Sekitar pukul tujuh malam, Adelia bersama kedua temannya, bertemu Raymond di lobi, mereka menyetujui ajakan Raymond, setidaknya perginya bersama - sama jadi tidak merasa khawatir ada ucapan orang lain yang tidak enak. Raymond mengajak mereka ke tempat makan lesehan yang terbuat dari kayu dan bilik berupa rumah panggung yang berderet di sepanjang jalan Subang, dengan sajian menu makanan nasi liwet dan ikan bakar serta sambal lalab dan tumis lainnya.
Mereka duduk bersila mekingkari meja persegi, pemilik warung menyuguhkan minuman jahe hangat sesuai pesanan Raymond, mereka berempat menikmati setiap sajian masakan khas sunda itu, belum lagi jagung bakar yang di pesan Cindy dan uli bakar beserta sambal oncomnya.
"Pak Raymond terima kasih sudah mengajak kami ke sini, sumpah makanannya enak - enak, di jakarta mana ada yang seperti ini," ucap Cindy yang berbicara sambil mengunyah jagung bakar yang memenuhi mulutnya.
"Kalau kalian senang, kita bisa ke sini lagi, tinggal
"Mengapa harus malu..." ucap Adelia yang menatap kekasih yang di cintainya."Kalau begitu, ayo." Bagas bangkit dari duduknya.Adelia ikut bangkit dan bergelayut manja di lengan Bagas yang kekar, mereka segera menuju jalanan besar menuju kotanya Subang, Adelia melingkarkan kedua tangannya di pinggang Bagas, menikmati setiap perjalanan bersandar di punggung laki - laki yang sudah mencuri hatinya, merasakan kehangatan dan aroma tubuh Bagas yang harum, dengan hembusan angin yang sepoi - sepoi.Bagas menghentikan motornya dan memarkirkannya di sebelah tukang nasi goreng, keduanya segera turun langsung memesan nasi goreng untuk dua porsi, mereka duduk saling berdampingan."Del, terima kasih," ucap Bagas yang menoleh ke Adelia."Untuk?" tanya Adelia yang merasa tidak melakukan sesuatu untuk Bagas.Bagas tersenyum dan menggenggam jemari Adelia. "Untuk kamu yang sudah mau singgah di hatiku, menetap ya, jangan berpindah.""Emang aku mau pindah
"Lepaskan!!" teriak Adelia mencoba meronta untuk melepaskan tangan Tony, yang terasa sakit akibat cengkraman tangan Tony yang sangat kuat."Diam!!!" hardik Tony dengan mata memelototi Adelia."Tony! kalau kamu memang mencintai Adelia, jangan bersikap kasar, lepaskan tangannya, kalau kamu memang laki - laki lawan saya," ucap Bagas yang kini mulai menantang Tony, karena tidak terima melihat Adelia meringis kesakitan."Hahahahaha, lo nantang gue, rupanya ada pahlawan baru di sini." Tony melepaskan tangan Adelia sangat kasar.Tanpa menunggu lama Tony langsung menyerang Bagas, dengan cepat Bagas menghindari pukulan Tony dan mengepalkan tangannya memukul wajah Tony, lalu menendang perut Tony hingga terlempar ke belakang, Tony meringis menahan sakit di perutnya, dari sudut bibirnya keluar darah segar, Adelia sendiri sudah berlari menuju kamar hotel menemui teman - temannya untuk meminta pertolongan agar mengusir Tony dari hotel, setidaknya di serang tiga cewek s
Bagas mengepalkan tangannya dengan perasaan yang tidak menentu, melangkah menuju ruangan kerjanya, setibanya di ruangan kerja, Bagas segera mengganti pakaiannya dengan seragam kerja dan menyimpan semua barangnya di loker, Bagas menjalankan aktivitas kerja seperti biasanya walau hatinya masih menyimpan banyak pertanyaan tentang Kaila, Kaila yang sudah menipunya mengatas namakan cinta, mengapa Kaila terlihat akrab dengan Tony dan setelah kejadian itu Kaila menghilang begitu saja, Bagas ingat perkataan ayahnya dulu, bahwa Kaila bukan wanita baik untuknya, namun ayahnya tidak menjelaskan apa maksud perkataannya tersebut, Bagas tahu semua dari neneknya.Setelah seharian bekerja, Bagas bersiap diri akan pulang, sebelum pulang Adelia memintanya untuk ke room Adelia, karena Adelia ingin bertemu, Adelia sengaja menelpon melalui telepon kerja di ruangannya, karena Adelia tahu Bagas tidak memegang ponsel saat bekerja, setelah berbicara kepada Syamsul untuk pulang duluan, Bagas melangkah
