“Ibu .…” Nuri kembali menumpahkan tangisnya ketika Bu Aisyah mendekapnya.Bu Aisyah hanya terdiam memeluk dan membelai rambut anaknya itu, sedangkan Pak Maulana dan Bu Susi hanya diam dan sesekali menyeka air matanya.“Maafkan kami yang sudah gagal mendidik putra kami Bu Asiyah,” kata pak Maulana.“Tidak perlu menyalahkan siapa-siapa, Pak. Mungkin memang seperti ini garis hidup yang harus dilalui oleh putri saya.” Bu Aisyah menjawab dengan suara pelan. “Bersedihlah secukupnya, Nak. Kemudian hadapilah semua suratan ini dengan tegar dan berpasrah pada-Nya. Jangan terlalu banyak menangis dan menyesali, yakinlah bahwa Allah tidak akan mengujimu diluar kemampuanmu. Allah tau kamu mampu, Allah tau kamu bisa melaluinya. Insya Allah akan ada hadiah yang indah dari-Nya jika kau menjalani semua ini dengan ikhlas,” sambung Bu Aisyah kemudian sambil terus membelai rambut Nuri.Kata-kata bu Aisyah sedikit membuat tangisan Nuri berangsur-angsur mereda. Dengan lembut Bu Aisyah kemudian mengajak Nuri
Pak Maulana dan Bu Susi memang tinggal di Medan. Pak Maulana merupakan pensiunan TNI dan sudah lama bertugas di sana. Mereka memilih tetap tinggal di Medan setelah pensiun karena sudah merasa cocok dengan lingkungan di sana. Selepas pensiun, beliau menjalankan usaha perkebunan sawit di sana dan usaha itu masih berjalan hingga sekarang.“Insya Allah, Pak. Nuri tidak akan memutuskan tali silaturahmi.”“Mas, hari Kamis nanti kegiatan mabit Aldy selesai. Tolong mas jemput Aldy di sekolahnya ya. Sebelum berangkat nanti aku juga akan mampir sebentar kesana dan mengabarinya jika kami akan berada di kampung ibu untuk beberapa hari.”“Iya, Dik. Mas mau bicara denganmu sebentar. Boleh?”“Tunggulah di ruang depan mas, nanti Nuri menyusul,” jawab Nuri“Dik, mengenai Aldy, biar Mas yang memberi tau padanya tentang kondisi kita sekarang.” Andri berkata lirih sambil menatap mata Nuri saat mereka berdua sudah di ruang depan.“Iya, Mas. Begitu lebih baik. Aldy adalah gambaran dirimu dan selama ini Ma
“Saya tadi pagi kedatangan tamu bulanan Bi, jadi nggak sholat. Biar saya yang jagain Nanda.”“Baik, Bu,” kata bi Ina kemudian membuka pintu mobil menyusul Bu Aisyah yang sudah terlebih dahulu berjalan menuju mesjid.Nuri termenung sendiri di dalam mobilnya, ia menoleh kebelakang melihat putrinya yang tengah tertidur pulas, Nuri membetulkan letak selimut Nanda dan menatap sayu wajah putrinya. Melihat wajah putrinya yang tengah tertidur membuat hatinya kembali merasa nyeri.“Maafkan Mama tidak bisa memberikan keluarga yang sempurna bagimu, Nak,” batin Nuri.Air matanya kembali mengalir ketika dari tape mobilnya mengalun indah lagu “Kamu dan Kenangan” lewat lantunan suara merdu Maudy Ayunda. Lirik lagunya yang sangat dalam membuat Nuri kembali menagis terisak seorang diri.Walau masih bisa senyumNamun tak selepas duluKini aku kesepian…Kamu dan segala kenanganMenyatu dalam waktu yang berjalanDan aku kini sendirianMenatap dirimu hanya bayanganTak ada yang lebih pedihDaripada kehila
