"Mau ngomong apa sih, Dit? Udah malam nih.""Bentaran aja, Sayang, kamu tenang aja. Aku nggak bakalan nyulik kamu kok.""Ckk ...."Danis menyalakan music dari tape mobil Rini.Lagu "You Are The Reason" milik Calum Scott mengalun indah membuat hati Nuri semakin tak karuan.There goes my heart beating'Cause you are the reasonI'm losing my sleepPlease come back now There goes my mind racingAnd you are the reasonThat I'm still breathingI'm hopeless nowI'd climb every mountainAnd swim every oceanJust to be with youAnd fix what I've brokenOh, 'cause I need you to seeThat you are the reasonThere goes my hands shakingAnd you are the reasonMy heart keeps bleedingI need you nowAnd if I could turn back the clockI'd make sure the light defeated the darkI'd spend every hour, of every dayKeeping you safeAnd I'd climb every mountainAnd swim every oceanJust to be with youAnd fix what I've brokenOh, 'cause I need you to seeThat you are the reasonDanis bersenandung pelan men
"Nggak apa-apa. Apa kamu merasa statusmu sekarang adalah kekuranganmu, Ri. Aku tidak akan mempermasalahkan itu," tanya Adit lagi."Nggak, Dit. Aku tidak pernah merasa begitu.""Lalu apa sebenarnya kekuranganmu yang kamu maksud itu, Ri. Maaf, aku tadi mendengar percakapanmu dengan Andri di restoran."Nuri terkejut mendengar ucapan Danis, kemudian hanya terdiam sambil menarik nafas."Kamu anak tunggal, Dit. Orangtuamu menyuruhmu segera menikah agar kamu mendapatkan keturunan. Dan aku bukan pilihan yang tepat bagimu. Aku tidak akan bisa memberimu keturunan. Kandunganku bermasalah ketika melahirkan Nanda, dan aku divonis dokter tidak bisa memiliki anak lagi. Itulah yang menjadi kekuranganku sekarang. Jadi kuharap jangan pernah berharap lagi padaku carilah wanita yang baik, yang pantas untukmu. Kamu orang baik." kalimat Nuri terdengar lirih.Danis terdiam mendengar penuturan Nuri. Sungguh banyak yang telah dilalui wanita di hadapannya ini, itulah yang membuatnya sekarang makin terlihat mat
“Tapi kan, Bapak bukan tamu, Bu.”“Terus kalau bukan tamu apa dong, Bi?”“Maaf Bu, saya masih menganggap Pak Andri majikan saya, dan mungkin akan selalu begitu. Pak Andri sangat baik pada saya, Bu. Bahkan bulan kemarin beliau menitipkan sejumlah uang pada saya untuk dikirim kan pada orang tua saya di kampung,” jawab Bi Ina lirih.Nuri tersenyum mendengar pengakuan Bi Ina. Andri memang selalu begitu, tidak pernah pelit dan baik pada semua orang. Bahkan adik Bi Ina dulu dimodalinya untuk membuka toko sembako hingga sampai sekarang toko sembakonya sudah makin berkembang di kampung Bi Ina.“Iya, Bi. Bapak memang baik. Tapi sekarang sudah bukan tugas saya untuk melayaninya, termasuk menuruti permintaannya untuk membuatkan minum. Jadi silahkan Bi Ina suguhkan saja minuman yang sudah Bi Ina buat tadi,” kata Nuri.“Baik, Bu,” jawab Ina patuh.Nuri pun kembali masuk kedalam kamarnya, dia hanya berlalu dan tidak menyapa ketiga pria yang masih bercengkrama di ruang tengah rumahnya.***“Dek, sep
