Tanpa menunggu lama, terdengar ucapan salam dan pintu di ketuk dari depan rumah Sofia. Ia segera berdiri dan membuka pintu untuk menyambut kedatangan Lidya. Wanita berpipi dekik itu terlihat menggendong Lea menggunakan daster yang warnanya mulai pudar.
“Silakan masuk, Mbak,” sambut Sofia ramah.
“Mbak, jelaskan padaku tentang idemu tadi,” ucap Lidya tak sabar begitu mereka berdua duduk di ruang tamu. Ia bahkan menolak saat Sofia menawarinya minum karena penasaran dan ingin mendengarkan penjelasannya segera.
“Sebenarnya aku ingin memulai lagi usaha brownis, Mbak. Dulu aku sempat berjualan dan menerima pesanan brownis. Namun, terpaksa berhenti karena pindah rumah. Padahal usahaku mulai berkembang dan mulai banyak pelanggan waktu itu. Jadi aku berencana untuk mengajakmu bekerja sama untuk memulai lagi usaha brownis ini. Karena kamu sudah lama tinggal di lingkungan ini pasti sudah kenal dengan warga sekitar sini. Nanti kita rencanakan be
“Mbak ... Mbak Lidya,” panggil Sofia sambil menepuk bahu Lidya yang baru saja roboh di lantai. Diangkatnya kepala Lidya ke pangkuan lalu kembali memanggil namanya sambil menggoyangkan badannya pelan. “Mbak ... Mbak Lidya ... Mbak ....” Tetap tidak ada respons dari Lidya. Wanita berpipi dekik itu bergeming meskipun Sofia memanggilnya lebih keras kali ini. “Sepertinya dia pingsan, apa yang harus kulakukan sekarang?” gumam Sofia kebingungan. Akhirnya ia memutuskan untuk memindahkan Lidya ke tempat nyaman terlebih dulu. Dengan susah payah, Sofia memapah Lidya ke kamar dan merebahkannya di atas kasur sampai ia kehabisan nafas karena lelah. Dicobanya untuk menyadarkan Lidya lagi dengan menggoyangkan badan lebih keras sembari memanggil namanya, tapi tetap tidak ada respons. Akhirnya Sofia memutuskan untuk menghubungi Pram melalui ponsel Lidya yang diletakkan di atas kulkas. Namun tidak ada jawaban meskipun ia sudah meneleponnya berkali-kali.
Setelah melihat Fuad melangkah pergi, Pram segera memegang lengan Lidya dan menyeretnya masuk ke dalam. Dibantingnya pintu dengan kasar sehingga pintu kayu jati itu bergetar cukup keras dan menimbulkan suara yang berisik.“SIAPA LAKI-LAKI ITU? KENAPA DIA MEMEGANGMU TADI!” bentak Pram dengan nafas menderu.“Dia Mas Fuad, suami Mbak Sofia. Tetangga sebelah.” Lidya melepaskan lengannya dari cengkeraman kasar Pram, hingga menimbulkan bekas kemerahan di kulitnya yang kuning.“Fuad?” Pram mengernyitkan dahi, mencoba berpikir keras. Nama dan wajah itu seperti tidak asing baginya.“Dia mantan tunanganku dulu, yang kutinggalkan saat malam tunangan karena aku memilih kabur bersamamu,” kata Lidya pelan.“APA!” teriak Pram.Lidya berjingkat kaget mendengar Pram tiba-tiba berteriak padanya setelah terdiam cukup lama“Jadi selama ini kamu bekerja padanya. Bagus, memanfaatkan kesempat
Pram bergegas masuk ke rumah tanpa mengatakan apa pun. Ia menuju dapur sambil menoleh ke belakang lalu menatap Sofia. Memberikan isyarat padanya agar mengikutinya.Sofia mengangguk dan bergegas mengikuti Pram menuju ke dapur dengan tergesa-gesa hingga menabrak kursi makan cukup keras. Tak dihiraukannya kursi yang terpelanting jatuh akibat tabrakannya. Ia tetap meneruskan langkah mengikuti Pram yang sudah tiba di dapur terlebih dulu. Lelaki itu sedang berjongkok dan memegang Lidya yang tergeletak di lantai dengan wajah penuh luka saat ia sampai di dapur.Melihat pemandangan yang tersaji di depannya membuat Sofia terenyak kaget. Ia mematung selama beberapa detik sebelum tersadar dan segera berlari menghambur ke tempat Lidya berbaring.“Mbak Lidya!” pekik Sofia menghambur ke arah Lidya yang kepalanya kini dipangku Pram.“Sayang, bangunlah. Kumohon buka matamu. Aku minta maaf karena sudah memukulimu.” Pram masih belum menyerah, mencoba
