Susan curiga kenapa dari tadi Eric tidak bicara apa-apa.
"Eric, apa kau marah? " tanyaku sesaat setelah Sidney pergi.
"Untuk apa? kurasa kau juga tidak akan mendengarkanku. "
"Maaf tentang Sidney, sungguh aku hanya tidak bisa menolaknya begitu saja. "
"Apa karena dia tampan dan membawakanmu satu buket besar bunga."
"Tolong Eric jangan mengajakku bertengkar, sungguh aku sedang tidak ingin bertengkar denganmu. "
Aku sendiri juga tidak tahu kenapa harus minta maaf pada Eric. Mungkin kami memang harus mulai saling belajar jika memang ternyata nanti kami akan hidup bersama selamanya. Kadang aku merasa kami sudah seperti pasangan muda yan
Hidup bersama Eric sama halnya seperti sedang mengupasi tiap lapisan masalah yang masih akan terus ada tanpa ada habisnya.Aku sengaja tidak mengajak Eric bicara sepanjang pagi ini, sepertinya dia tahu jika aku masih marah. Setelah mandi aku segera bersiap berangkat ke kantor, berpakaian sambil menyendok sereal. Eric pun tidak berani protes meskipun aku sengaja melanggar aturannya. Percaya atau tidak karena sepertinya aku ingin dia marah dan mengajaknya bertengkar. Sebenarnya aku hanya tidak tahu bagaimana caranya untuk menumpahkan kekesalanku padanya. Aku tidak bisa menghukumnya, parahnya aku juga tidak bisa menuduhnya menyetubuhiku karena nyatanya dia memang sudah berada di dalam tubuhku.Aku sudah melanggar semua aturan sepanjang pagi ini tapi dia juga masih tak bergeming. Sampai-sampai aku jadi berpikir seharusnya yang marah itu aku atau dia, karena rasanya malah seperti Eric yang mengacuhkanku.Sesampainya di kantor, aku agak terkejut karena ternyata Sidney
"Aku tetap menemani Sidney untuk meeting siang itu. Meski Sidney tidak banyak bicara tapi sepertinya dia tidak mau melepaskan tanganku selam dalam perjalanan. Bahkan dia sama sekali tidak peduli ketika supirnya mulai memperhatikan kami, dia justru beberapa kali menarik tanganku dan menciumnya dalam diam. Aku pun tidak bisa melarangnya karena sepertinya dia juga tidak akan peduli. Sidney masih menahan tanganku dalam genggamannya dan takbergeming sama sekali, seolah tidak mau aku lepas darinya.Ternyata kami kembali meeting dengan beberapa rekan bisnis Sidney yang pernah kami temui beberapa minggu lalu dan pastinya aku kembali bertemu Nolan. Kami bertemu di pintu lift saat aku dan Sidney baru akan keluar, Sidney pun masih menggenggam tanganku dan sama sekali tidak membiarkanku lepas. Jelas sekali jika Nolan juga memperhatikan hal itu, apa lagi dengan sikap Sidney yang seperti ingin menahan
Aku kembali ke kantor dengan taksi, dan tidak peduli saat Sidney agak marah dengan sifat keras kepalaku. Jika aku tidak ingat masih meningalkan mobil Eric di kantor pasti aku akan langsung pulang saja dan mengurung diri di rumah. Karena rasanya aku benar-benar bisa gila jika terus seperti ini. Begitu kembali ke apartemen segera kulempar tas jinjing dan sepatuku di dekat sofa, tanpa menghiraukannya aku segera berjalan ke kamar mandi. Aku lelah dan hanya ingin berendam, kulepas pakaianku di depan cermin dan masih saja syok ketika menatap diriku sendiri dengan beberapa jejak memar kebiruan yang belum memudar. "Eric apa kau masih bisu! " Aku yakin dia juga bisa melihat itu, dan semua itu adalah perbuatannya. "Maafkan aku, Susan. "Ternyata hanya itu yang bisa dia ucapkan. "Kemana saja kau, brengsek! " makiku yang sudah begitu kesal dan tak tertahankan lagi karena ing
