Fuad terbangun saat azan subuh berkumandang. Ia duduk sejenak di kasur sambil menunggu kesadarannya pulih sepenuhnya. Mengucek mata dengan sebelah tangan dan memandang kasur di sebelahnya sudah kosong.
Dipindainya sekitar kamar untuk mencari keberadaan Lidya. Namun wanita itu tidak tampak di mana pun. Dengan gerakan cepat, Fuad segera mengenakan pakaiannya yang tergeletak di lantai tidak jauh dari kasur.
Saat baru selesai memakai celana, terdengar suara pintu kamar dibuka. Lidya masuk dengan membawa sebuah nampan berisi secangkir kopi yang mengepulkan uap panas. Aroma kopi langsung memenuhi seluruh kamar saat Lidya mendekat.
“Mas, baru bangun?” sapa Lidya sambil meletakkan nampan di atas nakas. Rambutnya yang tergerai sebahu terlihat basah dan membasahi bahu Lidya.
“Iya,” jawab Fuad sambil mengenakan kaos yang baru saja diambilnya.
“Aku baru saja membuatkan kopi untukmu. Minumlah, mumpung masih hangat,” tawar Lid
Makan malam kali ini, Lidya benar-benar melayani Fuad layaknya seorang raja. Lidya memasak ayam goreng dan sambal terasi sesuai permintaannya tadi pagi. Ditemani beberapa sayuran mentah sebagai lalapan dan juga irisan timun yang menambah kesegaran.Untuk anak-anak, Lidya memasak sayur yang dimasak sop. Mereka bertiga tampak lahap memakan makan malam setelah lelah beraktivitas seharian.Setelah makan malam, mereka semua pindah ke kamar untuk belajar dan mengerjakan PR yang harus dikumpulkan besok di sekolah. Dengan dibantu Fuad, Azzam dan Azizah mengerjakan PR lebih cepat dari biasanya.Kegiatan dilanjut dengan menonton televisi bersama. Lidya yang sudah selesai membereskan dapur turut bergabung bersama yang lainnya dengan membawa beberapa stoples camilan.“PR-nya sudah dikerjakan semua?” tanya Lidya sambil menaruh stoples di dekat Fuad.“Sudah, Ma,” jawab Azzam tanpa menoleh dari layar televisi.“Azizah, bagaima
Jika sebelumnya waktu di rumah Lidya adalah saat yang tidak menyenangkan dan terasa lama bagi Fuad, maka sekarang hal tersebut tidak berlaku lagi. Kini, ia selalu menanti waktu yang akan dihabiskannya dengan Lidya dengan tidak sabar. Waktu menunggu selama tiga hari terasa sangat lama baginya sehingga membuatnya hampir mati karena bosan.Fuad tampak menghela nafas beberapa kali saat duduk di depan televisi bersama Sofia. Merenung sambil memandang layar ponselnya yang tidak pernah lepas dari genggamannya sejak tadi. Ia bahkan tidak fokus saat diajak Sofia mengobrol dan tidak mendengarkan cerita Sofia dengan serius.“Mas ... Apakah ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?” tanya Sofia saat melihat Fuad tampak melamun dan tidak menyimak ceritanya.Fuad yang masih tenggelam dalam lamunan panjangnya hanya terdiam, tidak mendengarkan ataupun menjawab pertanyaan Sofia.“Mas ....” Sofia menjawil lengan Fuad lembut sehingga membuat lelaki ters
“Dek.”Sebuah tepukan mendarat lembut di bahu Sofia. Membangunkannya yang tertidur di ruang salat dengan mengenakan mukena.Setelah mengerjap beberapa kali, Sofia mulai menggerakkan badan dan bangkit perlahan dari posisinya yang separuh telungkup. Badannya terasa pegal karena posisi tidur yang tidak benar. Ditambah alas yang keras menambah rasa pegal itu semakin menjadi-jadi saat ia menggerakkan tubuhnya.Matanya terasa pedas dan bengkak sehingga Sofia cukup kesulitan saat membuka mata pertama kali. Saat berkaca di kamar mandi ia bisa melihat pantulan wajahnya yang terlihat mengerikan dari cermin. Wajah sembab dan mata yang bengkak serta kemerahan akibat tangisan yang cukup lama semalam.Sofia mengembuskan nafas kasar saat memikirkan bagaimana cara menyembunyikan hal ini dari Fuad.“Tunggu ... Ia tadi bahkan diam saja dan tidak berkomentar apa pun saat membangunkanku. Apakah dia tidak menyadarinya atau memang tidak mau peduli lagi
