"Seperti yang kau tahu. Mantan kekasihmu itu telah menggelapkan dana perusahaan dalam jumlah yang cukup besar," Steven menambahkan."Lalu, perusahaan kita merugi cukup banyak sehingga harus menutup total lima cabang kita yang ada di beberapa negara.""Betul, Miss Reynolds. Saya bisa menunjukkan kepada Anda, laporan penjualan kita yang menurun tajam beberapa tahun ini," Noah ikut menambahkan karena ia mengerti jalan pikiran Steven."Lalu … kau …." Qiana masih belum bisa mencerna dengan baik semua perkataan Steven dan Noah."Diamond Corporation sedang menuju ke arah kolaps, Qiana. Dan aku akan merasa sangat tersanjung jika kau masih mau menikahi pria yang sebentar lagi akan bangkrut," Steven membuat wajahnya sedatar mungkin."Tidak! Apa yang kau katakan pasti tidak benarkan?" tanya Qiana tidak percaya. Ia sudah menunggu selama itu untuk bisa menikahi Steven dan menjadi istri dari pemilik Diamond Corporation. Tapi sekarang pria ini malah bangkrut? Bagaimana ini? Usianya juga sudah tidak
'BRAAKKK!!!'Tanpa dapat dihindari lagi, mobil yang ditumpangi oleh Steven dan Noah menabrak bagian depan mobil merah itu. Bunyinya cukup memekakkan telinga sehingga membuat orang-orang yang berada di sana langsung berteriak karena terkejut.Beberapa orang segera berlari untuk membantu kecelakaan yang terjadi dengan disengaja oleh Noah itu."Noah, apa yang kau lakukan!" tegur Steven marah. Tengkuknya sakit karena benturan itu cukup keras. Ia mengusap tengkuknya dan meringis."Maaf, Mr. Gagnon. Tolong tunggu di mobil saja!" Noah memberi perintah sebelum ia langsung membuka pintu dan berlari keluar."Apa … tunggu, Noah!" teriak Steven. Tapi Noah sudah berlari keluar.Noah berlari dengan langkah terpincang menuju ke arah mobil merah yang is tabrak sebelum orang lain berhasil mencapainya terlebih dahulu.Noah dengan segera membuka pintu pengemudi dan menarik seorang wanita keluar."Nona, apakah Anda baik-baik saja?""Maafkan saya. Saya sedang menyetir tapi kaki saya tiba-tiba kram. Jadi
"Halo, Celine!" Steven langsung menyapa begitu melihat Celine. Ia berusaha untuk terlihat keren tapi gagal karena hidungnya masih berdarah dan inti tubuhnya masih berdenyut nyeri."Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Celine begitu terkejut sehingga ia bahkan tidak bisa bergerak. Setelah sekian lama tidak melihat pria itu dan kini melihatnya lagi sesuatu yang aneh terasa menggelepar dalam perut Celine dan membuatnya merasa mulas seketika."Menjumpaimu tentunya," jawab Steven. Rasa rindu yang amat sangat menyeruak dalam hati Steven sehingga tanpa sadar ia langsung menarik Celine ke arahnya dan memeluk tubuhnya dengan erat dn memagut bibir Celine dengan penuh kekuatan.Celine yang tidak menyangka sama sekali akan tindakan nekat Steven benar-benar dibuat tegang seluruh badannya. Ia berdiri kaku bagaikan patung terlalu berat untuk mencerna apa yang sedang terjadi.Noah yang melihat kejadian itu pun sama syoknya. Dugaan Steven ternyata tepat. Celine Brown pemilik Gaia adalah Celine Walton,
