Benerrrrr giliran Daisy :))
“Jangan memaksa kalau masih lemas. Tidak ada yang memburumu, Mary.” Ash berdiri dan menahan bahu Mae yang tampak ingin bangkit begitu membuka mata.“Aku—dimana…” Mae menatap sekitar.“Rumah sakit. Kau pingsan.” Ash menekan remote, sedikit menegakkan ranjang agar Mae bisa lebih tegak tanpa harus duduk.“Oh—ya.” Mae menerjemahkan kenyataan saat pandangannya menemukan polisi berseragam, tampak berjaga tidak jauh dari pintu.“Stone meninggalkannya agar bisa melaporkan perkembangan keadaanmu dan Daisy secara langsung.” Ash menjelaskan alasan keberadaan polisi itu. Stone sudah meninggalkan rumah sakit beberapa saat lalu.“Daisy!” Mae berpaling dengan sangat cepat, tapi ranjang Daisy kosong. “MANA…”“Jangan panik. Daisy hanya sedang menjalani serangkaian tes. CT-scan dan lain-lain. Aku kurang tahu apa saja, tapi banyak. Dokter melakukan pemeriksaan menyeluruh untuk memastikan keadaannya.”Ash memandang lantai saat mengatakan itu, karena dirinya kurang lebih berkontribusi atas kegawatan keadaa
“Jangan bodoh! Kau sakit, tidak seharusnya berpikir sejauh itu! Aku—” Mulut Mae terbungkam, oleh tangan kurus Daisy. “Aku tidak mau mendengarnya lagi.” Daisy mencegah Mae menyebut tentang tanggung jawab lagi.Mae tadi mencela setelah Daisy mengaku kalau semua hinaan itu ada untuk menjauhkan Mae. “Tapi benar—meski… itu… Dibuat—”“Aku tahu. Bob—maksudku Inspektur Stone, sudah menceritakannya padaku.” Daisy mengambil alih. Mae ragu karena tidak tahu seberapa banyak Daisy tahu tentang keadaan yang sebenarnya.“Kau baik-baik saja?” Mae meraih tangan Daisy. Sejak tadi ia mengkhawatirkan bagaimana reaksi Daisy.“Mereka… mereka…”“Aku baik, Mae. Aku malah merasa lebih baik. Aku rasa, dokter Faraday memang penipu. Aku langsung merasa lebih baik begitu berhenti meminum obat darinya.” Daisy menghela napasnya yang nyaring itu, dan hanya itu.Mae sampai menatapnya dengan heran. Ia mengira Daisy akan menangis setidaknya, atau marah—apapun, bukan hanya sekadar menghela napas.“Kau yakin baik-baik
“Aku tidak tahu! Aku bukan ahli obat!” Carol menggeleng dan membentak.Bahkan lebih keras dari detektif yang Sejak tadi menginterogasinya. Tentu saja Carol tidak mengakui satupun kejahatan yang dituduhkan padanya“Kau tahu semua penolakan ini akan menjadi catatan jaksa dan akan memperberat tuntutan hukumanmu bukan?” Detektif yang sebenarnya memiliki kesabaran cukup tebal itu sudah tampak lelah. Bukan hanya hari ini saja, kemarin sikap Carol kurang lebih sama. Tidak mengatakan apapun—tidak menyebutkan hal yang penting.Carol kurang lebih hanya mengeluh tentang sakit punggungnya yang fiktif—tidak ada lagi yang percaya. Atau berpura-pura tidak mendengar, mengantuk dan lain sebagainya. Carol memakai segala cara untuk menghindari pertanyaan.“Aku tidak mengerti apa yang kau katakan.” Carol menggeleng dan bersandar di kursinya.Kata-kata yang mungkin sudah diulangnya ratusan kali semenjak sampai di kantor polisi adalah itu.“Sebenarnya apa yang kau inginkan?” Detektif itu menggelengkan ke
“Kau menolak bicara padaku kemarin!” Carol menyahut dengan marah begitu mendengar jawaban dari seberang. Carol tahu pria itu sengaja menghindarinya.“Memang, dan kenapa juga aku harus mendengarmu?” Pria itu tidak terdengar gembira mendengar Carol marah padanya.“Aku dalam keadaan genting! Kau seharusnya membantuku!” Carol mendesis sementara matanya memandang sekitar. Ia berbisik amat pelan agar tidak ada yang mendengar. Polisi yang bertugas mengantarnya sudah berada dalam jarak aman karena memang peraturannya seperti itu, tapi Carol masih cemas kalau ada yang mendengar. Urusan ini harus ditangani dengan hati-hati.“Memang apa yang terjadi?” Pria itu akhirnya bertanya.“Aku tertangkap oleh Polisi,” kata Carol.“Lalu? Aku harus prihatin?” Pria itu tidak terdengar peduli.“Kau harus membantuku! Kau ingin aku membuka mulut tentang apa yang kau lakukan?” Carol langsung mengancam, dan terdengar geraman marah dari seberang.“Aku sudah membuatmu kaya raya dengan memberimu banyak uang—sesuai d