Sofia memutuskan untuk tidak pergi ke toko hari itu karena hati dan pikirannya masih kacau. Ia tidak ingin suasana hatinya akan mempengaruhi sikapnya saat di toko nanti. Terlebih lagi, ia belum siap untuk bertemu dengan Lidya.Membayangkannya saja sudah membuat hatinya perih. Terbayang dengan pesan-pesan mesra antara Lidya dan Fuad yang penuh dengan kata-kata panas dan intim.Belum lagi beberapa pose foto Lidya yang terlihat menggoda dan seksi terus menempel di pikiran Sofia. Foto yang dikirim oleh Lidya pada Fuad saat mereka berkirim pesan. Membuatnya diserang oleh adegan kemesraan mereka berdua saat di tempat tidur memadu kasih. Sehingga Sofia tidak bisa menahan air mata lebih lama lagi.Setelah Fuad berangkat, Sofia menghabiskan waktu dengan berbaring di tempat tidur. Menangis dengan tubuh tertutup selimut dari ujung kepala sampai kaki. Agar suara tangisannya teredam dan tidak terdengar keluar. Meskipun kini ia di rumah sendirian, tapi ia tidak mau suar
“Mas ... Ada hal penting yang ingin kubicarakan. Bisakah kamu menyimpan ponselmu sebentar dan mendengarkan perkataanku dengan sungguh-sungguh. Aku tidak akan lama,” ucap Sofia suatu malam pada Fuad.Setelah berpikir cukup lama dengan menimbang semua hal, Sofia akhirnya memutuskan untuk mundur dan menyerah pada hubungan pernikahan ini. Ia akan meminta cerai pada Fuad untuk memberikan kesempatan pada lelaki itu agar lebih dekat dengan Lidya.Bukan tanpa alasan Sofia akhirnya memutuskan untuk menyerah. Sudah tiga bulan lebih ia berusaha untuk merebut kembali perhatian Fuad. Mencoba bersabar dan bertahan dengan sikap dingin Fuad. Juga menerima setiap kali lelaki mengatakan padanya bahwa ia tidak akan pulang dan menginap di rumah Lidya.Fuad sudah tidak bisa bersikap adil lagi dan menghabiskan waktu lebih banyak di rumah Lidya daripada bersama Sofia. Pun saat sedang menginap di rumah Sofia, lelaki itu lebih sering menghabiskan waktu untuk menatap ponsel d
Fuad mengangguk pelan dengan menatap Sofia tanpa berkedip. Nafas Sofia terasa tercekat melihat jawaban Fuad. Untuk sesaat ia hanya mampu terdiam dan bingung harus berkata apa. Ada sesuatu dalam lubuk hatinya yang terdalam terasa nyeri tapi juga merasa penasaran. Meronta dan menuntut untuk dituntaskan.“Berapa bulan?” tanya Sofia lirih setelah menenangkan diri cukup lama.“Sudah berjalan sepuluh minggu, sekitar dua bulan lebih.”“Kenapa tidak ada yang memberitahuku?” tuntut Sofia dengan suara serak karena menahan rasa sesak dalam dada. Dadanya serasa diimpit oleh beban yang sangat berat, bahkan untuk sekedar menarik nafas terasa sangat sulit. Sofia merasa sedih karena tidak dianggap. Rasanya seperti dikhianati oleh dua orang yang paling ia percayai dan paling ia sayangi di saat bersamaan.“Apa kalian tidak pernah menganggapku ada? Atau ... Karena kalian menganggapku hanya sebagai orang luar yang akan mengganggu kebahagiaan kalia
