Share

Yacht

Penulis: Rusmiko157
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Keterdiaman Zen semakin memperbesar tanda tanya di benak Lea. Untuk beberapa saat mereka sama-sama diam, bertahan dengan ego masing-masing. Lalu Zen menarik kedua sudut bibirnya ke atas, menimbulkan suara dengkusan pelan.

“Kemarilah,” pinta Zen seraya beringsut merapatkan diri dengan Lea.

Pria itu menghela napas sembari mendekap sang istri dan menciumi kepalanya. “Kau perlu sedikit santai, Sweet Cake. Terlalu tegang tidak akan baik untuk kesehatanmu,” ucap Zen.

Lea menengadah, melihat wajah sang suami dari bawah. “Jangan mengalihkan pembicaraan, Zen. Apa menurutmu aku sebodoh itu?” tanya Lea.

Zen tidak mengira kalau Lea sudah sepenasaran itu terhadap masalah yang dia hadapi. Namun ini belum saatnya bagi Lea untuk mengetahui terlalu jauh tentang urusannya, bahkan mungkin Zen tidak akan membiarkan Lea terlalu jauh terlibat. Ah, salah! Zen tidak akan pernah membiarkan wanita itu terlibat dalam segala urusan yang berhubunga

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Murni Aty
waahh.. siapakah dia??
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • SWEET CAKE   Pertarungan Sampai Mati

    “Merindukanku, Tuan Aberdein?” Darah dalam tubuh Zen rasanya mendidih melihat senyum lebar dari pria yang sedang memutar haluan superyacht keluar dari jalur yang semestinya itu. Tatapan elangnya sama sekali tak beralih dari sosok tersebut. “Bagaimana kabarmu?” tanya pria itu, yang tak lain adalah Brewster. Zen mengatupkan bibir rapat-rapat, sama sekali tak berniat menjawab pertanyaan tersebut meski di dalam hatinya mnyimpan pertanyaan besar yang membuat hasrat membunuhnya kembali terpanggil. Bagaimana bisa Brewster berdiri di hadapannya dalam keadaan baik-baik saja? Memang terdapat bekas luka tambahan di wajahnya, yaitu bekas luka bakar yang memanjang di sisi kiri wajah pria itu. Masih tampak memerah, dan bisa dipastikan bahwa luka itu belum lama tertanam di sana. “Terkejut melihatku masih hidup?” Brewster merentangkan kedua tangan dengan senyum lebar yang semakin membuat Zen ingin segera menghabisinya. Menarik napas pelan, mengontrol emosi ya

  • SWEET CAKE   Live Show untuk Zen

    Sayup-sayup suara tawa seseorang dan suara gelas yang beradu menyapa indera pendengaran Zen. Rasa sakit yang menusuk-nusuk kepala membuat pria itu tak dapat menggerakkan kelopak mata yang memejam. Tak hanya kelopak mata saja yang terasa sulit untuk digerakkan, sekujur tubuh Zen pun tak dapat bergerak. Tangan dan kaki pria itu terasa kebas. Rasanya seperti diikat dengan sangat kuat menggunakan tambang. Diikat? Ah, Zen baru ingat jika di superyacht itu sedang ada dua bajingan yang berusaha untuk membunuhnya. Tidak heran jika dirinya kini berakhir dengan tangan dan kaki terikat. Dia bisa merasakan kedua tangannya saling menyentuh. Itu berarti kedua tangannnya tidak diikat pada sesuatu, tapi hanya diikat menjadi satu di belakang tubuhnya. Oh, bukan! Lebih tepatnya diikat di belakang punggung kursi. Tidak salah lagi. Biarpun tak melihat secara langsung, Zen tahu jika dirinya tengah duduk dan diikat pada sebuah kursi. Kedua kakinya pun tak dapat bergerak karena ter