Bagas sudah berada di dalam kamarnya, mengunci pintu karena tidak ingin di ganggu siapapun, Bagas ingin benar - benar sendiri, Bagas sudah mengirim pesan kepada Syamsul kalau dirinya ingin tidur, di takutkan Syamsul mengajaknya keluar untuk membeli makan atau mengajaknya main ke tempat Heni dan Winda. Bagas mengambil sebatang rokok yang ia beli saat perjalanan pulang dari hotel, menghisapnya dalam - dalam dan meniupkan kepulan asapnya berulang kali ke atas, mencoba menenangkan dirinya, setidaknya rokok mungkin bisa membuatnya sedikit lebih tenang, walau sebenarnya Bagas bukanlah seorang perokok, Bagas meraih ponselnya dan menelpon Adam untuk menjemputnya jam tujuh malam di pertigaan jalan sebelum ke kos-annya, setelah itu Bagas menyimpan kembali ponselnya dan duduk terdiam dengan tatapan kosong ke depan, ponselnya berulang kali berdering panggilan telepon dari Adelia, namun Bagas hanya melirik ke arah ponselnya tanpa mengangkatnya, membiarkan terus berdering, Bagas benar - b
"Baik Tuan," jawab Adam."Terima kasih Om, oh iya Om sudah makan?" tanya Bagas."Belum Tuan.""Kalau begitu temani saya makan, ajak isteri dan anak - anak Om juga.""Baik Tuan, tapi maaf untuk isteri dan anak - anak saya, mereka sudah makan lebih dulu.""Iya tidak apa - apa, kalau begitu kita makan sekarang, saya kangen masakan si Mbok.""Baik Tuan, saya akan meminta si Mbok menyiapkan makanan sekarang, saya permisi untuk menemui Mbok Saripah, tadi Mbok juga sudah masak kesukaan Tuan.""Iya, Om."Adam beranjak dari duduknya dan memberi hormat dengan menundukan kepalanya kepada Bagas, sebelum meninggalkan ruangan.Tak berapa lama Bagas keluar dari ruangannya menuju ke meja makan duduk menghadap beberapa menu makanan kesukaannya, sementara Adam masih berdiri menunggu perintah dari Bagas, karena sejujurnya Adam tidak enak kalau harus duduk bersama Bagas, terasa sangat lancang baginya."Om duduk saja, jangan ter
Salah seorang dari kelima orang Adam dan Bagas, menghampiri, dan mengatakan kalau kedua orang itu mau membantu, akan tetapi memberi syarat sebagai timbal baliknya."Syarat apa?" tanya Adam."Meminta imbalan uang, mereka mengatakan ada harga yang harus di bayar akan setiap informasi berharga, walau dipukul sampai mati pun mereka tetap akan bungkam.""Kurang ajar sekali, sudah gila mungkin mereka," jawab Adam yang kini mulai terpancing emosi."Kita beri mereka uang," ucap Bagas dengan santai."Tapi Tuan, bukankah tujuan Tuan ingin membawa semuanya ke jalur hukum, kalau kita memberi uang, kita tidak akan bisa membawanya ke jalur hukum, karena mereka pasti akan memberatkan kita juga." Adam merasa heran dengan Bagas yang mau menyetujui keinginan kedua orang itu."Apa bedanya dengan kita, yang sudah menghajar mereka, bukankah sama saja, kita sudah melanggar hukum, awalnya memang saya berniat membawa masalah ini ke jalur hukum, akan tetapi melihat