“Maafkan aku, Dek. Aku tidak bisa menceraikan Lidya karena ia tidak mau menyerahkan anak yang dikandungnya untuk kamu asuh. Ia memintaku untuk menceraikanmu secepatnya agar kami bisa hidup bahagia berdua bersama anak-anak. Kamu tahu kan aku tidak bisa hidup tanpa anak-anak karena itu adalah impian terbesarku. Memiliki banyak anak setelah menikah dan bermain-main bersama mereka sepulang kerja untuk menghilangkan penat. Kehadiranmu hanya membuat Lidya cemburu karena itu aku akan menceraikanmu segera setelah ini. Tunggu saja di rumah beberapa saat lagi akan ada surat panggilan dari pengadilan agama yang datang ke rumahmu,” ucap Fuad dengan dingin dan wajah datar. Lelaki itu bahkan tidak menatap Sofia dan tetap fokus menatap ponsel sambil tersenyum seperti biasanya. Sepertinya ia sedang asyik berbalas pesan dengan Lidya.“Tapi, Mas ... Bukankah kamu berjanji padaku akan segera menceraikan Lidya setelah anak itu lahir untuk kembali bersamaku?” Sofia bergegas mematikan t
Sofia benar-benar memenuhi janjinya untuk berpura-pura tidak mengetahui masalah kehamilan Lidya. Meskipun ia harus menahan diri sekuat tenaga untuk bersikap biasa saja dan tidak terlalu kentara saat melihat Lidya yang berusaha menahan rasa mual di depan matanya.Seperti hari ini, saat aroma kue brownis yang baru matang menyebar ke seluruh toko karena terbawa angin. Lidya terlihat menutup mulut dan hidung dengan telapak tangan untuk menghalau aroma agar kue coklat tersebut masuk ke indra penciumannya. Ia juga terlihat menahan rasa mual dan bergegas lari ke kamar mandi sambil menutup mulut.Sofia yang melihat dari kejauhan hanya bisa menghela nafas dalam sambil menyibukkan diri menata susunan roti di etalase. Saat Lidya keluar dari kamar mandi dan berjalan melewatinya, ia juga tidak berani menegur atau bertanya secara langsung kepadanya. Tatapan mata Sofia bertemu dengan Lidya manakala wanita yang sedang hamil muda itu hendak duduk di kursinya sambil mengus
“Dek ... Kok malah bengong? Kenapa pertanyaanku nggak dijawab? Bagaimana kalau Lidya marah saat tahu kamu membuka-buka ponselnya?” tanya Fuad tidak sabar saat melihat Sofia yang malah melamun dan tidak menjawab pertanyaannya.“Eh ... Anu. Itu karena Mbak Lidya yang menyuruhku, Mas. Dia tadi menitipkan ponselnya padaku untuk berjaga-jaga kalau ada pesan dari pelanggan yang memesan kue atau brownis mendadak. Jadi dia memintaku untuk membalas pesan yang masuk atau mengangkat telepon yang masuk ke ponselnya,” terang Sofia sambil mengarang alasan yang serealistis mungkin agar Fuad tidak curiga dan bertanya lebih jauh lagi.“Oh begitu ... Kenapa tidak bilang dari tadi? Ayo kita duduk dulu,” ajak Fuad sambil menggandeng tangan Sofia berjalan menuju deretan kursi yang ada di depan ruang operasi.Sofia hanya mengangguk pasrah saat Fuad mengajaknya duduk di kursi panjang yang tersedia di depan ruang operasi. Ia merasa lega karena Fuad langsung mempercayai penjelasannya dan tidak bertanya lebih
Lidya menarik nafas panjang lalu mengambil ponsel yang tergeletak di atas nakas. Diangsurkannya ponsel tersebut pada Sofia sambil tersenyum tipis.“Saat aku dioperasi nanti, tolong simpan ponselku Mbak. Siapa tahu nanti ada telepon penting yang masuk angkatlah. Atau mungkin ada pesan masuk yang penting dan membutuhkan balasan segera, tolong balaslah. Berpura-pura saja menjadi diriku saat kamu membalasnya, jangan katakan kalau aku sedang operasi,” pinta Lidya sambil memandang Sofia tanpa berkedip.“Iya, Mbak.” Sofia mengambil ponsel yang diangsurkan Lidya padanya. Lalu menyimpan ponsel tersebut dalam tas selempang yang dikenakannya walaupun ia masih tidak mengerti kenapa Lidya memintanya untuk melakukan hal tersebut.“Sebenarnya aku ada permintaan lain, Mbak ....”Sofia yang sedang menutup tas segera menghentikan gerakan tangannya dan menatap Lidya. Menunggunya mengungkapkan permintaan lain yang disebutkannya tadi. Namun, wanita berpipi dekik itu malah diam dan tidak mengucapkan se
