin tinggal lebih lama?""Lain kali, Bu," ucap Janeetha tersenyum lembut, meraih j

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-26
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   90.

    Janeetha melangkah menuju meja pendaftaran dengan tangan yang sedikit gemetar. Perasaan gugupnya semakin menjadi-jadi saat ia melihat resepsionis yang tersenyum ramah kepadanya."Selamat siang, Ibu. Apa yang bisa kami bantu?" tanya petugas dengan nada profesional.Janeetha tersenyum kecil, mencoba terlihat tenang. "Saya ingin mendaftar untuk pemeriksaan di poli kandungan."Resepsionis mengangguk dan mulai mengetik sesuatu di komputernya. "Apakah ini kunjungan pertama Anda di sini, Ibu?""Ya," jawab Janeetha cepat. "Ini pertama kali saya datang ke rumah sakit ini.""Baiklah, kalau begitu, tolong isi formulir ini terlebih dahulu." Petugas itu menyerahkan sebuah formulir sederhana beserta pena. "Setelah ini, Anda bisa menuju ke lantai dua, poli kandungan ada di sana."Janeetha mengambil formulir tersebut dengan tangan yang sedikit gemetar. "Terima kasih," katanya pelan, lalu melangkah ke area tunggu untuk mengisinya.Sambil duduk, ia membaca pertanyaan-pertanyaan di formulir itu. Nama, a

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-27
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   91. Menunggu Hasil

    Keraguan itu membuatnya kembali tegang. Janeetha tidak pernah mudah ditebak. Dia terlalu pintar untuk wanita yang sering terlihat rapuh. Tapi jika ini benar-benar terjadi... bagaimana Janeetha akan merespons?"Jika benar, maka anak itu adalah anakku maka tidak ada yang bisa mengubah itu." Pria itu mengepalkan jemari di meja.Tapi bayangan lain segera muncul. Apa yang akan terjadi pada hubungan mereka jika ini benar?Dikara tahu bahwa Janeetha tidak akan dengan mudah menyerah, apalagi jika wanita itu merasa dirinya memiliki sesuatu yang lebih besar untuk dilindungi.Dikara berdiri di dekat jendela ruang kerjanya, menatap ke luar dengan tatapan penuh perhitungan.Jemarinya sibuk memutar ponselnya, hingga akhirnya ia kembali menghubungi Rusli dan menempelkan ponsel ke telinganya. Tak butuh waktu lama, suara Rusli terdengar dari seberang.“Halo, Tuan.”Tanpa basa-basi, Dikara langsung bertanya. “Ada perkembangan baru?”Terdengar nada ragu di suara Rusli. “Nyonya Janeetha... sudah masuk ke

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-28
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   92. Melepas Belenggu

    Dengan rasa gugup yang luar biasa, Janeetha melangkah cepat menuju kamar kecil.Begitu ia masuk ke salah satu bilik, wanita itu menutup pintu dengan suara pelan, lalu bersandar pada dinding, mencoba mengatur napasnya yang tersengal.Detak jantungnya terasa memburu, dan kepanikannya makin menjadi. Ia memejamkan mata, menguatkan diri."Oke, tenang, Janeetha," bisik Janeetha lirih, suaranya hampir tak terdengar. Tangannya gemetar saat ia menyeka peluh yang mengalir di pelipisnya. "Kau tidak bisa terus begini. Fokus."Janeetha menghela napas panjang, mencoba mengumpulkan keberanian. "Sebaiknya aku segera keluar dan mencari Fabian atau seseorang yang bisa membantu," gumamnya lagi, berusaha memberi sedikit kekuatan pada dirinya sendiri.Saat Janeetha membuka pintu bilik, langkahnya terhenti. Matanya terpaku pada gelang di pergelangan tangannya—sebuah perhiasan elegan yang selama ini tampak indah, tetapi kini terasa seperti belenggu."Gelang ini..." bisiknya pelan, suara kekhawatirannya hamp

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-28
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   93. Mencari Cara

