Semua orangnya Adam sudah mencari kesegala penjuru sungai dan jembatan, sampai ada yang menyelam ke sungai tepat di bawah jembatan untuk mencari Bagas, siapa tahu mobil dan Bagas tenggelam di sungai, namun tetap nihil. Adam menghela napas panjang tangannya mengepal meninju tiang jembatan, mengumpulkan semua orang - orangnya untuk tetap mencari di sepanjang sungai. Adam menerima panggilan telepon dari orangnya yang di minta untuk mencari soal mobil Bagas.
"Tuan, kami sudah mencari ke tempat para penadah tapi tidak ada transaksi mobil empat hari ini, seperti yang dipergunakan Tuan besar, untuk bengkel belum kami telusuri, karena kami masih fokuskan ke pencarian para penadah di Jakarta dan luar Jakarta."
"Ok, kalian terus cari dan secepat mungkin laporkan ke saya."
"Siap Tuan."
Setelah menerima telepon, Adam melihat arlojinya, sudah menunjukan pukul empat sehingga ia bergegas masuk ke dalam mobil mininggalkan orang - orangnya yang masih sibuk mencari keberad
"Kamu kenapa!? bukannya prihatin dengan kondisi Adelia saat ini. Itu pintu tutup lagi, nggak enak kalau dilihat orang," ucap Cindy yang kesal melihat sikap Sinta.Sinta membalikan badannya dan menutup pintu, lalu dengan langkah cepat duduk disebelah Adelia."Sorry, karena begitu senangnya jadi begini." Sinta mengatur napasnya yang terengah - engah."Kamu senang melihat teman kita akan menikah dengan orang macam Tony!" Cindy tetap berbicara ketus kepada Sinta, yang ia pikir tidak punya rasa empati terhadap Adelia yang kini sedang benar - benar frustasi."Apaan sih, ngomong begitu, makanya dengar dulu, jangan asal nyeplos aja, sabar dong, aku ngatur napas dulu, bayangin lari dari depan sampai sini emang nggak engap.""Bukan asal nyeplos, tapi kan kamu tahu sendiri kalau Adelia itu sedang tidak baik - baik saja, emang ada apa sih sampai kamu sesenang ini?" tanya Cindy menatap tajam kearah Sinta yang sedang mengeluarkan ponselnya.Sinta tidak me
Adelia melangkah menuju kamar Danu, namun Danu tidak berada di kamarnya, lalu Adelia ke ruang depan, telihat Danu sedang mengobrol dengan salah seorang pengurus acara pernikahan."Yah, Adelia ingin berbicara sesuatu?" ucapnya pelan kepada Danu."Ada apa sayang? Adel mengapa belum make up? satu jam lagi acara akan di mulai, Tony juga sedang dalam perjalanan," ucap Danu."Yah, sebentar saja, Adel ingin mengatakan suatu hal yang penting.""Ya sudah katakan saja, ada apa? Ayah sedang sibuk.""Tidak bisa disini Yah.""Masalah apa memangnya? ya sudah kamu tunggu dulu di kamar, ada ibu juga sedang make up, sekalian kamu make up, nanti Ayah ke kamar, setelah ini selesai.""Sekarang Yah..." bujuk Adelia, karena kalau dinanti - nanti, Adelia takut Tony keburu datang dan ia tidak akan sempat mengatakan semuanya, karena Ayahnya pasti akan sibuk mengurus hal lainnya."Ada apa sih, Del, ini Ayah belum selesai, penting sekali apa?""Pe
"Bangunlah Sayang, sini peluk Ayah," ucap Danu seraya mengulurkan kedua tangannya kepada Adelia.Adelia meraih kedua tangan Danu, bangkit dari posisinya, menangis dalam pelukan Danu dengan sejadi - jadinya, Danu membelai rambut Adelia penuh kasih sayang."Adel, maafkan Ayah, Ayah tidak akan memaksamu lagi untuk menikah dengan Tony, tolong jelaskan soal Bagas kepada Ayah, apakah dia laki - laki yang baik dan mencintaimu?" Seraya melepaskan pelukan dan menyeka air mata Adelia, menatapnya penuh kasih sayang."Benarkah Ayah akan membatalkan pernikahan ini? maafin Adel Yah, Ayah pasti akan malu, Bagas orang baik Yah, Adel yakin karena sudah sangat mengenal Bagas.""Tidak apa - apa Sayang, bagi Ayah yang terpenting adalah kebahagian Adel, putri Ayah tercinta, awalnya Ayah mengira kalau Adel akan bahagia dengan Tony, tapi Ayah sudah salah, karena itu hanyalah perkiraan seorang Ayah, tanpa bertanya kepada Adelia, kalau memang Adel mencintai Bagas, kejar cintamu N