Waktu menunjukkan pukul 16:10 ketika Nuri dan Andin keluar dari kantornya menuju parkiran. Mereka berdua terkejut ketika melihat Danis sedang berbincang-bincang dengan security di depan pos.“Danis?”“Adit?”Panggil Nuri dan Andin berbarengan. Danis pun menoleh kearah mereka berdua dan kemudian melangkah kearah Nuri dan Andin. “Ini bukannya masih malam jumat ya? Kok sudah diapelin aja?” tanya Andin entah bertanya kepada siapa, kemudian terlihat menghindar menjauhi Nuri ketika Nuri hendak menginjak kakinya. Danis hanya terkekeh pelan melihat kedua wanita itu.“Aku ngirim pesan kok dibaca doang sih, Ri?”“Eh, iya maaf, Dit. Tadi masih ada kerjaan jadi nggak sempat dibalas, ini rencanaya baru mau dibalas,” sahut Nuri.“Kalian perlu obat nyamuk nggak? Kalo nggak perlu obat nyamuknya mau pulang nih,” cetus Andin.“Ndiiinnn!” hardik Nuri.“Ya sudah, aku duluan ya. Sepertinya hari ini nggak ada nyamuk jadi obat nyamuknya pulang aja. Assalamualaikum,” kata Andin sambil memencet remot dan me
“Mas Andri!” sapa Nuri ketika melihat Andri berjalan menghampiri mereka. Danis menoleh kebelakang ketika mendengar Nuri menyebut nama Andri. Senyum Danis mengembang ketika melihat Andri berjalan kearah mereka.“Hai, Dik. Hai Danis. Kebetulan sekali ketemu disini,” balas Andri menyapa.“Hai Andri." Danis terlihat bersalaman dengan Andri. “Selamat malam, Bu Nuri. Gimana kabarnya?” sapa Eko pada Nuri.“Selamat malam juga, Ko. Aku kabar baik. Kamu sendiri gimana? Apa kabarnya juga anak dan istrimu, Ko?” Nuri membalas sapaan Eko sambil tersenyum.“Alhamdulillah anak istri saya baik, Bu,” jawab Eko.“Kalian lagi ngapain di mall ini?” tanya Nuri sambil memperhatikan keduanya yang masih dengan pakaian kerjanya. Andri bahkan masih menggunakan dasinya, lengan kemejanya digulung hingga sikunya membuat penampilan pria itu tampak formal namun stylish. Itu adalah gaya Andri yang sangat disukai Nuri, dulu dia akan bergelayut manja jika melihat Andri dengan style seperti itu. “Kami berdua lagi meng
Nuri, Aldy dan Nanda sudah terlihat rapi dan duduk di sofa ruang tamu bersiap menunggu Danis menjemput mereka. Tadi pagi Nuri menerima panggilan telpon dari Bu Safa yang mengundangnya secara langsung ke acara makan malam dalam rangka merayakan ulang tahun Bu Safa.“Ibu nggak yakin anak itu sudah ‘ngundang kamu, Nak. Dia selalu nggak pede apalagi jika itu menyangkut nak Nuri. Dan jangan lupa ajak anak-anakmu ya, Ibu ingin kenalan dengan mereka.” Begitu kata Bu Safa ketika mengundang Nuri lewat telpon.Tiinnn … tiinnnn … suara klakson mobil di depan pagar rumah Nuri membuatnya bangkit dari duduknya. Dilihatnya mobil Danis sudah ada di depan pagar.“Bi Ina, kami berangkat dulu, ya,” kata Nuri berpamitan pada Bi Ina kemudian mengajak kedua anaknya berjalan menuju mobil Danis.“Hai jagoan, sini duduk di depan bareng Om Adit,” sapa Danis pada Aldy sambil membuka pintu depan.“Kedua Tuan Putri yang cantik silahkan masuk,” lanjutnya lagi pada Nuri dan Nanda sambil membukakan pintu belakang mo
Bu Safa pun kembali menceritakan kejadian yang sudah pernah diceritakan Danis, dan mereka semua kembali tertawa mendengar cerita dari Bu Safa. “Aldy hobi badminton nggak?” tanya pak Wahyu pada Aldy.“Suka sih Opa, di sekolah Aldy sering ikut kegiatan ekstrakurikuler sepakbola dan badminton,” jawab Aldy sopan.“Wah kalau begitu kapan-kapan bisa ikut Opa ya. Opa tiap malam senin ikut kegiatan badminton,” ajak pak Wahyu.“Maaf Opa, kalau malam Senin Mama nggak bolehin Aldy ada kegiatan apapun karena besoknya harus sekolah.”“Oh ya ... kalau gitu Opa nanti bisa ganti jadwal ke malam Minggu kalau Aldy mau. Boleh kan nak Nuri?” tanya pak Wahyu pada Nuri.“Boleh aja sesekali Pak, saya memang jarang mengikutkan Aldy kegiatan di luar rumah karena setiap harinya kegiatan Aldy disekolah sudah banyak. Apalagi sekolahnya menerapkan sistem full day school,” jawab Nuri.“Wah kalau gitu nanti Opa kabari ya. Sesekali opa ajak latihan bareng, soalnya mau ajak Adit dia nggak doyan badminton. Opa kadang
