"Makasih Ya, Sayang. Kamu dah percaya sama aku." Pandu mencium punggung tangan milik Bela.Hari semakin gelap namun Pandu dan juga Bela mengurungkan niatnya menjelaskan kepada Tari dan Anton. Mereka melihat dari kejauhan Anton berusaha mengontrol amarahnya. Memberi sedikit ruang agar Anton bisa beristirahat.Mereka hanya tidak ingin terjadi apa-apa dengan Anton. Lelaki yang sudah tidak muda itu memiliki riwayat jantung. Lebih baik menunggu agar semuanya tenang terlebih dahulu. Baru mereka akan menjelaskan semua.***Kejadian kemarin membuat semua orang sedikit tegang. Hingga tanpa memerlukan waktu yang lama Ali menghubungi Pandu. Memberikan banyak informasi tentang Maura saat ini."Beng, gimana?""Pak Ali dah ngasih info soal Maura. Kamu tenang aja, biar semua aku yang urus. Tapi maaf jika nanti aku akan sedikit sibuk ya, Sayang. Kamu gak papa kan?""Iya gak papa, Beng. Agar semuanya bisa diselesaikan dengan cepat." "Aku pergi dulu ya, Sayang." Pandu mencium pucuk kepala Bela dengan
Permintaan maaf "Maaf, Bela. Bukan maksud aku untuk-" Sebelum Imam menyelesaikan ucapannya. Bela sudah lebih dulu menjawab."Ada perlu apa Mas Imam datang kemari? Siapa yang memberitahumu tentang alamat rumah ini?""Itu semua gak penting, Bel. Maksud tujuanku kesini cuma mau meminta maaf kepadamu. Maafkan aku yang dulu pernah menyakitimu. Andai saja kamu belum menikah, aku akan memintamu kembali," ucap Imam dengan mata berkaca-kaca. Hatinya mungkin terlambat menyadari. Betapa baiknya wanita yang kini dihadapannya."Sudahlah, Mas. Aku sudah memaafkan. Sekarang biarkan aku bahagia dengan keluargaku. Jangan kau ganggu aku. Apalagi meminta sesuatu yang tidak akan pernah aku lakukan!""Aku mengerti, Bel. Aku mengerti hatimu sudah terlalu sakit.""Kalau Mas Imam sudah tau. Pergilah! Aku tidak bisa berbicara banyak dengan lelaki yang bukan mahramnya. Apalagi suamiku sedang tidak ada di rumah.""Baiklah, Bel. Aku harap kamu akan bahagia bersama suamimu sekarang. Tapi hanya perlu kau tahu Ibu
karmaPOV Imam"Lia, apa-apaan ini?"Lia melempar semua pakaianku. Hingga berhamburan di teras. Entah set*an apa yang merasukinya? Setelah melahirkan beberapa Minggu yang lalu. Sikapnya berubah. Dia tak lagi ramah dan juga sering melarangku menggendong putri semata wayang kami."Pergi dari rumah ini!" Aku membelalak mendengar perintah Lia. Rumah yang aku tinggali ini adalah rumahku. Kenapa aku yang harus pergi?"Bawa ibumu dan kita akan bercerai!""Maksud kamu apa? Ini rumahku! Kamu tidak berhak mengusir kami!""Hahahaha, rumahmu? Enak saja, ini semua sudah menjadi miliki. Kamu sendiri yang menyerahkan semua surat berharga itu. Apa kamu lupa?""Lia, kenapa baju Imam ada di lantai? Kalau nanti kotor ibu tidak mau mencucinya!" Seketika ibu terkejut. Setelah kedatangannya dari warung mendapati pakaianku sudah berserakan di lantai teras."Silahkan ibu pergi dari rumah ini!""Eh kamu apa-apaan Lia? Ini rumah Imam! Jangan bercanda kamu mengusir kami. Seharusnya yang pergi dari rumah ini itu
Tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan. Aku pergi ke kota meninggalkan Ibu di rumah sakit. Aku menitipkan Ibu kepada salah satu suster yang ada di rumah sakit tersebut.Aku terpaksa keluar dari pekerjaanku satu-satunya. Sumber dari pendapatan ku. Karena Ibu tidak ada yang merawatnya. Mana mungkin aku tega membiarkannya sendiri. Ini seolah sebuah hukuman untukku. Aku kehilangan satu demi satu harta lalu istri. Sungguh menyedihkan perjalanan hidupku. Aku terlalu congkak akan kehidupanku. Sehingga aku diberi pelajaran oleh Tuhan. Maafkan aku Bela. Jika saja aku bisa memutar waktu. Aku akan mengembalikan semuanya seperti dulu lagi.**"Aku berjalan mencari alamat rumah di tangan. Hingga aku akhirnya menemukan satu bangunan rumah yang nomornya sama dengan alamat ditangan. Aku berjalan mendekati. Alangkah bahagianya aku ketika mendapati sosok Bela di halaman rumah sedang menyirami tanaman. Dia masih sama justru terlihat begitu menawan.Astaghfirullahaladzim, sadar Imam dia sudah bukan lagi
Karma 2Seorang wanita yang tak aku kenal. Menawarkan bantuan tanpa bertanya dulu kepadaku."Anda siapa?" Meskipun dalam hati berucap syukur jika nanti dia benar adanya akan membantu membayar semua biaya rumah sakit."Anda tidak perlu tau siapa saya! Saya akan melunasi semuanya tapi dengan satu syarat!""Apa itu?" Aku takut jika aku harus membun** seseorang atau melukainya sebagai imbalan."Kembalilah kepada Bela. Buat dia bercerai dengan suaminya. Aku akan berikan uang berapapun yang kamu mau?!" Wanita ini sepertinya memiliki dendam dengan Bela. Atau jangan-jangan dia bermain api dengan suaminya? Ah, rasanya tidak mungkin. Dia lebih terlihat seperti wanita yang sedang terobsesi."Merusak rumah tangga Bela?" "Iya, mudahkan? Bukannya dia mantan istri kamu? Bukannya kamu sekarang juga sedang sendiri? Sedang proses cerai dengan istri kamu? Sedangkan kamu tidak memiliki tempat tinggal, setelah diusir oleh istri sendiri?"Darimana wanita ini tau semua kehidupanku? Atau jangan-jangan selam
Bela ngidamHari ini Maura gagal mempengaruhi Imam untuk menghancurkan rumah tangga Bela.Maura harus bekerja ekstra keras agar meruntuhkan cinta mereka.Maura melihat dari kejauhan. Melihat Pandu dan juga Bela membantu mengurus jenazah mantan mertuanya itu. Bibir Maura mencebik. Wanita itu tidak habis pikir. Jika Pandu dan juga Bela mau masih mau memberi bantuan kepada orang yang pernah menyakitinya.Maura masuk ke dalam mobil. Menempelkan benda pipih itu di daun telinganya."Ya, nanti saya bayar kok tenang aja!" Maura memutus sambungan teleponnya lalu melempar benda pipih itu di kursi bagian belakang."Sial, rentenir itu bikin pusing kepala saja. Apa aku harus membongkar kebusukan Anton? Agar dia mau memberiku beberapa harta yang dimilikinya? Atau meminta anaknya untuk menikahi ku? Haist," Maura segera melajukan mobil merahnya. Membelah jalan raya yang cukup ramai. Wanita itu benar-benar mempunyai nyali besar. Jika semua ucapannya kemarin terbukti salah. Dia bisa saja dipenjara. H
Kalah saing POV Arya Aku duduk di bangku taman. Terasa lemas semua tulang kakiku. Setelah tadi mendengar seorang laki-laki dengan satu tarikan napas mengucap janji suci. Padahal aku tadi berusaha melihat semuanya. Dengan harapan ini mimpi, namun ternyata, kenyataan. Menikahi Bela dengan acara yang sederhana namun sangat sakral. Kenapa dulu aku tidak langsung memintanya menikah denganku? Kenapa setelah dia dipersunting orang lain baru aku sadari aku begitu menyukainya. Aku terlalu bertele-tele, hingga dia lebih memilih lelaki yang mempunyai niat baik. Dengan alasan Cleo maupun Arumi. Ah, jika soal hati kenapa tidak aku perjuangkan? Menyesal untuk saat ini tiadalah guna. Apalagi terus merutuki diri sendiri. Mungkin kesendirianku bisa membuatku jauh lebih baik. Menikah dengan Arumi adalah pernikahan yang begitu sulit bagiku. Tekanan begitu berat hingga aku lupa cara mencari kebahagiaanku sendiri. Arumi hanyalah wanita bertopeng. Sikapnya di depanku sangat berbeda dengan sikap yang