Setelah menerima surat dari Pram, hati Lidya terasa resah. Tiada hari yang dilalui tanpa merasa cemas. Ia bahkan tidak bisa tidur dengan nyenyak saat malam hari dan kerap terbangun karena mimpi buruk yang selalu menemani dalam setiap tidurnya.Akibatnya tubuhnya terasa semakin lelah karena kualitas tidur yang buruk. Juga pikiran yang tegang. Nafsu makannya juga semakin berkurang karena perutnya terasa begah jika ia makan banyak. Pun ia tidak memiliki nafsu makan karena memikirkan berbagai kemungkinan yang akan terjadi jika Pram kembali sebelum ia melahirkan. Lidya tidak berani menceritakan mengenai hal tersebut dan menyimpan semua pemikirannya sendirian. Ia terus berpikir bagaimana caranya agar Pram tidak pulang sebelum ia melahirkan. Ia sangat takut membayangkan jika Pram mengetahui tentang perjanjian pernikahan yang sudah dibuat dengan Sofia dan Fuad. Lelaki itu pasti akan sangat marah dan pergi meninggalkannya.Setiap hari Lidya terus berdoa agar Pram tidak pulang sebelum bayi dal
Lidya baru saja selesai menata baju dan beberapa barang perlengkapan untuk bayi yang sudah dibeli oleh Sofia dan Fuad. Rencananya untuk berbelanja perlengkapan bayi bersama Sofia terpaksa dibatalkan karena Fuad melarangnya. Lelaki itu memintanya untuk istirahat di rumah saja, mengingat kondisi Lidya yang belum pulih sepenuhnya serta anjuran dari dokter yang menyarankan agar ia tidak boleh beraktivitas yang berlebihan sehingga membuatnya kelelahan.Lidya terpaksa menurut karena tidak ingin merepotkan orang di sekitarnya lagi. Ia baru saja keluar dari rumah sakit dan tidak ingin dirawat lagi padahal baru saja pulang ke rumah. Ia akhirnya menyerahkan urusan belanja perlengkapan bayi pada Sofia dan Fuad semua. Sofia sempat menyarankan agar berbelanja online saja agar bisa memilih bersama-sama. Namun Lidya menolaknya karena takut barang yang dibeli tidak sesuai harapan. Ia meminta pada Sofia untuk berbelanja langsung di toko saja agar lebih leluasa memilih karena bisa melihat barang yang
Setelah dirawat selama seminggu di rumah sakit, Lidya akhirnya sudah bisa pulang ke rumah. Kondisinya semakin hari semakin membaik setelah perbincangan terakhir dengan Sofia. Hubungan mereka berdua juga semakin membaik dari hari ke hari. Tidak terlihat canggung lagi. Bahkan hampir setiap hari Sofia terlihat menemani Lidya di rumah sakit selama ditinggal Fuad bekerja. Urusan toko untuk sementara mereka serahkan pada Rani dulu. Sementara anak-anak dalam pengasuhan Mbok Rum. Beruntung, Mbok Rum sudah tidak memiliki tanggungan di rumah. Jadi bisa menginap di rumah Lidya tanpa harus pulang ke rumah seperti biasanya.Lidya tidak pernah membahas masalah Fuad lagi. Sepertinya ia benar-benar melupakan keinginannya untuk menguasai lelaki itu sepenuhnya untuk dirinya sendiri. Ia juga tidak pernah membicarakan tentang Pram sekalipun. Hanya membicarakan tentang janin dalam perutnya yang semakin hari semakin aktif.Sebelum pulang, Dokter berpesan pada Lidya agar mengurangi aktivitas yang berat me