Andri memarkirkan mobilnya di depan pagar rumahnya, lebih tepatnya pagar rumah Nuri. Karena rumah itu sudah diberikannya pada Nuri dan anak-anaknya. Rumah yang selalu dirindukannya, selalu ada rasa ingin kembali kerumah itu. Rumah yang dulunya penuh kebahagiaan, namun takdir membuatnya harus keluar dari rumah itu. Andri merah sekotak du*kin donut yang tadi dibelinya, Aldy sangat menyukai cemilan dengan brand yang terkenal itu.Andri tersenyum dan mengucapkan salam ketika Bi Ina membuka pintu untuknya."Kok sepi Bi? Abang dan Nanda mana?" tanya Andri."Iya, Pak. Bu Nuri, Abang Aldy dan Nanda baru aja pergi," jawab Bi Ina."Pergi? Pergi kemana Bi? Mobil Nuri ada di garasi tuh.""Bu Nuri dan anak-anak tadi dijemput Pak Danis, Pak. Kalau nggak salah dengar, Bu Nuri diundang untuk acara makan malam," jelas Bi Ina.Andri terlihat kecewa mendengar penjelasan Bi Ina. Ada perasaan sesak di dadanya membayangkan Nuri dan anak-anaknya sedang makan malam bersama Danis, pria yang belakangan ini ter
“Bang, pulang yuk! Kita nggak dianggap di sini. Dunia serasa milik mereka berdua tuh.” Andin menyebikkan bibirnya sambil menoleh pada Rizal.“Jangan pulang dulu dong, Ndin. Aku boleh minta sesuatu nggak?” tanya Nuri.“Apaan? Asal jangan meminta bayi dalam kandunganku. Kamu kan udah dapat bonus bayi dari Mas Andri.”“Sayang!” Rizal menegur lembut istrinya sambil menggelengkan kepalanya. Dia takut Andri tersinggung dengan ucapan istrinya.“Nggak apa-apa. Aku sangat terhibur dengan kalian berdua,” ucap Andri yang mengerti maksud Rizal.“Jadi minta apa, Ri?” tanya Andin.“Untuk beberapa hari kedepan bisa nggak kalian menginap di sini dulu menemani Ibu dan anak – anak.”“Maksud kamu, Ri?”“Aku dan Mas Andri berencana untuk berlibur keluar kota beberapa hari.”“Jadi kamu setuju, Dik?” tanya Andri dengan tatapan berbinar –binar.“Iya, Mas. Semoga anak-anak juga mengizinkan, ya.”“Wuihhh, aku cemburu pada kalian berdua. Yang pengantin baru siapa yang bulan madu siapa!” Andin kembali mengerucu
“Tapi kita bukan pasangan pengantin baru, Mas.” Protes Nuri. Wajahnya sedikit bersemu merah menerima tatapan menggoda dari suaminya.“Bagiku kita adalah pengantin baru, Sayang. Dan akan selalu begitu. Kita akan menjalani hari-hari kedepan seperti pengantin baru setiap harinya. Kamu mau kan?” Andri menarik mengencangkan pelukannya di bahu Nuri yang membuat tubuh wanita itu masuk kedalam dekapannya. Andri mencium pucuk kepala Nuri. “Boleh minta lagi nggak?” tanyanya mengedipkan mata.“Aku ke sini buat manggil sarapan, Mas. Ayo, sepertinya yang lain sudah menunggu kita.” Nuri menjauhkan tubuhnya. Dia pun sebenarnya susah payah menahan hasratnya untuk tetap berada dalam dekapan hangat suaminya.“Ah, padahal aku ingin sarapan yang lain.” Andri masih menggodanya.“Udah ah, Mas!”“Makanya kamu ambil cuti ya, Dik. Kita liburan berdua.”“Kita bicarakan nanti ya, Mas. Yuk, sarapan dulu.” “Morning kiss dulu, dong,” pinta Andri memajukan bibirnya.Cup! Nuri mengecupnya sekilas. Mata Andri berbin