    Penjaga toko mengangguk, meskipun tampak sedikit bingung. "Tentu saja, Nyonya. Silakan duduk. Akan saya bantu."Penjaga toko mengambil alat pemotong perhiasan kecil dari laci di balik meja. Tangannya bergerak cekatan, tetapi ia sesekali melirik Janeetha dengan rasa ingin tahu. Gelang yang sedikit ketat itu memang membutuhkan usaha lebih untuk dilepaskan."Gelangnya cukup sulit dilepas," gumam penjaga toko, suaranya terdengar sedikit ragu.Ia mulai menggerakkan alat dengan hati-hati, berusaha agar tidak melukai kulit Janeetha. "Kenapa ukurannya seperti ini, Nyonya? Biasanya perhiasan seperti ini dibuat lebih nyaman di pergelangan tangan."Janeetha tersenyum canggung, berusaha menjaga sikap santai meskipun jantungnya masih berdetak kencang. "Ah, itu... Ini hadiah kejutan dari seorang teman," jawabnya cepat. "Sepertinya dia salah mengukur ukuran pergelangan tanganku. Dia tidak tahu ini terlalu kecil."Penjaga toko mengangguk pelan, tampaknya menerima alasan tersebut. Namun, ia tetap mena

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-29
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   94. Cara Baru

    "Aku ingin pergi, Fabian," jawab Janeetha tanpa ragu, meski suaranya sedikit gemetar. "Tapi aku tidak mau mengikuti rencana Dikara. Kalau aku pergi, aku harus memastikan aku benar-benar lepas darinya."Fabian mengangguk, menatap meja sambil berpikir keras. "Oke, begini. Kau sudah mengambil langkah besar dengan memberitahuku. Aku akan mencoba mencari rencana pelarian untukmu, tapi kita harus berpikir jauh ke depan. Bagaimana kita bisa tetap berhubungan setelah ini? Aku tidak yakin kau bisa tetap menggunakan ponselmu."Janeetha terdiam, menyadari kebenaran kata-kata Fabian. "Tapi aku tak bisa menghubungi nomor siapapun melalui ponsel ini kecuali Dikara."Fabian berpikir cepat lalu mengutarakan idenya. "Oke, ini yang akan kita lakukan. Setelah ini, kita akan mencari ponsel baru untukmu. Kau bisa menggunakannya hanya untuk menghubungiku atau Maura, dan kau harus menyimpan ponsel lamamu seolah-olah tidak ada yang berubah. Kalau tidak, Dikara mungkin akan curiga lebih cepat."“Tapi aku tida

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-29
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   95. Mencari Celah

    Rusli melirik ponselnya lagi, mencoba menyelesaikan pekerjaan yang baru saja diterimanya dari Dikara. Namun, ia teringat jika Janeetha sedang berada di toilet.Matanya kembali menatap pintu toilet wanita yang dimasuki Janeetha dan rasa gelisah mulai merayap. Sekilas ia melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan.Pria itu mencoba meyakinkan dirinya sendiri. "Mungkin dia hanya merasa tidak enak badan. Tapi kenapa lama sekali?"Pikiran itu semakin mengganggu Rusli, lalu mendesah berat.Setelah menunggu beberapa menit lagi tanpa tanda-tanda kemunculan Janeetha, kecurigaan Rusli memuncak."Tidak mungkin," gumamnya. "Dia tidak akan kabur dari sini... kan?"Akhirnya, Rusli memutuskan untuk bertindak. Ia berjalan cepat menuju pintu toilet wanita, matanya menyapu sekitar untuk memastikan tidak ada yang memperhatikannya. Tanpa pikir panjang, ia membuka pintu dan masuk ke dalam meskipun itu adalah toilet wanita."Nyonya Janeetha?" panggil Rusli dengan nada tegas, tetapi tidak terlalu keras

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-29
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   96. Selamat