Kaila yang melihat Tony berteriak - teriak memanggil nama Adelia, dan masuk ke kamar - kamar, membuatnya menggelengkan kepalanya dan menundukan kepala, merasa malu, meminta maaf kepada Ibunya Adelia. Dengan langkah cepat Kaila menyusul Tony."Bang, cukup! jangan seperti preman, ini rumah orang, jelaskan ada apa sebenarnya? Om Danu memang bicara apa sampai Abang bersikap memalukan seperti ini?" ucap Kaila yang menarik tangan Tony dan mencoba menenangkan Tony untuk jangan bertindak di luar batas."Abang nggak terima, enak saja mereka membatalkan pernikahan ini secara sepihak, mereka pikir Abang apa? Kaila nggak usah ikut campur, Abang akan seret Adelia untuk melaksanakan Akad nikah.""Istigfar Bang, tolong Abang jangan pakai emosi, mungkin ada alasan mereka membatalkan pernikahan ini, dari awal Kaila sudah bilang sama Abang, lebih baik Abang jangan memaksa Om Danu untuk menikahkan Adelia dengan Abang, walau Kaila juga kesal mengapa mereka bersikap seperti ini kepa
Hasan langsung duduk di sebelah Bagas, mengeluarkan ponselnya, membuka sosial media, menunjukan foto yang terpampang jelas di layar ponsel."Abang ini yang sedang di cari oleh Adam Saseno, katanya, 'Bagi siapa saja yang melihat pemuda dalam foto ini, segera hubungi nomor ini, dan akan mendapatkan hadiah'. Karena saya penasaran sebenarnya siapa pemuda dalam foto tersebut, ditakutkan penjahat, maaf ya Bang, akhirnya saya cari informasi lewat sosial media, ternyata pemuda tersebut adalah Bagas Ivander, pemilik The Holding Company Ivander dan pemilik beberapa hotel di berbagai kota," ucap Hasan, dan kembali menatap wajah Bagas lekat - lekat mencoba mencocokan dengan foto di ponselnya."Apa benar yang dikatakan oleh Hasan?" tanya Supri, antara percaya tidak percaya, pasalnya Bagas masih muda, tapi memiliki perusahaan besar dan hotel dimana - mana.Bagas tersenyum ramah dan menjawab pertanyaan Supri. "Benar Pak, saya Bagas Ivander.""Ya Allah, mimpi apa saya se
Adam sudah tiba di lokasi bersama 15 pengawal keluarga Ivander yang tersebar di Jakarta, 8 mobil di parkir di lapangan yang tidak jauh dari rumah Supri, mereka berjalan kaki menuju rumah Supri, dengan langkah kaki yang cepat, banyak orang - orang sekitar yang memperhatikan, karena baru kali ini pemukimannya kedatangan orang - orang berpakaian rapi, sebagian orang saling berkomentar dengan rekannya tentang kedatangan mereka, yang mungkin dari perusahaan besar yang akan memberi bantuan subsidi, sebagain orang juga beranggapan itu dari pemerintahan, namun ada juga yang berkomentar miring, kemungkinan dari pengusaha yang akan menggusur mereka dan membangun apartemen atau pusat pembelanjaan. Setibanya di rumah Supri, sesuai titik akurat maps di ponselnya, Adam mengetuk pintu rumah. Keluar seorang pria paruh baya, yang tiada lain adalah Supri, mimik wajahnya terlihat kaget, karena rumahnya kedatangan begitu banyak orang, membuatnya malah terpaku membisu. "Selamat sore Pak,
