“Lepaskan Rini, Pak!” Rini terisak.Rini menggeliat berusaha melepaskan diri dari ciuman dan cengkraman Andri, namun usahanya hanya sia-sia. Kancing depan piyamanya sudah terbuka yang membuat buah dadanya menyembul dari balik piyamanya.“Bukankan ini yang kamu inginkan? kamu menginginkan hubungan suamu istri yang sebenarnya, kan?” Suara Andri terdengar berat.“Bukan seperti ini, Pak” jawabnya lirih. Sementara Andri terlihat semakin agresif menjamah tubuh Rini.“Ibuuuu …," tangis Rini makin terdengar lirih.Andri seperti memperoleh akal sehatnya kembali ketika mendengar suara pilu Rini memanggil nama ibunya. Andri pun segera melepaskan ciuman brutalnya dan cengkraman tangannya pada tubuh Rini. Nafasnya tersengal-sengal menahan hasrat lelakinya. Andri duduk di tepi tempat tidur Rini dan mengusap kasar wajahnya, sementara Rini masih terus menangis dan berusaha menutupi dadanya kembali.“Maafkan aku, Rin,” ucap Andri.Rini tidak menjawabnya, dia masih terus menangis terisak pelan.“Bukan
“Aku mencintaimu,” bisiknya lirih.Andri menggeliat tepat disaaat adzan Subuh berkumandang. Tangan kekarnya merasa sedang memeluk seseorang, dia tersenyum dan mengeratkan pelukannya. Namun kemudian merenggangkannya kembali ketika merasa asing dengan tubuh yang sedang dipeluknya. Perlahan Andri membuka dan memicingkan matanya ketika melihat bahwa dia tidak sedang berada di kamarnya. Sesaat kemudian Andri meyadari jika dia sedang berada di kamar Rini, dan yang sedang dipeluknya sekarang ini adalah Rini bukan Nuri. Ini adalah pertama kalinya ia tidur dengan seorang wanita selain Nuri. Tubuh Rini dalam pelukannya terasa asing baginya. Selama ini dia hanya menghapal lekuk tubuh Nuri, rasa dan aroma tubuh Nuri sudah tertanam lekat dalam pikirannya. Perlahan Andri menatap wajah Rini yang sepertinya baru saja tertidur dengan lelapnya. Mungkin gadis ini tak bisa tidur karena kehadiranku di sampingnya, batin Andri. Andri mengulurkan tangannya dan mengusap wajah Rini dan tersenyum.“Bersiapla
“Iya, Dek, dia menemuiku dan menyampaikan titipanmu. Terima kasih ya sudah memperhatikanku. Bahkan titipanmu yang kedua sangat berlebihan dek. Aku sampai meminta tolong petugas penjaga untuk mebagi-bagikannya ke sel sebelah.”“Haaaa??? Titipan apa kak? Aku cuma sekali minta Andin beliin kakak makanan saat teman-teman kantorku ke sini. Kok bisa dua kali kak?” Nuri bertanya dengan ekpresi bingung.“Andin dua kali mencari kakak, Dek. Katanya menyampaikan titipanmu. Kalau nggak salah pas hari Senin dan Rabu yang lalu,” jawab Rizal.Nuri mengeryitkan keningnya, perasaaan ia cuma sekali meminta tolong pada Andin. Nuri pun sudah mengganti membayar nota yang ditunjukkan Andin.“Ya sudah, Kak. Ntar aku tanyain Andin.”“Temanmu itu baik ya, Dek. Dia sepertinya wanita cerdas dan lucu. Mengobrol dengannya sangat mengasyikkan sampai nggak kerasa waktu.” Rizal bercerita dengan senyum simpul di wajahnya.“Bu Nyai ngajakin kakak ngobrol?”“Bu Nyai?”“Iya kak, jadi di kantor dia suka dijuluki bu Nyai