Drrrttt… Drrrtttt…. Ponsel Nuri bergetar. Dilihatnya layar ponselnya Andin memanggil.“Assalamualaikum.”“Walaikumsalam, kata pak Indera kamu ajukan cuti, Ri. Kok mendadak?” Suara Andin langsung terdengar nyaring dari speaker ponsel Nuri“Duh, suaramu bikin kupingku sakit Ndin. Iya aku ajukan cuti kemarin lewat e-mail dan disetujui pak Indera.”“Kamu baik-baik aja kan, Ri?”“Aku baik-baik saja, Ndin. Aku lagi di kampung ibuk, aku perlu waktu untuk menenangkan diri.”“Sebentar ku tebak, kamu kesitu nggak bareng suamimu?”“Aku sekarang sudah bukan wanita yang bersuami, Ndin.” Nuri menarik nafas sesaat. “Mas Andri sudah menjatuhkan talak padaku sejak kemarin,” lanjutnya.“Astaghfirullah, Ri. Aku tak menyangka masalah kalian akan separah ini. Semoga kamu bisa menghadapi ini dengan sabar ya. Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu. Teruslah menjadi orang baik, karena Nuri yang kukenal adalah orang yang begitu baik dan sabar. Insya Allah suatu saat kebaikan-kebaikan yang kamu lakukan
“Aduh, Bu. Kok mau-maunya sih anak ibu mengalah. Jelas-jelas Rini lah yang salah, dia itu tidak tau berterima kasih. Sudah ditolong ehhh malah jadi pelakor.” “Sudahlah, Bu. Nggak baik menghakimi orang seperti itu. Saya mohon agar tidak ada lagi yang membicarakan masalah ini ya, Bu. Insya Allah anak saya ikhlas dan kedepannya ingin hidup tenang dengan anak-anaknya.” Nuri hanya terdiam mendengar pembicaraan antara ibunya dan tamunya. Setelah terdengar tamu Bu Aisyah pamit pulang, Nuri menemui ibunya. “Buk ... maafkan Nuri, ya. Gara-gara Nuri Ibuk jadi malu dan jadi bahan perbincangan warga di sini.” “Bicara apa kamu, Nak. Kita tidak berbuat salah, kenapa harus malu? Ibu tidak perduli apa yang orang lain katakan, Nak. Ibu hanya peduli dengan kebahagiaanmu dan cucu-cucu Ibu.” “Terima kasih, Buk. Nuri beruntung punya ibuk yang sangat mengerti Nuri.” “Maaaa … tadi Nanda dan Bi Ina tangkap anak ayam loh!” Suara Nanda terbata-bata dari arah pintu depan. Matanya berbinar-binar menjelaskan
Hari sudah menjelang malam ketika Andri memarkirkan mobilnya di carport rumah Rini, kemudian mengetuk pintu. Tak lama kemudian Rini membuka pintu dan merasa heran dengan kehadiran pak Andri di depan rumahnya.“Assalamualaikum.”“Walaikumsalam. Pak Andri?” Rini terlihat hendak bertanya namun tertahan saat melihat atasannya itu terlihat begitu lelah.“Aku lelah Rin, bisa tolong siapkan air hangat. Aku ingin mandi air hangat,” kata Andri sambil berjalan masuk kemudian merebahkan tubuhnya di sofa dan melonggarkan dasinya.“Bapak mau mandi di sini?” tanya Rini.“Hmmm .…” Andri hanya menjawab dengan bergumam.Rini kemudian menyiapkan air hangat di kamar mandi yang ada di kamar tamu. Rini bertanya-tanya dalam benaknya mengapa pria yang berstatus atasan sekaligus suaminya itu ke rumahnya dan meminta disiapkan air hangat untuk mandi. Memang sudah beberapa hari ini Rini sudah kembali masuk kantor setelah istirahat beberapa hari sejak kepergian ibunya. Teman-temanya di kantor pun menyambutnya da
“Aku akan menginap di sini,” jawab Andri datar. Matanya masih menatap kearah layar ponselnya.Sedangkan Rini terperanjat dengan jawaban Andri.“Menginap di sini? Maksud Bapak apa? Tidak ... tidak ... jangan, Pak. Apa kata orang nanti?”Mata Andri beralih menatap Rini tajam. Kemudian menarik nafas panjang.“Kau mengusirku, Rin? Ini rumahku dan kau istriku. Orang yang mana yang kamu maksud akan berkata apa?”“Maksudku Mbak Nuri, Pak. Aku takut mbak Nuri akan makin salah paham jika bapak menginap di sini. Masalah yang kemarin aja belum sempat diluruskan, Pak. Aku tidak mau menambah masalah lagi,” jawab Rini.“Sudahlah nggak usah dipikirkan, aku lelah.” Andri bersandar pada sofa sambil memejamkan matanya.“Kumohon pulanglah, Pak. Aku bukan bermaksud lancang mengusir bapak. Tapi aku tidak mau masalah menjadi semakin rumit.”Andri tak bergeming. Dia tetap diam bersandar di sofa dan matanya tetap terpejam. Beberapa kali terdengar hembusan nafas panjangnya.“Aku sudah menjatuhkan talak pada