Pukul tujuh malam Bagas dan Adam sudah tiba di Jakarta, saat di perjalanan Bagas mencoba berfikir lagi akan niatnya untuk menemui Adelia melalui Adam, mana mungkin tiba - tiba Adam datang ke rumah Adelia, memperkenalkan diri sebagai Owner Hotel, berniat mengajak Adelia keluar, seakan merasa janggal, bila harus melakukan hal itu, keluarga Adelia tidak akan semudah itu percaya dan pasti akan mencari tahu dahulu, belum lagi pasti ayah Adelia menelpon Tony, kecuali mungkin Adam adalah seorang pemuda yang berpura - pura menyukai Adelia dan meminta ijin kepada orang tua Adelia untuk mengajaknya keluar, dengan kondisi Adam yang memang sudah tidak muda lagi, hampir sama dengan usia ayah Adelia, yang ada akan memperkeruh situasinya, karena Adelia juga pasti menolak di ajak keluar oleh orang asing, walau Adam diam - diam menyampaikan kalau dirinya di minta Bagas untuk mengajaknya keluar, belum tentu Adelia juga meresponnya, sehingga Bagas kembali berbicara kepada Adam untuk membatalkan rencan
Keduanya sudah berada di dalam mobil. Adelia merasa bingung dengan yang baru saja di alaminya, mengapa tiba - tiba, Bagas mengajaknya masuk ke dalam mobil, yang terlihat jelas, kalau mobil yang mereka naiki sekarang adalah mobil mahal, ditambah laki - laki yang duduk di depan, menggunakan pakaian jas, memegang kendali setir, terlihat bukanlah orang biasa, Adelia mencoba mengatur napasnya dan berusaha menahan rasa penasarannya, sebenarnya siapa Bagas, laki - laki yang ia kenal sederhana yang hanya bekerja sebagai room service dan tinggal di kos-an, mengapa sekarang terlihat seperti bukan orang biasa, belum lepas rasa terkejutnya, laki - laki di depan memberi hormat kepadanya dan juga Bagas, lalu memanggil Bagas dengan panggilan Tuan, dan menanyakan apakah harus segera jalan atau tetap di sini saja."Kita di sini saja dulu, Saya akan berbicara empat mata dengan Adelia, Om bisa keluar sebentar?" ucap Bagas."Baik Tuan," Adam langsung keluar dari dalam mobil dan menunggu m
“Adelia, kamu marah sama aku?” tanya Bagas menatap Adelia yang sedang sibuk dengan ponselnya.“Enggak,” ucap Adelia singkat, tanpa menatap Bagas.“Kita baru saja baikan, masa harus berjarak lagi, sini duduknya, dekat aku.”“Iya nanti,” tetap menunduk fokus dengan ponselnya.Cindy hanya menggelengkan kepala, melihat Adelia yang sebenarnya jelas ketara kalau sedang cemburu gara – gara tamu wanita yang sebenarnya tidak perlu di besar – besarkan masalahnya, karena Bagas sudah dengan tegas menolak kehadiran mereka.Sinta berjalan dengan perlahan menuju ruang tamu, di ikuti tamu yang bukannya di suruh pergi namun di bawa masuk oleh Sinta. Bagas menatap kearah tamu, bibirnya mengulas senyum, baru saja akan membuka mulutnya untuk menyapa mereka, salah satu dari tamu memberi isyarat menempelkan jari telunjuknya ke bibir, sebagai tanda untuk jangan bersuara, begitu juga Cindy untuk jangan bersuara dan tetap tenang seperti sebelumnya. Salah satu tamu wanita menyapa Bagas dengan sedikit manja.“
Adam sudah berada di kamar Bagas, memapah Bagas duduk di kursi ruang tamu kamar. Adam duduk di depan Bagas mendengarkan dengan wajah serius.“Om, saya belum memberitahu Adelia tentang si pengemudi tersebut, saya hanya takut perkataan saya akan membuat Adelia merasa tidak nyaman, bahwa orang itu adalah Angga, mantan tunangannya, saya baru berbaikan sama Adelia, tidak ingin merusak suasana hatinya, Om belum memberitahu Adelia, kan?”“Selamat Tuan Muda, saya sangat senang mendengar Tuan muda dan Adelia sudah berbaikan. Saya belum bertemu dengan Adelia, setelah mengurus Angga dengan pihak yang berwajib, saya langsung menemui Tuan Muda.”“Syukurlah kalau Adelia belum tahu, saya takut Adelia salah paham harus tahu dari Om dan bukan dari saya, yang jelas – jelas tadi kita berbicara di telepon, Adelia juga pasti menyadari kejanggalan tatapan saya tadi, hanya saja mencoba percaya dengan apa yang saya katakan, seperti tidak ingin merusak suasana hati saya. Saya yang akan memberitahukan langsung
