“Jadi ... Hal penting apa yang ingin kamu bicarakan denganku, Mas?” tanya Sofia lirih. “Baiklah, aku akan langsung saja agar mempersingkat waktu karena Lidya sudah menungguku di rumah.” Fuad memasukkan ponsel ke saku celana. “Tadi Lidya mengatakan padaku kalau kamu sering menjelek-jelekkan dia di belakangnya. Kamu bahkan menghasut para pegawai sehingga mereka semua menjauhi Lidya dan membuatnya merasa tidak nyaman saat berada di toko. Sekarang ia mengeluh kepalanya pusing tapi tidak mau kuajak periksa ke dokter. Aku takut jika ia stres dan tensinya naik. Takutnya hal itu akan mempengaruhi janin yang dikandungnya. Jadi ... tolong berhentilah membicarakan Lidya dan menjelek-jelekkannya di hadapan orang lain.”“A-apa? Aku ... menghasut pegawai dan menjelek-jelekkan Lidya?” Sofia menunjuk dirinya sendiri sambil membulatkan mata tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.“Benar. Itulah yang dikatakan Lidya tadi.”“Lalu kamu percaya begitu saja dengan apa yang dikatakannya?
Rencana Sofia untuk menanyakan kebenaran tuduhan yang disampaikan Fuad padanya ternyata tidak berhasil. Lidya sangat pandai berkelit bahkan selalu menghindar setiap kali Sofia mengajaknya untuk berbicara. Bahkan dengan pandainya Lidya memutarbalikkan fakta. Ia menghasut Fuad sekali lagi dan berbohong padanya. Mengatakan kalau Sofia mengancam dan mengintimidasinya agar tidak mengadu pada Fuad lagi.Fuad yang sedang dimabuk asmara kini mulai mempercayai setiap ucapan Lidya tanpa menyaring terlebih dahulu. Perkataan Lidya merasuk ke dalam benaknya tanpa ia sadari karena terus menerus didengungkan. Fuad mulai terpengaruh dengan hasutan Lidya. Meskipun tidak pernah bersikap kasar pada Sofia, tapi Fuad selalu berkata ketus setiap kali berbicara. Wajahnya juga tidak pernah tersenyum saat berhadapan dengan Sofia. Selalu terlihat dingin dan masam.Sofia mencoba bersabar menghadapi semua perlakuan Fuad padanya. Ia tidak pernah marah atau mengeluh. Selalu bersemangat setiap hari, berusaha
Sofia sedang menata baju dan beberapa barang yang akan dibawa ke dalam koper dan tas besar. Setelah berpikir cukup lama, ia akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah orang tuanya selama dua minggu. Fuad tidak keberatan saat Sofia menyampaikan niatnya untuk mengunjungi kedua orang tuanya. Mengingat sudah cukup lama Sofia tidak pulang dan bertemu dengan keluarganya.Setelah mendapat izin dari Fuad, Sofia segera mengajari Rani terkait manajemen toko selama dua minggu terakhir. Untuk berjaga-jaga jika Lidya tidak datang ke toko seperti yang dilakukannya selama ini. Meskipun Sofia sudah berpesan pada Fuad agar memberitahukan pada Lidya agar menjaga toko selama kepergiannya. Namun ia masih belum yakin sepenuhnya karena tidak ada jawaban dari Lidya setiap kali ia mengirim pesan padanya.Lidya hanya membaca pesannya tanpa membalas atau memberikan jawaban apa pun. Ditelepon pun tidak diangkat. [Mas, aku berangkat besok. Bagaimana dengan Mbak Lidya, apakah ia bersedia menjaga toko selama aku
Setelah menempuh perjalanan panjang yang melelahkan, Sofia akhirnya sampai di tempat kelahiran. Kedatangannya disambut dengan hangat oleh ayah dan ibu, serta adik bungsu bersama dua keponakan Sofia yang masih kecil.Sofia memeluk ibunya cukup lama. Sampai tidak terasa air mata mulai membanjiri kedua pipinya. Bu Marni, ibu Sofia langsung mengurai pelukannya dan merasa heran dengan tingkah putri pertamanya.“Kamu kenapa, Nak? Apakah ada masalah?” tanya Bu Marni sambil menatap lekat wajah Sofia.Sofia hanya menggeleng pelan. Air mata mengalir semakin deras dan membasahi kedua pipi. “Katakan pada ibu apakah kamu ada masalah dengan suamimu?” Firasat seorang ibu memang tajam. Sejak Sofia mengabarkan akan pulang sendirian tanpa ditemani Fuad, Bu Marni sudah merasa heran. Tidak biasanya Sofia menempuh perjalanan jauh sendirian tanpa suaminya semenjak menikah.Sejak menikah, Sofia tidak pernah berpisah jauh dari Fuad dalam waktu yang lama. Bahkan saat acara pernikahan adik bungsunya.
