Sementara Syamsul, yang kini sudah berada di ruangan Ali, sedang berdiri menunggu dengan fikiran yang bercabang kemana - mana, melihat Ali sedang sibuk dengan laptopnya, wajahnya sangat serius, sehingga membuat ketegangan menyelimuti Syamsul, ia hanya takut panggilan Ali saat ini memberinya surat peringatan (SP) atau malah pemecatan dirinya. Dalam batin Syamsul. 'Ya Allah, semoga bukan hal buruk yang akan di sampaikan Pak Ali, kalau iya aku di kasih surat peringatan (SP) atau di pecat, gimana nanti ibuku yang masih perlu pengobatan, di tambah hutang sama Bagas, baru pinjam banget, kalau aku di pecat gimana bayarnya, Ya Allah Ya Rabb, tolong Syamsul.'
"Sebentar ya Syam, kamu duduk saja, jangan berdiri terus, saya selesaiin kerjaan dulu, soalnya pengganti saya akan datang hari ini," ucap Ali yang kembali menatap layar laptopnya.
"Baik Pak."
Setelah sepuluh menit Syamsul menunggu. Akhirnya Ali menutup laptopnya, meraih sebuah amplop putih dari laci mejanya, melangk
Adelia tersenyum ramah mendengar pertanyaan Winda, sebelum akhirnya ia menjawab apa yang menjadi keraguan Winda dan yang lainnya, ia menatap Bagas, seakan meminta persetujuan Bagas untuk Adelia memberitahukan statusnya dengan Bagas, karena Adelia takut salah bicara. Bagas menganggukan kepalanya sebagai isyarat, bahwa, apa yang ingin Adelia sampaikan kepada teman - temannya, untuk di sampaikan saja."Syamsul, Winda dan Heni, mungkin kalian bertanya - tanya soal aku dan juga Bagas, apa benar kita pacaran, aku mewakili Bagas akan menjawab keraguan kalian, kalau kita memang pacaran dan aku serius kepada Bagas, bukan ingin main - main, bukankah cinta tak pernah memandang status seseorang, aku Adelia tulus kepada Bagas dan doakan kami agar kami sampai jenjang pernikahan." Adelia menjawab keraguan teman - teman Bagas dengan mantap dan tegas, terutama pertanyaan Winda yang kesannya menganggap Adelia seperti main - main kepada Bagas.Adelia tidak menyalahkan sikap teman - teman
Sementara Adelia yang terus berlari menuju room-nya, di kejar oleh Bagas, karena Bagas berlari cukup kencang, akhirnya bisa menyusul Adelia. "Adelia, tunggu!" teriak Bagas yang kini hanya beberapa langkah dari posisi Adelia. Adelia tidak menghiraukan panggilan Bagas, ia terus melangkah dengan cepat dan masuk ke dalam room. Bagas menghentikan langkahnya, tidak mungkin ia harus menggedor pintu dan memanggil Adelia untuk menemuinya, yang ada semua tamu akan keluar room dan menonton aksi konyol Bagas, sehingga Bagas menghentikan langkahnya, berdiri mengatur napasnya yang terengah - engah. Cindy yang ikut menyusul Adelia berjalan melewati Bagas, Bagas berusaha menghentikannya. "Cindy, tunggu! bisakah kamu bujuk Adelia untuk keluar, ini salah paham, semuanya tidak benar, tidak seperti yang kalian fikirkan." "Lalu yang benar seperti apa? jelas - jelas kamu sedang berduaan dengan Kaila dan berpegangan tangan saling menatap satu sama lain, bukan hanya Adelia y
Syamsul yang sudah selesai makan, membungkus kembali sisa makanan yang belum habis, dimasukan ke dalam kantong plastik, dan menyedot minumannya."Kamu ada masalah sama Adelia? apakah Adelia membuatmu kesal atau dia macam - macam?""Saya yang sudah membuat dia kesal dan mungkin terluka, tapi serius saya tidak bermaksud menyakitinya, itu semua hanya salah paham.""Kalau salah paham, ya kamu jelaskan kepadanya, jangan malah pasrah dan sibuk dengan pikiran sendiri, karena semua itu nggak akan selesai kalau hanya di pikirkan, temui dia secepatnya, jangan terlalu lama membuatnya dalam situasi tidak enak.""Saya sudah mencoba menemuinya, tapi dia sudah tidak mau menemuiku lagi, mungkin sudah benci kali.""Emang apa sih masalahnya, sampai semarah itu Adelia sama kamu, Bro?""Panjang kalau diceritakan, intinya Adelia menyangka saya masih punya hati kepada mantan, secara nggak sengaja dia melihat saya sedang berdua dengan mantan saya, tapi itu bukan s