"Apa maksudmu?" tanya Celine tak mengerti."Aku tak mengerti. Menghancurkan Diamond Corporation adalah tujuan utamaku selama ini untuk membalas dendam hanya kepadamu. Apa hubungannya dengan orang lain?" tanya Celine bersedekap."Kau masih belum mengerti juga? Celine tujuanmu ingin menyakiti aku, tapi apakah kau pernah berpikir bahwa dengan kau memaksaku untuk menutup gerai, maka ada ribuan karyawan dan keluarga mereka yang ikut terkena pembalasan darimu, meski mereka tidak bersalah? Aku terpaksa harus merumahkan mereka. Padahal mereka tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan masa lalu kita bukan?""Aku terpaksa mengurangi jumlah karyawan agar yang masih tersisa dapat terus bekerja untuk memberi makan keluarganya. Tapi bagi sebagian dari mereka yang kehilangan pekerjaannya, pasti juga tidak dapat menghidupi Keluarganya." "Aku lebih suka jika kau membalas dendam padaku secara langsung, Celine!""Kau boleh memukulku, menendangku, mencekik aku. Bahkan aku rela mati di tanganmu, Celin
"Noah, Awaaaaasssss …"'TIIIIIINNNNN!!!'Bunyi klakson sebuah truk langsung terdengar dan membuat telinga Steven serta Noah seketika berdenging. Keduanya sampai mengerutkan bahu mereka untuk mengurangi suara berdenging pada telinga mereka masing-masing.Noah menghindar tepat pada waktunya. Bagian depan mobil sewaan mereka hampir saja berciuman dengan bagian depan truk pengangkut barang.Baik Noah maupun Steven sama-sama berusaha mengatur detak jantung mereka kembali ke denyut normal. Nafas mereka terengah. Baru setelah peristiwa itu terlewat beberapa lama mereka baru dapat kembali berbicara lagi."Noah! Apa kau sudah bosan hidup, hah?" sentak Steven kesal."Hari ini sudah dua kali kau hampir membuat kita pindah alam! Aku sudah membayar ganti rugi besar untuk mobil tadi. Apa kau masih ingin membuatku membayar lebih lagi?""Ma … maaf, Mr. Gagnon! Perkataan Anda barusan membuat saya terkejut. Sehingga saya tidak sadar bahwa saya sudah keluar jalur," Noah meminta maaf."Lain kali hati-hat
Celine langsung melepaskan diri dan menjauhkan dirinya dari Lucas. Ia menatap pria itu."Mengapa kau berpikir seperti itu?" tanya Celine gugup."Tidak apa. Aku hanya takut kau masih mencintainya, makanya kau terus menolakku," Lucas berkata dengan terus terang."Lucas, kau tahu itu tidak benar!" Tapi dalam hati, Celine tahu bahwa apa yang dikatakannya barusan kepada Lucas adalah suatu kebohongan yang lain. Setelah lama tak bertemu dengan Steven, dan tadi mereka bertemu untuk pertama kalinya setelah enam tahun berlalu, perasaan Celine ternyata masih sama seperti enam tahun yang lalu. Cintanya untuk Steven masih sama besarnya seperti waktu awal pernikahan mereka. Hanya amarah lah yang selama ini menghalangi Celine untuk bersatu kembali dengan Steven. Dan ia tidak bisa menghilangkan itu."Baiklah! Baiklah! Aku percaya padamu. Sekarang mari kita fokus kepada Ethan. Apa yang akan kita katakan pada Ethan nanti?" tanya Lucas."Entahlah, aku tidak ingin memberitahu Ethan," jawab Celine jujur.