"Bukan keinginanku! Tapi kamu! Kamu yang memintanya. Agar kamu bisa leluasa berkeliaran diluar sana tanpa memikirkan kewajibanmu kepada suami dan juga anakmu!" Aku mengatakan semuanya. Membuat hatiku sedikit lega."Kau!""Apa? Bukankah benar jika kamu ingin memiliki karir yang cemerlang tanpa memikirkan kewajibanmu! Tapi masih mendapatkan pujian istri idaman. Rela dimadu, baik dan juga berkharisma?""Kamu benar-benar ya!" Arumi bersiap mendaratkan tangannya di pipi. Namun aku tepis dengan kasar. Wanita ini benar-benar sudah kehilangan akal. Napsu duniawi mampu membutakan hatinya.Arumi pergi meninggalkanku. Mungkin dia sudah terlalu tertekan dengan apa yang aku ucapkan baru saja. Pergi meninggalkanku tanpa melihat Cleo terlebih dahulu. Sungguh wanita yang tidak pantas disebut Ibu.Wanita tidak hanya menjadi tempat dimana anak dikandung. Namun sebagai madrasah pertama bagi anak-anaknya. Bertugas mendidik dan mencurahkan kasih sayang.Harta bisa dicari namun ketenangan dan juga sadar a
Happy endingPandu pergi meninggalkan Bela. Pergi meninggalkan wanita itu yang baru pertama kali menginjakkan kakinya di rumah baru itu. Pandu benar-benar marah, dia tidak percaya jika Bela akan mendorongnya cukup kuat. Dan berpikir dia meminta haknya. Dengan teriakan yang cukup memekikkan telinga.Bela menangis tergugu. Tubuhnya lemas hingga terjatuh di lantai. Bersimpuh dengan air mata yang tidak mau berhenti.Bela menyesali perlakuannya pada Pandu. Padahal dia melihat kesungguhan laki-laki itu dalam membimbingnya kembali mengingat.Bela menyesal. Tapi sesak tiada guna, Pandu sudah pergi entah kemana dia? Seharusnya dia tidak pernah meninggalkan Bela dalam kondisi Semarah apapun. Apakah dia tidak ingat dengan janjinya? Tidak akan meninggalkan Bela dalam kondisi apapun?Tiba-tiba ingatan Bela satu demi satu kembali. Membuat kepalanya terasa berat, semakin lama hanya sakit yang ia rasakan. Sejalan dengan ingatan yang kembali dalam pikirannya.Hingga Bela tidak bisa lagi menahan sakit.
Pandu kecewa"Kenapa mesti pindah rumah sih?" tanya Bela kepada Pandu. Dengan bibir mengerucut. Sedangkan Pandu masih sibuk memasukan pakaiannya satu persatu ke dalam koper. Dia nampak ragu menjawab. Tapi lagi-lagi Bela bertingkah."Eh, ditanya malah diem bae." Bela kembali berteriak. Kini tidak hanya berteriak, dia melempar sesuatu dengan asal. Astaga, dan apa kamu tahu apa yang dia lempar? Celana dalam dengan motif bunga renda. Sungguh menggemaskan, eh salah sexy. Dia salah, salah ambil. Membuat Pandu menoleh ke arah Bela. Dia benar-benar merindukan istrinya. Menatap wajah Bela dengan senyum yang sulit diartikan.Pandu langsung bergegas menghampiri Bela. Tingkahnya seperti singa yang siap akan menerkam mangsanya."Mau apa Lo?" Bela mencoba melempar apapun yang berada didekatnya. Namun sayang Pandu masih bisa menepisnya."Aku mau kamu, Sayang." ucap Pandu dengan wajah menggoda.Bela kembali berteriak hingga membuat Pandu panik. Ketika tubuh Pandu semakin ia dekatkan pada wanita itu.
