Setelah berpakaian aku buru-buru menyusul Sidney ke pantry karena khawatir apa yang akan dia perbuat di sana. Sidney tadi memang bersikeras untuk membuat makanan untukku makanya aku agak cemas. Begitu sampai di pantry aku melihat Sidney masih berdiri di depan lemari es, membuka pintunya lebar-lebar dengan wajah bengong.
"Apa yang kau lakukan, Susan?" heran Sidney. "Kau memasukkan semua kantong belanjaanmu kemarin ke dalam lemari pendingin begitu saja seperti ini!"Sidney langsung membongkar dan mengeluarkan semua kantong belanjaanku, sambil terus mengkritik caraku menata barang di rumahku sendiri.Percaya atau tidak karena saat mengomel seperti itu Sidney jadi benar-benar mirip Eric Norman. Setelah mengeluarkan semua kantong belanjaanku dia langsung menumpahnya di atas meja dapur."Seharusnya kau memasukkan daging ke freezer, ini semua sudah tidak bisa dimakan."Aku diam saja tidak bBelum-belum aku dan Sidney sudah sibuk berdebat, aku ingin mengunakan pesawat komersil sedangkan Sidney bersikeras untuk memakai jet pribadi. Aku hampir lupa jika harus pergi bersama Sidney Parker, tentu dia tidak mau mengantri atau berdesakan naik kedalam pesawat dengan penumpang lain. Tapi aku sudah terlanjur membeli tiket untuk kami berdua dan ternyata Sidney benar-benar tidak mau naik pesawat komersil. Terpaksa aku harus mengalah, itung-itung karena dia sudah baik padaku beberapa minggu ini. "Tapi ingat, Sidney! tidak ada hotel bintang lima di dekat tempat tinggalku jadi jika kau tidak kerasan dan ingin pulang lebih dulu, bawa saja Jet pribadimu!" tegasku, "karena aku tetap akan berlibur selama satu minggu!"Kuremas tiket yang baru ku print tadi pagi dan memasukkannya kedalam tong sampah."Tahu begini kemarin aku tidak perlu membeli tiket!" gerutuku masih kesal."Nanti akan kuganti uangmu."
"Sidney tolong pikirkan sesuatu, karena aku tidak ingin orang tuaku melihat jejak macam ini di leherku."Wajar jika aku cemas, karena aku sudah coba menutupnya dengan pondesion dari tadi tapi tetap saja gagal."Coba kemarilah," Sidney memiringkan kepalaku sebentar untuk memeriksa jejak yang sengaja dia buat kemarin kemudian dia mengeluarkan plaster bekas luka dari dalam sisi kantong travel bag nya."Bagaiman nanti jika mereka bertanya?" tanyaku tetap khawatir."Bilang saja di gigit nyamuk.""Mungkin mereka akan lebih percaya aku di gigit vampir di banding sekor nyamuk yang sampai membuatku ditempeli dua buah plester luka seperti ini."
Kupikir aku sudah bangun lebih pagi dari Sidney, ternyata aku malah menemukanya sudah berkeliaran di pekarangan rumahku. Kenapa tiba-tiba aku merasa sebenarnya dia yang sangat butuh liburan bukannya aku.Kulihat Sidney entah sedang melakukan apa bersama ayahku, tapi sepertinya dia hanya coba menyimak apa yang dikatakan ayahku baru mengikutinya. Aku melambai dari teras begitu dia melihatku, Sidney langsung berdiri dan berjalan mendatangiku. Tadinya aku sama sekali tidak memperhatikan jika dia tidak memakai alas kaki sampai saat dia mau naik ke tangga teras aku baru sadar jika kakinya penuh tanah dan aku langsung melarangnya untuk naik menghampiriku."Cuci dulu kakakmu!" tegasku sementara Sidney hanya menoleh ke kanan dan ke kiri terlihat bingung."Kenapa kau tidak memakai alas kak
Mengunakan jet pribadi memang lebih menghemat waktu dan kami bisa pulang sewaktu-waktu mengingat rute penerbangan langsung di bandara lokal hanya ada seminggu tiga kali."Kita pulang saja ke tempat tinggalku," kata Sidney setelah dari tadi cuma diam.Aku hanya menggeleng mengabaikannya seperti biasa dan sama sekali tidak mengganggap serius ajakannya, karena aku tahu apa sebenarnya kemauan Sidney. Kami memang belum membahas perkara kemarin, selain karena kami belum lagi memiliki waktu untuk benar-benar berdua, aku juga coba menghindarinya. Sepertinya kami juga butuh waktu untuk memikirkannya dulu baik-baik. Jika sekarang aku menuruti keinginan Sidney untuk ikut pulang ketempat tinggalnya aku yakin kami sudah tidak akan bisa lagi mengunakan otak, karena pasti tinggal insting kamilah yang akan menyelesaikannya.