"Tunggu Bang!" teriak Kaila dari dalam, mencoba menghentikan Tony yang akan menutup pintu.Tony mengerutkan dahinya, memasang wajah serius, menatap Kaila dengan sedikit kesal, karena Tony sudah berulang kali melarang Kaila untuk jangan dekat - dekat dengan orang miskin, namun Tony tidak bisa bersikap kasar kepada Kaila, baik ucapan ataupun sikap, karena Tony sangat menyanyangi Kaila."Kaila, apa maksudmu? menahan Abang untuk menutup pintu.""Bang, ijinkan Kaila untuk berbicara dengan Bagas, sekali ini saja." Wajah Kaila terlihat memelas."Kaila Abang tidak suka kalau Kaila berteman dengan orang miskin, ingat kata ayah, pertemanan itu mempengaruhi sosial kita, Abang harap Kaila ngerti."Kaila menoleh ke arah Bagas dan meminta Bagas untuk menunggunya di luar, Kaila akan berbicara dengan Tony terlebih dahulu, Kaila sangat hapal watak Tony, kalau terus dipaksa, pasti Tony akan marah besar dan membuat keributan dengan Bagas, Kaila tidak mau itu sa
Saat Adelia mengendarai mobilnya menuju kosan Bagas, matanya menangkap sosok Bagas yang sedang duduk menatap ke arah pemandangan yang berada di sisi jalan, duduk membelakangi jalan, Adelia menghentikan laju mobilnya, memarkirkan ke pinggir jalan, lalu turun dari mobil dan berlari menghampiri Bagas, Bagas sendiri tidak tahu kalau Adelia kini berada di belakangnya, ia seakan sedang melamun dengan pandangan mata melihat pemandangan di depannya."Sayang..." sapa Adelia terdengar lirih menyapa Bagas.Bagas meneolehkan kepalanya, betapa terkejutnya ia, karena Adelia berdiri di belakangnya, Bagas langsung berdiri dan menghadap ke arah Adelia. Adelia langsung memeluk Bagas dan menangis didada bidang Bagas, seakan tangisannya begitu memilukan, Bagas membalas pelukan Adelia dan membelai mesra rambut Adelia, lalu jemarinya memegang dagu Adelia sehingga mereka saling menatap, mata Adelia terlihat basah, jemari Bagas menyekanya dengan lembut."Kamu kenapa? datang - datang me
Bagas hanya tersenyum dan membelai rambut Adelia. "Tidak apa - apa, biar aku yang mengganti kerugiannya, untuk tas dan sepatu yang berserakan kita beli semua, kita bagi saja kepada pegawai disini, itung - itung permintaan maaf karena sudah membuat kekacauan, nanti sekalian beli untuk kamu, Cindy, Sinta, Heni dan adiknya Syamsul, tolong di pilihkan, kamu yang lebih paham soal model cewek.""Are you sure? ini tidak sedikit Sayang, Kamu baik sekali, padahal kamu bisa saja melaporkan Tony, Tony sesombong itu karena tidak tahu kamu yang sebenarnya, kamu bisa saja membawa masalah ini ke ranah hukum, tapi kamu memilih mengalah dan mengabaikan semua tindakan Tony yang aku pikir sudah kelewat batas.""Iya Sayang, Biar saja, kita tidak usah samanya, lagian aku paling nggak suka dengan keributan, apalagi berkaitan dengan cewek yang aku cinta, aku tidak ingin kamu kenapa - kenapa, karena Tony masih punya kartu AS kamu, yaitu ayahmu, ya sudah aku mau ke pemilik butik dulu sekalian