Pandu sadarBela semakin hari semakin membaik. Beberapa perban yang menutup lukanya dibuka. Lastri dan Sukino sedang dirumah Pandu. Beristirahat, dan berganti Tari dan Anton."Sayang, mamah ada disini. Kamu mau apa?" tanya Tari. Bela menggeleng. Wanita itu berubah. Dia menjadi wanita yang lebih pendiam, dia bingung dengan apa yang sudah menimpanya. Memiliki keluarga dan juga mertua. Sungguh sulit dibayangkan olehnya."Siapa suamiku, Mah?" tanya Bela terbata. Dia penasaran bagaimana keadaan suaminya jika dia memang sudah menikah. "Pandu?" Bela tersenyum. Meskipun dia tidak ingat wajah sang suami, tapi setidaknya dia bertanya. Meskipun sebenarnya dalam hatinya tak ada rasa khawatir sedikitpun."Dia masih koma, dia belum sadar. Doakan ya, semoga dia lekas sadar. Nanti kalau kamu sudah bisa berdiri, kita lihat suamimu di ruangannya. Dia disana sedang berjuang juga sepertimu. Mamah harap, kamu juga ikut berjuang ya!" Bela hanya tersenyum tak ada anggukan atau jawaban. Dia mungkin bingun
Bela hilang ingatanMobil yang dikendarai Pandu keluar kawasan komplek. Baru saja memasuki jalan raya mobil hitam tersebut ditabrak truk bermuatan yang kehilangan kontrol.Kepala Bela terbentur. Pandu pun terluka, Oma yang ada di kursi penumpang bagian belakang juga merasakan guncangan cukup hebat. Arya langsung menghentikan laju kendaraannya. Beristighfar, mengharap Tuhan melindungi Bela dan juga Pandu."Astagfirullahaladzim, Bela. Ya Allah, Mas itu kan mobil Bela sama keluarganya.""Iya, Nia. Kamu yang tenang ya, aku akan segera menghubungi ambulans." Arya dengan cepat menghubungi pihak rumah sakit. Segera meminta pertolongan untuk kecelakaan yang baru saja terjadi.Arya dan Kania turun dari mobil. Sedangkan Cleo dia langsung menghamburkan pelukannya pada Kania. Calon ibu sambungnya. Pikiran Kania tak karuan dia khawatir dengan keadaan sahabatnya. Karena Arya melarang Kania mendekat. Hanya Arya yang mendekat. Memastikan Bela dan keluarga baik-baik saja. Tapi bagaimana bisa baik-
Pertemuan Arumi dan BelaSeperti rencana semula. Bela pergi ke acara pernikahan Rumi. Anak Anton dengan istri terdahulu. Kebetulan Bela, Oma dan juga Pandu satu mobil. Sedangkan Anton sama Tari mengendarai mobil sendiri. Sengaja, karena kepulangan mereka berbeda waktu.Bela tidak tahu jika Rumi saudara Pandu beda Ibu itu ternyata Arumi. Wanita yang pernah dekat dengannya. Wanita yang pernah memintanya menikah dengan suaminya sendiri. Rela dimadu demi bakti kepada suami itu alibinya. Meskipun pada kenyataannya tidak demikian. Entah apa yang terjadi jika Bela bertemu dengan Arumi? Apakah mereka akan baik-baik saja? Setelah dulu pernah terdengar kabar bahwa Arya akan bercerai dengan Arumi. Tak lama Bela kehilangan komunikasi dengan wanita itu. Tiba-tiba saja dia hilang seperti ditelan bumi.Untuk kali ini Bela akan bertemu dengan Arumi sebagai adik ipar. Terkejutkah Bela jika melihat Arumi? Apakah Arya juga akan hadir dalam acara tersebut?Bela dengan senyum sumringah terlihat anggun m