Hari-hari berikutnya masih terasa agak aneh untuk kulalui bersama Eric. Meskipun aku sudah berusaha keras untuk tidak memikirkan malam itu lagi tapi aku yakin Eric pun pasti juga belum bisa sepenuhnya melupakannya. Rasanya benar-benar aneh, bahkan gerakan kecil yang kubuat sendiripun masih saja membuatku paranoid, karena pasti akan kembali mengingatkan otakku pada perbuatan Eric. Sampai-sampai rasanya aku tidak ingin menyentuh tubuhku sendiri karena ingat Eric juga sedang melakukan hal yang sama. Kupikir jadi gila itu gampang, ternyata tetap saja tidak mudah dan kenapa aku tidak hilang ingatan saja.Sepertinya di rumah sendirian hanya akan membuatku tidak sehat. Apa lagi sekarang aku sama sekali tidak memiliki lingkungan sosial selain delapan jam kerjaku yang juga hanya kuhabiskan bersama mahluk seperti Sidney Parker. Sepertinya hidupku memang sangat tidak menarik, aku hanya pergi bekerj
Aku hanyalah wanita menyedihkan yang telah ditinggal kekasihnya untuk menikahi wanita lain, lantas apa hebatnya meskipun aku berdandan hingga sedemikian rupa. Kulihat pantulan diriku sendiri di depan cermin. Kadang aku sendiri juga iri dengan kesempurnaan fisik wanita yang juga sedang balas menatapku itu. Dia memang cantik tapi sayang tidak terlalu beruntung.Aku tidak tahu apa yang dipikirkan Sidney ketika melihatku mengenakan gaun yang kemarin sudah hampir di sobek oleh Eric. Gaun berwarna biru metalic itu memang terlihat agak berlebihan ketika melekat dengan sempurna di tubuhku. Bahkan Sidney Parker pun nyaris tidak bisa berkedip jika aku tidak segera menegurnya. "Kau sengaja mau lakukan ini, Susan?" tanya Sidney. "Apa maksudmu? " aku balik bertanya saat mendongak untuk menatap Sidney yang sudah meraih tanganku dan meletakkannya di lipatan sikunya seperti layaknya seorang gentelmen sejati. Sidney mema
"Apa kau sudah selesai denga, Susan? "Tiba-tiba saja Sidney sudah berdiri di belakangku dan menarik lenganku untuk dia kaitkan lagi ke lipatan sikunya."Senang melihat Anda Mr. Parker."Dari tadi ternyata bang Edo dan Sidney baru bersalaman untuk memperkenalkan diri. Kadang bang Edo memang agak keterlaluan tapi sayangnya dia memang tidak pernah peduli."Aku sudah lama sekali tidak bertemu Susan, tolong beri kami waktu sebentar lagi.""Sepertinya kami harus buru-buru," jawab Sidney yang kemudian langsung membawaku pergi."Cepat temui pengantinnya dan kita pulang! tempat ini membuatku pening." Saat itu kupikir Sidney hanya sedang merajuk dan tidak pernah menyangka jika dia serius tentang hal itu.Aku mengajak Sidney ikut mengantri untuk mengucapkan selamat pada pasangan pengantin. Kebetulan antriannya sudah mengular karena sangking banyaknya undangan y
Aku benar-benar ikut Sidney untuk makan malam di tempat tinggalnya. Walau aku tahu jika Sidney tinggal di gedung yang tak jauh dari kantornya tapi aku memang belum pernah datang ke tempat tinggalnya dan ini benar-benar kali pertama aku bisa begitu nekat membiarkan pria seperti Sidney Parker membawaku pulang.Sidney masih menggenggam tanganku sampai kami masuk ke dalam Lift khusus yang sepertinya memang hanya diperuntukkan untuk dirinya." Terima kasih, Susan," katanya saat pintu Lift sudah kembali tertutup dan aku sama sekali tidak siap ketika Sidney tiba-tiba sudah mendorongku ke dinding dan menciumku.Tidak kasar, tapi lembut dan menyenangkan walaupun dia tetap bersikeras menahan tangan dan tubuhku untuk tetap diam untuknya. Tentu kami sudah sama -sama dewasa dan ini juga bukan perta
Aku sama sekali tidak menyangka jika Eric akan begitu murka, bahkan dia sama sekali tidak mengajakku bicara atau memberiku peringatan sama sekali jika dia akan menghukumku. Tiba-tiba saja kudapati tanganku bergerak sendiri tanpa bisa kukendalikan. Bahkan Eric benar-benar tega merobek gaun mahal yang sedang kukenakan. Sialnya aku sama sekali tidak bisa protes ketika Eric mulai melucuti pakaianku dan aku memang tidak berdaya untuk menghentikannya. Aku tidak memiliki kuasa mengendalikan diriku sendiri, Eric terlalu kuat dan mustahil aku bisa melawannya, meski yang dia lakukan kali ini benar-benar kurang ajar."Kau tidak bisa berbuat seperti ini!" teriakku dari dalam kepalaku."Diamlah!""Sungguh apa maumu, Eric?" aku mulai panik dan coba memohon jika dia masih mau mendengarkanku. Aku mema
