Sun kira dirinya akan dibuat susah tidur karena merindukan Noah, tetapi yang sebenarnya terjadi adalah dia sama sekali tidak tidur semalaman.
Pagi ini Sun merapihkan kembali pakaian yang akan dibawa pulang. Sampai detik ini dia masih tidak percaya kalau Noah sama sekali tidak menghubunginya.
Dia sudah selesai berkemas, tetapi ketika dirinya hanya duduk terdiam, kembali pikirannya melayang menuju hal-hal yang sebenarnya tidak mau ia pikirkan lebih lama.
Selepas itu, waktu terus berlalu dan Sun benar-benar pergi untuk menemui Noah.Malam ini entah mengapa angin bertiup amat dingin, Sun yang tidak tahan segera merapatkan kardigannya dan berlari memasuki apartemen.Soal Noah yang belum juga menghubunginya sampai detik ini, Sun akan mengabaikan itu dulu. Yang jelas untuk saat ini sangat penting baginya membangung kembali keberanian untuk bisa menatap wajah Noah dan mengatakan apa yang ingin ia katakan, juga mendengarkan apa saja yang ingin ia dengar dari mulut lelakinya.Sun menarik napa kuat-kuat kemudian mengembuskannya singkat, ia membuka sandi pintu apartemen dan sedikit terkejut, rupanya sandinya belum diubah.Tidak menunggu lama, Sun segera memasukinya. Apartemen tampak begitu gelap, sepertinya Noah sengaja mematikan semua lampu dan hanya membiarkan ruangannya diterangi sinar dari luar yang menembus dinding kacanya.Sun melangkah pelan tapi pasti, dia memutuskan untuk tidak menyalakan satu pun l
Noah membisu, kini matanya lurus menatap Sun dengan gurat terkejutnya. Ekspresi yang memenuhi ekspetasi Sun yang mengira Noah akan tetap tenang dan dingin seperti biasanya.“Kau pastinya sangat membenci ayahku yang sudah menghancurkan hidupmu, Noah ...,” ujar Sun kala Noah tak kunjung membuka mulutnya. “Tapi haruskah aku yang menebus semua dosanya ...? Haruskah aku yang menjadi sasaranmu untuk membalaskan dendam itu?”“Sun ... aku tidak membalaskan den
Sun kembali ke tempat ibunya berada dengan keadaan yang lusuh. Mungkin itu karena dia terlalu banyak menangis tadi, tapi meski begitu tidak ada yang berubah selain dirinya yang saat ini jadi benar-benar ingin pergi.Perasaannya masih sama, kacau tidak beraturan. Kendati banyak ujaran kemarahan yang dilontarkannya pada Noah, itu sama sekali tidak membuatnya dengan mudah menghilangkan perasaan kasihnya terhadap lelaki itu, sampai detik ini—detik ketika ia benar-benar akan pergi dan mungkin tidak akan pernah kembali.“Sun ....” Karina langsung menyambut kedatangan Sun dengan pelukan hangat. Perasaannya yang sudah cemas menjadi lebih buruk kala orang yang ditunggunya kembali dengan keadaan yang kacau seperti ini.Sun tidak lagi menangis, mungkin sudah lelah. Tetapi tatapan matanya yang kosong itu seperti tubuhnya hanyalah sebuah wadah tanpa isi.“Apa kita akan langsung pergi?” tanya Sun, tampak seperti tidak bertanya dengan nada
Suara sirine polisi dan pemadam kebakaran datang ke lokasi kecelakaan. Petugas pemadam langsung bergegas untuk memadamkan api yang semakin tinggi berkobar, semenata Noah hanya duduk pasrah dan menontonnya dengan tatapan kehilangan.Noah tertunduk lesu, menatap kedua tangannya yang dilumuri darah. Tangan yang kotor itu tidak akan bisa memberikan Sun kebahagiaan, dan itu terbukti sekarang. Noah gagal menyelamatkan Karina, dan membuat gadis yang dicintainya kehilangan sang ibu untuk selamanya.