“Sayang sekali. Padahal ibu sudah menunggu oleh-olehmu dari kemarin. Terutama keripik nangka dan keripik apel yang enak itu,” jawab Bu Marni dengan wajah bersedih.Sofia menarik nafas lega karena ibunya terlihat tidak curiga lagi.“Nanti aku telepon Mas Fuad deh, Bu. Biar dipaketkan kesini oleh-olehnya.”“Dah ... Nggak usah. Bilang saja ke Fuad suruh dia makan mewakili ibu. Daripada mubazir nggak ada yang makan.” Bu Marni mengibaskan tangan di depan wajah sambil menggeleng keras.“Iya, nanti pesan ibu aku sampaikan ke Mas Fuad.” Sofia tersenyum lebar mendengar jawaban ibunya. Ia merasa lega karena tidak perlu meminta tolong pada Fuad untuk membeli makanan khas daerahnya untuk dikirimkan kesini. Memikirkan hal itu saja sudah membuatnya malas.Malamnya, Sofia menghabiskan waktu dengan mengobrol bersama ayah dan ibu di ruang tamu. Saling menanyakan kabar dan menceritakan hal seru yang selama ini jarang terjadi. Kesibukan selama mengurus toko membuatnya jarang berkomunikasi dengan keluar
Entah sudah berapa kali Fuad melakukan panggilan tapi tidak ada satu pun yang diangkat Sofia. Pesan yang dikirim beberapa saat lalu juga belum dibalas atau dibaca. Fuad bertambah gusar dan hanya bisa mengusap wajah kasar.Lidya sudah mengirimkan beberapa pesan pada Fuad, menanyakan kenapa masih belum pulang sampai sekarang. Juga menelepon beberapa kali. Namun sengaja diabaikan oleh Fuad dan tidak diangkat karena masih cemas memikirkan bagaimana kelanjutan hubungannya dengan Sofia.[Dek, apa yang sedang kamu lakukan sekarang? Kenapa kamu tidak membalas pesan atau mengangkat teleponku? Apakah kamu marah padaku?]Fuad mengirimkan pesan sekali lagi pada Sofia. Lalu melempar ponsel dengan kasar ke atas kasur setelah lelah menunggu balasan. Namun ponsel yang dipegang tetap bergeming.Lidya sepertinya juga sudah lelah menghubungi Fuad. Wanita itu mengirimkan pesan yang menyuruhnya untuk segera pulang ke rumah beberapa saat lalu. Setelah itu tidak ada pesan atau telepon lagi darinya.Fuad akh
Lidya terlihat gelisah sembari mengetuk-ngetukkan pulpen yang dipegang ke atas meja. Digigitnya bibir bawah untuk mengurangi rasa cemas yang beberapa hari ini menyerang hati dan pikirannya. Sudah tiga hari Fuad tidak pulang ke rumah. Setiap kali dihubungi tidak pernah menjawab. Membalas pesan yang Lidya kirimkan dengan jawaban yang singkat dan pendek. Membuat Lidya bertanya-tanya dalam hati apa kesalahan yang sudah diperbuatnya sampai Fuad bersikap aneh dan dingin padanya.Bahkan alasan kehamilannya dan keinginan jabang bayi yang masih ada dalam perutnya kini sudah tidak mempan lagi. Hati Fuad tidak tergerak mendengar permintaan Lidya untuk pulang karena janin yang dikandungnya sedang merindukan ayahnya dan ingin dielus sebelum tidur. Fuad bergeming dan tetap tidak mau pulang. Ia memilih untuk tidur di rumah Sofia. Berangkat dan pulang kerja dari sana dan hanya mengambil baju kerja saat Lidya tidak ada di rumah. Atau meminta tolong pada Mbok Rum untuk mengantarkannya. Pernah Lidya