    Rusli menarik napas panjang dan melirik ke arah jam tangannya. "Baiklah. Kalau begitu, kita tunggu saja hasil tesnya di sini. Jangan ke mana-mana lagi, ya, Nyonya."Janeetha mengangguk, tersenyum kecil untuk meyakinkannya. "Tentu. Aku tidak akan pergi ke mana-mana lagi."Rusli berjalan mundur beberapa langkah, mengambil posisi tak jauh dari Janeetha duduk. Ia masih merasa ada yang tidak beres, tetapi tanpa bukti, ia tidak bisa berbuat apa-apa selain tetap mengawasi Janeetha.Di dalam hatinya, Rusli berjanji tidak akan lengah lagi, apa pun yang terjadi. "Kalau sampai terjadi sesuatu lagi, keluargaku bisa habis di tangan Tuan Dikara." pikirnya.Janeetha menatap Rusli . Pria itu tampak lebih tenang sekarang, tetapi ada sesuatu di wajahnya—jejak keraguan atau mungkin kelelahan yang mendalam. Ia merasa ada sesuatu yang belum diungkapkan oleh Rusli, sesuatu yang lebih dari sekadar rasa tanggung jawab pada tugasnya.Setelah beberapa saat hening, Janeetha memberanikan diri bertanya, “Rusli, b

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-30

Bab terbaru

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   137. Berpisah

    Hujan masih rintik-rintik saat Maria dan Janeetha tiba di desa kecil yang sunyi, tersembunyi di balik perbukitan. Jalan berbatu yang mereka lalui basah dan licin, tetapi Maria mengemudi dengan hati-hati hingga akhirnya menemukan sebuah gudang tua di pinggir desa. Ia memarkir mobil mereka di sana, menutupi bagian depannya dengan ranting dan daun kering untuk menyamarkan keberadaannya.“Ini harus cukup untuk membuatnya tidak terlihat,” ujar Maria, menepuk-nepuk tangannya yang kotor setelah selesai menyembunyikan kendaraan.Janeetha, yang berdiri tidak jauh, hanya mengangguk pelan. Matanya gelisah, terus memandang sekeliling seperti takut seseorang akan muncul tiba-tiba dari balik kabut yang menggantung rendah di desa itu.“Janeetha, ayo masuk ke sini dulu,” Maria mengajak, menunjuk sebuah bangunan kosong di dekat mereka yang tampak seperti rumah tua yang sudah lama ditinggalkan.Keduanya masuk, dan Maria menutup pintu dengan hati-hati. Udara di dalam dingin dan lembap, tetapi setidaknya

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   136. One to One

    Hujan mulai turun rintik-rintik ketika Fabian akhirnya tertangkap. Ia berlutut di atas tanah berlumpur, tangan terikat di belakang punggungnya. Nafasnya terengah-engah, rambut basah menempel di dahinya. Tiga anak buah Dikara berdiri mengawasinya dengan waspada.Meski tampak seperti orang yang tak berdaya, tetapi dalam diri Fabian puas dengan apa yang telah ia lakukan. Setidaknya, ia dapat menyedot perhatia Dikara hanya tertuju padanya.Tak butuh waktu lama, sosok yang Fabian tunggu-tunggu pun tiba.Pria itu terlihat turun dari mobil SUV hitam yang kini terparkir cukup jauh dari lokasi. Fabian memang sengaja memilih jalur yang sedikit sulit dijangkau oleh kendaraan.Langkah Dikara tenang sekaligus tegas, mantel panjang yang dikenakannya berkibar tertiup angin. Matanya langsung menangkap Fabian yang sedang berlutut.“Well, well, well. Bukankah ini Tuan Fabian yang terhormat,” ucap Dikara datar, kedua mata gelapnya sarat dengan penghinaan. Fabian mendongak perlahan. Meski wajahnya penuh