“Lepaskan Rini, Pak!” Rini terisak.Rini menggeliat berusaha melepaskan diri dari ciuman dan cengkraman Andri, namun usahanya hanya sia-sia. Kancing depan piyamanya sudah terbuka yang membuat buah dadanya menyembul dari balik piyamanya.“Bukankan ini yang kamu inginkan? kamu menginginkan hubungan suamu istri yang sebenarnya, kan?” Suara Andri terdengar berat.“Bukan seperti ini, Pak” jawabnya lirih. Sementara Andri terlihat semakin agresif menjamah tubuh Rini.“Ibuuuu …," tangis Rini makin terdengar lirih.Andri seperti memperoleh akal sehatnya kembali ketika mendengar suara pilu Rini memanggil nama ibunya. Andri pun segera melepaskan ciuman brutalnya dan cengkraman tangannya pada tubuh Rini. Nafasnya tersengal-sengal menahan hasrat lelakinya. Andri duduk di tepi tempat tidur Rini dan mengusap kasar wajahnya, sementara Rini masih terus menangis dan berusaha menutupi dadanya kembali.“Maafkan aku, Rin,” ucap Andri.Rini tidak menjawabnya, dia masih terus menangis terisak pelan.“Bukan
“Bang, pulang yuk! Kita nggak dianggap di sini. Dunia serasa milik mereka berdua tuh.” Andin menyebikkan bibirnya sambil menoleh pada Rizal.“Jangan pulang dulu dong, Ndin. Aku boleh minta sesuatu nggak?” tanya Nuri.“Apaan? Asal jangan meminta bayi dalam kandunganku. Kamu kan udah dapat bonus bayi dari Mas Andri.”“Sayang!” Rizal menegur lembut istrinya sambil menggelengkan kepalanya. Dia takut Andri tersinggung dengan ucapan istrinya.“Nggak apa-apa. Aku sangat terhibur dengan kalian berdua,” ucap Andri yang mengerti maksud Rizal.“Jadi minta apa, Ri?” tanya Andin.“Untuk beberapa hari kedepan bisa nggak kalian menginap di sini dulu menemani Ibu dan anak – anak.”“Maksud kamu, Ri?”“Aku dan Mas Andri berencana untuk berlibur keluar kota beberapa hari.”“Jadi kamu setuju, Dik?” tanya Andri dengan tatapan berbinar –binar.“Iya, Mas. Semoga anak-anak juga mengizinkan, ya.”“Wuihhh, aku cemburu pada kalian berdua. Yang pengantin baru siapa yang bulan madu siapa!” Andin kembali mengerucu
“Tapi kita bukan pasangan pengantin baru, Mas.” Protes Nuri. Wajahnya sedikit bersemu merah menerima tatapan menggoda dari suaminya.“Bagiku kita adalah pengantin baru, Sayang. Dan akan selalu begitu. Kita akan menjalani hari-hari kedepan seperti pengantin baru setiap harinya. Kamu mau kan?” Andri menarik mengencangkan pelukannya di bahu Nuri yang membuat tubuh wanita itu masuk kedalam dekapannya. Andri mencium pucuk kepala Nuri. “Boleh minta lagi nggak?” tanyanya mengedipkan mata.“Aku ke sini buat manggil sarapan, Mas. Ayo, sepertinya yang lain sudah menunggu kita.” Nuri menjauhkan tubuhnya. Dia pun sebenarnya susah payah menahan hasratnya untuk tetap berada dalam dekapan hangat suaminya.“Ah, padahal aku ingin sarapan yang lain.” Andri masih menggodanya.“Udah ah, Mas!”“Makanya kamu ambil cuti ya, Dik. Kita liburan berdua.”“Kita bicarakan nanti ya, Mas. Yuk, sarapan dulu.” “Morning kiss dulu, dong,” pinta Andri memajukan bibirnya.Cup! Nuri mengecupnya sekilas. Mata Andri berbin