Pram langsung menghentikan langkah mendengar ucapan Fuad. Ia berbalik dan berjalan dengan cepat mendatangi Fuad yang duduk di kursi pengunjung di halaman UGD.“Tawaran apa?” tanya Pram dengan antusias.“Kamu tidak harus menyerahkan diri ke kantor polisi tapi ada syaratnya ....”“Apa syaratnya?”“Pergilah sejauh mungkin dari hidup Lidya, jangan pernah mendatanginya lagi. Urus perceraian kalian secepatnya.”Pram terdiam cukup lama, memikirkan tawaran Fuad. Sebenarnya ia sudah menalak Lidya saat memukulinya tadi, secara agama ia sudah bukan suaminya lagi. Namun secara hukum ia mereka masih berstatus sebagai suami istri. Hanya tinggal mengurus perpisahan mereka di pengadilan agama setelah itu mereka berdua resmi bercerai baik secara agama dan secara hukum.“Baiklah, aku akan pergi sejauh mungkin dari hidup Lidya. Akan kuurus secepatnya perceraian kami,” bisik Pram lemah.“P
Tidak terasa hampir sebulan berlalu semenjak Lidya pulang dari rumah sakit. Pram tidak pernah muncul di depan Lidya ataupun menghubunginya sejak kepergiannya hari itu. Kabar darinya juga tidak pernah terdengar sama sekali.Semenjak percakapannya dengan Fuad terakhir kali, Lidya tidak pernah membahas atau membicarakan tentang Pram lagi. Meskipun ia masih terus bertanya-tanya dalam hati, ke mana lelaki itu pergi juga alasan kepergiannya. Apakah ia pergi karena permintaan Fuad atau karena keinginannya sendiri. Ia terus memikirkannya setiap malam, saat hendak tidur.Saat malam menyapa dan semua sudah tertidur, Lidya tidak bisa memejamkan mata. Pikirannya terus mengembara merindukan sosok ayah dari anak-anaknya. Hati kecilnya tidak bisa dibohongi kalau ia mengkhawatirkannya sehingga tanpa sadar ia terus menghubungi nomornya berharap lelaki itu akan mengangkatnya. Namun, teleponnya tidak pernah diangkat meskipun masih tersambung.“Apakah ia benar-benar serius me
Malam itu Lidya sedang mendampingi Azzam dan Azizah belajar setelah selesai mengerjakan pekerjaan rumah untuk besok. Ia terlihat melamun dan memandang dinding dengan tatapan kosong. Lea duduk tidak jauh dari Azzam, sibuk memainkan boneka beruangnya.Dihembuskannya nafas berkali-kali tanpa sadar lalu memandang ketiga buah hatinya secara bergantian. Hatinya terasa pedih terutama saat malam seperti ini dimana rasa sepi menyerangnya dengan kuat karena Lidya menyadari kesendiriannya sekali lagi. Tidak ada teman untuk berbagi rasa suka maupun duka. Semua ia rasakan sendirian. Meskipun dari luar ia terlihat baik-baik saja selama ini, tapi hatinya masih belum sembuh sepenuhnya. Ia sangat pandai menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya di depan orang lain terutama di depan Fuad dan Sofia.Pramono Adiputra, nama itu masih terukir dengan kuat dalam hatinya. Ayah dari ketiga buah hatinya. Di mana dia sekarang, bagaimana kabarnya, apa yang sedang dia lakukan saat ini. Apakah ia s