Masih Eliot ingat dengan jelas malam itu, malam yang belum ada seminggu yang lalu. Joana datang ke kamarnya setelah mengantar Karina kembali.Ia datang dengan suka rela, bersiap untuk menenangkan perasaan Eliot yang masih kacau setelah diterpa duka.“Eliot, apa kau baik-baik saja?” tanya Joana. Tangannya bergerak lihai seperti benang lembut yang terulur di bahu Eliot.
Sudah lebih dari seminggu lamanya Sun terbaring di ranjang rumah sakit, dan selama itu pula Noah tidak pernah absen sehari saja untuk mengunjunginya.Setelah kecelakaan itu, Sun mengalami luka yang sangat parah. Benturan di kepalanya mengakibatkan trauma yang belum bisa dideteksi oleh medis, dan beberapa tulangnya mengalami patah. Mereka bilang; Sun bisa melewati masa kritis saja merupakan suatu hal yang mengejutkan. Sebab dengan luka separah itu, jika dia mati maka bukanlah hal yang mustahil.Mereka bisa mengatakannya, maka Noah hanya akan bersyukur dan berterima kasih pada Tuhan yang selama ini tak ia percaya. Noah setelah sekian lama, akhirnya kembali berdoa pada Tuhan yang lama tak dia gaungkan namanya, bahkan untung-untungan dia masih ingat nama Tuhannya. Tapi doa Noah kali ini dikabulkan; Sun berhasil melewati masa kritis. Namun, itu bukan berarti dirinya sudah bertemu jalan yang mulus.Mengingat dia memiliki trauma pada syaraf kepalanya dan medis belum bisa mendeteksi sebelum ef
Sebuah pemakaman keluarga yang sepi, seorang lelaki datang sembari menenteng buket bunga dengan langkah yang lamban.Ketika ia tiba di depan sebuah nisan bertuliskan nama William Odolf, lantas ia meletakkan buket bunga itu dan membuka kaleng bir untuknya.Noah Bellion duduk di depan nisan, ia meminum bir kalengan yang dibawa sembari menatap dingin nisan William di hadapannya. Meski ia tampak dingin dan tak memiliki simpati, tapi jika dilihat saksama, terdapat guratan sendu di mata dinginnya yang tertunduk lesu.Noah terdengar beberapa kali menghela napas, rasanya masih belum bisa dipercaya jika William sudah tiada. Semua terjadi begitu cepat dan kacau luar biasa; bahkan Noah tak memiliki waktu untuk berbelasungkawa atas kematian ayah angkatnya ketika kekacauan lain datang dan hampir merenggut sang kekasih darinya.“Kacau sekali,” ujarnya, bermonolog, “mungkin aku tidak akan pernah hidup dengan tenang; aku sudah terlahir untuk hidup di dunia yang kacau.”Noah memikirkan kembali masa la
Noah berjalan menyusuri tangga beton dalam bangunan tua yang mangkrak pembangunannya. Dengan langkah lesu dan raut biru, ia tidak menengadahkan wajah dan terus memperhatikan langkahnya sampai ia tiba ti tempat tujuan.Hari ini sesuai dengan perkataannya; dia akan datang menemui Eliot di mana pun lelaki itu berada. Ini tidak seperti pertemuan yang direncanakan untuk melepas rindu satu sama lain, mereka datang untuk tujuan masing-masing; membunuh satu sama lain.Tentu saja perasaan Noah tidak akan baik-baik saja. Dia meminta izin pada ibu kandung Eliot untuk membunuh anaknya, bukankah ini tragis? Ibu mana yang tidak akan terluka saat buah hatinya berada di ambang bahaya, tapi dia tidak bisa melakukan apa-apa?"Oh, kau sudah datang, Noah ...?"Tatapan mata Noah terarah lurus ke depan; menuju tempat Eliot yang berdiri memunggunginya sembari merokok santai bersandar pada pilar tak bertembok. Dari lantai empat, angin semakin kencang bertiup; malam juga tidak terlihat cerah. Hal itu membuat