Setibanya di kamar hotel. Syamsul menurunkan Bagas dengan hati – hati untuk berbaring di kasur. Adelia dengan sigap segera mengambil air hangat dan lap kering, membasuh luka – luka Bagas dengan perlahan. Tidak berapa lama Dokter Anwar sudah tiba di kamar Bagas dan segera memeriksa luka – luka Bagas, serta memberikan obat Pereda sakit. setelah selesai mengobati luka – luka Bagas, Dokter Anwar pamit untuk pulang, diantar Syamsul sampai ambang pintu.“Lebih baik kamu istirahat dan minum obatnya, biar nggak demam, aku balik ke ruanganku lagi, ya?” tukas Syamsul.“Terima kasih, Syam.”“Iya, lekas sembuh. nanti aku ke sini lagi sama Heni dan Winda, sekalian nginep nemenin kamu.”"Iya."Syamsul pamit kepada Adelia, Sinta dan Cindy, segera meninggalkan kamar Bagas menuju ruangan kerjanya.“Del, ayo balik kamar, Bagas butuh istirahat,” ucap Sinta.“Kalian balik saja duluan, aku masih ingin disini,” tukas Adelia.Sinta dan Cindy saling tatap, mendengar ucapan Adelia. Cindy memberi kode dalam is
Bagas menghelas napas Panjang dan menghembuskannya perlahan, diletakannya kembali es milo disebelahnya. Membuka kedua tangannya, merasakan tetesan air hujan yang turun perlahan di kedua telapak tangannya, pandangan matanya lurus kedepan, bibirnya tersenyum dalam kesedihan.Sementara di kafe tempat Adelia bersama kedua temannya tidak ada lagi perbincangan, ketiganya saling membisu, seakan larut dalam alunan musik yang mengiringi rintik hujan, gemericiknya seakan menyatu dalam suasana saat itu. Mata cindy tidak sengaja beberapa kali memergoki Adelia yang menengok terus ke arloji.“Adelia, temui saja Bagas,” ucap Cindy.“Maksudnya?”“Del, aku sudah mengenal kamu sangat lama, aku tahu saat ini kamu sedang gelisah. Sudahlah, Del jangan ikuti ego kamu, jangan sampai semuanya terlambat kamu mengerti dan pada akhirnya kamu yang akan menyesal.”“Aku masih belum menemukan jawaban dari keinginanku sendiri, pastinya Bagas juga sudah pergi. Di luar hujan, nggak mungkin dia terus menunggu kedatanga
Mentari pagi bersinar sangat terang, menyinari bumi yang basah akibat hujan semalam. Adelia bersama kedua sahabatnya sudah duduk santai di warung seberang hotel, menikmati sarapan ditemani secangkir es milo racikan si pemilik warung yang nikmatnya tiada duanya, bagi mereka.Mereka membahas prihal ACSMart yang akan membuka cabang lagi di Surabaya, setidaknya ada Reni dan Susi yang bisa di singgahi dan diajak kumpul – kumpul di kala kunjungannya nanti. Rencananya minggu depan mereka akan terbang ke Surabaya, mencari lokasi yang cocok dengan usaha mereka. Mereka bertiga memang berencana dari jaman dulu, membuka usaha bersama. Mendirikan usaha di berbagai kota, agar mereka bisa sekalian traveling juga.“Cin, untuk lokasinya, kita minta bantuan Susi atau Reni saja, mereka lebih hapal daerah sana. Tempat yang ramai tapi belum terlalu banyak pesaing dalam usaha kita,” ucap Adelia.“Boleh, tuh. By the way. Susi dan Reni pada kemana, ya? Aku kirim pesan belum di balas.”“masih tidur, kayaknya!
