Lidya terlihat gelisah, berjalan mondar-mandir di ruang tamu dari tadi. Sesekali ia akan mengintip dari balik jendela saat mendengar suara mobil mendekat untuk melihat apakah Fuad sudah pulang atau belum.Lidya berencana untuk berbicara secara langsung dengan Fuad untuk menanyakan perubahan sikapnya beberapa hari terakhir ini. Ia sudah merasa lelah karena harus menunggu setiap malam tanpa kepastian apakah Fuad akan pulang atau tidak yang mengakibatkan tidurnya tidak bisa lelap. Pikirannya juga menjadi tidak terkendali karena terus memikirkan apa salah yang sudah dilakukannya hingga Fuad bersikap seperti itu. Usahanya untuk menelepon atau mengirim pesan pada lelaki itu tidak membuahkan hasil. Terakhir kali saat menelepon lelaki itu tadi siang, Fuad bahkan tidak mendengarkan perkataannya sama sekali. Lelaki itu langsung menutup telepon setelah memberitahunya untuk mengirim pesan saja dengan alasan masih sibuk. Namun, pesan yang Lidya kirimkan tak jua mendapatkan balasan bahkan sampai
Lidya benar-benar dibuat tidak berkutik menghadapi sikap Fuad yang berubah total kepadanya. Lelaki itu tidak pernah pulang lagi atau menemuinya setelah pembicaraan terakhir malam itu. Fuad terus menghindari Lidya dan menolak saat diajak berbicara. Ia juga tidak menghiraukan semua permintaan Lidya dan meminta tolong pada Mbok Rum untuk memenuhi semua keinginannya. Seperti hari ini, Lidya mengirim pesan pada Fuad mengatakan ingin makan martabak. Sebenarnya ini hanya alasan Lidya agar bisa menemui Fuad. Namun ternyata Fuad malah memesan martabak secara online dan langsung mengirimkannya ke rumah Lidya. Dengan kesal Lidya membanting keresek martabak yang baru saja diantarkan ke atas meja. Taktik yang sudah disusun untuk mempengaruhi Fuad agar membatalkan rencananya menjemput Sofia tidak bisa berjalan sama sekali. Fuad benar-benar tidak mau menemuinya sama sekali sehingga tidak ada kesempatan untuk melaksanakan semua rancangan yang sudah disusun dalam otaknya.Panggilan telepon Lidya ti
“Dek ... Kenapa kamu di sini? Bukankah sudah kubilang untuk menunggu di rumah saja, tidak usah menjemputku?” tanya Fuad dengan penuh semangat.Rasa kantuk dan lelah langsung sirna saat melihat Sofia tersenyum sambil menggaruk pipinya yang tidak gatal. Fuad tahu itu adalah ekspresi yang digunakan Sofia saat wanita itu bingung harus menjawab apa.“Aku merindukanmu.” Fuad menggenggam tangan Sofia dengan erat lalu mengecupnya cukup lama.“Mas ....,” bisik Sofia sambil mengedipkan sebelah mata beberapa kali seakan berusaha memberitahukan sesuatu padanya.“Ada apa?” tanya Fuad penasaran melihat tingkah aneh Sofia.“Ehem ....”Sebuah deheman terdengar pelan dari arah belakang. Fuad langsung menoleh dan melihat kedua mertuanya berdiri di belakangnya menatap dengan wajah menggoda.“Belum ada sebulan tidak bertemu tapi sudah kangen sekali ya?” goda Pak Harno dengan bibir diangkat pada satu sisi.“Ayah ...,” protes Sofia sambil mencebik kecil saat tahu ayahnya menggoda.“Eh ... Bapak, Ibu,” ucap