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   135. Memancing Dikara

    Fabian berlari semakin cepat, napasnya memburu, dan tubuhnya mulai terasa berat oleh hujan yang membasahi pakaiannya. Hutan di sekelilingnya terasa gelap dan suram, seolah-olah bersekongkol untuk menyulitkan pelariannya. Namun, ia tidak peduli.Langkah-langkahnya sengaja dibuat mencolok. Kakinya menjejak tanah berlumpur dengan keras, meninggalkan jejak yang jelas di belakangnya. Sesekali, ia meraih cabang pohon dan mematahkannya dengan sengaja, menciptakan tanda-tanda yang tak mungkin terlewatkan oleh pengejarnya.Dalam pikirannya, rencana ini sederhana.Dikara pasti akan memilih mengejarnya daripada Arman. Fabian tahu betul bagaimana peringai pria itu. Dikara bukan hanya sosok yang obsesif, tapi juga penuh harga diri.Bagi Dikara, Fabian adalah ancaman langsung. Bukan sekadar seseorang yang membantu pelarian Janeetha, tetapi juga orang yang dianggap mencuri sesuatu yang menurutnya adalah miliknya.Fabian kembali melihat sekilas ke belakang, memast

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   134. Mencoba Mengalihkan

    Fabian memandang jalur setapak yang mereka tinggalkan dengan hati-hati. Daun-daun basah yang berserakan di tanah kini menunjukkan jejak kaki yang sengaja mereka ciptakan. Ia melirik Arman yang sedang membenahi tali ranselnya, tampak serius sekaligus gugup.“Sudah cukup?” tanya Fabian pelan, suaranya nyaris tertelan oleh gemerisik angin di antara pepohonan.Arman mengangguk cepat. “Jejaknya terlihat jelas. Kalau mereka mengikuti ini, mereka akan menuju arah yang salah.”Fabian menghela napas, matanya kembali menyisir area di sekitar mereka. Hutan itu terasa mencekam, bukan hanya karena ketenangannya tetapi juga ancaman yang mengejar di belakang mereka.“Janeetha dan Maria harus punya waktu untuk mencapai desa,” gumam Fabian, seperti hendak meyakinkan dirinya sendiri. “Semoga trik ini berhasil.”Arman menepuk bahu Fabian. “Kita hanya perlu menarik perhatian mereka cukup lama. Kalau kita tetap di jalur ini, mereka pasti akan mengira kita bersama Janeetha.”Fabian mengangguk, meskipun ras

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   133. Nyaris

    Suara deru mesin mendekat dengan cepat, membuat jantung Janeetha berdegup semakin kencang. Di sudut gudang yang gelap, ia memeluk lututnya erat-erat, berusaha mengendalikan napas agar tidak terlalu keras terdengar. Maria, di sisi lain, berdiri diam seperti patung di dekat jendela kecil, mengintip ke luar.“Mereka berhenti,” bisik Maria dengan nada tegang, nyaris tidak terdengar.Janeetha mendongak. “Berhenti di mana?”Maria tidak menjawab, hanya memberi isyarat agar Janeetha tetap diam.Di luar, suara langkah kaki bergema di antara pepohonan. Beberapa suara samar terdengar, percakapan cepat yang sulit dipahami.“Periksa sekitar sini,” suara seorang pria terdengar lebih jelas, keras dan tegas.Janeetha menahan napas. Ia tahu suara itu. Salah satu anak buah Dikara yang sering datang ke rumah mereka dulu.“Maria…” bisik Janeetha, hampir tidak mampu mengucapkannya.Maria menoleh cepat, menaruh jari telunjuk di bibirnya sebagai isyarat untuk tetap diam. Namun, tatapan tegas itu juga tidak

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   132. Pelarian Tak Berujung

    Mobil yang dikendarai Maria melaju dengan kecepatan tinggi di jalanan sempit yang semakin dipenuhi pepohonan rindang. Janeetha mencengkeram kursi dengan erat, jantungnya berpacu seirama dengan ketakutan yang menghantuinya.Dari kaca spion, SUV hitam itu tampak semakin mendekat. Mereka tidak main-main.“Maria, mereka hampir mengejar kita!” suara Janeetha bergetar, memecah keheningan mencekam di dalam mobil.“Diam dan pegang erat!” Maria memutar setir dengan keras, memasuki jalanan berbatu yang lebih terpencil. Getaran akibat jalanan yang tidak rata membuat tubuh mereka terguncang.Janeetha memandangi ke belakang lagi. SUV itu tampak melambat sedikit, tetapi masih berada di jalur yang sama.“Berapa jauh lagi kita harus pergi?” tanya Janeetha, panik.Maria tidak menjawab, hanya fokus pada jalanan di depannya.Namun, suara dering ponsel Maria tiba-tiba memecah ketegangan. Janeetha memandang sekilas ke arah layar yang menyala di dashboard.Arman.Maria langsung mengangkat panggilan itu tan

