“Sial! Sepertinya ada yang telah berusaha menjebakku” Dylan merasa ada yang tidak beres di dalam tubuhnya. Ia mulai merasa tubuhnya panas dingin dan sangat sulit untuk melawan desakan hebat di bagian bawah tubuhnya. Dylan layaknya membawa sebuah bom yang siap meledak. Pria ini kelimpungan untuk mengatasi rasa tidak nyaman tersebut.Semua ini bermula karena dirinya diundang untuk turut hadir dalam acara kenaikan jabatan salah satu staf-nya. Meskipun awalnya ia sempat ingin menolak, tetapi karena tidak enak hati akhirnya Dylan turut hadir dalam acara yang diadakan di salah satu bar di kawasan Jakarta Selatan ini. Di sisi lain, Vira yang adalah asisten sous chef– tiba-tiba datang dan mulai memegang tangan Dylan. “Chef, Anda tidak apa-apa? Sepertinya Anda terlihat butuh bantuan,” ucapnya dengan nada genit. Vira tampak cantik dan seksi dengan pakaian berwarna hitam. Bagian depan memiliki potongan rendah, hingga belahan dada tertampang jelas. Apalagi Vira dengan sengaja menunduk saat ber
Keesokan paginya, Dylan terbangun dengan beberapa bagian tubuh yang terasa pegal. Namun anehnya, kepala serta otaknya terasa lebih fresh. Ia merasa sangat bersemangat seperti baru saja dapat injeksi vitamin B kompleks dan C.Shit! Jam berapa ini? Rutuk Dylan dalam hati.Padahal pagi ini, Dylan harus melakukan plating jam 9 tepat. Selama ini dirinya adalah executive chef yang bertanggung jawab dengan tugas.Tampak pada jam dinding jarum panjang menunjuk angka delapan, sedangkan jarum pendek ke lurus ke arah angka enam.Dylan buru-buru turun dari ranjang dan seketika hatinya dibuat syok saat melihat tubuhnya tertutup selimut dalam keadaan polos. Pria berbadan kekar ini langsung duduk kembali dengan pikiran kacau. Otaknya langsung berputar keras lalu teringat tentang kejadian panas semalam bersama Adista. "Jangan, Tuan! To-toloong!" Suara Adista menghilang bersamaan dengan derai air mata. Jerit tangis Adista membuat imajinasi nakal Dylan semakin terpatik. Ekspresi ketakutan dan kesaki
Dylan gegas menuju kamar Nyonya Kusumasari dan telah siap dengan jawaban masuk akal. Jika maminya merasa curiga dengan kepulangan Adista yang mendadak. Apalagi gaji terakhir Adista tidak diambil. Saat pulang Adista tidak membawa bekal uang yang cukup karena gaji bulan kemarin sebagian besar dikirim ke kampung. 'Tok tok tok!'"Selamat pagi, Momy!"Tidak ada sahutan. Dylan teringat jika maminya sedang tidur, selalu Adista yang berlari membuka pintu. Dylan mendorong pintu dan melihat kamar dalam keadaan kosong. Executif chef berhidung bangir ini segera beranjak ke ruang makan. Ada Bik Supi sedang mempersiapkan menu makan pagi."Selamat pagi, Tuan Muda. Bibik bikin nasi goreng sosis, lho.""Selamat pagi, Bik. Terima kasih telah dibikinkan menu favorit aku. Tahu Momy ke mana?""Bibik lihat tadi sedang menikmati makan pagi di beranda belakang sama Tuan Albert.""Bik Supi tahu Adista ke mana?""Non Adista, tadi jam 2 pagi pamit pulang kampung. Ada keluarga yang sakit.""Terima kasih atas in
"Adista pergi saat saya masih tidur. Saya sudah mencari ke indekos dia dulu, tapi gak ada. Saya ingin mencari ke rumah orang tuanya,"jelas Dylan tatapan lurus ke pupil mata Umaya. Tatapannya membuat wanita ini jadi gugup. Sepertinya ada yang aneh dengan gesture tubuh Dylan. Pria itu bahkan berbicara tanpa menggunakan intonasi sama sekali, benar-benar datar."Maaf, Chef. Sebenarnya ada masalah apa dengan Adista?"tanya Umaya yang semakin penasaran."Ini soal pribadi antara saya dengan Adista. Nanti setelah Adista ketemu baru bisa saya jelaskan. Mana alamat Adista?"Masalah pribadi? Kenapa Adista minggat? Banyak tanya yang tersimpan dalam benak Umaya."Baik, Chef. Saya kasih alamat lengkap Adista saja. Sebentar!" Umaya membuka menu dalam ponsel lalu mencari catatan tentang alamat-alamat penting. "Saya langsung kirim ke nomor Tuan.""Silakan,"ucap Dylan sambil menatap layar ponsel dengan harap-harap cemas. Dalam hitungan detik, pesan pun sampai. Dylan segera membuka lalu membacanya. Pria