Pada kehamilan yang ketiga kalinya ini Sofia benar-benar menjaganya dengan baik mengingat pengalaman pada dua kehamilan sebelumnya ia harus kehilangan calon buah hatinya. Dia benar-benar menjaga diri agar tidak terlalu lelah ataupun terlalu stres. Makan makanan bergizi yang mengandung banyak vitamin dan nutrisi yang baik untuk pertumbuhan janin dalam kandungannya. Ia juga rutin memeriksakan kandungannya ke bidan dan ke dokter kandungan. Segera beristirahat jika mulai merasa lelah setelah beraktivitas.Sofia mengalami kehamilan layaknya ibu hamil yang lainnya. Kenaikan HCG dalam darah yang membuatnya mengalami morning sickness seperti mual dan muntah. Sesekali mengidam ingin makan sesuatu yang masam atau pedas. Perasaannya juga menjadi lebih sensitif sehingga ia bisa menangis terisak-isak saat Fuad lama membalas pesannya atau saat mendengar lagu sedih.Setelah mengetahui hal tersebut, Fuad kini menjadi suami siaga yang selalu memegang ponsel ke mana pun. Bahkan saat ke
Lidya tidak mau gegabah dan langsung percaya begitu saja. Jadi dia mencoba bersikap tenang dan mendengarkan penjelasan lelaki tersebut sambil terus memikirkan bagaimana caranya untuk membuktikan kebenaran kabar tersebut.“Halo Bu Lidya. Apakah Anda masih mendengarkan saya? Bisa ke rumah sakit sekarang juga? Sepertinya kondisi pasien semakin buruk dan memerlukan tindakan segera. Jadi kami membutuhkan persetujuan dari keluarga atau wali pasien untuk melakukan tindakan medis agar bisa menolong pasien segera.”“I-iya, Pak. Kalau boleh tahu bagaimana ciri-ciri pasien tersebut?” tanya Lidya pelan.“Pasien menggunakan kerudung hitam dan kaos krem. Perutnya sedikit membesar sepertinya pasien sedang hamil.”“Mbak Sofia ....” pekik Lidya saat teringat dengan pakaian yang dikenakannya tadi sebelum berangkat membeli bakso. Ditariknya nafas panjang berkali-kali untuk menenangkan diri. “Ha-halo ... Saya harus ke rum
“Dek ... Kok malah bengong? Kenapa pertanyaanku nggak dijawab? Bagaimana kalau Lidya marah saat tahu kamu membuka-buka ponselnya?” tanya Fuad tidak sabar saat melihat Sofia yang malah melamun dan tidak menjawab pertanyaannya.“Eh ... Anu. Itu karena Mbak Lidya yang menyuruhku, Mas. Dia tadi menitipkan ponselnya padaku untuk berjaga-jaga kalau ada pesan dari pelanggan yang memesan kue atau brownis mendadak. Jadi dia memintaku untuk membalas pesan yang masuk atau mengangkat telepon yang masuk ke ponselnya,” terang Sofia sambil mengarang alasan yang serealistis mungkin agar Fuad tidak curiga dan bertanya lebih jauh lagi.“Oh begitu ... Kenapa tidak bilang dari tadi? Ayo kita duduk dulu,” ajak Fuad sambil menggandeng tangan Sofia berjalan menuju deretan kursi yang ada di depan ruang operasi.Sofia hanya mengangguk pasrah saat Fuad mengajaknya duduk di kursi panjang yang tersedia di depan ruang operasi. Ia merasa lega karena Fuad langsung mempercayai penjelasannya dan tidak bertanya lebih
Lidya menarik nafas panjang lalu mengambil ponsel yang tergeletak di atas nakas. Diangsurkannya ponsel tersebut pada Sofia sambil tersenyum tipis.“Saat aku dioperasi nanti, tolong simpan ponselku Mbak. Siapa tahu nanti ada telepon penting yang masuk angkatlah. Atau mungkin ada pesan masuk yang penting dan membutuhkan balasan segera, tolong balaslah. Berpura-pura saja menjadi diriku saat kamu membalasnya, jangan katakan kalau aku sedang operasi,” pinta Lidya sambil memandang Sofia tanpa berkedip.“Iya, Mbak.” Sofia mengambil ponsel yang diangsurkan Lidya padanya. Lalu menyimpan ponsel tersebut dalam tas selempang yang dikenakannya walaupun ia masih tidak mengerti kenapa Lidya memintanya untuk melakukan hal tersebut.“Sebenarnya aku ada permintaan lain, Mbak ....”Sofia yang sedang menutup tas segera menghentikan gerakan tangannya dan menatap Lidya. Menunggunya mengungkapkan permintaan lain yang disebutkannya tadi. Namun, wanita berpipi dekik itu malah diam dan tidak mengucapkan se