“Aku tidak punya siapa-siapa yang membelaku, Dek. Aku juga merasa mungkin ini adalah balasan Allah padaku atas dosa-dosaku pada ayah. Aku tak mungkin melawan sedangkan bukti rekaman cctv yang diajukan sebagai bukti adalah rekaman saat aku memukul pria itu. Tapi beberapa hari yang lalu, aku mendapat semangat kembali dari seseorang untuk kembali mencari keadilan. Dia berjanji akan membantuku mencarikan pengacara yang baik dan tim cyber untuk mencari kembali rekaman cctv yang dulu dimusnahkan. Dari informasi yang kudapatkan anak pejabat yang menganiaya pria nahas itu juga sudah meninggal karena kecelakaan. Jadi kurasa, sudah waktunya aku mencari keadilan untuk diriku.” Rizal menjelaskan tatapan mata berbinar menunjukkan semangatnya.“Aku akan selalu mendukungmu, Kak. Dari awal agak ragu, perasaanku mengatakan kakak tidak mungkin terlibat dalam kasus pembunuhan. Aku selalu melihat sisi lembut ayah pada kakak,” kata Nuri.“Terima kasih sudah mempercayaiku, Dek. Apa kamu tau siapa orang yan
"Dia itu kelihatannya aja polos, ternyata bermuka dua ya. Bayangin Pak Andri sampai nyeraikan istrinya demi dia. Padahal kurang apa coba Bu Nuri, sudah cantik, baik, pintar, karirnya bagus."Nuri menghentikan langkahnya di depan toilet ketika mendengar percakapan dari balik pintu toilet. Dia terdiam dan mengurungkan niatnya membuka pintu toilet, namun rasa penasaran membuatnya tak beranjak dari sana."Dia itu pinter cari muka, pura-pura kerja bagus biar dipuji Pak Andri. Kemudian semua dia kendalikan, bahkan hati Pak Andri pun sekarang dikuasainya. Aku yakin perlahan-lahan dia pasti akan menguasai perusahaan ini. Dasar perempuan jahat, pura-pura baik padahal aslinya iblis. Aku kok jadi kasian sama Bu Nuri ya." suara seseorang dari balik pintu toilet itu membuat Rini berbalik arah kembali menuju ruangannya.Meli yang melihat Rini kembali keruangan sambil menangis pun menghampirinya."Kamu kenapa, Rin?""Nggak apa-apa, Mel. Kita makan di luar, yuk. Aku mau curhat padamu, boleh kan?"
Rini tiba di rumahnya dengan menumpang ojek online yang dipesannya lewat aplikasi di smartphonenya. Dia sengaja pulang lebih dulu dan menghindari pulang bareng Andri. Pembicaraan karyawan di toilet tadi masih mengganggu pikirannya. Setelah mandi dan keramas Rini menuju dapur dan mulai memasak beberapa macam makanan untuk makan malam. Rambutnya yang masih basah dibungkusnya dengan handuk sehingga leher jenjangnya terlihat jelas tanpa dilindungi oleh rambut."Assalamualaikum." Andri membuka pintu."Walaikumsalam." Rini hanya menjawab dari arah dapur tanpa menyambutnya. Ia masih belum tau bagamana cara menyambut suaminya pulang kerja."Kenapa nggak nunggu aku tadi, Rin?" kata Andri menyusul ke dapur kemudian mengambil segelas air dan meneguknya."Aku gerah, Pak, pengen segera pulang dan mandi, jadi tadi pesan ojek online," kata Rini beralasan."Mulai sekarang jangan naik ojol lagi, tunggulah aku atau minta Eko mengantarmu. Aku nggak mau melihatmu bersentuhan dengan orang lain," perintahn
Drrrttt .... Drrrrttt... Andri melirik layar ponselnya. Nuri memanggil. Secepat kilat diraihnya ponselnya dan menerima panggilan."Mas ada waktu? Hari ini bagian kepegawaian ingin bertemu untuk menanyakan beberapa hal terkait rekomendasi perceraian yang kuminta." Suara Nuri di ponsel setelah mengucapkan salam."Iya, Dik. Jam berapa? BIar Mas sesuaikan jadwal," jawab Andri lesu. Dia begitu bersemangat menjawab telpon Nuri namun seketika hilang semangat saat tau Nuri menelponnya hanya untuk urusan legalitas perceraian mereka."Jam 10 pagi ini bisa, Mas? Aku tunggu di kafe xx biar nanti bareng kes ana. Takutnya Mas nyasar.""Baik, Dk. Tunggulah, Mas akan datang ke sana.""Ko, meeting hari ini dengan PT. DEF kuwakilkan padamu. Aku ada janji dengan Nuri jam 10 ini," kata Andri pada Eko"Tapi, Pak, saya tidak begitu lihai dalam bernegosiasi. Sepertinya Bu Rini lebih cocok untuk menggantikan Bapak. Apa perlu saya menjemputnya?" "Kalau kamu tidak bisa mewakiliku minta tunda aja meetingnya