Kembali Andri dan Nuri tak sanggup menahan keharuan ketika mereka bersujud dalam salat, sajadah keduanya basah dengan air mata penuh rasa syukur atas semua yang sudah mereka lalui.“Aku mencintaimu, Nuri-ku. Perasaanku tidak pernah berkurang meski takdir memisahkanku darimu,” ucap Andri lembut dan memberi kecupan pada kening Nuri setelah mereka melewati malam panjang berdua.“Aku juga mencintaimu, Mas,” jawab Nuri manja sambil menyandarkan kepalanya di dada lelaki yang tak pernah pergi dari hatinya itu.“Sarapan apa pagi ini, Bi?” tanya Nuri pada Bi Ina yang sedang sibuk di dapur.“Ini lagi bikin nasi goreng, pancake dan roti bakar, Bu.”“Ooh, ada yang pesan nasi goreng, Bi? Nggak biasanya sarapan nasi goreng.”“Nggak ada yang pesan, Bu. Bibi hanya membuat nasi goreng kesukaan Pak Andri.”Nuri tersenyum. Beruntung sekali dia dulu menerima Bi Ina ketika seorang keluarga jauhnya merekomendasikan Bi Ina saat Nuri sedang mencari tenaga ART. Bi Ina orang yang jujur, baik dan sangat menyaya
Andri mengetuk pintu kamar Nuri kemudian membukanya perlahan. Nuri yang sedang merapikan beberapa barang diatas meja riasnya menoleh ke arah pintu dan tersenyum melihat kehadiran Andri di sana.“Silakan masuk, Mas. Maaf aku masih merapikan beberapa barang yang tadi berantakan di sini,” ucapnya.“Mau kubantu, Dik?” tanya Andri.“Nggak usah, Mas. Sebentar lagi beres kok. Oiya, ibu masih nginap di sini?”“Ibu sudah pulang ke rumah, Dik. Katanya nggak bawa baju ganti jadi tadi minta antar pulang. Maaf nggak sempatin pamit, tadi ibu nyari kamu untuk berpamitan tapi sepertinya kamu sedang mandi tadi.”“Oh, nggak apa-apa, Mas. Insya Allah besok kita jemput ibu lagi ke sana. Kasian beliau sendirian di sana.”“Iya, Dik. Besok aku ada janji dengan perawat Bilqis juga dan ibu juga ingin ikut menengok Bilqis.”Nuri mengangguk tersenyum. “Besok kita ke sana bersama-sama ya, Mas.”“Teririma kasih, Sayang,” ucap Andri dengan suara serak. Nuri tersipu malu mendengar kata ‘sayang’ bibir lelaki itu. P
Rizal tersenyum bahagia melihat kebahagiaan yang terpancar di wajah Nuri. 'Aku akan menebus kesalahanku padamu dengan menjaga Nuri, Ayah. Aku melihat senyummu di balik senyumannya,' batin Rizal. Setelah tamu satu persatau mulai meninggalkan rumah Nuri, Andri dan Nuri yang sedang duduk bersantai di ruang tengah terkejut dengan kemunculan Bi Ina dengan deraian air mata di sana.Bi Ina sedari tadi tidak kelihatan diantara para tamu karena sibuk di belakang. Dengan deraian air matanya, Bi Ina memberi selamat pada kedua majikan yang begitu dihormatinya itu.“Bi Ina kok nangis gitu? Nggak suka saya balik ke rumah ini lagi?” tanya Andri sengaja bercanda. Dia tau Bi Ina dari dulu sangat berharap dia kembali ke rumah ini. Bi Ina bahkan beberapa kali menangis memohon padanya agar majikannya itu kembali bersama seperti dulu lagi.“Tidak, Pak. Justru sebaliknya saya sangat bahagia. Saya bahagia melihat keluarga Pak Andri dan Bu Nuri kembali bersatu. Ini adalah impian saya selama ini. Saya hanya
Andri dan Nuri serta Aldy dan Nanda masih berkeliling menyapa semua keluarga mereka yang hadir di rumah Nuri. Bu Susi yang dari tadi hanya diam menyaksikan semua yang terjadi di sana memeluk Nuri dengan erat ketika Nuri dan Andri serta kedua anak mereka menghampirinya.Tak ada kata yang keluar dari bibir wanita tua itu, hanya terdengar tangisan lirih membungkus keharuan yang dirasakannya. Nuri pun kembali menitikkan air mata harunya dalam dekapan ibu mertuanya itu.“Ibu tak bisa berkata apa-apa, Nak. Kebahagiaan yang ibu rasakan tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Pemandangan ini membuat perasaan ibu sesak dengan rasa bahagia. Sayang sekali Bapak dan adikmu Nindya tak bisa menyaksikan ini,” ucap Bu Susi sambil menyeka air matanya.“Iya, Bu. Kita akan mengabari Bapak dan Nindya nanti,” sahut Nuri lembut.“Terima kasih, Bu. Andri yakin ini semua juga tak lepas dari doa – doa ibu selama ini. Terima kasih untuk selalu meminta kebahagiaan anakmu ini dalam setiap doamu Ibu,” ucap Andri d