Lidya terlihat gelisah, berjalan mondar-mandir di ruang tamu dari tadi. Sesekali ia akan mengintip dari balik jendela saat mendengar suara mobil mendekat untuk melihat apakah Fuad sudah pulang atau belum.Lidya berencana untuk berbicara secara langsung dengan Fuad untuk menanyakan perubahan sikapnya beberapa hari terakhir ini. Ia sudah merasa lelah karena harus menunggu setiap malam tanpa kepastian apakah Fuad akan pulang atau tidak yang mengakibatkan tidurnya tidak bisa lelap. Pikirannya juga menjadi tidak terkendali karena terus memikirkan apa salah yang sudah dilakukannya hingga Fuad bersikap seperti itu. Usahanya untuk menelepon atau mengirim pesan pada lelaki itu tidak membuahkan hasil. Terakhir kali saat menelepon lelaki itu tadi siang, Fuad bahkan tidak mendengarkan perkataannya sama sekali. Lelaki itu langsung menutup telepon setelah memberitahunya untuk mengirim pesan saja dengan alasan masih sibuk. Namun, pesan yang Lidya kirimkan tak jua mendapatkan balasan bahkan sampai
“Dek ... Kok malah bengong? Kenapa pertanyaanku nggak dijawab? Bagaimana kalau Lidya marah saat tahu kamu membuka-buka ponselnya?” tanya Fuad tidak sabar saat melihat Sofia yang malah melamun dan tidak menjawab pertanyaannya.“Eh ... Anu. Itu karena Mbak Lidya yang menyuruhku, Mas. Dia tadi menitipkan ponselnya padaku untuk berjaga-jaga kalau ada pesan dari pelanggan yang memesan kue atau brownis mendadak. Jadi dia memintaku untuk membalas pesan yang masuk atau mengangkat telepon yang masuk ke ponselnya,” terang Sofia sambil mengarang alasan yang serealistis mungkin agar Fuad tidak curiga dan bertanya lebih jauh lagi.“Oh begitu ... Kenapa tidak bilang dari tadi? Ayo kita duduk dulu,” ajak Fuad sambil menggandeng tangan Sofia berjalan menuju deretan kursi yang ada di depan ruang operasi.Sofia hanya mengangguk pasrah saat Fuad mengajaknya duduk di kursi panjang yang tersedia di depan ruang operasi. Ia merasa lega karena Fuad langsung mempercayai penjelasannya dan tidak bertanya lebih
Lidya menarik nafas panjang lalu mengambil ponsel yang tergeletak di atas nakas. Diangsurkannya ponsel tersebut pada Sofia sambil tersenyum tipis.“Saat aku dioperasi nanti, tolong simpan ponselku Mbak. Siapa tahu nanti ada telepon penting yang masuk angkatlah. Atau mungkin ada pesan masuk yang penting dan membutuhkan balasan segera, tolong balaslah. Berpura-pura saja menjadi diriku saat kamu membalasnya, jangan katakan kalau aku sedang operasi,” pinta Lidya sambil memandang Sofia tanpa berkedip.“Iya, Mbak.” Sofia mengambil ponsel yang diangsurkan Lidya padanya. Lalu menyimpan ponsel tersebut dalam tas selempang yang dikenakannya walaupun ia masih tidak mengerti kenapa Lidya memintanya untuk melakukan hal tersebut.“Sebenarnya aku ada permintaan lain, Mbak ....”Sofia yang sedang menutup tas segera menghentikan gerakan tangannya dan menatap Lidya. Menunggunya mengungkapkan permintaan lain yang disebutkannya tadi. Namun, wanita berpipi dekik itu malah diam dan tidak mengucapkan se
Setelah menerima surat dari Pram, hati Lidya terasa resah. Tiada hari yang dilalui tanpa merasa cemas. Ia bahkan tidak bisa tidur dengan nyenyak saat malam hari dan kerap terbangun karena mimpi buruk yang selalu menemani dalam setiap tidurnya.Akibatnya tubuhnya terasa semakin lelah karena kualitas tidur yang buruk. Juga pikiran yang tegang. Nafsu makannya juga semakin berkurang karena perutnya terasa begah jika ia makan banyak. Pun ia tidak memiliki nafsu makan karena memikirkan berbagai