Akhirnya Sidney mengalah dan setuju untuk menjemput putra Paris. Selama ini anak itu tinggal bersama pengasuh di bawah perlindungan hukum. Biasanya Paris hanya diijinkan untuk berkunjung tanpa boleh mengajak anak itu keluar bersamanya."Aku tidak mau menangani bocah yang masih mengompol." Sidney tetap bersikeras tidak mau ikut campur jika nanti Susan mendapat masalah."Anak laki-laki tujuh tahun sudah tidak kencing di celana lagi, Sidney!"Kadang Susan juga masih kesal dengan sifat egois suaminya yang bisa sangat tidak masuk akal, Dia mau memiliki banyak anak tapi tidak mau repot mengurusi anak-anak."Kita harus melihatnya dulu siapa tahu nanti kau juga akan menyukaianya!"Susan memencet bel pintu sementara Sidney masih berdiri di undakan tangga paling bawah nampak tak berminat untuk ikut masuk. Sidney benar-benar lebih suka disuruh menunggu di dalam mobil dari pada ikut berbasa-basi seperti yang diajarkan Susan."Ingat kau cukup tersenyum j
Sidney sudah tidur ketika Susan pelan-pelan mengambil buku harian Jessy dari dalam laci. Sidney tidak suka jika Susan membaca buku itu karena biasanya Susan malah jadi menangis setelah membacanya dan Sidney tidak suka melihat Susan bersedih untuk sesuatu yang menurutnya percuma. Tapi tetap saja Susan sering diam-diam membacanya, Jessy memiliki tulisa yang sangat rapi sangat berbanding terbalik dengan dirinya. Membaca buku harian Jessy membuat Susan serasa ikut mengenal saudarinya meskipun mereka tidak pernah bertemu.***Jessy 12 Maret 2016***Bukannya aku tidak mau tinggal di kampung halama Paris, tapi aku sudah pernah mencobanya dan tidak bisa. Paris adalah orang yang sering bepergian dengan segala kesibukan pekerjaannya yang luar biasa. Paris juga melarangku bekerja lagi sejak kami menikah, sering kali aku merasa bosan ketika harus tinggal sendiri di rumah besarnya. Aku juga tidak punya teman atau keluarga di sana, semua yang kukenal adalah teman-teman Paris dan ling
Susan memperhatikan Sidney yang masih tertidur dan menyentuh bibir penuhnya yang sedikit terbuka. Ternyata pria seperti Sidney juga bisa nampak lucu ketika sedang tertidur dan Susan menyukainya karena jarang-jarang Sidney mau diganggu."Apa yang kau lakukan!" tegur Sidney yang ternyata sudah terbangun."Tidak ada," acuh Susan segera pura-pura mengabaikannya."Kemari kau!""Ao..!" Susan memekik kaget karena Sidney balas memukul bokongnya.Mereka masih sama-sama belum berpakaian sejak selesai bercinta tadi malam dan Tiba-tiba saja Sidney sudah kembali menerjang masuk dan menderanya."Sidney, ingat kau punya janji dengan Notarais pagi ini!"Susan coba mengingatkan tapi Sidney tetap mengabaikanya karena Susan memang bisa sangat cerewet meskipun sedang ia setubuhi. Gilanya Lagi Susan masih sempat meraih ponsel dan membalas pesan."Buang benda itu, Susan!" Sidney langsung membalik tubuh Susan dan merampas ponsel terkutuk itu dari tan
JESSY... Saat pertama kami bertemu dia adalah pemuda yang rupawan, berulang kali dia bertanya bagaimana untuk mendapatkan wanita sepertiku dengan sangat terus terang dan sedikit tidak tahu malu."Masukilah hatinya, maka kau akan mendapatkan segalanya," kataku saat menatap Netra biru gelapnya yang dalam ketika kami duduk di meja bar dan yakin pria tampan itu belum mabuk untuk merayuku. Aku tahu jika Paris Parker adalah pria yang cukup percaya diri untuk mendapatkan apapun keinginannya."Sebutkan apa saja yang bisa kudapatkan, setelah itu? " bisiknya saat mendekatkan bibirnya ke telingaku. "Love, loyalty, dan keberanian !" Walapun setiap hari aku bekerja di antara para wisatawan asing tapi memang tidak akan pernah kubiarkan diriku terlibat dengan mereka dalam urusan asmara. Namun sepertinya pengecualian utuk seorang Paris Parker, pria yang telah dengan begitu berani berlutut di depanku dan memohon untuk menjadikanku miliknya.