"Mau ngapain Tony! biarin aja jangan di buka, aku males ladeninnya," ucap Adelia.Cindy kembali duduk karena Adelia tidak mau menemui Tony. Ponsel Adelia berdering, tertera nama Tony di layar ponselnya, berulang kali menelpon namun Adelia abaikan, malah ponselnya ia posisikan terbalik, panggilan masuk nada bergetar, karena kalau ia matikan takutnya Bagas yang menghubunginya atau si bapak yang punya tanah, karena hari ini memang pengesahannya, untuk perijinannya sudah di legalkan. Ponsel sudah tidak beegetar lagi, Adelia meraih ponselnya dan melihat hampir lima belas panggilan tak terjawab dan sepuluh pesan masuk, tanpa ia baca langsung ia hapus, lalu menyimpan kembali ponselnya ke meja."Aku mau tidur dulu ya guys, badan lelah sekali dan mata sudah nggak kuat lama - lama terjaga, nanti siang tolong bangunkan, kita langsung ke tempat si bapak pemilik tanah." Adelia melangkah menuju ranjang."Oke, istirahat saja, kalau Tony sampai ketuk pintu lagi kita abaikan saj
"Maaf bukan begitu maksud saya, sekali lagi maafkan saya, kalau saya lancang, tapi sebagai manager room service, saya kira saya wajib tahu juga, untuk menghimbau pegawai lainnya agar bisa lebih berhati - hati dalam sikap dan tutur kata, tidak ceroboh seperti Bagas.""Dia tamu VIP namanya Tony Harsen, tamu tetap hotel, itulah kenapa saya ingin Bagas lebih baik dipecat saja, itu juga setelah saya berpikir panjang, hotel sangat mengutamakan kenyamanan tamu, apalagi tamu tetap, saya tidak ingin hotel kita di cap jelek, karena memiliki pegawai yang memiliki kinerja buruk dalam pelayanan kepada tamu.""Iya Pak, kalau begitu saya permisi, untuk mengurus surat pengajuan pemecatan Bagas, mari Pak?" Sandi melangkah keluar ruangan Raymond.Setelah di ruangannya, Sandi menelpon Ali sesuai himbauan Raymond, karena bagaimnapun Sandi tidak mau harus memecat pegawainya, hanya karena aduan sepihak, walau dirinya merasa bingung juga kalau tidak menjalankan perintah Raymond pasti
“Adelia, kamu marah sama aku?” tanya Bagas menatap Adelia yang sedang sibuk dengan ponselnya.“Enggak,” ucap Adelia singkat, tanpa menatap Bagas.“Kita baru saja baikan, masa harus berjarak lagi, sini duduknya, dekat aku.”“Iya nanti,” tetap menunduk fokus dengan ponselnya.Cindy hanya menggelengkan kepala, melihat Adelia yang sebenarnya jelas ketara kalau sedang cemburu gara – gara tamu wanita yang sebenarnya tidak perlu di besar – besarkan masalahnya, karena Bagas sudah dengan tegas menolak kehadiran mereka.Sinta berjalan dengan perlahan menuju ruang tamu, di ikuti tamu yang bukannya di suruh pergi namun di bawa masuk oleh Sinta. Bagas menatap kearah tamu, bibirnya mengulas senyum, baru saja akan membuka mulutnya untuk menyapa mereka, salah satu dari tamu memberi isyarat menempelkan jari telunjuknya ke bibir, sebagai tanda untuk jangan bersuara, begitu juga Cindy untuk jangan bersuara dan tetap tenang seperti sebelumnya. Salah satu tamu wanita menyapa Bagas dengan sedikit manja.“
Adam sudah berada di kamar Bagas, memapah Bagas duduk di kursi ruang tamu kamar. Adam duduk di depan Bagas mendengarkan dengan wajah serius.“Om, saya belum memberitahu Adelia tentang si pengemudi tersebut, saya hanya takut perkataan saya akan membuat Adelia merasa tidak nyaman, bahwa orang itu adalah Angga, mantan tunangannya, saya baru berbaikan sama Adelia, tidak ingin merusak suasana hatinya, Om belum memberitahu Adelia, kan?”“Selamat Tuan Muda, saya sangat senang mendengar Tuan muda dan Adelia sudah berbaikan. Saya belum bertemu dengan Adelia, setelah mengurus Angga dengan pihak yang berwajib, saya langsung menemui Tuan Muda.”“Syukurlah kalau Adelia belum tahu, saya takut Adelia salah paham harus tahu dari Om dan bukan dari saya, yang jelas – jelas tadi kita berbicara di telepon, Adelia juga pasti menyadari kejanggalan tatapan saya tadi, hanya saja mencoba percaya dengan apa yang saya katakan, seperti tidak ingin merusak suasana hati saya. Saya yang akan memberitahukan langsung