"Gimana?"tanya Dylan antusias."Alamat yang kamu kasih tadi, aku paham betul. Dulu aku sempat ada sekitar enam taon jadi Kapolsek di sana. Aku temani.""Wah, Kebetulan sekali. Oke, aku tunggu di rest area."*****Sementara itu, Adista yang pergi tanpa tujuan telah mendapat sebuah kamar untuk disewa sambil mencari kerja. Beruntung sekali tetangga kos Adista sangat baik dan ramah. Gadis ini tidak begitu kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan karena informasi dari para tetangga."Kebetulan aku kemarin tengok teman melahirkan. Ada lowongan kerja jadi asisten dokter di klinik sana. Coba kamu melamar kerja ke sana, Adista," ucap seorang wanita setengah baya yang menjadi tetangga kos Adista."Wah, kebetulan sekali. Terima kasih banyak informasinya, Bu," balas Adista dengan mata berbinar-binar."Buruan bikin surat lamaran kerja. Biar gak keduluan yang lain.""Baik, Bu. Saya permisi dulu mau persiapkan berkas-berkas."Itu tadi pembicaraan Adista dengan salah satu tetangganya semalam. Pagi ini,
"Terima kasih banyak atas jamuannya. Kami permisi dulu. Selamat sore ""Terima kasih kembali. Selamat sore dan selamat bekerja,"balas Dylan, sesaat sebelum dua petugas patroli meninggalkan tempat. Setelah mobil patroli beranjak pergi, Dylan dan Bara pun melanjutkan perjalanan.Sepanjang perjalanan dua orang yang bersahabat dengan profesi berbeda tersebut tidak banyak bicara. Dylan masih asyik dengan pikirannya sendiri dan Bara paham bahwa sang sahabat sedang ada masalah besar. Perwira polisi tersebut memilih menikmati musik dari tape mobil."Bara, nanti bantu aku jika keluarga kudatangi bersikap bar-bar." Akhirnya Dylan membuka mulut juga."Memang kamu bikin ulah apaan?"tanya Bara sambil mengernyitkan dahi."Hal memalukan. Ini akibat ulah Vira.""Vira yang sekongkol dengan polisi patroli? Cerita ke aku, kalo gak keberatan."Akhirnya Dylan menceritakan semua, dari saat acara makan bersama lalu reaksi obat yang diberikan oleh Vira membuat Dylan kelimpungan. Adista yang jadi korban pelam
Drrrt! Drrrt!Akhirnya, ponsel Adista berdering. Dia yang sedang ada di dapur gegas berlari ke kamar. Dia sudah tidak sabar akan bercerita banyak dengan teman karibnya tersebut. Namun, ....Ini nomor kontak Tuan Dylan? Kedua mata Adista langsung melotot dan seketika timbul rasa jengkel terhadap Umaya. Pengkhianat!Adista tersenyum miris. Akhirnya dengan tetesan air mata dia blokir nomor Dylan dan juga Umaya. Dirinya merasa jadi wanita paling sial oleh sikap lugu selama ini. Sungguh Adista tidak menyangka jika Umaya telah akrab dengan Dylan.Dia tidak menyangka bahwa persahabatan mereka tidak ada artinya bagi Umaya. Padahal saat dirinya berpamitan lewat telepon sedikit banyak dia jelaskan kepada Umaya bahwa Dylan telah bersikap kurang ajar."Kurang ajar gimana, Adis? Yang aku tahu, Chef Dylan itu sopan dan baik. Ada apa sebenarnya? Cerita, dong!""Habis ini aku malu ketemu semua. Aku gak mampu jaga diri. Dia serigala berbulu domba. Gara-gara dia, aku malu bertemu keluarga. Aku telah me
Dokter Pamela keluar dari mobil lalu mendekat ke arah pintu. Wanita ini bisa memastikan bahwa Adista ada dalam kamarnya. Itu pasti ada sesuatu yang membuatnya harus sembunyi dari Tuan Dylan. Jiwa keibuannya telah mendominasi suasana hatinya. Ada yang istimewa dengan pegawai barunya itu dan hal itu telah dirasakan sejak mereka bertatap muka.Tok! Tok! Tok!"Nona Adista! Saya tahu, kamu ada di dalam,"ucap Dokter Pamela dengan menempelkan mulut pada lubang kunci. Wanita pemilik klinik tersebut berdiri menunggu reaksi dari dalam. Namun, hingga beberapa menit belum juga ada respon."Nona Adista! Saya mau menolong."Tak berapa lama, pintu dibuka dari dalam dan Adista membuka sedikit daun pintu."Dokter Pamela, maaf,"ucap Adista dengan terbata-bata."Buruan beresin barang-barang kamu. Ikut saya sekarang!"pinta Dokter Pamela dengan tatapan mata serius.Adista sudah tidak mampu menolak lagi karena dalam otaknya kini memang harus segera pergi dari tempat yang telah terendus oleh Dylan. Dia tida