Seorang pengurus rumah menemukan Paris Parker sudah terduduk kaku takbernyawa dengan bekas lobang peluru si pelipis kanannya. Tangan kanana masih memegang pitol dan sebuah ponsel terjatuh di lantai tak jauh dari tempat dududknya. Sebuah buku harian milik Jessy yang juga baru Paris temukan dari dalam laci masih terbuka di atas meja karena sepertinya pria itu juga belum selesai membacanya dan sudah tidak tahan.Pihak kepolisian menghubungi Sidney parker sebagai satu-satunya keluarga Paris. Sidney dan Susan juga langsung terbang ke Bali hari itu juga. Pihak kepolisian meminta Sidney untuk memutuskan bakal di makamkan di mana jenazah saudaranya. Sebenarnya Sidney sendiri juga tidak tahu karena hubungan mereka selama ini memang tidak seperti layaknya keluarga, tapi Susan yang langsung menyela dan minta agar Paris dimakamkan di samping saudarinya. Pihak kepolisian juga memberikan buku harian Jessy kepada Susan dan memberi tahu Sidney jika akan ada notarais dari Paris Parker yang ak
"Oh, Sayang apa yang kau pikirkan?" tanya Sidney pada wanita yang sedang berbaring di bawah naungan tubuhnya tapi entah pikiranya sedang melayang berada di mana."Tidak ada," bohong Susan sambil menggeleng saat Sidney menyentuh bibirnya dengan ibu jari."Aku bisa sangat cemburu jika kau memikirkan pria lain," sarkas Sidney yang sebenarnya juga tahu jika Susan sedang memikirkan Parish yang baru saja menelponya.Sidney merunduk untuk mencium Susan dan tetap bersikeras menahan wanita itu dalam ciumanya meskipun Susan agak enggan untuk menaggapinya."Sungguh aku mencemaskan Parish." Akhirnya Susan terus terang ketika tiba-tiba mendorong Sidney untuk berhenti sejenak."Sudah kubilang jangan memikirkan pria lain, apa lagi brengsek itu!" Sidney terdengar marah."Aku serius, sungguh perasaanku sedang tidak enak." Susan beringsut dari naungan tubuh Sidney dan kembali merapikan gaun tidurnya."Kau mau ke mana?"Sidney melihat Susan berja
Kenapa rasanya ini semakin sulit kujalani. Dulu kupikir cintaku akan cukup meredamnya, dulu aku pikir tubuhku akan kuat menanggungnya. Tapi tiap kali tangan-tangannya kembali merenggutku tanpa kebajikan, dia tetaplah wujud yang hanya peduli dengan kemauannya sendiri. Dia bukan orang yang dulu kukenal juga bukan orang yang akan peduli. Seperti membuka lembar buram yang tidak ingin kubaca atau kutulis. Karena di sini aku sudah tahu, mungkin aku hanya akan hancur sendiri atau hancur bersamanya. Tumpukan dosa yang dia tawarkan sudah seperti racun yang tidak akan bisa berhenti kuhirup, mungkin hingga kelak benar-benar habis nafasku. Jika dia mencintaiku, seharusnya dia tidak memperlakukanku seperti ini. Tubuhku masih sakit, menggigil di atas lantai dingin tempat terakhir aku dihempas oleh tinju dari kepalan tangan yang sama dari lengan yang kali ini juga sedang memelukku. Dengan nafas berge
Susan benar-benar tidak menyangka jika sebuah pesta sudah di siapkan sedemikian rupa untuk menyambut kedatangan mereka, dan Susan langsung tahu jika semua itu adalah perbuatan Sidney. Yang paling megejutkan bagi Susan ternyata tidak hanya ada ayah dan ibunya tapi ayah dan ibu Jessy juga ada di sana menyambut mereka. Tentu Susan sangat terharu menyaksikan orang tuanya berkumpul seperti itu dan terlihat sudah cukup akrab. Susan yang kemarin sempat merasa seperti orang asing tiba-tiba merasa seperti menjadi anak paling beruntung di muka bumi ini karena bisa berada di tengah-tengah semua keluarga yang mencintainya. Susan masih tidak tahu bagaimana Sidney bisa berbuat seperti ini dan tidak memberitahunya apa-apa. Semua itu memang perbuatan Sidney. Bahkan dia sendiri yang menjemput orang tua kandung susan dari Bali. Itulah kenapa kemarin Sidney sampai harus pulang menjelang pagi dan mendapati susan yang
Karena teleponya tidak pernah di angkat, akhirnya Paris nekat untuk menemui Susan meskipun dengan resiko bakal bertemu juga dengan Sidney, dan mungkin mereka akhirnya akan kembali bertikai. Paris benar-benar menghawatirkan Susan karena dia tahu pasti Susan masih syok setelah semua kejadian kemarin. Paris hanya ingin sekedar memastikan jika Susan baik-baik saja. Saat Paris datang ternyata Sidney sedang tidak ada di rumah, tapi Susan tidak memberi tahu Paris jika sebenarnya mereka berdua sedang bertengkar. Bahkan Susan tetap berpura-pura jika hubungan mereka sedang baik-baik saja. Susan yakin jika Sidney tidak akan suka jika dirinya masih menemui Parish, tapi sepertinya Susan juga mulai tidak perduli. Toh Sidney akan tetap marah. Susan tidak mengerti kenapa sekarang rasanya justru Sidney yang jadi sangat membenci Paris. Walaupun menurut Sidney, Paris jahat dan gila, tapi sepertinya