Adelia beserta kedua temannya sudah berada di rumah Bagas, beristirahat sejenak di dalam kamar tamu yang sudah di siapkan Saripah.Adelia merogoh saku celananya, menghubungi Ayahnya, untuk memberitahukan kalau dirinya sekarang berada di rumah Bagas, sekaligus menanyakan kabar Ayah dan Ibunya setelah acara pembatalan pernikahan, Adelia takut Tony melakukan tindakan kasar kepada Ayahnya. Danu menjelaskan kalau semuanya sudah beres dan bisa ditangangi dengan lancar, Danu juga menanyakan kepada Adelia soal hilangnya Bagas, Danu mengatakan kepada Adelia kalau dirinya tahu dari Adam yang sudah datang berkunjung ke rumah, Danu hanya menitip salam untuk Bagas melalui Adelia, sekali lagi Adelia mengucapkan terima kasih kepada Ayahnya karena sudah memberinya pilihan untuk hidupnya. Setelah telepon di tutup, Adelia bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya, ia ingin tampil terlihat cantik dan anggun di depan Bagas, karena Adelia sudah mendapat kabar kalau Bagas sedang dalam
"Nah itu dia, bukunya ada di mobil yang aku pakai waktu itu, saat aku dalam keadaan terluka di dalam mobil dan Tony beserta temannya keluar dari mobil, dalam keadaan menahan sakit yang luar biasa, aku berusaha menyembunyikan buku itu di bawah tempat duduk, jadi mobil itu harus di temukan, aku akan menyuruh orang - orangku untuk cari mobil itu, bagaimana pun caranya." "Kamu pasti kesakitan banget ya, Sayang, aku nggak bisa membayangkan semua itu. terima kasih, sudah bertahan untuk kembali pulih." Adelia memeluk Bagas, matanya berembun. "Maafkan aku, kamu sampai terluka karena demi menjagaku dan keluargaku." "Alhamdulillah, aku juga bersyukur Allah SWT masih memberiku umur panjang, sehingga aku bisa bertemu bidadari hatiku. Allah SWT membantuku melalui Pak Supri, makanya aku berhutang nyawa kepadanya. Pak Supri dan Beni menemukanku di sungai, membawaku ke rumahnya, mengobati luka - luka di sekejur badanku dan tusukan pisau di bagian perut, ia merawatku sampai pulih, me
“Adelia, kamu marah sama aku?” tanya Bagas menatap Adelia yang sedang sibuk dengan ponselnya.“Enggak,” ucap Adelia singkat, tanpa menatap Bagas.“Kita baru saja baikan, masa harus berjarak lagi, sini duduknya, dekat aku.”“Iya nanti,” tetap menunduk fokus dengan ponselnya.Cindy hanya menggelengkan kepala, melihat Adelia yang sebenarnya jelas ketara kalau sedang cemburu gara – gara tamu wanita yang sebenarnya tidak perlu di besar – besarkan masalahnya, karena Bagas sudah dengan tegas menolak kehadiran mereka.Sinta berjalan dengan perlahan menuju ruang tamu, di ikuti tamu yang bukannya di suruh pergi namun di bawa masuk oleh Sinta. Bagas menatap kearah tamu, bibirnya mengulas senyum, baru saja akan membuka mulutnya untuk menyapa mereka, salah satu dari tamu memberi isyarat menempelkan jari telunjuknya ke bibir, sebagai tanda untuk jangan bersuara, begitu juga Cindy untuk jangan bersuara dan tetap tenang seperti sebelumnya. Salah satu tamu wanita menyapa Bagas dengan sedikit manja.“
Adam sudah berada di kamar Bagas, memapah Bagas duduk di kursi ruang tamu kamar. Adam duduk di depan Bagas mendengarkan dengan wajah serius.“Om, saya belum memberitahu Adelia tentang si pengemudi tersebut, saya hanya takut perkataan saya akan membuat Adelia merasa tidak nyaman, bahwa orang itu adalah Angga, mantan tunangannya, saya baru berbaikan sama Adelia, tidak ingin merusak suasana hatinya, Om belum memberitahu Adelia, kan?”“Selamat Tuan Muda, saya sangat senang mendengar Tuan muda dan Adelia sudah berbaikan. Saya belum bertemu dengan Adelia, setelah mengurus Angga dengan pihak yang berwajib, saya langsung menemui Tuan Muda.”“Syukurlah kalau Adelia belum tahu, saya takut Adelia salah paham harus tahu dari Om dan bukan dari saya, yang jelas – jelas tadi kita berbicara di telepon, Adelia juga pasti menyadari kejanggalan tatapan saya tadi, hanya saja mencoba percaya dengan apa yang saya katakan, seperti tidak ingin merusak suasana hati saya. Saya yang akan memberitahukan langsung