Adelia sudah berada di dalam kamar hotel, menyimpan sebuket bunga di meja sebelah televisi, diraihnya secarik kertas yang menyelip di tengah – tengah hiasan bunga.Adelia berjalan menuju kursi, duduk dengan menyilangkan kakinya, perlahan tanganya membuka secarik kertas tersebut.***Tahukah kamu…hari – hari yang kulalui, ‘Kesedihan dan kehampaan’.Tahukah kamu…berapa berat waktu yang kulalui, ‘Rindu dalam diam’.Tahukah kamu…Kesedihan, Kehampaan, dan Rindu, mengikat hatiku dalam namamu, ‘Adelia Maheswari’.Betapa bodohnya aku, mengatakan semua ini setelah menyakitimu sangat dalam.Aku datang bukan untuk memintamu memahamiku, tentang betapa rapuhnya aku tanpamu,Tapi, untuk cinta dan masa depan kita,Karena aku datang bukan untuk pergi, ingin menetap selamanya, sebagai rumah yang nyaman.Dan aku tahu, cinta tidak bisa dipaksa, begitu juga hatimu.Aku Tunggu di tempat pertama kali kita bertemu, di waktu yang sama.Entah menjadi saksi bisu yang sama atau saksi bisu tentang luka untukku.
Malam kian beranjak, hanya suara rintik hujan yang menemani kesunyian. Bagas memandang langit dari balkon kamarnya, tiada bintang, terselimut awan hitam pekat. Bagas begitu mendambakan kehadiran sosok Adelia, hatinya pilu membaur bersama kerinduan yang kerap menyelimuti setiap detak napasnya, mengalun dalam irama tak betepi, begitu dekat namun seakan jauh, karena Adelia seakan menutup jalan untuknya.Beberapa kali Bagas melihat layar ponselnya, pesan yang dari siang ia kirim kepada Adelia tiada kunjung balasan, hidupnya seakan terasa hampa.Bagas melangkah masuk ke dalam, duduk menghadap televisi yang terpampang lebar, pandangannya terus menatap layar televisi, dalam batinnya, ‘Hitam pekat membentang, seperti rusak tidak bergambar, hanya memantulkan sosok yang menatapnya’. Bagas terdiam seketika, seakan sedang berpikir dengan ucapannya.Wajahnya yang suram kembali tersenyum, batinnya kembali berkecamuk, ‘Bodohnya aku, sampai harus menyerah begitu saja, hanya karena sikap Adelia yang c
Setelah hampir tiga jam berada di rumah Heni, mereka berlima segera pamit untuk pulang. Danu sudah menghubungi Adelia, dikarenakan akan segera kembali ke Jakarta.Setibanya di hotel. Danu sudah menunggu Adelia di lobi hotel, dengan pakaian rapi, menenteng koper kecil di tangan kirinya.“Adelia, Ayah harus segera pulang. Ayah akan menghadiri rapat tentang hasil kontrak kerja baru dengan perusahaan Ivander Group yang sudah di Acc, sekaligus menyusun anggaran dan rancangan kerja bersama para staf Ayah. Adelia pulang bersama Sinta dan Cindy, ya? Atau mau beberapa hari di sini juga Ayah tidak keberatan, nanti Ayah yang bicara sama Ibu. Ayah juga sudah berbicara dengan Bagas, soal kamar yang kamu tempati, apabila kamu masih ingin di sini.”“Soal kamar, Adel bisa cek-in sekarang, tidak enak sama Bagas harus menginap gratis sampai beberapa hari.”“Bagas tidak keberatan! Kamu nggak usah mempermasalhkannya. Jangan menolak kebaikan seseorang. Nikmati saja waktumu, setelah melalui hal tidak menge
Bagas sudah berada di kamar hotel. Merebahkan badannya yang terasa lelah, matanya terus menatap foto Adelia di ponselnya. Satu notif pesan masuk, tertera nama Cindy. Bagas segera membuka pesan tersebut, dengan cepat membalas pesan Cindy. Bagas memandang langit – langit kamar hotel, bibirnya mengulas senyum ceria. Berguman lirih, ‘Setidaknya orang – orang yang dulu membenciku, kini mau mendukungku untuk kembali kepadamu, Adelia Maheswari. Semoga kamu bersedia membuka jalan untukku, menuju hatimu, aku janji, tidak akan membuatmu menangis lagi’. Perlahan mata Bagas mulai meredup dan melabuhkan diri dalam peraduan mimpi.Keesokan harinya, tepat pukul delapan pagi. Bagas bergegas menuju taman belakang hotel untuk menemui Cindy dan Sinta.“Maaf, sudah menunggu,” ucap Bagas yang masih ngos – ngosan mengatur napasnya, setelah berlari menuju taman belakang.“Santai saja, kita juga sambil menikmati udara pagi,” tukas Sinta.“Kalian sudah sarapan?” tanya Bagas.“Belum.” Sinta dan Cindy menjawab