Kembali Andri dan Nuri tak sanggup menahan keharuan ketika mereka bersujud dalam salat, sajadah keduanya basah dengan air mata penuh rasa syukur atas semua yang sudah mereka lalui.“Aku mencintaimu, Nuri-ku. Perasaanku tidak pernah berkurang meski takdir memisahkanku darimu,” ucap Andri lembut dan memberi kecupan pada kening Nuri setelah mereka melewati malam panjang berdua.“Aku juga mencintaimu, Mas,” jawab Nuri manja sambil menyandarkan kepalanya di dada lelaki yang tak pernah pergi dari hatinya itu.“Sarapan apa pagi ini, Bi?” tanya Nuri pada Bi Ina yang sedang sibuk di dapur.“Ini lagi bikin nasi goreng, pancake dan roti bakar, Bu.”“Ooh, ada yang pesan nasi goreng, Bi? Nggak biasanya sarapan nasi goreng.”“Nggak ada yang pesan, Bu. Bibi hanya membuat nasi goreng kesukaan Pak Andri.”Nuri tersenyum. Beruntung sekali dia dulu menerima Bi Ina ketika seorang keluarga jauhnya merekomendasikan Bi Ina saat Nuri sedang mencari tenaga ART. Bi Ina orang yang jujur, baik dan sangat menyaya
Andri mengetuk pintu kamar Nuri kemudian membukanya perlahan. Nuri yang sedang merapikan beberapa barang diatas meja riasnya menoleh ke arah pintu dan tersenyum melihat kehadiran Andri di sana.“Silakan masuk, Mas. Maaf aku masih merapikan beberapa barang yang tadi berantakan di sini,” ucapnya.“Mau kubantu, Dik?” tanya Andri.“Nggak usah, Mas. Sebentar lagi beres kok. Oiya, ibu masih nginap di sini?”“Ibu sudah pulang ke rumah, Dik. Katanya nggak bawa baju ganti jadi tadi minta antar pulang. Maaf nggak sempatin pamit, tadi ibu nyari kamu untuk berpamitan tapi sepertinya kamu sedang mandi tadi.”“Oh, nggak apa-apa, Mas. Insya Allah besok kita jemput ibu lagi ke sana. Kasian beliau sendirian di sana.”“Iya, Dik. Besok aku ada janji dengan perawat Bilqis juga dan ibu juga ingin ikut menengok Bilqis.”Nuri mengangguk tersenyum. “Besok kita ke sana bersama-sama ya, Mas.”“Teririma kasih, Sayang,” ucap Andri dengan suara serak. Nuri tersipu malu mendengar kata ‘sayang’ bibir lelaki itu. P
Rizal tersenyum bahagia melihat kebahagiaan yang terpancar di wajah Nuri. 'Aku akan menebus kesalahanku padamu dengan menjaga Nuri, Ayah. Aku melihat senyummu di balik senyumannya,' batin Rizal. Setelah tamu satu persatau mulai meninggalkan rumah Nuri, Andri dan Nuri yang sedang duduk bersantai di ruang tengah terkejut dengan kemunculan Bi Ina dengan deraian air mata di sana.Bi Ina sedari tadi tidak kelihatan diantara para tamu karena sibuk di belakang. Dengan deraian air matanya, Bi Ina memberi selamat pada kedua majikan yang begitu dihormatinya itu.“Bi Ina kok nangis gitu? Nggak suka saya balik ke rumah ini lagi?” tanya Andri sengaja bercanda. Dia tau Bi Ina dari dulu sangat berharap dia kembali ke rumah ini. Bi Ina bahkan beberapa kali menangis memohon padanya agar majikannya itu kembali bersama seperti dulu lagi.“Tidak, Pak. Justru sebaliknya saya sangat bahagia. Saya bahagia melihat keluarga Pak Andri dan Bu Nuri kembali bersatu. Ini adalah impian saya selama ini. Saya hanya
Andri dan Nuri serta Aldy dan Nanda masih berkeliling menyapa semua keluarga mereka yang hadir di rumah Nuri. Bu Susi yang dari tadi hanya diam menyaksikan semua yang terjadi di sana memeluk Nuri dengan erat ketika Nuri dan Andri serta kedua anak mereka menghampirinya.Tak ada kata yang keluar dari bibir wanita tua itu, hanya terdengar tangisan lirih membungkus keharuan yang dirasakannya. Nuri pun kembali menitikkan air mata harunya dalam dekapan ibu mertuanya itu.“Ibu tak bisa berkata apa-apa, Nak. Kebahagiaan yang ibu rasakan tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Pemandangan ini membuat perasaan ibu sesak dengan rasa bahagia. Sayang sekali Bapak dan adikmu Nindya tak bisa menyaksikan ini,” ucap Bu Susi sambil menyeka air matanya.“Iya, Bu. Kita akan mengabari Bapak dan Nindya nanti,” sahut Nuri lembut.“Terima kasih, Bu. Andri yakin ini semua juga tak lepas dari doa – doa ibu selama ini. Terima kasih untuk selalu meminta kebahagiaan anakmu ini dalam setiap doamu Ibu,” ucap Andri d