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   131. Mereka Datang

    Mobil yang dikendarai Maria melaju tanpa henti selama berjam-jam, melintasi jalanan sepi dan desa-desa kecil yang nyaris kosong. Janeetha memandangi jendela dengan tatapan kosong. Langit mulai terang, tetapi hawa dingin masih terasa menusuk hingga ke tulang.Maria menurunkan kaca jendela sedikit, membiarkan udara pagi masuk ke dalam mobil. “Kita hampir sampai di perbatasan kota kecil. Mungkin kita bisa berhenti sebentar,” ucapnya, memecah keheningan.Janeetha hanya mengangguk pelan. Ia menyandarkan kepalanya ke kursi, mencoba meredakan rasa gelisah yang menghantui sejak tadi malam. Fabian dan Arman masih belum bisa dihubungi, dan itu semakin membuatnya khawatir.Beberapa menit kemudian, mobil memasuki area pom bensin kecil di pinggir kota. Tempat itu terlihat sepi, hanya ada satu kendaraan lain yang sedang mengisi bahan bakar.“Kita berhenti di sini,” ujar Maria sambil memarkirkan mobil di dekat mesin pengisian. “Aku akan mengisi bensin. Kau mau sesuatu?”Janeetha menggeleng. “Aku han

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   130. Mengejar Janeetha (2)

    Pagi itu, sinar matahari samar-samar menyelinap di balik jendela besar kamar Dikara. Langit masih kelabu, seolah mencerminkan amarah yang membara di dalam dirinya.Setelah selesai menghabiskan sarapan, Dikara menyeka bibirnya dengan lap sebentar sebelum akhirnya pria itu bersiap untuk melakukan pencarian. Rayhan berdiri tegak di sudut ruangan, menanti instruksi berikutnya dengan sedikit cemas. Ia bisa merasakan ketegangan yang menggantung di udara sejak Dikara menerima laporan terakhir tentang keberadaan Janeetha."Apa rencanamu?" tanya Dikara setelah berdiri di dekat Rayhan.Anak buahnya itu berjalan menuju ruang tamu. Di sana, atas meja sudah terbentang sebuah peta.Saat Dikara mendekat, ia dapat melihat banyak titik meras pasa lembaran tersebut. "Jelaskan padaku," ucap Dikara sambil duduk di sofa. "Titik merah otu adalah lokasi yang sudah diperiksa oleh tim kami, Tuan." Rayhan sedikit membungkuk saat menjelaskan.Dikara seketika melihat ke arah Rayhan dengan tatapan merendahka

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   129. Berlari di Kegelapan

    Dini hari itu terasa lebih dingin dari biasanya. Goyangan pelan di bahu semakin lama semakin terasa, membuat Janeetha terjaga dari tidurnya.“Janeetha,” suara Maria berbisik tetapi terdengar mendesak. “Bangun. Kita harus pergi sekarang.”Janeetha mengerjap berusaha menyesuaikan diri dengan gelapnya kamar, sementara Maria membantunya untuk duduk.“Apa? Berangkat?” tanyanya dengan suara serak.Maria mengangguk. Meski kamar itu temaram, tetapi tetapi dapat memperlihatkan ekspresi serius di wajah wanita itu. “Arman baru saja mengabari. Anak buah Dikara semakin banyak di sekitar sini. Mereka bergerak lebih cepat dari yang kita duga.”Sekejap, kantuk Janeetha hilang sepenuhnya. Rasa cemas muncul begitu saja. “Mereka sudah menemukan kita?”“Belum, belum.” Maria menggeleng berusaha menenangkan. “Karena itu kita harus bergerak lebih cepat dari rencana.”“Fabian dan Arman? Bukankah kita akan menunggu mereka untuk berangkat bersama?” Janeetha mengikuti Maria yang sudah berdiri dari tempat tidur

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status