  • SWEET CAKE   Berkorban

    Hening, hanya suara napas dan degup jantungnya sendiri yang mampu didengar oleh Lea. Wanita itu mengerjap pelan, seperti sedang berada dalam slow motion. Otaknya terasa kosong untuk beberapa saat. Lalu satu persatu suara yang menghilang itu kembali memenuhi indera pendengaran Lea. “Zen!” serunya. Panik dan takut bercampur menjadi satu dan berhasil mengoyak benak Lea hingga hancur berkeping-keping. Melupakan perintah untuk kembali ke stateroom dan menghubungi Arthur, Lea berbalik. Wanita itu memutar langkah, berlari menaiki anak tangga menuju deck dengan tergesa-gesa. Begitu sampai di ujung tangga tertinggi, Lea langsung memutar pandangan ke sekitar untuk mencari tahu apa yang terjadi. Beberapa meter darinya, Lea dapat melihat Zen yang menekuk lutut dengan kepala menunduk. Suara erangan pria itu juga dapat didengar oleh Lea, menunjukkan bahwa ada rasa sakit yang teramat besar, yang dia rasakan. Sebuah peluru baru saja menembus paha kiri Zen. “Zen!” seru Lea de

  • SWEET CAKE   Bersimbah Darah

    Perasaan bersalah menggerogoti hati Lea kala melihat suaminya berduel dengan Brewster. Lea tahu betul Brewster itu pria seperti apa. Tubuhnya seperti besi, seolah tak mempan dipukul. Tak perlu bertanya dari mana Lea mengetahuinya, karena wanita itu pernah mencoba sendiri. Dia pernah memukul Brewster menggunakan balok kayu, tapi pria itu tetap bergeming dan justru balok kayu itu yang patah.“Maafkan aku, Zen … maafkan aku,” lirih Lea sambil mengatupkan kedua telapak tangan dan menempelkan ujung jemarinya ke bibir. Rapalan doa terus dia ucapkan dalam hati untuk kemenangan sang suami. Wanita itu bahkan terus menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang terjadi.Beberapa kali Lea memejam, tak sanggup melihat berbagai macam tendangan dan pukulan yang mendarat di tubuh Zen, hingga berkali-kali pula pria itu tersungkur di lantai. Teriakan dan erangan kesakitan terus terdengar, baik dari mulut Zen maupun Brewster. Meski dengan kaki dan tangan yang terluka, nyat

  • SWEET CAKE   Duka dan Lara

    Hancur.Tidak ada hal yang lebih menyakitkan daripada kehilangan orang yang sangat dicintai. Terlebih lagi jika orang itu harus meregang nyawa karena menyelamatkan orang terkasih. Begitupun yang dirasakan Lea saat ini. Melihat Zen terkulai lemas dalam pangkuannya sungguh meremukkan hati. Jika bisa mengulang waktu, dia tidak akan melakukan tindakan sok berani dan membiarkan Zen memikirkan cara untuk menyelamatkan diri dari Bram dan Brewster. Namun menyesal pun tak akan mengubah keadaan yang terjadi.Seluruh tubuh Lea terasa lemas, seolah tak bertulang. Dia meraung, tidak siap jika Zen harus meninggalkannya. Wanita itu bersimpuh seraya mendekap kepala Zen, menjerit, meneriakkan nama pria itu. Sekeras apa pun dia mengguncang tubuh sang suami, nyatanya pria itu tak jua membuka kelopak mata.“Zen! Buka matamu, Sayang …. Jangan tinggalkan aku …,” rintih Lea yang nyaris tak dapat bersuara lagi.Siapa pun yang mendengar tangisnya pasti t

  • SWEET CAKE   Teman Sekaligus Lawan

    Dalam hatinya, Lea mulai menghitung. Degup jantung yang begitu menghentak membuat dadanya kian sesak. Ini gila. Lea belum pernah merasakan jantungnya berdetak secepat ini sebelumnya. Bahkan ketika ketakutannya kepada Bram sedang berada di titik puncak, dia tak pernah merasa seperti ini.Satu gerakan kecil. Ya … hanya butuh satu gerakan kecil dari telunjuknya, maka Lea akan segera bertemu dengan Zen. Wanita itu hanya perlu menggenggam kuat-kuat senjata semi otomatis itu dan menarik trigger-nya. Semudah dan sesederhana itu. Namun kenyataannya, jari Lea terasa kaku, sangat sulit untuk digerakkan.“Aarrgh!” Lea menengadah, menjerit sekencang-kencangnya lantas tertunduk lemas.Wanita itu terus berteriak, memaki dirinya sendiri yang tak bernyali untuk menyelesaikan apa yang harus dia tuntaskan. Dengan senjata yang masih dalam genggamannya, Lea menutup wajah dan meraung sejadinya.“Kenapa aku tidak bisa melakukannya?” sesal w