Sofia bingung harus membukanya atau tidak. Dulu, ia terbiasa memeriksa ponsel Fuad, membaca setiap pesan atau membuka galeri untuk melihat foto atau video yang tersimpan di dalamnya. Kegiatan rutin yang hampir setiap hari dilakukannya untuk mengetahui aktivitas Fuad hari itu. Bukan karena tidak percaya atau karena takut Fuad selingkuh.Begitu pula sebaliknya, Fuad juga sesekali akan memeriksa ponsel Sofia dan melihat-lihat isinya. Tidak ada rahasia sama sekali diantara mereka berdua. Karena itu baik Sofia maupun Fuad tidak pernah mengunci ponsel dengan cara yang rumit agar memudahkan keduanya untuk membukanya.Namun, semenjak Lidya hadir dalam kehidupan mereka, kebiasaan itu berubah. Fuad mulai memasang password pada ponselnya sehingga menyulitkan Sofia untuk membukanya. Ia juga selalu membawa ponselnya ke mana pun ia pergi. Bahkan saat ke kamar mandi. Hal ini membuat Sofia semakin penasaran untuk memeriksa apa sebenarnya isi ponsel Fuad. “Apa yang harus kulakukan sekarang? Jika a
“Beneran nggak mau kemana-mana? Mumpung kita di sini, Mas,” tanya Sofia sekali lagi saat Fuad menolak untuk diajak pergi keluar.“Iya. Aku mau istirahat di rumah saja sama kamu. Kita mengobrol dan menghabiskan waktu yang berkualitas di rumah saja sudah lama kita tidak melakukannya. Atau kamu mau packing barang-barang sekarang? Aku bantu biar cepat,” tolak Fuad tegas.“Baiklah kalau begitu. Kita di rumah saja seharian nanti.”Sofia menutup kembali lemari pakaian dengan keras. Sebenarnya ia sudah bersemangat sejak tadi pagi ingin mengajak Fuad bepergian berwisata kuliner. Memberitahukan makanan enak yang sudah dimakannya kemarin. Namun, karena Fuad menolak ia tidak bisa berbuat apa pun lagi. Berjalan ke pojok kamar, Sofia mengambil koper kecil yang dibawa untuk mengangkut beberapa pakaian yang dibawanya kesini dulu. Lalu mulai menata baju dan kerudung ke dalam koper dengan tenang. “Ada yang bisa kubantu?” tawar Fuad saat melihat Sofia mulai berkemas. “Tidak ada, Mas. Tidurlah s
“Siapa yang pingsan, Mas?” bisik Sofia sambil menjawil lengan Fuad. Fuad segera melambaikan tangan sebagai isyarat agar Sofia diam dan bersabar menunggu terlebih dulu. Sementara itu ia meneruskan pembicaraan dengan Mbok Rum di telepon.“Pingsan bagaimana maksudnya Mbok? Kapan?” tanya Fuad dengan tenang. “Sudah dua jam lalu, Pak. Barusan sudah sadar tapi katanya masih pusing. Mau saya antarkan periksa ke dokter tapi saya bingung, bagaimana dengan anak-anak kalau ditinggal?” jelas Mbok Rum panik.“Baiklah ... Mbok Rum tenang dulu, jangan panik. Aku sampai rumah paling cepat besok pagi, jadi sementara menungguku tolong jaga Lidya baik-baik. Penuhi semua kebutuhan dan permintaannya, kalau ada apa-apa segera hubungi aku,” perintah Fuad dengan tenang.Sofia langsung mencubit perut Fuad saat mendengarnya mengatakan mereka akan sampai besok pagi. Padahal selambat-lambatnya perjalanan pulang paling lama pukul sepuluh malam mereka sudah sampai di rumah. Fuad hanya mengedipkan sebelah mat
Sementara itu di rumah sakit, Fuad tidak bisa tidur karena merasa bingung memikirkan hari esok. Ia harus pergi ke kantor besok karena jatah cutinya sudah habis. Namun, ia tidak tega jika harus meninggalkan Lidya sendirian tanpa ada yang menemani. Kondisi Lidya yang masih lemah membuatnya membutuhkan bantuan untuk memenuhi segala keperluannya. Sebenarnya Fuad ingin meminta bantuan pada Mbok Rum agar menunggu Lidya. Namun mengingat dia harus menjaga anak-anak di rumah hal itu urung dilakukannya. Saat sedang memikirkan jalan keluar masalah tersebut, tiba-tiba Sofia meneleponnya.“Halo, Dek,” jawab Fuad setelah mengangkat telepon.“Waalaikumsalam, Mas,” ucap Sofia dengan penuh penekanan.“Eh iya ... Assalamualaikum, sayang,” sahut Fuad dengan cengengesan. Ia memang sering lupa mengucapkan salam saat menjawab telepon. Namun Sofia tidak pernah lelah selalu mengingatkannya lagi dan lagi.“Bagaimana kondisi Mbak Lidya, Mas? Apa kata dokter?”“Besok pagi Lidya akan diperiksa lab untuk mengeta