Dua bulan kemudian.Kini kehidupan Nuri sudah terlihat berangsur normal kembali, meski tak ada yang benar-benar normal setelah perceraiannya. Ketok palu yang mengesahkan perceraiannya dengan Andri sudah sah sebulan yang lalu. Prosesnya lancar karena alasan dan buktu yang diajukan Nuri menggugat cerai Andri sangat kuat, yaitu pernikahan suaminya dengan Rini. Andri pun mengakui semuanya pada saat sidang sehingga tidak ada yang menghambat pengesahan perceraian mereka.Sesekali dalam sholat-sholat malamnya Nuri masih terpekur menangis dan mengadu pada Sang Pencipta. Dia hanya manusia biasa, mahkluk yang lemah. Bagaimanapun Andri adalah lelaki yang sudah 13 tahun hidup bersamanya, sesekali rasa nyeri pengkhianatan itu masih terasa di dadanya. Namun, semua masih dalam batas yang wajar, dia hanya berusaha mencari kekuatan dalam doa-doa panjangnya.Hubungannya dengan Rini pun terbilang sangat baik. Sesekali mereka saling menelpon atau mengirim pesan untuk menanyakan kabar. Anak-anaknya pun be
“Bang, pulang yuk! Kita nggak dianggap di sini. Dunia serasa milik mereka berdua tuh.” Andin menyebikkan bibirnya sambil menoleh pada Rizal.“Jangan pulang dulu dong, Ndin. Aku boleh minta sesuatu nggak?” tanya Nuri.“Apaan? Asal jangan meminta bayi dalam kandunganku. Kamu kan udah dapat bonus bayi dari Mas Andri.”“Sayang!” Rizal menegur lembut istrinya sambil menggelengkan kepalanya. Dia takut Andri tersinggung dengan ucapan istrinya.“Nggak apa-apa. Aku sangat terhibur dengan kalian berdua,” ucap Andri yang mengerti maksud Rizal.“Jadi minta apa, Ri?” tanya Andin.“Untuk beberapa hari kedepan bisa nggak kalian menginap di sini dulu menemani Ibu dan anak – anak.”“Maksud kamu, Ri?”“Aku dan Mas Andri berencana untuk berlibur keluar kota beberapa hari.”“Jadi kamu setuju, Dik?” tanya Andri dengan tatapan berbinar –binar.“Iya, Mas. Semoga anak-anak juga mengizinkan, ya.”“Wuihhh, aku cemburu pada kalian berdua. Yang pengantin baru siapa yang bulan madu siapa!” Andin kembali mengerucu
“Tapi kita bukan pasangan pengantin baru, Mas.” Protes Nuri. Wajahnya sedikit bersemu merah menerima tatapan menggoda dari suaminya.“Bagiku kita adalah pengantin baru, Sayang. Dan akan selalu begitu. Kita akan menjalani hari-hari kedepan seperti pengantin baru setiap harinya. Kamu mau kan?” Andri menarik mengencangkan pelukannya di bahu Nuri yang membuat tubuh wanita itu masuk kedalam dekapannya. Andri mencium pucuk kepala Nuri. “Boleh minta lagi nggak?” tanyanya mengedipkan mata.“Aku ke sini buat manggil sarapan, Mas. Ayo, sepertinya yang lain sudah menunggu kita.” Nuri menjauhkan tubuhnya. Dia pun sebenarnya susah payah menahan hasratnya untuk tetap berada dalam dekapan hangat suaminya.“Ah, padahal aku ingin sarapan yang lain.” Andri masih menggodanya.“Udah ah, Mas!”“Makanya kamu ambil cuti ya, Dik. Kita liburan berdua.”“Kita bicarakan nanti ya, Mas. Yuk, sarapan dulu.” “Morning kiss dulu, dong,” pinta Andri memajukan bibirnya.Cup! Nuri mengecupnya sekilas. Mata Andri berbin