Setibanya di kamar hotel. Syamsul menurunkan Bagas dengan hati – hati untuk berbaring di kasur. Adelia dengan sigap segera mengambil air hangat dan lap kering, membasuh luka – luka Bagas dengan perlahan. Tidak berapa lama Dokter Anwar sudah tiba di kamar Bagas dan segera memeriksa luka – luka Bagas, serta memberikan obat Pereda sakit. setelah selesai mengobati luka – luka Bagas, Dokter Anwar pamit untuk pulang, diantar Syamsul sampai ambang pintu.“Lebih baik kamu istirahat dan minum obatnya, biar nggak demam, aku balik ke ruanganku lagi, ya?” tukas Syamsul.“Terima kasih, Syam.”“Iya, lekas sembuh. nanti aku ke sini lagi sama Heni dan Winda, sekalian nginep nemenin kamu.”"Iya."Syamsul pamit kepada Adelia, Sinta dan Cindy, segera meninggalkan kamar Bagas menuju ruangan kerjanya.“Del, ayo balik kamar, Bagas butuh istirahat,” ucap Sinta.“Kalian balik saja duluan, aku masih ingin disini,” tukas Adelia.Sinta dan Cindy saling tatap, mendengar ucapan Adelia. Cindy memberi kode dalam is
Bagas menghelas napas Panjang dan menghembuskannya perlahan, diletakannya kembali es milo disebelahnya. Membuka kedua tangannya, merasakan tetesan air hujan yang turun perlahan di kedua telapak tangannya, pandangan matanya lurus kedepan, bibirnya tersenyum dalam kesedihan.Sementara di kafe tempat Adelia bersama kedua temannya tidak ada lagi perbincangan, ketiganya saling membisu, seakan larut dalam alunan musik yang mengiringi rintik hujan, gemericiknya seakan menyatu dalam suasana saat itu. Mata cindy tidak sengaja beberapa kali memergoki Adelia yang menengok terus ke arloji.“Adelia, temui saja Bagas,” ucap Cindy.“Maksudnya?”“Del, aku sudah mengenal kamu sangat lama, aku tahu saat ini kamu sedang gelisah. Sudahlah, Del jangan ikuti ego kamu, jangan sampai semuanya terlambat kamu mengerti dan pada akhirnya kamu yang akan menyesal.”“Aku masih belum menemukan jawaban dari keinginanku sendiri, pastinya Bagas juga sudah pergi. Di luar hujan, nggak mungkin dia terus menunggu kedatanga
Mentari pagi bersinar sangat terang, menyinari bumi yang basah akibat hujan semalam. Adelia bersama kedua sahabatnya sudah duduk santai di warung seberang hotel, menikmati sarapan ditemani secangkir es milo racikan si pemilik warung yang nikmatnya tiada duanya, bagi mereka.Mereka membahas prihal ACSMart yang akan membuka cabang lagi di Surabaya, setidaknya ada Reni dan Susi yang bisa di singgahi dan diajak kumpul – kumpul di kala kunjungannya nanti. Rencananya minggu depan mereka akan terbang ke Surabaya, mencari lokasi yang cocok dengan usaha mereka. Mereka bertiga memang berencana dari jaman dulu, membuka usaha bersama. Mendirikan usaha di berbagai kota, agar mereka bisa sekalian traveling juga.“Cin, untuk lokasinya, kita minta bantuan Susi atau Reni saja, mereka lebih hapal daerah sana. Tempat yang ramai tapi belum terlalu banyak pesaing dalam usaha kita,” ucap Adelia.“Boleh, tuh. By the way. Susi dan Reni pada kemana, ya? Aku kirim pesan belum di balas.”“masih tidur, kayaknya!