Dada Sofia berdebar kencang mendengar permintaan Lidya yang menurutnya sangat lancang. Ia ingin marah, berteriak dan mengutuk wanita yang sedang terbaring lemah di hadapannya. Namun, hati nuraninya masih mencegahnya untuk melakukan hal tersebut.Tangan Sofia terkepal erat sampai ujung jarinya memutih. Titik-titik keringat mulai bermunculan memenuhi telapak tangannya yang terkepal hingga terasa basah. Dadanya terasa panas karena menahan amarah yang menggelegak dalam dada. Bersiap untuk dilampiaskan pada wanita berpipi dekik yang sedang memandangnya, menunggu jawabannya. Ditarik nafas panjang lalu dikeluarkan pelan sambil memejamkan mata. Sofia mencoba mengingat hal-hal menyenangkan yang pernah dilaluinya bersama Lidya untuk mengurangi amarah yang bersiap untuk meledak. Seperti bom waktu yang siap untuk meledak kapan pun.“Mbak, bagaimana? Bisakah kamu menyerahkan Mas Fuad untuk kumiliki sepenuhnya? Kamu masih muda dan masih cantik ... Jadi tidak sulit bagimu untuk menemukan lelaki lai
“Dek ... Kok malah bengong? Kenapa pertanyaanku nggak dijawab? Bagaimana kalau Lidya marah saat tahu kamu membuka-buka ponselnya?” tanya Fuad tidak sabar saat melihat Sofia yang malah melamun dan tidak menjawab pertanyaannya.“Eh ... Anu. Itu karena Mbak Lidya yang menyuruhku, Mas. Dia tadi menitipkan ponselnya padaku untuk berjaga-jaga kalau ada pesan dari pelanggan yang memesan kue atau brownis mendadak. Jadi dia memintaku untuk membalas pesan yang masuk atau mengangkat telepon yang masuk ke ponselnya,” terang Sofia sambil mengarang alasan yang serealistis mungkin agar Fuad tidak curiga dan bertanya lebih jauh lagi.“Oh begitu ... Kenapa tidak bilang dari tadi? Ayo kita duduk dulu,” ajak Fuad sambil menggandeng tangan Sofia berjalan menuju deretan kursi yang ada di depan ruang operasi.Sofia hanya mengangguk pasrah saat Fuad mengajaknya duduk di kursi panjang yang tersedia di depan ruang operasi. Ia merasa lega karena Fuad langsung mempercayai penjelasannya dan tidak bertanya lebih
Lidya menarik nafas panjang lalu mengambil ponsel yang tergeletak di atas nakas. Diangsurkannya ponsel tersebut pada Sofia sambil tersenyum tipis.“Saat aku dioperasi nanti, tolong simpan ponselku Mbak. Siapa tahu nanti ada telepon penting yang masuk angkatlah. Atau mungkin ada pesan masuk yang penting dan membutuhkan balasan segera, tolong balaslah. Berpura-pura saja menjadi diriku saat kamu membalasnya, jangan katakan kalau aku sedang operasi,” pinta Lidya sambil memandang Sofia tanpa berkedip.“Iya, Mbak.” Sofia mengambil ponsel yang diangsurkan Lidya padanya. Lalu menyimpan ponsel tersebut dalam tas selempang yang dikenakannya walaupun ia masih tidak mengerti kenapa Lidya memintanya untuk melakukan hal tersebut.“Sebenarnya aku ada permintaan lain, Mbak ....”Sofia yang sedang menutup tas segera menghentikan gerakan tangannya dan menatap Lidya. Menunggunya mengungkapkan permintaan lain yang disebutkannya tadi. Namun, wanita berpipi dekik itu malah diam dan tidak mengucapkan se