*****"Lepaskan saya, Pak. Saya ini lagi hamil. Apa kalian tidak punya hati nurani?!" teriak Maura ketika dia ditangkap polisi. Berharap tindakannya itu memberikan rasa empati kepadanya. Namun, bukan mendapatkan empati justru petugas bersikap tegas."Silahkan, Ibu menjelaskan semuanya di kantor. Saya hanya menjalankan tugas. Saya juga sudah membawa surat penangkapan. Ibu juga berhak membawa pengacara!" Dengan jelas dan tegas petugas itu menjawab.Maura terlihat marah, sangat marah. Tidak mungkin jika Pandu tega menjebloskan dirinya ke penjara. Benar-benar diluar dugaannya. Secepat ini keluarga Pandu bergerak. Padahal dia belum melakukan apa-apa. Baru menghilangkan janin Bela, semua orang menyerangnya dengan bersamaan. Umpatan demi umpatan dalam hati yang bisa dilakukan Maura saat ini. Keluarganya sudah tidak mau berurusan dengannya lagi. Setelah kasus hutang piutang yang dilakukan Maura. Kini dia sendirian. Dalam keadaan hamil dan kemungkinan dia dipenjara dalam waktu yang tidak sebe
Maura bertingkah Oma bertindak"Makan dulu, Sayang. Kamu harus tetap makan. Biar nggak sakit, semua merasa kehilangan kok. Sama sepertimu tapi Mamah harap kamu bisa lebih ikhlas." Tari memeluk Bela. Bela hanya tersenyum. Lagi-lagi dia pandai menyembunyikan luka."Ya sudah, kalau begitu Mamah keluar dulu. Nanti kalau kamu pengen sesuatu kamu bisa panggil Bik Tum.""Iya, Mah. Terima Kasih," ucap Bela dengan mata yang sedikit berembun. Tari mengusap lembut pucuk kepala Bela. Lalu menciumnya cukup lama, sesama wanita dia tahu betul apa yang dirasakan menantunya itu.Pandu terlihat masuk kedalam kamar, ketika melihat wanita yang sudah melahirkannya keluar. Pandu mendekat lalu dia mengusap lembut bahu Bela, ikut duduk disisi ranjang."Ada sesuatu yang ingin aku ceritakan, Sayang. Maaf, seharusnya ini sudah aku ceritakan sejak dulu."Bela mengangguk tak ada banyak kata yang keluar dari mulutnya. Dia begitu diam, sangat diam."Gladis sedang hamil." Pandu tertunduk menceritakan wanita itu, ber
Rahasia PanduPyar ….Gelas yang ingin Lastri raih dari atas meja mendadak jatuh. Entah itu karena Lastri menyentuhnya atau karena memang pertanda buruk."Ada apa, Mak?" Adit keluar dari kamar. Mencari sumber suara. Dia melihat Lastri membersihkan pecahan gelas di bawah meja. "Perasaan Emak nggak enak, Dit. Coba kamu telpon Mbakmu. Semoga dia sehat-sehat saja." Lastri menerawang jauh. Entah mengapa hatinya gelisah. Rasanya tidak tenang jika belum mendengar kabar dari putrinya. Putri yang kini jauh dari pandangannya."Iya, Mak. Ni aku telpon Mbak Bela." Adit sibuk memainkan benda pipih di tangannya. Sedangkan Lastri kini duduk bersandar."Nggak diangkat Mak," ucap Adit sembari melihatkan layar ponselnya yang sedang menghubungi Bela. Sekali, dua kali hingga tiga kali tanpa ada jawaban sama sekali. Membuat Lastri semakin gusar dan kepikiran. "Mak," panggil Sukino dari kamar. Sukino kini tengah sakit. Hanya sakit biasa, namun entah mengapa sudah seminggu tidak kunjung sembuh. Tenggoroka
Keguguran POV Bela Setelah kurasa badan ini terasa pegal. Kuputuskan pergi ke kamar. Melangkah dengan hati-hati berjalan menuju kamar. Melewati ruang tamu hingga ruang makan pun nampak biasa saja. Tak ada Irt saat ini, mereka tengah sibuk di belakang. Satu demi satu anak tangga aku lalui. Sembari tangan menyentuh lembut perut yang mulai menyembul. Indah dan juga sangat bahagia. Tapi ketika aku menjatuhkan kaki kanan, alangkah terkejutnya aku. Di anak tangga tersebut seakan licin penuh minyak. Seketika aku beristighfar lalu menyebut nama Allah. "Allahuakbar," ucapku spontan. Tanganku langsung mencari pegangan. Namun sayang lantai yang teramat licin membuat tubuhku tak sanggup menopang beban. Hingga tergelincir. Berguling ke bawah melalui anak tangga. Aku meringis kesakitan. Dibawah sana ada sesuatu yang terasa hangat keluar. "Oma," ucapku pelan. Karena aku sibuk memegangi perut yang terasa sakit luar biasa. "Bela, Bela. Astagfirullahaladzim, ini kamu kenapa? Bela, istighfar. B