Kembali Andri dan Nuri tak sanggup menahan keharuan ketika mereka bersujud dalam salat, sajadah keduanya basah dengan air mata penuh rasa syukur atas semua yang sudah mereka lalui.“Aku mencintaimu, Nuri-ku. Perasaanku tidak pernah berkurang meski takdir memisahkanku darimu,” ucap Andri lembut dan memberi kecupan pada kening Nuri setelah mereka melewati malam panjang berdua.“Aku juga mencintaimu, Mas,” jawab Nuri manja sambil menyandarkan kepalanya di dada lelaki yang tak pernah pergi dari hatinya itu.“Sarapan apa pagi ini, Bi?” tanya Nuri pada Bi Ina yang sedang sibuk di dapur.“Ini lagi bikin nasi goreng, pancake dan roti bakar, Bu.”“Ooh, ada yang pesan nasi goreng, Bi? Nggak biasanya sarapan nasi goreng.”“Nggak ada yang pesan, Bu. Bibi hanya membuat nasi goreng kesukaan Pak Andri.”Nuri tersenyum. Beruntung sekali dia dulu menerima Bi Ina ketika seorang keluarga jauhnya merekomendasikan Bi Ina saat Nuri sedang mencari tenaga ART. Bi Ina orang yang jujur, baik dan sangat menyaya
Andri mengetuk pintu kamar Nuri kemudian membukanya perlahan. Nuri yang sedang merapikan beberapa barang diatas meja riasnya menoleh ke arah pintu dan tersenyum melihat kehadiran Andri di sana.“Silakan masuk, Mas. Maaf aku masih merapikan beberapa barang yang tadi berantakan di sini,” ucapnya.“Mau kubantu, Dik?” tanya Andri.“Nggak usah, Mas. Sebentar lagi beres kok. Oiya, ibu masih nginap di sini?”“Ibu sudah pulang ke rumah, Dik. Katanya nggak bawa baju ganti jadi tadi minta antar pulang. Maaf nggak sempatin pamit, tadi ibu nyari kamu untuk berpamitan tapi sepertinya kamu sedang mandi tadi.”“Oh, nggak apa-apa, Mas. Insya Allah besok kita jemput ibu lagi ke sana. Kasian beliau sendirian di sana.”“Iya, Dik. Besok aku ada janji dengan perawat Bilqis juga dan ibu juga ingin ikut menengok Bilqis.”Nuri mengangguk tersenyum. “Besok kita ke sana bersama-sama ya, Mas.”“Teririma kasih, Sayang,” ucap Andri dengan suara serak. Nuri tersipu malu mendengar kata ‘sayang’ bibir lelaki itu. P
Rizal tersenyum bahagia melihat kebahagiaan yang terpancar di wajah Nuri. 'Aku akan menebus kesalahanku padamu dengan menjaga Nuri, Ayah. Aku melihat senyummu di balik senyumannya,' batin Rizal. Setelah tamu satu persatau mulai meninggalkan rumah Nuri, Andri dan Nuri yang sedang duduk bersantai di ruang tengah terkejut dengan kemunculan Bi Ina dengan deraian air mata di sana.Bi Ina sedari tadi tidak kelihatan diantara para tamu karena sibuk di belakang. Dengan deraian air matanya, Bi Ina memberi selamat pada kedua majikan yang begitu dihormatinya itu.“Bi Ina kok nangis gitu? Nggak suka saya balik ke rumah ini lagi?” tanya Andri sengaja bercanda. Dia tau Bi Ina dari dulu sangat berharap dia kembali ke rumah ini. Bi Ina bahkan beberapa kali menangis memohon padanya agar majikannya itu kembali bersama seperti dulu lagi.“Tidak, Pak. Justru sebaliknya saya sangat bahagia. Saya bahagia melihat keluarga Pak Andri dan Bu Nuri kembali bersatu. Ini adalah impian saya selama ini. Saya hanya
Andri dan Nuri serta Aldy dan Nanda masih berkeliling menyapa semua keluarga mereka yang hadir di rumah Nuri. Bu Susi yang dari tadi hanya diam menyaksikan semua yang terjadi di sana memeluk Nuri dengan erat ketika Nuri dan Andri serta kedua anak mereka menghampirinya.Tak ada kata yang keluar dari bibir wanita tua itu, hanya terdengar tangisan lirih membungkus keharuan yang dirasakannya. Nuri pun kembali menitikkan air mata harunya dalam dekapan ibu mertuanya itu.“Ibu tak bisa berkata apa-apa, Nak. Kebahagiaan yang ibu rasakan tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Pemandangan ini membuat perasaan ibu sesak dengan rasa bahagia. Sayang sekali Bapak dan adikmu Nindya tak bisa menyaksikan ini,” ucap Bu Susi sambil menyeka air matanya.“Iya, Bu. Kita akan mengabari Bapak dan Nindya nanti,” sahut Nuri lembut.“Terima kasih, Bu. Andri yakin ini semua juga tak lepas dari doa – doa ibu selama ini. Terima kasih untuk selalu meminta kebahagiaan anakmu ini dalam setiap doamu Ibu,” ucap Andri d