Setelah menerima surat dari Pram, hati Lidya terasa resah. Tiada hari yang dilalui tanpa merasa cemas. Ia bahkan tidak bisa tidur dengan nyenyak saat malam hari dan kerap terbangun karena mimpi buruk yang selalu menemani dalam setiap tidurnya.Akibatnya tubuhnya terasa semakin lelah karena kualitas tidur yang buruk. Juga pikiran yang tegang. Nafsu makannya juga semakin berkurang karena perutnya terasa begah jika ia makan banyak. Pun ia tidak memiliki nafsu makan karena memikirkan berbagai kemungkinan yang akan terjadi jika Pram kembali sebelum ia melahirkan. Lidya tidak berani menceritakan mengenai hal tersebut dan menyimpan semua pemikirannya sendirian. Ia terus berpikir bagaimana caranya agar Pram tidak pulang sebelum ia melahirkan. Ia sangat takut membayangkan jika Pram mengetahui tentang perjanjian pernikahan yang sudah dibuat dengan Sofia dan Fuad. Lelaki itu pasti akan sangat marah dan pergi meninggalkannya.Setiap hari Lidya terus berdoa agar Pram tidak pulang sebelum bayi dal
Lidya baru saja selesai menata baju dan beberapa barang perlengkapan untuk bayi yang sudah dibeli oleh Sofia dan Fuad. Rencananya untuk berbelanja perlengkapan bayi bersama Sofia terpaksa dibatalkan karena Fuad melarangnya. Lelaki itu memintanya untuk istirahat di rumah saja, mengingat kondisi Lidya yang belum pulih sepenuhnya serta anjuran dari dokter yang menyarankan agar ia tidak boleh beraktivitas yang berlebihan sehingga membuatnya kelelahan.Lidya terpaksa menurut karena tidak ingin merepotkan orang di sekitarnya lagi. Ia baru saja keluar dari rumah sakit dan tidak ingin dirawat lagi padahal baru saja pulang ke rumah. Ia akhirnya menyerahkan urusan belanja perlengkapan bayi pada Sofia dan Fuad semua. Sofia sempat menyarankan agar berbelanja online saja agar bisa memilih bersama-sama. Namun Lidya menolaknya karena takut barang yang dibeli tidak sesuai harapan. Ia meminta pada Sofia untuk berbelanja langsung di toko saja agar lebih leluasa memilih karena bisa melihat barang yang
Setelah dirawat selama seminggu di rumah sakit, Lidya akhirnya sudah bisa pulang ke rumah. Kondisinya semakin hari semakin membaik setelah perbincangan terakhir dengan Sofia. Hubungan mereka berdua juga semakin membaik dari hari ke hari. Tidak terlihat canggung lagi. Bahkan hampir setiap hari Sofia terlihat menemani Lidya di rumah sakit selama ditinggal Fuad bekerja. Urusan toko untuk sementara mereka serahkan pada Rani dulu. Sementara anak-anak dalam pengasuhan Mbok Rum. Beruntung, Mbok Rum sudah tidak memiliki tanggungan di rumah. Jadi bisa menginap di rumah Lidya tanpa harus pulang ke rumah seperti biasanya.Lidya tidak pernah membahas masalah Fuad lagi. Sepertinya ia benar-benar melupakan keinginannya untuk menguasai lelaki itu sepenuhnya untuk dirinya sendiri. Ia juga tidak pernah membicarakan tentang Pram sekalipun. Hanya membicarakan tentang janin dalam perutnya yang semakin hari semakin aktif.Sebelum pulang, Dokter berpesan pada Lidya agar mengurangi aktivitas yang berat me
Dada Sofia berdebar kencang mendengar permintaan Lidya yang menurutnya sangat lancang. Ia ingin marah, berteriak dan mengutuk wanita yang sedang terbaring lemah di hadapannya. Namun, hati nuraninya masih mencegahnya untuk melakukan hal tersebut.Tangan Sofia terkepal erat sampai ujung jarinya memutih. Titik-titik keringat mulai bermunculan memenuhi telapak tangannya yang terkepal hingga terasa basah. Dadanya terasa panas karena menahan amarah yang menggelegak dalam dada. Bersiap untuk dilampiaskan pada wanita berpipi dekik yang sedang memandangnya, menunggu jawabannya. Ditarik nafas panjang lalu dikeluarkan pelan sambil memejamkan mata. Sofia mencoba mengingat hal-hal menyenangkan yang pernah dilaluinya bersama Lidya untuk mengurangi amarah yang bersiap untuk meledak. Seperti bom waktu yang siap untuk meledak kapan pun.“Mbak, bagaimana? Bisakah kamu menyerahkan Mas Fuad untuk kumiliki sepenuhnya? Kamu masih muda dan masih cantik ... Jadi tidak sulit bagimu untuk menemukan lelaki lai