Andri terpaku mendengar ucapan Nuri, ucapan Nuri membuatnya merasa terbang ke awan – awan. Hatinya yang tadinya sesak dengan kepedihan kini berganti sesak dengan kebahagiaan.Begitu mudahnya Allah membolak – balikkan keadaan dan hati seseorang, maka sesungguhnya kita hanya perlu berpasrah pada ketentuan-Nya. Kun Fayakun, tidak ada satu hal pun yang mustahil bagi Allah jika Dia menghendakinya.Setelah semuanya setuju, Andri duduk dengan gagahnya menggantikan posisi yang tadinya diisi Adit. Kemeja kuning pucat hadiah dari Nuri yang dikenakannya tampak serasi dengan kebaya putih kombinasi kuning gading yang digunakan Nuri.Jika dilihat sekilas, tidak akan ada yang menyangka jika posisi Andri ada di sana untuk menggantikan Adit. Semua tampak serasi, seperti telah direncanakan dengan sempurna. Ya, semua rencana Allah. Itulah yang membuat semua terlihat sempurna.“Andri Firmansyah, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan adik kandung saya yang bernama Nuri Wulandari binti Muhammad Rasyid d
Ayah Andin, yang merupakan pemuka agama khusus datang dari Kalimantan memenuhi undangan anak dan menantunya untuk memberi khutbah dan wejangan pada calon pengantin. Jantung Adit berdegup kencang ketika tiba saatnya Rizal menatap tajam padanya dan menggenggam erat tangannya, sedangkan Nuri hanya duduk tertunduk di sampingnya sambil sesekali menghela napas pelan.“Danis Raditya, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan adik kandung saya yang bernama Nuri Wulandari binti Muhammad Rasyid dengan maskawinnya berupa uang sebesar Lima Ratus Ribu Rupiah dan seperangkat alat sholat dibayar TUNAI!”Hening. Tidak ada jawaban dari Adit. Ujung mata pria itu melirik pada sesosok pria di sudut ruangan yang tertunduk dengan bahu terguncang naik turun sambil memangku gadis kecil yang terlihat heran melihat pria itu menangis. Bola mata Adit menatap tajam pada Rizal kemudian kembali melirik ke sudut ruangan lalu melirik Nuri yang hanya menunduk dan menunggunya mengucapkan ijab kabul.Rizal menyipitkan m
Andri membuka lemari pakaiannya dan memilih kemeja berwarna kuning pucat yang merupakan kemeja favoritnya. Kemeja itu menjadi hadiah ulang tahun terakhir yang dihadiahkan Nuri padanya sebelum akhirnya takdir memisahkan mereka. Bu Aisyah, Aldy dan beberapa kerabat Nuri menyambut kehadiran Bu Susi dan Andri ketika mereka ibu dan anak itu tiba di sana. Bu Aisyah tampak ramah seperti biasanya mengajak Bu Susi mengobrol membicarakan beberapa hal. Sementara perhatian beberapa orang yang ada disana terpusat pada Andri ketika pria itu datang. Nuri hanya mengundang beberapa keluarga dekatnya, dan mereka semua yang ada disana mengetahui siapa Andri. Aldy yang menyambut kedatangan papanya mengajak Andri masuk kedalam rumah dan memilih menemani papanya itu duduk di pojok ruangan. Beberapa orang terlihat hilir mudik mempersiapkan keperluan acara. Rizal menghampiri Andri ketika melihat lelaki itu duduk di pojok ruangan ditemani Aldy. Rizal dan Andri terlibat perbincangan ringan beberapa saat sebe