Setelah menerima surat dari Pram, hati Lidya terasa resah. Tiada hari yang dilalui tanpa merasa cemas. Ia bahkan tidak bisa tidur dengan nyenyak saat malam hari dan kerap terbangun karena mimpi buruk yang selalu menemani dalam setiap tidurnya.Akibatnya tubuhnya terasa semakin lelah karena kualitas tidur yang buruk. Juga pikiran yang tegang. Nafsu makannya juga semakin berkurang karena perutnya terasa begah jika ia makan banyak. Pun ia tidak memiliki nafsu makan karena memikirkan berbagai kemungkinan yang akan terjadi jika Pram kembali sebelum ia melahirkan. Lidya tidak berani menceritakan mengenai hal tersebut dan menyimpan semua pemikirannya sendirian. Ia terus berpikir bagaimana caranya agar Pram tidak pulang sebelum ia melahirkan. Ia sangat takut membayangkan jika Pram mengetahui tentang perjanjian pernikahan yang sudah dibuat dengan Sofia dan Fuad. Lelaki itu pasti akan sangat marah dan pergi meninggalkannya.Setiap hari Lidya terus berdoa agar Pram tidak pulang sebelum bayi dal
Lidya baru saja selesai menata baju dan beberapa barang perlengkapan untuk bayi yang sudah dibeli oleh Sofia dan Fuad. Rencananya untuk berbelanja perlengkapan bayi bersama Sofia terpaksa dibatalkan karena Fuad melarangnya. Lelaki itu memintanya untuk istirahat di rumah saja, mengingat kondisi Lidya yang belum pulih sepenuhnya serta anjuran dari dokter yang menyarankan agar ia tidak boleh beraktivitas yang berlebihan sehingga membuatnya kelelahan.Lidya terpaksa menurut karena tidak ingin merepotkan orang di sekitarnya lagi. Ia baru saja keluar dari rumah sakit dan tidak ingin dirawat lagi padahal baru saja pulang ke rumah. Ia akhirnya menyerahkan urusan belanja perlengkapan bayi pada Sofia dan Fuad semua. Sofia sempat menyarankan agar berbelanja online saja agar bisa memilih bersama-sama. Namun Lidya menolaknya karena takut barang yang dibeli tidak sesuai harapan. Ia meminta pada Sofia untuk berbelanja langsung di toko saja agar lebih leluasa memilih karena bisa melihat barang yang
Setelah dirawat selama seminggu di rumah sakit, Lidya akhirnya sudah bisa pulang ke rumah. Kondisinya semakin hari semakin membaik setelah perbincangan terakhir dengan Sofia. Hubungan mereka berdua juga semakin membaik dari hari ke hari. Tidak terlihat canggung lagi. Bahkan hampir setiap hari Sofia terlihat menemani Lidya di rumah sakit selama ditinggal Fuad bekerja. Urusan toko untuk sementara mereka serahkan pada Rani dulu. Sementara anak-anak dalam pengasuhan Mbok Rum. Beruntung, Mbok Rum sudah tidak memiliki tanggungan di rumah. Jadi bisa menginap di rumah Lidya tanpa harus pulang ke rumah seperti biasanya.Lidya tidak pernah membahas masalah Fuad lagi. Sepertinya ia benar-benar melupakan keinginannya untuk menguasai lelaki itu sepenuhnya untuk dirinya sendiri. Ia juga tidak pernah membicarakan tentang Pram sekalipun. Hanya membicarakan tentang janin dalam perutnya yang semakin hari semakin aktif.Sebelum pulang, Dokter berpesan pada Lidya agar mengurangi aktivitas yang berat me
