"Aku masih berharap semoga tidak terjadi," kata Nathan ketika melihat Tiva meraba perutnya.
Tentu, tiva tidak ingin hamil dan tidak pernah berharap untuk hamil tapi kenapa saat mendengar bang Nathan yang bicara seperti itu tadi tiba-tiba seperti ada yang berdesir panas di dada Tiva dan seolah meninggalkan lobang menganga yang dia sendiri juga tidak tahu bagai mana harus menyebutnya.
Taklama Jane ikut masuk dan langsung menghampiri Tiva. "Kami harus memastikan kondisimu dulu," kata Jane dan Tiva sendiri hanya mengangguk tanpa berani bertanya.
Meski sudah berulang kali mendengar bang Nathan menyebutkan nama Jane, tapi memang baru kali ini Tiva bertemu dan melihat sendiri seperti apa wanita yang bernama Jane.
Jane adalah seorang wanita y
Tiba-tiba waktu terasa semakin berjalan lambat bagi Tiva yang sudah tidak bisa lagi melihat apa bedanya malam dan siang, dia hanya melihat jam yang berputar untuk mengetahui jika hari sudah berganti. Jika tidak salah hitung sudah lima hari Tiva dibiarkan sendirian berada di dalam ruangan lima kali lima meter tersebut. Hanya ada ranjang, meja nakas kecil di samping tempat tidur dan toilet bersekat kaca buram yang telah letak di sudut ruangan sebelah kiri. Setiap hari akan ada petugas yang mengantarkan makanan dan pakaian ganti. selama berada di ruangan tersebut Tiva juga hanya di perbolehkan memakai pakaian khusus. Sama seperti pakaian pasien, dan setiap dua hari sekali Tiva akan di periksa. Mungkin penjara untuk narapidana saja tidak akan seburuk ini. Tiva mulai tertekan dan tidak tahu harus protes atau mengeluh pada siapa karena dirinya juga tidak di ijinkan untuk menemui siapapun. Hanya Jane yang hampir setiap hari mendatang
Jadi bukanya Nathan tidak perduli. Tapi dia sangat perduli pada Tiva dalam level yang berbeda. Tiva tidak akan paham hingga sejauh itu' meskipun Nathan jelaskan sekarang. Bagi Nathan yang terpenting sekarang hanyalah keselamatan Tiva karena ini bukan masalah main-main yang cuma akan menyangkut nyawa mereka berdua.Tiva memang tidak akan pernah mengerti ketakutan terbesar Nathan. Misal dari yang paling sederhana saja, Nathan juga tidak pernah mau jadi seperti ini, sama halnya dia juga tidak mau jika ada anak-ana yang harus merasakan hidup seperti dirinya, itulah kenapa dia tidak ingin melibatkan anak-anak di dalam hidupnya. Dan Nathan yakin jika Tiva juga tidak akan sanggup melihat anaknya kelak dikurung dan diperlakukan seperti tawanan. Tiva pasti juga sudah tahu seperti apa rasanya ketika hanya beberapa minggu kemarin dan itupun sudah hampir membuat Nathan ikut g
Ketika kembali terbangun ternyata hari sudah kembali pagi, Tiva melihat ke luar jendela yang tirainya masih terbuka sejak semalam. Ketika melihat barisan pegunungan di hadapannya Tiva langsung ingat dirinya sedang berada di mana, yang pasti bukan lagi di dalam kotak persegi dengan dinding berlapis foam kemarin. Jujur Tiva masih trauma jika harus kembali disuruh tinggal di tempat seperti itu lagi. Meskipun berada di tempat antah-berantah tapi ini tetap ribuan kali lebih baik dari tempat tinggalnya hampir sebulan kemarin.Tiva juga langsung ingat jika semalam mungkin dirinya tertidur dengan sendirinya setelah menunggu bang Nathan yang tidak juga kunjung kembali meski janjinya hanya untuk keluar sebentar. Tiva baru bangkit dari tempat tidur dan masih duduk di atas ranjang ketika melihat bang Nathan yang ternyata sedang tertidur di sova. Seketika Tiva merasa lega dan tersenyum menyentu