kemungkinan yang akan terjadi jika Pram kembali sebelum ia melahirkan. Lidya tidak berani menceritakan mengenai hal tersebut dan menyimpan semua pemikirannya sendirian. Ia terus berpikir bagaimana caranya agar Pram tidak pulang sebelum ia melahirkan. Ia sangat takut membayangkan jika Pram mengetahui tentang perjanjian pernikahan yang sudah dibuat dengan Sofia dan Fuad. Lelaki itu pasti akan sangat marah dan pergi meninggalkannya.Setiap hari Lidya terus berdoa agar Pram tidak pulang sebelum bayi dal
Lidya baru saja selesai menata baju dan beberapa barang perlengkapan untuk bayi yang sudah dibeli oleh Sofia dan Fuad. Rencananya untuk berbelanja perlengkapan bayi bersama Sofia terpaksa dibatalkan karena Fuad melarangnya. Lelaki itu memintanya untuk istirahat di rumah saja, mengingat kondisi Lidya yang belum pulih sepenuhnya serta anjuran dari dokter yang menyarankan agar ia tidak boleh beraktivitas yang berlebihan sehingga membuatnya kelelahan.Lidya terpaksa menurut karena tidak ingin merepotkan orang di sekitarnya lagi. Ia baru saja keluar dari rumah sakit dan tidak ingin dirawat lagi padahal baru saja pulang ke rumah. Ia akhirnya menyerahkan urusan belanja perlengkapan bayi pada Sofia dan Fuad semua. Sofia sempat menyarankan agar berbelanja online saja agar bisa memilih bersama-sama. Namun Lidya menolaknya karena takut barang yang dibeli tidak sesuai harapan. Ia meminta pada Sofia untuk berbelanja langsung di toko saja agar lebih leluasa memilih karena bisa melihat barang yang
Setelah dirawat selama seminggu di rumah sakit, Lidya akhirnya sudah bisa pulang ke rumah. Kondisinya semakin hari semakin membaik setelah perbincangan terakhir dengan Sofia. Hubungan mereka berdua juga semakin membaik dari hari ke hari. Tidak terlihat canggung lagi. Bahkan hampir setiap hari Sofia terlihat menemani Lidya di rumah sakit selama ditinggal Fuad bekerja. Urusan toko untuk sementara mereka serahkan pada Rani dulu. Sementara anak-anak dalam pengasuhan Mbok Rum. Beruntung, Mbok Rum sudah tidak memiliki tanggungan di rumah. Jadi bisa menginap di rumah Lidya tanpa harus pulang ke rumah seperti biasanya.Lidya tidak pernah membahas masalah Fuad lagi. Sepertinya ia benar-benar melupakan keinginannya untuk menguasai lelaki itu sepenuhnya untuk dirinya sendiri. Ia juga tidak pernah membicarakan tentang Pram sekalipun. Hanya membicarakan tentang janin dalam perutnya yang semakin hari semakin aktif.Sebelum pulang, Dokter berpesan pada Lidya agar mengurangi aktivitas yang berat me
Dada Sofia berdebar kencang mendengar permintaan Lidya yang menurutnya sangat lancang. Ia ingin marah, berteriak dan mengutuk wanita yang sedang terbaring lemah di hadapannya. Namun, hati nuraninya masih mencegahnya untuk melakukan hal tersebut.Tangan Sofia terkepal erat sampai ujung jarinya memutih. Titik-titik keringat mulai bermunculan memenuhi telapak tangannya yang terkepal hingga terasa basah. Dadanya terasa panas karena menahan amarah yang menggelegak dalam dada. Bersiap untuk dilampiaskan pada wanita berpipi dekik yang sedang memandangnya, menunggu jawabannya. Ditarik nafas panjang lalu dikeluarkan pelan sambil memejamkan mata. Sofia mencoba mengingat hal-hal menyenangkan yang pernah dilaluinya bersama Lidya untuk mengurangi amarah yang bersiap untuk meledak. Seperti bom waktu yang siap untuk meledak kapan pun.“Mbak, bagaimana? Bisakah kamu menyerahkan Mas Fuad untuk kumiliki sepenuhnya? Kamu masih muda dan masih cantik ... Jadi tidak sulit bagimu untuk menemukan lelaki lai