"Selamat pagi, Celine!" Ditangannya terdapat sebuah buket bunga dan sebuah kotak yang dibungkus dengan kertas kado.Saking terkejutnya Celine sampai menyemburkan teh yang berada di mulutnya. Serta merta Celine berdiri. Cangkir teh yang berada di tangannya langsung tumpah membasahi tubuhnya.Celine menjerit kepanasan. Ia mengibaskan roknya yang basah terkena tumpahan teh. Steven yang melihatnya langsung berlari menghampiri Celine. Ia berjongkok, meletakkan buket bunga dan kotak di lantai untuk membantu mengibaskan rok Celine."Menjauhlah dariku!" tukas Celine kesal."Gara-gara kau tehku jadi tumpah!""Maafkan aku, Celine. Aku tidak bermaksud membuatmu terkejut." Steven berkata dengan nada menyesal. Memang ia tidak berniat untuk membuat Celine sampai terkena tumpahan teh."Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Celine galak."Mengunjungimu dan anak kita tentu," jawab Steven dengan lancar."Bukankah sudah kukatakan padamu untuk jangan datang lagi kemari?" tukas Celine sambil melipat tangan
"Steven hentikan!" pinta Celine sambil menggigit bibirnya.Tapi Steven sama sekali tidak mau mendengarkan Celine. Ia meneruskan aksinya. Terus mengecup kaki Celine dengan perlahan dan terus turun ke bawah lalu kembali lagi ke atas. Membuat Celine nyaris gila tak tertahankan dengan tindakan yang dilakukan oleh Steven.Steven menggunakan lidahnya sekarang dan meluncur perlahan di atas kulit Celine yang putih.Celine menengadahkan kepalanya ke atas memperlihatkan betapa jenjang lehernya yang indah. Steven melihat hal itu dan dengan cepat ia berpindah menyerang bagian leher Celine.Akhirnya setelah sekian tahun berpisah, Steven dapat menghirup kembali wangi tubuh Celine yang disukainya. Semuanya masih sama. Tidak ada yang berubah sama sekali.Gairahnya bangkit dan ia memegang rahang Celine agar wanita itu lebih mendongak lagi dan ia bisa menghirup lebih banyak lagi wangi tubuh yang dirindukannya. "Sudah lama sekali aku tidak merasakanmu, Celine!" bisik Steven dengan suara parau di teling
Devan terduduk lemas tepat di pinggiran jalan, kenyataan yang ia terima tadi begitu pahit dan menyakitkan.Kini ia pun tak punya lagi opsi-opsi yang bisa membuat ia menjadi pemenang di sini."Kenapa? kenapa harus Ethan?" lagi, pertanyaan itulah yang terus saja ia lontarkan karena hanya pertanyaan itu yang tak pernah bisa diubah jawabannya ."Rasanya sangat menyakitkan sekali," ucap Devan, ia memegang dadanya merasakan denyut jantung yang berpacu begitu lambat."Sinta, kenapa malam itu kamu masuk ke kamar Ethan, bukan kamar yang seharusnya kamu masuk? kenapa kamu begitu ceroboh sekali?"Kini tak ada lagi kata-kata yang bisa diucapkan oleh Devan, laki-laki itu hilang arah.Ia duduk, membiarkan dirinya itu dilihat oleh orang-orang yang lalu, ia tidak peduli selagi ia tidak mengganggu siapapun di sini.Devan menarik nafasnya dalam dalam, masih belum bisa ia terima, namun kenyataan lebih menyakitkan akan ia terima Jika ia tidak menerima kenyataan ini.Seenggaknya sekarang ia bisa berpikir
Devan mondar-mandir di depan pintu UGD, sudah hampir setengah jam ia berada di situ bersama dengan pembantunya. Tadi ketika ia membawa Sinta untuk pergi ke rumah sakit, ia meninggalkan pesan kepada bi Diah untuk datang ke rumah sakit, karena Sinta akan melahirkan. Sedikit banyak Ia membutuhkan bantuan wanita itu, bi Diah pernah melewati masa di mana ia melahirkan. seorang laki-laki seperti dirinya, mana mengerti semuanya ini, bukan?"Duduk dulu Mas dan tenangkan diri, berdoa kepada yang di atas semoga semuanya baik-baik saja." ucap Bi Diah."Bagaimana saya bisa tenang, sementara hampir setengah jam berlalu belum ada kabar berita yang saya dapatkan dari dalam. Bagaimana kondisi Sinta? apakah semuanya baik-baik saja, atau tidak? saya ingin tahu semuanya itu agar bisa tenang Bi," ucap Devan.Bi Diah pun merasa sedikit tegang karena sejak tadi belum ada tanda-tanda laporan bahwa persalinan berjalan dengan lancar."Mari kita berdoa untuk keselamatan Mbak Sinta,"Devan menganggukan kepalany