Setibanya di kamar hotel. Syamsul menurunkan Bagas dengan hati – hati untuk berbaring di kasur. Adelia dengan sigap segera mengambil air hangat dan lap kering, membasuh luka – luka Bagas dengan perlahan. Tidak berapa lama Dokter Anwar sudah tiba di kamar Bagas dan segera memeriksa luka – luka Bagas, serta memberikan obat Pereda sakit. setelah selesai mengobati luka – luka Bagas, Dokter Anwar pamit untuk pulang, diantar Syamsul sampai ambang pintu.“Lebih baik kamu istirahat dan minum obatnya, biar nggak demam, aku balik ke ruanganku lagi, ya?” tukas Syamsul.“Terima kasih, Syam.”“Iya, lekas sembuh. nanti aku ke sini lagi sama Heni dan Winda, sekalian nginep nemenin kamu.”"Iya."Syamsul pamit kepada Adelia, Sinta dan Cindy, segera meninggalkan kamar Bagas menuju ruangan kerjanya.“Del, ayo balik kamar, Bagas butuh istirahat,” ucap Sinta.“Kalian balik saja duluan, aku masih ingin disini,” tukas Adelia.Sinta dan Cindy saling tatap, mendengar ucapan Adelia. Cindy memberi kode dalam is
Bagas menghelas napas Panjang dan menghembuskannya perlahan, diletakannya kembali es milo disebelahnya. Membuka kedua tangannya, merasakan tetesan air hujan yang turun perlahan di kedua telapak tangannya, pandangan matanya lurus kedepan, bibirnya tersenyum dalam kesedihan.Sementara di kafe tempat Adelia bersama kedua temannya tidak ada lagi perbincangan, ketiganya saling membisu, seakan larut dalam alunan musik yang mengiringi rintik hujan, gemericiknya seakan menyatu dalam suasana saat itu. Mata cindy tidak sengaja beberapa kali memergoki Adelia yang menengok terus ke arloji.“Adelia, temui saja Bagas,” ucap Cindy.“Maksudnya?”“Del, aku sudah mengenal kamu sangat lama, aku tahu saat ini kamu sedang gelisah. Sudahlah, Del jangan ikuti ego kamu, jangan sampai semuanya terlambat kamu mengerti dan pada akhirnya kamu yang akan menyesal.”“Aku masih belum menemukan jawaban dari keinginanku sendiri, pastinya Bagas juga sudah pergi. Di luar hujan, nggak mungkin dia terus menunggu kedatanga
Mentari pagi bersinar sangat terang, menyinari bumi yang basah akibat hujan semalam. Adelia bersama kedua sahabatnya sudah duduk santai di warung seberang hotel, menikmati sarapan ditemani secangkir es milo racikan si pemilik warung yang nikmatnya tiada duanya, bagi mereka.Mereka membahas prihal ACSMart yang akan membuka cabang lagi di Surabaya, setidaknya ada Reni dan Susi yang bisa di singgahi dan diajak kumpul – kumpul di kala kunjungannya nanti. Rencananya minggu depan mereka akan terbang ke Surabaya, mencari lokasi yang cocok dengan usaha mereka. Mereka bertiga memang berencana dari jaman dulu, membuka usaha bersama. Mendirikan usaha di berbagai kota, agar mereka bisa sekalian traveling juga.“Cin, untuk lokasinya, kita minta bantuan Susi atau Reni saja, mereka lebih hapal daerah sana. Tempat yang ramai tapi belum terlalu banyak pesaing dalam usaha kita,” ucap Adelia.“Boleh, tuh. By the way. Susi dan Reni pada kemana, ya? Aku kirim pesan belum di balas.”“masih tidur, kayaknya!