Aku sedang tidur ketika tiba-tiba terbangun di tengah malam dan seperti melihat sekelebat bayangan yang bergerak. Awalnya aku takut tapi saat ingat tidak mungkin ada orang yang bisa masuk ke apartemenku, akupun coba berpikir lebih tenang. Sistem keamanan tempat tinggalku termasuk yang sangat tinggi karena itu cukup aman bagi seorang wanita sepertiku meskipun harus tinggal seorang diri.Seharusnya hanya aku dan Eric yang tahu sandi pintu apartemenku, memang aku pernah memberi sandi tersebut pada Sidney tapi rasanya tidak mungkin dia jadi begitu pengangguran hingga datang malam-malam begini. Jadi kemungkinan hanya Eric ! Meski aku tidak berani berpikir terlalu jauh tapi aku memang sempat berharap jika itu benar-benar Eric. Karena jika memang dia masih mengingatku dan ingin kembali dia pasti akan langsung kemari. Aku memang sudah terlajur sangat berharap belakangan ini, berharap jika Eric akan kembali dalam
"Kenapa kau tidak memberitahuku?" protesku begitu Sidney membukakan pintu dengan wajah lesu."Kau bilang aku tidak boleh mengganggumu."Ya aku memang mengatakan hal itu kemarin. "Tapi kau sakit, Sidney!"Sidney berjalan kembali ke kamarnya dan mengabaikanku."Apa kau sudah memanggil dokter?"Sidney hanya menggeleng lemah dan malas."Kau bisa sangat cerewet saat aku sakit tapi kenapa ternyata kau malah mengabaikan dirimu sendiri seperti ini.""Beri aku nomor Dokter Anton!"Sidney hanya melirik ponsel di atas meja di sebelah tempat tidurnya, kemudian kembali menenggelamkan wajahnya di bawah bantal. Aku segera mengambil phonsel Sidney dan mencari nomor Dokter Anton.Aku sempat membongkar isi laci di meja tersebut berharap bisa menemukan termometer untuk mengukur suhu badan Sidney yang menurutku sangat panas. Tapi aku tidak menemuka apa-apa dan
Sepertinya Sidney jadi ikut terbangun saat aku bergerak untuk meregangkan pinggangku yang terasa kaku.Kuperiksa Sidney sudah jauh lebih baik karena sudah tidak demam lagi."Apa kau masih merasa ingin muntah?" tanyaku sekedar memastikan dan dia menggeleng."Aku lega kau tidak jadi mati karena alergi," candaku meski senyum Sidney masih terlihat lemah untuk menangapi leluconku. Tentu setelah terus menerus muntah dan tidak bisa menelan makanan siapapun pasti akan lemas."Akan kubuatkan sarapan untukmu sebelum aku pulang." Aku sudah bangkit dari tempat tidur ketika Sidney kembali menarikku."Jangan, Susan! aku takut jika kau masak untukku.""Kau benar-benar meremehkanku!"Aku cuma heran bagaiman di saat seperti ini pun dia masih bisa membuatku kesal. "Sudah jangan keras kepala, naiklah kembali ke tempat tidur karena sebentar lagi juga ak
Keesokan harinya aku harus pergi ke kator terlebih dulu untuk membuat laporanku dan menyusun kembali jadwal temu Sidney.Baru setelah tengah harin aku bisa kembali mengunjungi Sidney. Dia sudah jauh lebih baik dan bisa mondar-mandir di pantry untuk membuat minuman atau makana sendiri. Meski aku sempat beberapa kali menawarkan diri, tetap saja dia menoknya karena sama sekali tidak percaya padaku. Walau sebenarnya makana yang dia buat juga tidak terlalu hebat, karena sebenarnya dia hanya tinggal memasukkan kedalam microwave semua yang sudah disiapakan pengurus rumahnya.Kulihat bibi An juga sudah membuatkan bubur untuk Sidney. Dia memang harus makan teratur dengan pilihan makanan yang ketat, karena menurut dokter lambung Sidney pernah mengalami iritasi berat."Lain kali jangan sok bisa makan sembarangan agar terlihat hebat, karena sungguh Sidney kau bisa sangat merepo