Sinta hampir saja terpesona dengan sosok Devan yang ada di hadapannya, kata-kata lembut namun teratur benar-benar membuat Sinta lupa diri sesaat.Tapi itu hanya terjadi beberapa menit saja sebelum Sinta menarik tangannya dengan tersenyum, merasa sedikit canggung dengan suasana yang tercipta saat ini. Devan pun merasakan hal itu, ia menggaruk kan tengkuknya yang tidak gatal untuk melepaskan kecanggungan yang tercipta itu."Oh iya, aku bersih diri dulu ya, badanku lengket-lengket semua. Kamu tidur aja dulu, lagian ini juga sudah malam, kasihan bayimu."Sinta menganggukkan kepalanya dan kemudian mereka berdua pun berpisah, dengan Sinta pergi ke jalur kanan menuju kamarnya Dan Devan pergi ke jalur kiri menuju kamarnya juga. Apartemen itu memiliki dua kamar, lumayan besar untuk mereka yang hanya tinggal berdua.Setelah sampai di kamarnya, Sinta menutup pintu. Tak lupa mengunci pintu agar Devan tidak bisa masuk.Ia memegang dadanya, detak jantung terasa begitu cepat sekali, Ada apa ini? apa
Shinta nampak tertunduk lesu, padahal dia hanya ingin mengirit uang yang dikeluarkan oleh Devan untuknya selama ini, laki-laki itu telah terlalu banyak mengeluarkan uang untuknya dan ia merasa sedikit tidak enak akan hal itu."Maaf, aku hanya tidak ingin terlalu banyak menggunakan uangmu. Apalagi beberapa peralatan bayi terbilang cukup mahal.""Aku sama sekali tidak masalah akan hal itu, kapan selama ini kamu mendengar aku mengungkit Semua pengeluaran untukmu?" jawab Devan, ia membantu dan mencukupi Sinta selama ini karena benar-benar tulus dari dasar hatinya yang paling dalam, bukan karena ada apanya. meskipun perasaannya ditolak mentah-mentah oleh Sinta, Ia tetap juga berbaik hati kepada wanita ini, bukan? jadi apalagi yang kurang saat ini?"Terima kasih Devan, terima kasih sekali. aku beruntung karena di saat seperti ini, Aku malah dipertemukan dengan orang sebaik kamu. jasamu tidak akan pernah bisa aku lupakan, bahkan sampai aku mati sekalipun nanti. Ketika anak ini lahir, aku aka
Devan tersenyum, "memangnya apa yang ada dalam pikiranmu itu?" tanya Devan.Sinta mencoba membenarkan posisinya agar lebih terasa enak saat ini, Devan membantu Sinta untuk duduk."Tadi ketika aku pulang dan ingin ke kamarku, aku mendengar kamu menyebut mama, Itulah kenapa aku tahu kalau tadi kamu bermimpi tentang mama," jelas Devan yang langsung di anggukkan oleh Sinta, hampir saja ia menuduh Devan yang tidak, tidak.Ia menoleh ke arah jam di dinding yang saat ini sudah menunjukkan pukul 11.00 malam, apakah tadi ia tertidur setelah makan malam? Ah, memang rasanya sangat melelahkan sekali ternyata."Kamu baru pulang?" tanya Sinta."Iya, sekitar hampir 15 menitan yang lalu lah.""Kenapa begitu larut sekali pulangnya? apakah begitu banyak pekerjaan di kantor?" tanya Sinta.Devan menggelengkan kepalanya, "hanya ada beberapa berkas yang harus aku kerjakan saja, mengingat tadi pun kita sudah pergi hampir setengah hari.""Apa kamu sudah makan?"tanya Sinta, ia baru teringat bahwa masih ada be