Andri terpaku mendengar ucapan Nuri, ucapan Nuri membuatnya merasa terbang ke awan – awan. Hatinya yang tadinya sesak dengan kepedihan kini berganti sesak dengan kebahagiaan.Begitu mudahnya Allah membolak – balikkan keadaan dan hati seseorang, maka sesungguhnya kita hanya perlu berpasrah pada ketentuan-Nya. Kun Fayakun, tidak ada satu hal pun yang mustahil bagi Allah jika Dia menghendakinya.Setelah semuanya setuju, Andri duduk dengan gagahnya menggantikan posisi yang tadinya diisi Adit. Kemeja kuning pucat hadiah dari Nuri yang dikenakannya tampak serasi dengan kebaya putih kombinasi kuning gading yang digunakan Nuri.Jika dilihat sekilas, tidak akan ada yang menyangka jika posisi Andri ada di sana untuk menggantikan Adit. Semua tampak serasi, seperti telah direncanakan dengan sempurna. Ya, semua rencana Allah. Itulah yang membuat semua terlihat sempurna.“Andri Firmansyah, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan adik kandung saya yang bernama Nuri Wulandari binti Muhammad Rasyid d
Ayah Andin, yang merupakan pemuka agama khusus datang dari Kalimantan memenuhi undangan anak dan menantunya untuk memberi khutbah dan wejangan pada calon pengantin. Jantung Adit berdegup kencang ketika tiba saatnya Rizal menatap tajam padanya dan menggenggam erat tangannya, sedangkan Nuri hanya duduk tertunduk di sampingnya sambil sesekali menghela napas pelan.“Danis Raditya, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan adik kandung saya yang bernama Nuri Wulandari binti Muhammad Rasyid dengan maskawinnya berupa uang sebesar Lima Ratus Ribu Rupiah dan seperangkat alat sholat dibayar TUNAI!”Hening. Tidak ada jawaban dari Adit. Ujung mata pria itu melirik pada sesosok pria di sudut ruangan yang tertunduk dengan bahu terguncang naik turun sambil memangku gadis kecil yang terlihat heran melihat pria itu menangis. Bola mata Adit menatap tajam pada Rizal kemudian kembali melirik ke sudut ruangan lalu melirik Nuri yang hanya menunduk dan menunggunya mengucapkan ijab kabul.Rizal menyipitkan m
Andri membuka lemari pakaiannya dan memilih kemeja berwarna kuning pucat yang merupakan kemeja favoritnya. Kemeja itu menjadi hadiah ulang tahun terakhir yang dihadiahkan Nuri padanya sebelum akhirnya takdir memisahkan mereka. Bu Aisyah, Aldy dan beberapa kerabat Nuri menyambut kehadiran Bu Susi dan Andri ketika mereka ibu dan anak itu tiba di sana. Bu Aisyah tampak ramah seperti biasanya mengajak Bu Susi mengobrol membicarakan beberapa hal. Sementara perhatian beberapa orang yang ada disana terpusat pada Andri ketika pria itu datang. Nuri hanya mengundang beberapa keluarga dekatnya, dan mereka semua yang ada disana mengetahui siapa Andri. Aldy yang menyambut kedatangan papanya mengajak Andri masuk kedalam rumah dan memilih menemani papanya itu duduk di pojok ruangan. Beberapa orang terlihat hilir mudik mempersiapkan keperluan acara. Rizal menghampiri Andri ketika melihat lelaki itu duduk di pojok ruangan ditemani Aldy. Rizal dan Andri terlibat perbincangan ringan beberapa saat sebe