  • SWEET CAKE   SWEET CAKE

    Duduk di kabin belakang sebuah mobil SUV, Lea menatap kosong ke arah jendela. Beberapa waktu lalu, dia baru saja menginjakkan kaki di dermaga. Seperti yang dikatakan Jhonatan, seseorang datang menjemputnya di superyacht. Sebuah mantel tebal membungkus tubuh indahnya yang terdapat banyak noda darah. Pikiran Lea belum bisa tenang meski Jhonatan mengatakan bahwa pria itu akan menyelamatkan Zen. Masih saja ada ketakutan jika sang suami tidak akan bisa bertahan hingga mereka tiba di tempat yang dituju. Mobil yang ditumpangi Lea terus melaju seolah tanpa hambatan. Entahlah, mungkin karena Lea yang terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri hingga dia tidak mengetahui situasi sekitar. Dua pria yang duduk di kabin depan pun tak ada yang mengajaknya berbicara atau sekadar menanyakan keadaannya. “Kau akan baik-baik saja, Zen. Aku akan menunggumu kembali. Kita akan bersama lagi, Sayang,” gumam Lea dengan jemari yang saling bertaut dan mata memejam. Banyak sekali doa yang d

  • SWEET CAKE   S2.1. Ordo Messier

    Rasa rindu yang kian mencekik membuat Lea tak sabar menunggu Zen kembali. Tahun bahkan sudah berganti, dan Zen tidak juga kembali. Wanita yang tengah duduk di atas tempat tidur itu menitikkan air mata. Di tangannya terdapat sebuah bingkai berisi foto pernikahan. "Aku merindukanmu, Zen," lirih wanita itu seraya mengusap kaca bingkai. Perlahan, pandangan Lea terangkat. Sudah lebih dari 7 bulan semenjak kejadian mengerikan di superyacht itu berlalu. Memang masih menyisakan trauma di dalam diri Lea. Namun, ada hal lain yang lebih membuatnya tersiksa dari sekadar trauma akibat kebengisan Bram, yaitu rasa kehilangan yang dirasakannya. Memang, Jonathan Graham mengatakan bahwa suaminya akan kembali dalam keadaan baik-baik saja. Hanya saja ... keterbatasan komunikasi y

Bab terbaru

  • SWEET CAKE   S2.30. What Family Means (The End)

    Sebuah mobil jeep melaju dengan guncangan yang terasa lumayan keras di jalan yang bagian kanan dan kirinya ditumbuhi rumput liar. Sruktur tanah yang tidak rata menjadi penyebabnya. Sehingga, jalanan yang sebenarnya landai itu menimbulkan efek guncangan yang amat terasa. “Aku heran, kenapa Zen tidak membangun tempat ini dengan lebih baik,” ujar Clint yang tak melepaskan tangan dari pegangan agar tidak terlempar keluar dari jeep saat terjadi guncangan. “Aku rasa … ini adalah ide Nyonya Lea, Dokter,” sahut Arthur sembari mengatur kecepatan agar mobil yang dia kemudikan tetap dapat melaju dengan stabil meski harus berkali-kali merasakan sensasi seperti akan terbalik. “Ah, kau benar!” Clint berpaling ke arah Arthur. “Wanita itu adalah kryptonite bagi Zen.” Pria itu lantas menggeleng lalu mengalihkan pandangan pada tanaman anggur yang sedang berbuah di sepanjang kanan dan kiri jalan. “Dari seorang bajingan yang kejam, sekarang menjadi petani anggur.

  • SWEET CAKE   S2.29. Humanity

    Keinginan Lea memang terdengar seperti perintah bagi Zen. Dan ya, Lea menginginkan mereka untuk memiliki keturunan. Setelah berhasil mengungkap apa yang dia inginkan di hadapan sang suami, wanita itu semakin memperjelasnya dengan mengatakan bahwa setidaknya dia ingin memiliki dua anak, laki-laki dan perempuan.“Itu terdengar menyenangkan, Zen. Kelak kau bisa mengajari anak laki-laki kita berbisnis, untuk meneruskan tampuh kepemimpinan The Great Palace—no no no! Aku tidak akan mengizinkamu mengajarinya bisnis gelap. Cukup kau saja yang tersesat di sana. Aku tidak ingin anak-anakku ikut tersesat bersamamu.” Lea segera membenetengi ucapannya sebelum Zen menyela.Kemudian dia melanjutkan lagi apa yang dia ucapkan, karena memang belum selesai.“Lalu aku bisa mengajari anak perempuan kita untuk memasak, bermain musik, menanam bunga, dan menyulam. Kita bisa tinggal di rumah sederhana yang tenang dan jauh dari hiruk pikuk masalah, t