Adelia sudah berada di dalam kamar hotel, menyimpan sebuket bunga di meja sebelah televisi, diraihnya secarik kertas yang menyelip di tengah – tengah hiasan bunga.Adelia berjalan menuju kursi, duduk dengan menyilangkan kakinya, perlahan tanganya membuka secarik kertas tersebut.***Tahukah kamu…hari – hari yang kulalui, ‘Kesedihan dan kehampaan’.Tahukah kamu…berapa berat waktu yang kulalui, ‘Rindu dalam diam’.Tahukah kamu…Kesedihan, Kehampaan, dan Rindu, mengikat hatiku dalam namamu, ‘Adelia Maheswari’.Betapa bodohnya aku, mengatakan semua ini setelah menyakitimu sangat dalam.Aku datang bukan untuk memintamu memahamiku, tentang betapa rapuhnya aku tanpamu,Tapi, untuk cinta dan masa depan kita,Karena aku datang bukan untuk pergi, ingin menetap selamanya, sebagai rumah yang nyaman.Dan aku tahu, cinta tidak bisa dipaksa, begitu juga hatimu.Aku Tunggu di tempat pertama kali kita bertemu, di waktu yang sama.Entah menjadi saksi bisu yang sama atau saksi bisu tentang luka untukku.
Malam kian beranjak, hanya suara rintik hujan yang menemani kesunyian. Bagas memandang langit dari balkon kamarnya, tiada bintang, terselimut awan hitam pekat. Bagas begitu mendambakan kehadiran sosok Adelia, hatinya pilu membaur bersama kerinduan yang kerap menyelimuti setiap detak napasnya, mengalun dalam irama tak betepi, begitu dekat namun seakan jauh, karena Adelia seakan menutup jalan untuknya.Beberapa kali Bagas melihat layar ponselnya, pesan yang dari siang ia kirim kepada Adelia tiada kunjung balasan, hidupnya seakan terasa hampa.Bagas melangkah masuk ke dalam, duduk menghadap televisi yang terpampang lebar, pandangannya terus menatap layar televisi, dalam batinnya, ‘Hitam pekat membentang, seperti rusak tidak bergambar, hanya memantulkan sosok yang menatapnya’. Bagas terdiam seketika, seakan sedang berpikir dengan ucapannya.Wajahnya yang suram kembali tersenyum, batinnya kembali berkecamuk, ‘Bodohnya aku, sampai harus menyerah begitu saja, hanya karena sikap Adelia yang c
Setelah hampir tiga jam berada di rumah Heni, mereka berlima segera pamit untuk pulang. Danu sudah menghubungi Adelia, dikarenakan akan segera kembali ke Jakarta.Setibanya di hotel. Danu sudah menunggu Adelia di lobi hotel, dengan pakaian rapi, menenteng koper kecil di tangan kirinya.“Adelia, Ayah harus segera pulang. Ayah akan menghadiri rapat tentang hasil kontrak kerja baru dengan perusahaan Ivander Group yang sudah di Acc, sekaligus menyusun anggaran dan rancangan kerja bersama para staf Ayah. Adelia pulang bersama Sinta dan Cindy, ya? Atau mau beberapa hari di sini juga Ayah tidak keberatan, nanti Ayah yang bicara sama Ibu. Ayah juga sudah berbicara dengan Bagas, soal kamar yang kamu tempati, apabila kamu masih ingin di sini.”“Soal kamar, Adel bisa cek-in sekarang, tidak enak sama Bagas harus menginap gratis sampai beberapa hari.”“Bagas tidak keberatan! Kamu nggak usah mempermasalhkannya. Jangan menolak kebaikan seseorang. Nikmati saja waktumu, setelah melalui hal tidak menge
Bagas sudah berada di kamar hotel. Merebahkan badannya yang terasa lelah, matanya terus menatap foto Adelia di ponselnya. Satu notif pesan masuk, tertera nama Cindy. Bagas segera membuka pesan tersebut, dengan cepat membalas pesan Cindy. Bagas memandang langit – langit kamar hotel, bibirnya mengulas senyum ceria. Berguman lirih, ‘Setidaknya orang – orang yang dulu membenciku, kini mau mendukungku untuk kembali kepadamu, Adelia Maheswari. Semoga kamu bersedia membuka jalan untukku, menuju hatimu, aku janji, tidak akan membuatmu menangis lagi’. Perlahan mata Bagas mulai meredup dan melabuhkan diri dalam peraduan mimpi.Keesokan harinya, tepat pukul delapan pagi. Bagas bergegas menuju taman belakang hotel untuk menemui Cindy dan Sinta.“Maaf, sudah menunggu,” ucap Bagas yang masih ngos – ngosan mengatur napasnya, setelah berlari menuju taman belakang.“Santai saja, kita juga sambil menikmati udara pagi,” tukas Sinta.“Kalian sudah sarapan?” tanya Bagas.“Belum.” Sinta dan Cindy menjawab