“Mrs. Mary, saya mohon jangan mendengar apapun permohonan darinya. Wanita ini licik dan akan berusaha untuk membuat Anda kasihan. Dia bersalah, tapi akan memohon pada Anda. Ingat ini.” Stone memberi peringatan saat Carol belum muncul.“Ya.” Mae mengangguk sementara mengeratkan genggaman tangannya yang gemetar.Ruang interogasi di kantor polisi itu terasa dingin dan kaku. Dindingnya putih polos, tanpa hiasan apapun, dan lampu neon yang menyala terang di atas kepala, otomatis memberikan suasana yang tegang. Ini bukan pertama kali Mae ada disana, tapi pengalamannya jauh berbeda. Mae dulu ada di sisi lain meja, dan tidak berusaha mengkonfrontasi wanita yang sudah dikenalnya seumur hidup. Mae separuh takut mendengar jawaban yang akan didengarnya dari Carol, tapi harus.“Datang juga.” Stone bergumam, saat pintu terbuka dan Carol masuk, dikawal oleh salah satu anak buahnya.Carol tampak tenang, tapi matanya melebar terkejut saat melihat Mae. Terkejut yang tidak lagi ditahan, karena cocok de
Carol menatap Stone dengan mata yang berlinang air mata. "Karena aku juga ditipu. Dokter itu mengatakan ada kelebihan uang dan menyuruh saya menyimpan, akan digunakan lagi bulan berikut. Saya berhemat dan menyimpan semua sesuai instruksi. Saya bahkan menambahkan uang itu saat Daisy membutuhkan biasa besar—saat operasi jantung dulu.”Ini adalah kisah paling panjang yang diberikan Carol selama ada dalam ruangan itu. Tapi Stone malah tersenyum geli.“Lucu juga. Dokter sudah memeriksa dan Daisy tidak pernah menjalani operasi apapun. Memang ada bekas jahitan di dadanya, tapi hanya dari luka biasa. Memang ada luka dibuat—dijahit, tapi tidak ada operasi yang terjadi.”Mae merasakan bisa merasakan hatinya mengerut. Seperti kempis begitu saja oleh sara kecewa yang menusuk, saat kenyataan yang benar itu datang. “Aku—aku harus mengiba dan merayu Barnet untuk mendapatkan sebagian uang itu. Apa kau tahu? Evelyn memanggilku Jalang Murahan setiap hari setelah itu, dan aku menerima. Karena benar.”S
“Kalau kau membutuhkan sesuatu, katakan saja.” Ash mengatakannya untuk Daisy yang ada di kursi belakang.“Hm…” Daisy menyahut seadanya, sementara matanya sibuk memandang apapun yang ada di luar. Ini pertama kalinya ia pergi jauh dari Bakewell. Setelah dokter mengizinkan dan memastikan keadaannya, Daisy keluar dari rumah sakit hari ini.“Aku akan berhenti kalau memang kau lelah. Dimana—”“Just shut up! Apa dia memang selalu seberisik ini? Aku pikir pendiam!” Daisy akhirnya berpaling meninggalkan pemandangan kota ramai, bertanya dengan jengkel pada Mae—yang ada di samping Ash.Ash sudah menyebut pertanyaan yang sama saat mereka akan berangkat tadi, dan kini mengulanginya lagi untuk ketiga kalinya. Daisy kesal dan malah menganggapnya mengganggu, meski itu adalah bentuk perhatian.“Memang. Tapi aku menganggapnya perhatian yang manis.” Mae tidak heran lagi dengan pertanyaan beruntun dari Ash saat ada hal yang diperkirakan salah atau berbahaya.“Oh, please. Jangan bermanis-manis saat aku ada
“Kau membuatnya menjadi dapur?!” Mae memekik saat melihat perubahan besar lain begitu sampai di dalam.Bukan hanya banyak perabotan baru menggantikan yang tua, area rumah yang kemarin masih menjadi bagian diskusi belum tahu akan dipakai untuk menjadi apa, kini sudah terisi menjadi dapur lain yang lebih luas dari dapur yang kemarin sudah ada. Ada oven yang lebih besar, juga meja panjang yang lebih luas. Tujuannya jelas, agar Mae bisa membuat kue dengan lebih bebas. Kini kegiatan dapur sehari-hari—baik bahan-bahan maupun peralatan—akan terpisah dari kegiatan Mae membuat kue. Tidak akan saling mengganggu.“Itu tidak…”“Ini rumahmu. Harus diisi dengan apapun yang kau butuhkan, dan kau inginkan aku rasa.”Ash tersenyum lalu membuka pintu oven besar yang bernilai itu untuk memeriksa kekuatannya.Ia sudah meminta kontraktor untuk memakai merk terbaik, tapi belum sempat mengawasi prosesnya.Tapi melihat sekilas, semua peralatan yang ada disana tampak sangat kokoh dan lebih profesional.“Aku