  • SWEET CAKE   S2.28. Attention

    Melihat kedekatan Zen dan Zac membuat sudut hati Lea berdenyut. Ada rasa cemburu serta sedikit rasa terabaikan dengan pemandangan yang tersuguh itu.Semenjak kembali ke mansion beberapa waktu lalu, Zen bahkan belum menyentuh sesuatu yang lain selain Zac. Entah karena Zac yang merasakan kerinduan membuncah hingga tak ingin melepaskan Zen sedikit pun. Atau memang Zen yang merasa berat meninggalkan anak itu. Yang jelas, keduanya seperti tidak dapat terpisahkan.Lea memutar mata jengah sembari bernapas panjang dan dalam. Terdengar begitu berat. Sampai akhirnya wanita itu memutar badan, meninggalkan Zen dan Zac yang sedang bermain puzzle."Oh, yang benar saja?! Kenapa aku merasa cemburu pada Zac? Ayolah, Lea ... dia hanya anak kecil!"Dalam perjalanannya menuju kamar, Lea terus bergumam. Memarahi dirinya sendiri yang terlalu mudah cemburu oleh bocah laki-laki itu.Memasuki kamarnya, Lea berniat untuk segera membersihkan diri. Keringat berc

  • SWEET CAKE   S2.27. A Child

    Selama dalam perjalanan menuju mansion, Lea sama sekali tak melepaskan tangannya dari lengan Zen. Bahkan dia nyaris tidak pernah mengangkat kepalanya dari bahu sang suami.“Aku bersumpah aku tidak akan membiarkanmu pergi lagi, Zen. Aku tidak akan sanggup hidup tanpa dirimu,” ungkap Lea seraya mendusal di dada Zen yang sengaja membuka tangan lalu meminta Lea untuk masuk dalam rengkuhannya.“Tidak akan, Sweet Cake. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu lagi,” balas Zen.Melihat kemesraan Zen dan Lea, Arthur hanya bisa memalingkan wajah. Merutuki pikiran untuk memiliki seorang wanita yang dia cintai dan mencintai dirinya seperti sang tuan. Namun, sejenak kemudian, pria itu lantas menggeleng samar sambil memejamkan mata. Mengusir pemikiran yang dia rasa begitu konyol dan sangat bukan dirinya.Sayangnya … hal tersebut dapat dilihat oleh Zen. Apa yang dilakukan Arthur—menggeleng samar dengan wajah berpaling ke j

  • SWEET CAKE   S2.26. Detonator

    “Arthur!”Zen menjatuhkan lututnya di atas tanah, tepat di samping Arthur yang tergeletak dengan tubuh lemas. Ada perasaan tak bisa dimengerti yang bercokol di dalam dada pria tersebut. Kehilangan, kesedihan, kemarahan, semua bercampur menjadi satu hingga terasa begitu sulit untuk mengidentifikasinya sendiri.Matt bahkan menyusul dan berdiri di belakang Zen dengan raut cemas yang sama. Ingin menenangkan sang tuan, namun nyalinya tak cukup besar untuk melakukan hal itu. Dia tidak sama dengan Arthur yang sudah terasa seperti saudara sendiri oleh Zen. Matt hanyalah pengawal pribadi Lea yang selalu setia melindungi nyonyanya tersebut.“Aku tidak mengizinkamu mati hari ini, Art! Bangun, Keparat!” sentak Zen dengan raut panik saat melihat anak buahnya itu tidak berdaya.Sementara itu, beberapa meter darinya, Lea yang tergugu tampak berusaha untuk bangkit. Dengan tubuh gemetar dan wajah yang berlinang air mata berwarna kehit