Sementara itu di rumah sakit, Fuad tidak bisa tidur karena merasa bingung memikirkan hari esok. Ia harus pergi ke kantor besok karena jatah cutinya sudah habis. Namun, ia tidak tega jika harus meninggalkan Lidya sendirian tanpa ada yang menemani. Kondisi Lidya yang masih lemah membuatnya membutuhkan bantuan untuk memenuhi segala keperluannya. Sebenarnya Fuad ingin meminta bantuan pada Mbok Rum agar menunggu Lidya. Namun mengingat dia harus menjaga anak-anak di rumah hal itu urung dilakukannya. Saat sedang memikirkan jalan keluar masalah tersebut, tiba-tiba Sofia meneleponnya.“Halo, Dek,” jawab Fuad setelah mengangkat telepon.“Waalaikumsalam, Mas,” ucap Sofia dengan penuh penekanan.“Eh iya ... Assalamualaikum, sayang,” sahut Fuad dengan cengengesan. Ia memang sering lupa mengucapkan salam saat menjawab telepon. Namun Sofia tidak pernah lelah selalu mengingatkannya lagi dan lagi.“Bagaimana kondisi Mbak Lidya, Mas? Apa kata dokter?”“Besok pagi Lidya akan diperiksa lab untuk mengeta
“Siapa yang pingsan, Mas?” bisik Sofia sambil menjawil lengan Fuad. Fuad segera melambaikan tangan sebagai isyarat agar Sofia diam dan bersabar menunggu terlebih dulu. Sementara itu ia meneruskan pembicaraan dengan Mbok Rum di telepon.“Pingsan bagaimana maksudnya Mbok? Kapan?” tanya Fuad dengan tenang. “Sudah dua jam lalu, Pak. Barusan sudah sadar tapi katanya masih pusing. Mau saya antarkan periksa ke dokter tapi saya bingung, bagaimana dengan anak-anak kalau ditinggal?” jelas Mbok Rum panik.“Baiklah ... Mbok Rum tenang dulu, jangan panik. Aku sampai rumah paling cepat besok pagi, jadi sementara menungguku tolong jaga Lidya baik-baik. Penuhi semua kebutuhan dan permintaannya, kalau ada apa-apa segera hubungi aku,” perintah Fuad dengan tenang.Sofia langsung mencubit perut Fuad saat mendengarnya mengatakan mereka akan sampai besok pagi. Padahal selambat-lambatnya perjalanan pulang paling lama pukul sepuluh malam mereka sudah sampai di rumah. Fuad hanya mengedipkan sebelah mat
“Beneran nggak mau kemana-mana? Mumpung kita di sini, Mas,” tanya Sofia sekali lagi saat Fuad menolak untuk diajak pergi keluar.“Iya. Aku mau istirahat di rumah saja sama kamu. Kita mengobrol dan menghabiskan waktu yang berkualitas di rumah saja sudah lama kita tidak melakukannya. Atau kamu mau packing barang-barang sekarang? Aku bantu biar cepat,” tolak Fuad tegas.“Baiklah kalau begitu. Kita di rumah saja seharian nanti.”Sofia menutup kembali lemari pakaian dengan keras. Sebenarnya ia sudah bersemangat sejak tadi pagi ingin mengajak Fuad bepergian berwisata kuliner. Memberitahukan makanan enak yang sudah dimakannya kemarin. Namun, karena Fuad menolak ia tidak bisa berbuat apa pun lagi. Berjalan ke pojok kamar, Sofia mengambil koper kecil yang dibawa untuk mengangkut beberapa pakaian yang dibawanya kesini dulu. Lalu mulai menata baju dan kerudung ke dalam koper dengan tenang. “Ada yang bisa kubantu?” tawar Fuad saat melihat Sofia mulai berkemas. “Tidak ada, Mas. Tidurlah s