Andri terpaku mendengar ucapan Nuri, ucapan Nuri membuatnya merasa terbang ke awan – awan. Hatinya yang tadinya sesak dengan kepedihan kini berganti sesak dengan kebahagiaan.Begitu mudahnya Allah membolak – balikkan keadaan dan hati seseorang, maka sesungguhnya kita hanya perlu berpasrah pada ketentuan-Nya. Kun Fayakun, tidak ada satu hal pun yang mustahil bagi Allah jika Dia menghendakinya.Setelah semuanya setuju, Andri duduk dengan gagahnya menggantikan posisi yang tadinya diisi Adit. Kemeja kuning pucat hadiah dari Nuri yang dikenakannya tampak serasi dengan kebaya putih kombinasi kuning gading yang digunakan Nuri.Jika dilihat sekilas, tidak akan ada yang menyangka jika posisi Andri ada di sana untuk menggantikan Adit. Semua tampak serasi, seperti telah direncanakan dengan sempurna. Ya, semua rencana Allah. Itulah yang membuat semua terlihat sempurna.“Andri Firmansyah, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan adik kandung saya yang bernama Nuri Wulandari binti Muhammad Rasyid d
Ayah Andin, yang merupakan pemuka agama khusus datang dari Kalimantan memenuhi undangan anak dan menantunya untuk memberi khutbah dan wejangan pada calon pengantin. Jantung Adit berdegup kencang ketika tiba saatnya Rizal menatap tajam padanya dan menggenggam erat tangannya, sedangkan Nuri hanya duduk tertunduk di sampingnya sambil sesekali menghela napas pelan.“Danis Raditya, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan adik kandung saya yang bernama Nuri Wulandari binti Muhammad Rasyid dengan maskawinnya berupa uang sebesar Lima Ratus Ribu Rupiah dan seperangkat alat sholat dibayar TUNAI!”Hening. Tidak ada jawaban dari Adit. Ujung mata pria itu melirik pada sesosok pria di sudut ruangan yang tertunduk dengan bahu terguncang naik turun sambil memangku gadis kecil yang terlihat heran melihat pria itu menangis. Bola mata Adit menatap tajam pada Rizal kemudian kembali melirik ke sudut ruangan lalu melirik Nuri yang hanya menunduk dan menunggunya mengucapkan ijab kabul.Rizal menyipitkan m
Andri membuka lemari pakaiannya dan memilih kemeja berwarna kuning pucat yang merupakan kemeja favoritnya. Kemeja itu menjadi hadiah ulang tahun terakhir yang dihadiahkan Nuri padanya sebelum akhirnya takdir memisahkan mereka. Bu Aisyah, Aldy dan beberapa kerabat Nuri menyambut kehadiran Bu Susi dan Andri ketika mereka ibu dan anak itu tiba di sana. Bu Aisyah tampak ramah seperti biasanya mengajak Bu Susi mengobrol membicarakan beberapa hal. Sementara perhatian beberapa orang yang ada disana terpusat pada Andri ketika pria itu datang. Nuri hanya mengundang beberapa keluarga dekatnya, dan mereka semua yang ada disana mengetahui siapa Andri. Aldy yang menyambut kedatangan papanya mengajak Andri masuk kedalam rumah dan memilih menemani papanya itu duduk di pojok ruangan. Beberapa orang terlihat hilir mudik mempersiapkan keperluan acara. Rizal menghampiri Andri ketika melihat lelaki itu duduk di pojok ruangan ditemani Aldy. Rizal dan Andri terlibat perbincangan ringan beberapa saat sebe