Adelia sudah berada di dalam kamar hotel, menyimpan sebuket bunga di meja sebelah televisi, diraihnya secarik kertas yang menyelip di tengah – tengah hiasan bunga.Adelia berjalan menuju kursi, duduk dengan menyilangkan kakinya, perlahan tanganya membuka secarik kertas tersebut.***Tahukah kamu…hari – hari yang kulalui, ‘Kesedihan dan kehampaan’.Tahukah kamu…berapa berat waktu yang kulalui, ‘Rindu dalam diam’.Tahukah kamu…Kesedihan, Kehampaan, dan Rindu, mengikat hatiku dalam namamu, ‘Adelia Maheswari’.Betapa bodohnya aku, mengatakan semua ini setelah menyakitimu sangat dalam.Aku datang bukan untuk memintamu memahamiku, tentang betapa rapuhnya aku tanpamu,Tapi, untuk cinta dan masa depan kita,Karena aku datang bukan untuk pergi, ingin menetap selamanya, sebagai rumah yang nyaman.Dan aku tahu, cinta tidak bisa dipaksa, begitu juga hatimu.Aku Tunggu di tempat pertama kali kita bertemu, di waktu yang sama.Entah menjadi saksi bisu yang sama atau saksi bisu tentang luka untukku.
Malam kian beranjak, hanya suara rintik hujan yang menemani kesunyian. Bagas memandang langit dari balkon kamarnya, tiada bintang, terselimut awan hitam pekat. Bagas begitu mendambakan kehadiran sosok Adelia, hatinya pilu membaur bersama kerinduan yang kerap menyelimuti setiap detak napasnya, mengalun dalam irama tak betepi, begitu dekat namun seakan jauh, karena Adelia seakan menutup jalan untuknya.Beberapa kali Bagas melihat layar ponselnya, pesan yang dari siang ia kirim kepada Adelia tiada kunjung balasan, hidupnya seakan terasa hampa.Bagas melangkah masuk ke dalam, duduk menghadap televisi yang terpampang lebar, pandangannya terus menatap layar televisi, dalam batinnya, ‘Hitam pekat membentang, seperti rusak tidak bergambar, hanya memantulkan sosok yang menatapnya’. Bagas terdiam seketika, seakan sedang berpikir dengan ucapannya.Wajahnya yang suram kembali tersenyum, batinnya kembali berkecamuk, ‘Bodohnya aku, sampai harus menyerah begitu saja, hanya karena sikap Adelia yang c
Setelah hampir tiga jam berada di rumah Heni, mereka berlima segera pamit untuk pulang. Danu sudah menghubungi Adelia, dikarenakan akan segera kembali ke Jakarta.Setibanya di hotel. Danu sudah menunggu Adelia di lobi hotel, dengan pakaian rapi, menenteng koper kecil di tangan kirinya.“Adelia, Ayah harus segera pulang. Ayah akan menghadiri rapat tentang hasil kontrak kerja baru dengan perusahaan Ivander Group yang sudah di Acc, sekaligus menyusun anggaran dan rancangan kerja bersama para staf Ayah. Adelia pulang bersama Sinta dan Cindy, ya? Atau mau beberapa hari di sini juga Ayah tidak keberatan, nanti Ayah yang bicara sama Ibu. Ayah juga sudah berbicara dengan Bagas, soal kamar yang kamu tempati, apabila kamu masih ingin di sini.”“Soal kamar, Adel bisa cek-in sekarang, tidak enak sama Bagas harus menginap gratis sampai beberapa hari.”“Bagas tidak keberatan! Kamu nggak usah mempermasalhkannya. Jangan menolak kebaikan seseorang. Nikmati saja waktumu, setelah melalui hal tidak menge
Bagas sudah berada di kamar hotel. Merebahkan badannya yang terasa lelah, matanya terus menatap foto Adelia di ponselnya. Satu notif pesan masuk, tertera nama Cindy. Bagas segera membuka pesan tersebut, dengan cepat membalas pesan Cindy. Bagas memandang langit – langit kamar hotel, bibirnya mengulas senyum ceria. Berguman lirih, ‘Setidaknya orang – orang yang dulu membenciku, kini mau mendukungku untuk kembali kepadamu, Adelia Maheswari. Semoga kamu bersedia membuka jalan untukku, menuju hatimu, aku janji, tidak akan membuatmu menangis lagi’. Perlahan mata Bagas mulai meredup dan melabuhkan diri dalam peraduan mimpi.Keesokan harinya, tepat pukul delapan pagi. Bagas bergegas menuju taman belakang hotel untuk menemui Cindy dan Sinta.“Maaf, sudah menunggu,” ucap Bagas yang masih ngos – ngosan mengatur napasnya, setelah berlari menuju taman belakang.“Santai saja, kita juga sambil menikmati udara pagi,” tukas Sinta.“Kalian sudah sarapan?” tanya Bagas.“Belum.” Sinta dan Cindy menjawab