Sementara itu di rumah sakit, Fuad tidak bisa tidur karena merasa bingung memikirkan hari esok. Ia harus pergi ke kantor besok karena jatah cutinya sudah habis. Namun, ia tidak tega jika harus meninggalkan Lidya sendirian tanpa ada yang menemani. Kondisi Lidya yang masih lemah membuatnya membutuhkan bantuan untuk memenuhi segala keperluannya. Sebenarnya Fuad ingin meminta bantuan pada Mbok Rum agar menunggu Lidya. Namun mengingat dia harus menjaga anak-anak di rumah hal itu urung dilakukannya. Saat sedang memikirkan jalan keluar masalah tersebut, tiba-tiba Sofia meneleponnya.“Halo, Dek,” jawab Fuad setelah mengangkat telepon.“Waalaikumsalam, Mas,” ucap Sofia dengan penuh penekanan.“Eh iya ... Assalamualaikum, sayang,” sahut Fuad dengan cengengesan. Ia memang sering lupa mengucapkan salam saat menjawab telepon. Namun Sofia tidak pernah lelah selalu mengingatkannya lagi dan lagi.“Bagaimana kondisi Mbak Lidya, Mas? Apa kata dokter?”“Besok pagi Lidya akan diperiksa lab untuk mengeta
“Siapa yang pingsan, Mas?” bisik Sofia sambil menjawil lengan Fuad. Fuad segera melambaikan tangan sebagai isyarat agar Sofia diam dan bersabar menunggu terlebih dulu. Sementara itu ia meneruskan pembicaraan dengan Mbok Rum di telepon.“Pingsan bagaimana maksudnya Mbok? Kapan?” tanya Fuad dengan tenang. “Sudah dua jam lalu, Pak. Barusan sudah sadar tapi katanya masih pusing. Mau saya antarkan periksa ke dokter tapi saya bingung, bagaimana dengan anak-anak kalau ditinggal?” jelas Mbok Rum panik.“Baiklah ... Mbok Rum tenang dulu, jangan panik. Aku sampai rumah paling cepat besok pagi, jadi sementara menungguku tolong jaga Lidya baik-baik. Penuhi semua kebutuhan dan permintaannya, kalau ada apa-apa segera hubungi aku,” perintah Fuad dengan tenang.Sofia langsung mencubit perut Fuad saat mendengarnya mengatakan mereka akan sampai besok pagi. Padahal selambat-lambatnya perjalanan pulang paling lama pukul sepuluh malam mereka sudah sampai di rumah. Fuad hanya mengedipkan sebelah mat
“Beneran nggak mau kemana-mana? Mumpung kita di sini, Mas,” tanya Sofia sekali lagi saat Fuad menolak untuk diajak pergi keluar.“Iya. Aku mau istirahat di rumah saja sama kamu. Kita mengobrol dan menghabiskan waktu yang berkualitas di rumah saja sudah lama kita tidak melakukannya. Atau kamu mau packing barang-barang sekarang? Aku bantu biar cepat,” tolak Fuad tegas.“Baiklah kalau begitu. Kita di rumah saja seharian nanti.”Sofia menutup kembali lemari pakaian dengan keras. Sebenarnya ia sudah bersemangat sejak tadi pagi ingin mengajak Fuad bepergian berwisata kuliner. Memberitahukan makanan enak yang sudah dimakannya kemarin. Namun, karena Fuad menolak ia tidak bisa berbuat apa pun lagi. Berjalan ke pojok kamar, Sofia mengambil koper kecil yang dibawa untuk mengangkut beberapa pakaian yang dibawanya kesini dulu. Lalu mulai menata baju dan kerudung ke dalam koper dengan tenang. “Ada yang bisa kubantu?” tawar Fuad saat melihat Sofia mulai berkemas. “Tidak ada, Mas. Tidurlah s