Dada Sofia berdebar kencang mendengar permintaan Lidya yang menurutnya sangat lancang. Ia ingin marah, berteriak dan mengutuk wanita yang sedang terbaring lemah di hadapannya. Namun, hati nuraninya masih mencegahnya untuk melakukan hal tersebut.Tangan Sofia terkepal erat sampai ujung jarinya memutih. Titik-titik keringat mulai bermunculan memenuhi telapak tangannya yang terkepal hingga terasa basah. Dadanya terasa panas karena menahan amarah yang menggelegak dalam dada. Bersiap untuk dilampiaskan pada wanita berpipi dekik yang sedang memandangnya, menunggu jawabannya. Ditarik nafas panjang lalu dikeluarkan pelan sambil memejamkan mata. Sofia mencoba mengingat hal-hal menyenangkan yang pernah dilaluinya bersama Lidya untuk mengurangi amarah yang bersiap untuk meledak. Seperti bom waktu yang siap untuk meledak kapan pun.“Mbak, bagaimana? Bisakah kamu menyerahkan Mas Fuad untuk kumiliki sepenuhnya? Kamu masih muda dan masih cantik ... Jadi tidak sulit bagimu untuk menemukan lelaki lai
Sementara itu di rumah sakit, Fuad tidak bisa tidur karena merasa bingung memikirkan hari esok. Ia harus pergi ke kantor besok karena jatah cutinya sudah habis. Namun, ia tidak tega jika harus meninggalkan Lidya sendirian tanpa ada yang menemani. Kondisi Lidya yang masih lemah membuatnya membutuhkan bantuan untuk memenuhi segala keperluannya. Sebenarnya Fuad ingin meminta bantuan pada Mbok Rum agar menunggu Lidya. Namun mengingat dia harus menjaga anak-anak di rumah hal itu urung dilakukannya. Saat sedang memikirkan jalan keluar masalah tersebut, tiba-tiba Sofia meneleponnya.“Halo, Dek,” jawab Fuad setelah mengangkat telepon.“Waalaikumsalam, Mas,” ucap Sofia dengan penuh penekanan.“Eh iya ... Assalamualaikum, sayang,” sahut Fuad dengan cengengesan. Ia memang sering lupa mengucapkan salam saat menjawab telepon. Namun Sofia tidak pernah lelah selalu mengingatkannya lagi dan lagi.“Bagaimana kondisi Mbak Lidya, Mas? Apa kata dokter?”“Besok pagi Lidya akan diperiksa lab untuk mengeta
“Siapa yang pingsan, Mas?” bisik Sofia sambil menjawil lengan Fuad. Fuad segera melambaikan tangan sebagai isyarat agar Sofia diam dan bersabar menunggu terlebih dulu. Sementara itu ia meneruskan pembicaraan dengan Mbok Rum di telepon.“Pingsan bagaimana maksudnya Mbok? Kapan?” tanya Fuad dengan tenang. “Sudah dua jam lalu, Pak. Barusan sudah sadar tapi katanya masih pusing. Mau saya antarkan periksa ke dokter tapi saya bingung, bagaimana dengan anak-anak kalau ditinggal?” jelas Mbok Rum panik.“Baiklah ... Mbok Rum tenang dulu, jangan panik. Aku sampai rumah paling cepat besok pagi, jadi sementara menungguku tolong jaga Lidya baik-baik. Penuhi semua kebutuhan dan permintaannya, kalau ada apa-apa segera hubungi aku,” perintah Fuad dengan tenang.Sofia langsung mencubit perut Fuad saat mendengarnya mengatakan mereka akan sampai besok pagi. Padahal selambat-lambatnya perjalanan pulang paling lama pukul sepuluh malam mereka sudah sampai di rumah. Fuad hanya mengedipkan sebelah mat
“Beneran nggak mau kemana-mana? Mumpung kita di sini, Mas,” tanya Sofia sekali lagi saat Fuad menolak untuk diajak pergi keluar.“Iya. Aku mau istirahat di rumah saja sama kamu. Kita mengobrol dan menghabiskan waktu yang berkualitas di rumah saja sudah lama kita tidak melakukannya. Atau kamu mau packing barang-barang sekarang? Aku bantu biar cepat,” tolak Fuad tegas.“Baiklah kalau begitu. Kita di rumah saja seharian nanti.”Sofia menutup kembali lemari pakaian dengan keras. Sebenarnya ia sudah bersemangat sejak tadi pagi ingin mengajak Fuad bepergian berwisata kuliner. Memberitahukan makanan enak yang sudah dimakannya kemarin. Namun, karena Fuad menolak ia tidak bisa berbuat apa pun lagi. Berjalan ke pojok kamar, Sofia mengambil koper kecil yang dibawa untuk mengangkut beberapa pakaian yang dibawanya kesini dulu. Lalu mulai menata baju dan kerudung ke dalam koper dengan tenang. “Ada yang bisa kubantu?” tawar Fuad saat melihat Sofia mulai berkemas. “Tidak ada, Mas. Tidurlah s