Akhirnya Sidney mengalah dan setuju untuk menjemput putra Paris. Selama ini anak itu tinggal bersama pengasuh di bawah perlindungan hukum. Biasanya Paris hanya diijinkan untuk berkunjung tanpa boleh mengajak anak itu keluar bersamanya."Aku tidak mau menangani bocah yang masih mengompol." Sidney tetap bersikeras tidak mau ikut campur jika nanti Susan mendapat masalah."Anak laki-laki tujuh tahun sudah tidak kencing di celana lagi, Sidney!"Kadang Susan juga masih kesal dengan sifat egois suaminya yang bisa sangat tidak masuk akal, Dia mau memiliki banyak anak tapi tidak mau repot mengurusi anak-anak."Kita harus melihatnya dulu siapa tahu nanti kau juga akan menyukaianya!"Susan memencet bel pintu sementara Sidney masih berdiri di undakan tangga paling bawah nampak tak berminat untuk ikut masuk. Sidney benar-benar lebih suka disuruh menunggu di dalam mobil dari pada ikut berbasa-basi seperti yang diajarkan Susan."Ingat kau cukup tersenyum j
Sidney sudah tidur ketika Susan pelan-pelan mengambil buku harian Jessy dari dalam laci. Sidney tidak suka jika Susan membaca buku itu karena biasanya Susan malah jadi menangis setelah membacanya dan Sidney tidak suka melihat Susan bersedih untuk sesuatu yang menurutnya percuma. Tapi tetap saja Susan sering diam-diam membacanya, Jessy memiliki tulisa yang sangat rapi sangat berbanding terbalik dengan dirinya. Membaca buku harian Jessy membuat Susan serasa ikut mengenal saudarinya meskipun mereka tidak pernah bertemu.***Jessy 12 Maret 2016***Bukannya aku tidak mau tinggal di kampung halama Paris, tapi aku sudah pernah mencobanya dan tidak bisa. Paris adalah orang yang sering bepergian dengan segala kesibukan pekerjaannya yang luar biasa. Paris juga melarangku bekerja lagi sejak kami menikah, sering kali aku merasa bosan ketika harus tinggal sendiri di rumah besarnya. Aku juga tidak punya teman atau keluarga di sana, semua yang kukenal adalah teman-teman Paris dan ling
Susan memperhatikan Sidney yang masih tertidur dan menyentuh bibir penuhnya yang sedikit terbuka. Ternyata pria seperti Sidney juga bisa nampak lucu ketika sedang tertidur dan Susan menyukainya karena jarang-jarang Sidney mau diganggu."Apa yang kau lakukan!" tegur Sidney yang ternyata sudah terbangun."Tidak ada," acuh Susan segera pura-pura mengabaikannya."Kemari kau!""Ao..!" Susan memekik kaget karena Sidney balas memukul bokongnya.Mereka masih sama-sama belum berpakaian sejak selesai bercinta tadi malam dan Tiba-tiba saja Sidney sudah kembali menerjang masuk dan menderanya."Sidney, ingat kau punya janji dengan Notarais pagi ini!"Susan coba mengingatkan tapi Sidney tetap mengabaikanya karena Susan memang bisa sangat cerewet meskipun sedang ia setubuhi. Gilanya Lagi Susan masih sempat meraih ponsel dan membalas pesan."Buang benda itu, Susan!" Sidney langsung membalik tubuh Susan dan merampas ponsel terkutuk itu dari tan
JESSY... Saat pertama kami bertemu dia adalah pemuda yang rupawan, berulang kali dia bertanya bagaimana untuk mendapatkan wanita sepertiku dengan sangat terus terang dan sedikit tidak tahu malu."Masukilah hatinya, maka kau akan mendapatkan segalanya," kataku saat menatap Netra biru gelapnya yang dalam ketika kami duduk di meja bar dan yakin pria tampan itu belum mabuk untuk merayuku. Aku tahu jika Paris Parker adalah pria yang cukup percaya diri untuk mendapatkan apapun keinginannya."Sebutkan apa saja yang bisa kudapatkan, setelah itu? " bisiknya saat mendekatkan bibirnya ke telingaku. "Love, loyalty, dan keberanian !" Walapun setiap hari aku bekerja di antara para wisatawan asing tapi memang tidak akan pernah kubiarkan diriku terlibat dengan mereka dalam urusan asmara. Namun sepertinya pengecualian utuk seorang Paris Parker, pria yang telah dengan begitu berani berlutut di depanku dan memohon untuk menjadikanku miliknya.