Hari masih pagi ketika Tiva melihat bang Nathan sudah berpakaian prajurit lengkap dan sedang membongkar beberapa jenis senjata api. Ada beberapa tipe peluru yang dia pisahkan di atas meja."Apa kau akan menembak?" tanya Tiva yang tiba-tiba agak khawatir."Aku hanya akan menggantikan tugas Jack selama ada di sini. Jack masih dalam misi penyelamatan dan tugasnya sebagai instruktur menembak untuk sementara akan aku gantikan."Kadang Tiva masih sering lupa jika bang Nathan adalah seorang prajurit. Karena memang baru kali ini juga Tiva melihat bang Nathan berpakaian prajurit lengkap dan terlihat sangat berbeda. Tidak ada yang salah dengan pakaiannya semuanya pas dan melekat sempurna di tubuhnya yang tegap dan tampan. Tiva hanya memperhatikan papan nama yang tertera di dadanya. Tentu b
Setiap kali hanya ditinggal sendirian Tiva suka duduk di dekat jendela, dia suka memandang hamparan salju dan barisan gunung-gunung es abadi yang melintang sejauh mata memandang. Tiva juga suka melihat sisa bunga salju yang menempel di kaca setelah badai, kadang ia berpura-pura bisa menyentuhnya sambil mengetuk kaca. Tiva memang hanya bisa memandangi hamparan salju dari dalam jendela karena setelah sekian lama ternyata dia tetap tidak bisa terbiasa dengan hawa dingin di tempat ini. Pernah bang Nathan coba mengajaknya keluar dan ternyata kulit Tiva langsung seperti ruam-ruam bahkan sampai mimisan selama dua hari. Jadilah sejak saat itu Tiva sudah tidak pernah diijinkan lagi untuk keluar kamar. Waktunya lebih sering ia habiskan sendirian karena bang Nathan ternyata juga memiliki banyak kesibukan dengan berbagai tanggungjawabnya, namun demikian dia akan tetap disiplin menemaninya di setiap jam makan.
Belakangan ini bang Nathan tidak hanya menemani Tiva makan dan tidur tapi juga menemaninya mandi. Tiva suka diperlakukan dengan lembut dan akan mengijinkan tubuhnya disentuh asal jangan terlalu terburu-buru. Tiva suka membiarkan pria itu mencumbunya di bawah guyuran shower karena Tiva juga sedang suka menjadi basah.Kali ini bang Nathan melepas kaos basahnya lebih dulu dan asal melemparnya kelantai. Sepertinya dia juga bisa ikut gerah meskipun tubuhnya sedang diguyur air deras. Pakaian Tiva yang selalu kebesaran membuat pria itu mudah menurunkannya dari sisi manapun. Nathan menggulung sweater Tiva dari bawah untuk memperlihatkan perutnya yang bulat sempurna. Nathan suka melihatnya karena rasanya ajaib tiap kali memikirkan ada benihnya yang sedang tumbuh di tubuh gadis itu. Nathan segera berjongkok untuk menciumi Tiva di sana.
"Bagaimana kita bisa menikah? " tanya Tiva meskipun rasanya masih agak aneh jika harus membayangkan dirinya akan menikah dengan bang Nathan."Jack sudah berjanji akan membantuku.""Jack?" ulang Tiva karena bang Nathan memang sudah sering kali menyebutkan namanya tapi Tiva belum pernah bertemu dengannya sama sekali."Ya, tapi aku harus membawamu kabur dari tempat ini dan jangan sampai Jane tahu.""Bagaimana caranya?""Aku sudah mendapatkan ijin terbang untuk membawamu."Jadi Nathan sudah menyusun siasat dengan bantuan Eric. Nathan akan terbang mengunakan nama Jane untuk membawa Tiva dan Eric yang nantinya yang akan kembali, dengan be
"Kau sudah bangun?"Sebenarnya Tiva sudah bangun dari tadi bang Nathan saja yang baru sadar karena semalam dia memang tidur menjelang pagi. Terlalu banyak yang sedang pria itu pikirkan, karena membawa Tiva seperti ini benar-benar bukan perkara sederhana. Nathan harus sangat hati-hati karena terlalu banyak yang menginginkan mereka.Mulai sekarang Nathan harus menjaga Tiva seorang diri. Sementara tidak ada tempat di muka bumi ini yang benar-benar aman untuk mereka. Tidak masalah bagi Nathan tapi Tiva sangat lemah dan juga sedang mengandung anaknya. Nathan tidak bisa sembarangan membawa wanita hamil karena terlalu beresiko dalam perjalanan dan sementara ini mereka belum bisa menetap. Nathan sudah menyamarkan semua data termasuk transaksi rekening perbankan mereka yang selalu ia acak. Meski demikian bukanya mereka bisa aman karena itu Natha