Nadia kembali tertawa terbahak-bahak diseberang sana hingga menampakkan dua buah lubang pipih yang membuat wanita itu semakin cantik sekali Jika tertawa seperti ini."Oh iya, dia akan memanggil anda apa? Bunda? Mama? Mami? Ibu? atau apa?""Ah, benar juga ya, kenapa selama ini aku tidak kepikiran untuk memilih panggilan yang pas? menurutmu, cocoknya panggilannya apa ya?""Ibu,""Ah, tidak. terlalu gimana gitu. Aku tidak mau dipanggil ibu yang lain dong."Nampak Nadia sedikit berpikir untuk mencari panggilan yang pas saat ini."Mami.. Mungkin,"Kali ini Sinta pula yang tertawa terbahak-bahak, membuat Nadia bingung apa yang salah dengan yang ia ucapkan tadi."Kenapa Anda tertawa?""Kenapa harus mami? apakah kamu juga merasakan kalau panggilan itu tidak pas untukku?" tanya Sinta."Kenapa sampai tidak pas? banyak kok orang sekarang anak-anaknya memanggil dengan panggilan mami.""Tidak, aku tidak mau. cari yang lain saja,"Nadia sedikit kesal dengan ucapan dari Sinta itu, sejak tadi tidak m
Sinta menggelengkan kepalanya, jujur ia sendiri pun belum yakin dengan pasti tentang Apa yang dirasakan oleh hatinya itu terhadap Ethan.Galau atau dilema? kata apa yang pas untuk menggambarkan perasaannya saat ini.Di satu sisi, ia memikirkan tentang anak nya ini. disisi lain juga, ada Ethan yang kalaupun ia mencintai Demian, pastilah Ethan tidak akan ingin menerima anaknya ini. Apalagi jika ia memaksakan diri untuk menerima perasaan Devan. Meskipun saat ini Devan mengatakan ia akan menerima anaknya, tapi jelas berbeda rasanya jika nanti mereka memiliki anak. Pasti Devan akan lebih condong ke anak kandung daripada anak sambung nanti.Lagian baik Ethan ataupun juga Devan mereka berdua berhak mendapat gadis yang baik-baik, bukanlah dirinya ini yang sudah kotor bahkan tidak tahu siapa laki-laki yang telah membuat Ia hamil."Aku tidak bisa menjawab pertanyaan itu, semuanya masih terlalu abu-abu untuk aku berikan sebagai jawaban."Devan menganggukkan kepalanya, meskipun seperti itu, Ia te
Di ruangan yang terbilang cukup besar itu, Sinta duduk seorang diri. Ia masih teringat dengan jelas kejadian dulu, saat di mana Devan mengungkapkan perasaan padanya.Entahlah, bagaimanapun ia mencoba, ia tetap tidak bisa menjadi seperti apa yang diinginkan oleh Devan, meskipun hanya sedikit saja, rasa itu benar-benar tidak ada.Sinta menatap ke sekeliling ruangan yang hampir sudah 7 bulan ia tempati. tempat di mana ia berteduh dari panasnya matahari dan dinginnya hawa hujan yang turun, dan Devan adalah laki-laki yang telah membawa dirinya ke tempat ini.Ia menyandarkan dirinya pada sandaran sofa yang ada di dalam kamarnya sambil mengelus lembut perutnya itu. Tiba-tiba ia kembali teringat dengan percakapannya dengan Nadia tadi. Bisa ia lihat, Bagaimana frustasinya Nadia saat Ia menceritakan semuanya tadi.Ingatannya melayang di mana malam tragedi itu terjadi, obat perangsang yang menjalari tubuhnya itu, benar-benar sulit untuk ia kendalikan. Andai saja malam itu tidak pernah ada, mungk
Kini mereka sudah berada di apartemen. Tak ada satu peralatan bayi pun yang mereka bawa.Bi Diah datang tergopoh-gopoh dari arah dapur untuk menyambut kedatangan majikannya.Alisnya naik ke atas ketika tidak melihat satu barang pun yang dibawa oleh Devan maupun Sinta."Di mana belanjaannya Mas dan Mbak? "Tanya bi dia.Mendengar itu Devan dan juga Sinta langsung saling adu tetap satu sama lainnya. Bertemu dengan Nadia dan mengobrol dengan wanita itu membuat ia lupa dengan tujuan awal pergi ke mall."Tadi kita hanya lihat-lihat saja kok, pas ada yang suka tapi warnanya terlalu norak, pas warnanya bagus eh motifnya yang tidak sesuai keinginan Sinta, jadi untuk hari ini kami memutuskan tidak membeli apapun. Mungkin aku akan mencari lagi waktu yang pas agar kami berdua bisa berbelanja peralatan bayi." Jawab Devan.Sebenarnya Devan tidak perlu berbohong pun, Bi Diah tidak akan memaksa majikannya untuk menjawab, toh Ia hanya sekedar berbasa-basi saja tadi.Bi Diah menganggukkan kepalanya dan