  • SWEET CAKE   S2.25. The Shot

    “Tidak!”Lea menjerit sambil mengerutkan badan. Menyembunyikan wajah di bahu karena dia tidak akan sanggup melihat orang kepercayaan suaminya itu terkena tembakan yang berasal dari senjata di tangannya.Namun, rupanya hingga beberapa saat kemudian, tidak terdengar suara letusan senjata api. Lea juga tak merasakan entakan kuat seperti saat dirinya menembakkan senjata sebelumnya.Sampai beberapa waktu kemudian, Lea merasakan genggaman tangan Jonathan di tangannya mengendur. Disusul suara kekehan dari balik kepalanya.Jonathan terkekeh, kemudian melepaskan tangannya dari Lea. Entah apa yang pria itu lakukan, namun Lea merasa seperti baru saja mendapatkan napasnya kembali.“Aku tidak akan melakukannya untukmu, My Dear,” ucap Jonathan seraya memberi jarak antara tubuhnya dengan Lea. Berjalan mundur dua langkah dengan kedua tangan yang terselip di saku celana.“Tidak! Aku tidak bisa melakukannya.”

  • SWEET CAKE   S2.24. The Agreement

    Tarikan napas panjang yang dilakukan Jonathan membuat dagu tertutup jambangnya terangkat. Pada saat mengembuskannya kembali, Jonathan terlihat seperti seorang ayah yang lagi-lagi mendapatkan laporan atas ulah nakal yang diperbuat oleh anaknya. Dari kejauhan, Zen dapat melihat pria itu tersenyum. Tampak dari garis wajahnya yang terangkat serta matanya yang sedikit menyipit seolah tertarik ke atas. Kemeja mahal yang membungkus tubuhnya terlihat begitu elegan. Tak berselang lama kemudian, deru mesin beberapa kendaraan terdengar kian mendekat. Sampai pada akhirnya Zen dapat melihat beberapa Range Rover masuk satu persatu ke arena pacuan kuda, berjajar di sisi kanan dan kiri helikopter. Atau lebih tepatnya mengapit pria yang mereka sebut “Superior”, seolah ingin menegaskan betapa besar kekuasaan yang dimiliki oleh seorang Jonathan Graham dari Ordo Messier. Berbeda dengan Zen, kali ini hanya ada dua mobil yang mengawal pria itu. Salah satunya adalah

  • SWEET CAKE   S2.23. Get the Party Started

    “Pesta dimulai!” gumam Zen seraya menginjak pedal gas secara perlahan, melajukan mobil yang dia kendarai menuju jalan raya.“Mereka mengikuti kita, Zen,” kata Lea seraya menoleh ke arah spion kanan di mana sebuah mobil terlihat berusaha mengejar laju mereka.Zen melirik spion dan dia juga melihat apa yang dilihat Lea, di mana sebuah mobil melaju zig zag seolah tak ingin kehilangan jejak.“Masih ada beberapa mobil lain di belakangnya,” kata Zen seraya mengarahkan pandangan pada jalanan di depan yang lumayan padat.“Kau yakin?” Lea berpaling sekilas ke arah Zen.“Kau akan mengetahuinya lagi nanti setelah kita tiba di St. Robert Avenue. Jalanan di sana sepi. Aku memprediksi mereka akan memblokade jalan kita di sana,” kata Zen.“Lalu, apa yang harus kita lakukan?” Lea terlihat panik, cemas, khawatir, dan … takut.“Kau tenang saja. Aku sudah

  • SWEET CAKE   S2.22. The Big Day has Come

    Padang rumput yang membentang sejauh mata memandang, menampakkan beberapa bunga ilalang yang terbang terkena embusan angin. Beberapa kuda yang tampak berlari bebas saling berkejaran, seolah tak bertuan. Rumah kayu bercat putih yang terlihat begitu lengang, nyatanya menyembunyikan sepasang suami dan istri yang tengah bersiap untuk menghadapi hari besar.“Kau yakin tetap akan melakukannya?” tanya Zen kepada Lea saat wanita itu mengikat sabuk dengan sebuah revolver kecil pada pahanya.Lea menegakkan punggung seraya menurunkan bawahan gaun sutera panjang berwarna hitam yang memiliki belahan samping hingga setengah paha. Gaun model simple dengan tali spaghetti yang menggantung di bahu itu sungguh terlihat begitu elegan ketika melekat di tubuh proporsional Lea. Lipstik warna merah menyala yang memoles bibir wanita itu pun menambah kesan seksi dan berbahaya yang mampu membuat siapa saja yang melihatnya merasa terintimidasi oleh Lea.Menarik na

DMCA.com Protection Status