Seorang pengurus rumah menemukan Paris Parker sudah terduduk kaku takbernyawa dengan bekas lobang peluru si pelipis kanannya. Tangan kanana masih memegang pitol dan sebuah ponsel terjatuh di lantai tak jauh dari tempat dududknya. Sebuah buku harian milik Jessy yang juga baru Paris temukan dari dalam laci masih terbuka di atas meja karena sepertinya pria itu juga belum selesai membacanya dan sudah tidak tahan.Pihak kepolisian menghubungi Sidney parker sebagai satu-satunya keluarga Paris. Sidney dan Susan juga langsung terbang ke Bali hari itu juga. Pihak kepolisian meminta Sidney untuk memutuskan bakal di makamkan di mana jenazah saudaranya. Sebenarnya Sidney sendiri juga tidak tahu karena hubungan mereka selama ini memang tidak seperti layaknya keluarga, tapi Susan yang langsung menyela dan minta agar Paris dimakamkan di samping saudarinya. Pihak kepolisian juga memberikan buku harian Jessy kepada Susan dan memberi tahu Sidney jika akan ada notarais dari Paris Parker yang ak
"Oh, Sayang apa yang kau pikirkan?" tanya Sidney pada wanita yang sedang berbaring di bawah naungan tubuhnya tapi entah pikiranya sedang melayang berada di mana."Tidak ada," bohong Susan sambil menggeleng saat Sidney menyentuh bibirnya dengan ibu jari."Aku bisa sangat cemburu jika kau memikirkan pria lain," sarkas Sidney yang sebenarnya juga tahu jika Susan sedang memikirkan Parish yang baru saja menelponya.Sidney merunduk untuk mencium Susan dan tetap bersikeras menahan wanita itu dalam ciumanya meskipun Susan agak enggan untuk menaggapinya."Sungguh aku mencemaskan Parish." Akhirnya Susan terus terang ketika tiba-tiba mendorong Sidney untuk berhenti sejenak."Sudah kubilang jangan memikirkan pria lain, apa lagi brengsek itu!" Sidney terdengar marah."Aku serius, sungguh perasaanku sedang tidak enak." Susan beringsut dari naungan tubuh Sidney dan kembali merapikan gaun tidurnya."Kau mau ke mana?"Sidney melihat Susan berja
Kenapa rasanya ini semakin sulit kujalani. Dulu kupikir cintaku akan cukup meredamnya, dulu aku pikir tubuhku akan kuat menanggungnya. Tapi tiap kali tangan-tangannya kembali merenggutku tanpa kebajikan, dia tetaplah wujud yang hanya peduli dengan kemauannya sendiri. Dia bukan orang yang dulu kukenal juga bukan orang yang akan peduli. Seperti membuka lembar buram yang tidak ingin kubaca atau kutulis. Karena di sini aku sudah tahu, mungkin aku hanya akan hancur sendiri atau hancur bersamanya. Tumpukan dosa yang dia tawarkan sudah seperti racun yang tidak akan bisa berhenti kuhirup, mungkin hingga kelak benar-benar habis nafasku. Jika dia mencintaiku, seharusnya dia tidak memperlakukanku seperti ini. Tubuhku masih sakit, menggigil di atas lantai dingin tempat terakhir aku dihempas oleh tinju dari kepalan tangan yang sama dari lengan yang kali ini juga sedang memelukku. Dengan nafas berge
Susan benar-benar tidak menyangka jika sebuah pesta sudah di siapkan sedemikian rupa untuk menyambut kedatangan mereka, dan Susan langsung tahu jika semua itu adalah perbuatan Sidney. Yang paling megejutkan bagi Susan ternyata tidak hanya ada ayah dan ibunya tapi ayah dan ibu Jessy juga ada di sana menyambut mereka. Tentu Susan sangat terharu menyaksikan orang tuanya berkumpul seperti itu dan terlihat sudah cukup akrab. Susan yang kemarin sempat merasa seperti orang asing tiba-tiba merasa seperti menjadi anak paling beruntung di muka bumi ini karena bisa berada di tengah-tengah semua keluarga yang mencintainya. Susan masih tidak tahu bagaimana Sidney bisa berbuat seperti ini dan tidak memberitahunya apa-apa. Semua itu memang perbuatan Sidney. Bahkan dia sendiri yang menjemput orang tua kandung susan dari Bali. Itulah kenapa kemarin Sidney sampai harus pulang menjelang pagi dan mendapati susan yang
Karena teleponya tidak pernah di angkat, akhirnya Paris nekat untuk menemui Susan meskipun dengan resiko bakal bertemu juga dengan Sidney, dan mungkin mereka akhirnya akan kembali bertikai. Paris benar-benar menghawatirkan Susan karena dia tahu pasti Susan masih syok setelah semua kejadian kemarin. Paris hanya ingin sekedar memastikan jika Susan baik-baik saja. Saat Paris datang ternyata Sidney sedang tidak ada di rumah, tapi Susan tidak memberi tahu Paris jika sebenarnya mereka berdua sedang bertengkar. Bahkan Susan tetap berpura-pura jika hubungan mereka sedang baik-baik saja. Susan yakin jika Sidney tidak akan suka jika dirinya masih menemui Parish, tapi sepertinya Susan juga mulai tidak perduli. Toh Sidney akan tetap marah. Susan tidak mengerti kenapa sekarang rasanya justru Sidney yang jadi sangat membenci Paris. Walaupun menurut Sidney, Paris jahat dan gila, tapi sepertinya