Dada Sofia berdebar kencang mendengar permintaan Lidya yang menurutnya sangat lancang. Ia ingin marah, berteriak dan mengutuk wanita yang sedang terbaring lemah di hadapannya. Namun, hati nuraninya masih mencegahnya untuk melakukan hal tersebut.Tangan Sofia terkepal erat sampai ujung jarinya memutih. Titik-titik keringat mulai bermunculan memenuhi telapak tangannya yang terkepal hingga terasa basah. Dadanya terasa panas karena menahan amarah yang menggelegak dalam dada. Bersiap untuk dilampiaskan pada wanita berpipi dekik yang sedang memandangnya, menunggu jawabannya. Ditarik nafas panjang lalu dikeluarkan pelan sambil memejamkan mata. Sofia mencoba mengingat hal-hal menyenangkan yang pernah dilaluinya bersama Lidya untuk mengurangi amarah yang bersiap untuk meledak. Seperti bom waktu yang siap untuk meledak kapan pun.“Mbak, bagaimana? Bisakah kamu menyerahkan Mas Fuad untuk kumiliki sepenuhnya? Kamu masih muda dan masih cantik ... Jadi tidak sulit bagimu untuk menemukan lelaki lai
Sementara itu di rumah sakit, Fuad tidak bisa tidur karena merasa bingung memikirkan hari esok. Ia harus pergi ke kantor besok karena jatah cutinya sudah habis. Namun, ia tidak tega jika harus meninggalkan Lidya sendirian tanpa ada yang menemani. Kondisi Lidya yang masih lemah membuatnya membutuhkan bantuan untuk memenuhi segala keperluannya. Sebenarnya Fuad ingin meminta bantuan pada Mbok Rum agar menunggu Lidya. Namun mengingat dia harus menjaga anak-anak di rumah hal itu urung dilakukannya. Saat sedang memikirkan jalan keluar masalah tersebut, tiba-tiba Sofia meneleponnya.“Halo, Dek,” jawab Fuad setelah mengangkat telepon.“Waalaikumsalam, Mas,” ucap Sofia dengan penuh penekanan.“Eh iya ... Assalamualaikum, sayang,” sahut Fuad dengan cengengesan. Ia memang sering lupa mengucapkan salam saat menjawab telepon. Namun Sofia tidak pernah lelah selalu mengingatkannya lagi dan lagi.“Bagaimana kondisi Mbak Lidya, Mas? Apa kata dokter?”“Besok pagi Lidya akan diperiksa lab untuk mengeta
“Siapa yang pingsan, Mas?” bisik Sofia sambil menjawil lengan Fuad. Fuad segera melambaikan tangan sebagai isyarat agar Sofia diam dan bersabar menunggu terlebih dulu. Sementara itu ia meneruskan pembicaraan dengan Mbok Rum di telepon.“Pingsan bagaimana maksudnya Mbok? Kapan?” tanya Fuad dengan tenang. “Sudah dua jam lalu, Pak. Barusan sudah sadar tapi katanya masih pusing. Mau saya antarkan periksa ke dokter tapi saya bingung, bagaimana dengan anak-anak kalau ditinggal?” jelas Mbok Rum panik.“Baiklah ... Mbok Rum tenang dulu, jangan panik. Aku sampai rumah paling cepat besok pagi, jadi sementara menungguku tolong jaga Lidya baik-baik. Penuhi semua kebutuhan dan permintaannya, kalau ada apa-apa segera hubungi aku,” perintah Fuad dengan tenang.Sofia langsung mencubit perut Fuad saat mendengarnya mengatakan mereka akan sampai besok pagi. Padahal selambat-lambatnya perjalanan pulang paling lama pukul sepuluh malam mereka sudah sampai di rumah. Fuad hanya mengedipkan sebelah mat
“Beneran nggak mau kemana-mana? Mumpung kita di sini, Mas,” tanya Sofia sekali lagi saat Fuad menolak untuk diajak pergi keluar.“Iya. Aku mau istirahat di rumah saja sama kamu. Kita mengobrol dan menghabiskan waktu yang berkualitas di rumah saja sudah lama kita tidak melakukannya. Atau kamu mau packing barang-barang sekarang? Aku bantu biar cepat,” tolak Fuad tegas.“Baiklah kalau begitu. Kita di rumah saja seharian nanti.”Sofia menutup kembali lemari pakaian dengan keras. Sebenarnya ia sudah bersemangat sejak tadi pagi ingin mengajak Fuad bepergian berwisata kuliner. Memberitahukan makanan enak yang sudah dimakannya kemarin. Namun, karena Fuad menolak ia tidak bisa berbuat apa pun lagi. Berjalan ke pojok kamar, Sofia mengambil koper kecil yang dibawa untuk mengangkut beberapa pakaian yang dibawanya kesini dulu. Lalu mulai menata baju dan kerudung ke dalam koper dengan tenang. “Ada yang bisa kubantu?” tawar Fuad saat melihat Sofia mulai berkemas. “Tidak ada, Mas. Tidurlah s