Novela mengetuk pintu kamar Aksara dengan hati-hati. Lalu sejenak diam dan menunggu respon dari kembaran nya dari dalam kamar."Masuk saja, Nov. Nggak dikunci."Mendengar sang empunya kamar sudah memberi persetujuannya, Novela pun membuka pintu kamar Aksara dan langsung duduk di tepi ranjang saudara kembar nya itu. Aksara yang sedang mengangkat barbel empat kilonya di depan kaca full body yang terpasang di lemari bajunya. "Kenapa nih? Manyun amat tuh wajah? Apa kamu nggak bisa merencanakan langkah selanjutnya untuk membalas Larasati jadi manyun? Tumben, biasanya kamu banyak ide kalau ngasih pelajaran buat tokoh antagonis kayak di novel-novel kamu," ucap Aksara sambil tetap mengayunkan barbelnya. Dokter yang berusia 27 tahun itu mengenakan kaus oblong tanpa lengan sehingga otot bisep dan trisepnya terbentuk dengan jelas saat dia mengayunkan barbelnya. Keringat Aksara yang membasahi kausnya juga mencetak otot perut kotak-kotak.Novela menghela nafas kasar. "Aku punya berita yang sang
"Aaminn. Mama selalu mendoakan yang terbaik untuk kalian berdua. Ngomong-ngomong ayo makan dulu. Mama sudah masakin bebek goreng dan lalapan untuk makan malam," ujar Mawar."Iya Ma."Mawar lalu keluar lebih dulu dari kamar Aksara. Aksara menatap ke arah kembarannya. "Nov, jangan bilang-bilang mama tentang masalah Herman, Larasati, dan anak-anaknya. Mama pasti nggak suka kalau dengan acara balas dendam yang kita lakukan pada Larasati. Lagipula aku nggak mau mama kepikiran tentang hubungan ku dan Ridho," bisik Aksara pada Novela saat Mawar sudah menjauh. Novela mengacungkan ibu jarinya. "Oke. Jangan khawatir. Aku tidak akan bilang apapun pada Mama kok."***Riska menatap ponselnya. Di layar hpnya tampak foto Aksara, Novela, Ridho dan dirinya sedang berfoto bersama di sebuah kafe. Gadis itu tersenyum dan mengusap layar ponsel tepat di wajah Aksara. Ingatan nya kembali saat dia bertemu beberapa kali dengan dokter muda itu. Dokter muda yang simpatik, cool, dan tampan tapi terlihat perha
Setahun yang lalu, Herman dan istri nya dalam perjalanan ke luar kota untuk berlibur. Mereka duduk di jok kursi belakang mobil. Sedangkan sopir mereka duduk di belakang kemudi. Suasana malam yang lengang membuat Herman dan istri nya terkantuk-kantuk. Istri Herman bahkan telah terlelap di samping bahu suami nya. "Sayang, apa kita perlu menginap di hotel saja malam ini? Aku kasihan pada mu yang harus tidur di mobil. Kita bisa kan istirahat di hotel dulu lalu melanjutkan perjalanan lagi besok pagi?" usul Herman membangun kan sang istri yang sudah terlelap.Istri Herman membuka mata perlahan. Perempuan yang masih terbilang cantik walaupun sudah berkepala lima itu mengucek mata dan tersenyum sekilas pada suaminya."Nggak usah, Mas. Aku memang ingin menikmati perjalanan malam ini. Nanggung lho. Sebentar lagi kan sudah sampai vila."Istri Herman meraih ponselnya dari dalam tas dan melihat layarnya."Kurang 1,5 jam lagi kita sampai di vila. Aku sudah tidak sabar untuk tidur di sana dan mema
Lelaki itu itu mengaku tidak sengaja menabrak mobil Herman karena anaknya yang terkena serangan asma. Dan orang itu pun mengebut untuk segera sampai di rumah sakit. Dan duda itu sangat menyesali perbuatannya serta meminta Herman agar memaafkannya. Awalnya, hati Herman bercabang dan bingung antara memaafkan penabrak itu atau meneruskannya ke jalur hukum.Tapi melihat anak perempuan berusia sekolah dasar yang sedang terbatuk-batuk karena asma saat dia cemas melihat sang ayah yang akan dipenjara, hati Herman pun luluh. Lelaki itu memilih memaafkan lelaki yang dijadikan kambing hitam penabrak istri nya. Berbulan-bulan Herman masih belum mengetahui kejadian sebenarnya. Hingga akhirnya fakta terungkap dari mang Udin, saat Herman bertemu dengan Larasati pertama kali, bahwa Larasati lah yang terakhir dilihat oleh mang Udin sebelum dia pingsan karena kecelakaan. Herman segera mencari tahu tentang penabrak mobil nya setahun yang lalu dengan mencari lelaki yang telah menjadi kambing hitam un
Beberapa saat sebelumnya, Anak buah Herman mengangguk memahami saat Herman baru saja menjelaskan tentang tugas baru mereka. "Sudah paham semua tentang apa yang saya jelaskan?" tanya Herman menegaskan. "Sudah, Pak!""Kalau begitu lakukan sekarang. Ingat, jangan meninggalkan jejak. Kacaukan acara tasyakuran peresmian klinik dokter Aksara. Lalu esoknya tabrak dokter itu. Awas kalau kalian sampai ketahuan!""Siap, Pak!"Tiga orang preman bayaran Herman langsung melesat pergi dan meninggalkan Herman. Herman tersenyum menyeringai ke arah anak buahnya pergi. Tangan orang tua itu terkepal. "Tidak ada yang boleh menyakiti Larasati selain aku. Apalagi sampai mempermalukan aku di hadapan para klien," gumam Herman. "Tak peduli kamu adalah calon ipar dari anakku, kamu juga harus mendapatkan pelajaran, Aksara!"***Anak buah Herman menaiki satu motor. Mereka mengenakan baju hitam, masker, sarung tangan, dan topi yang sewarna dengan bajunya. Tak lupa mereka merekatkan lakban hitam di plat nomor
Aksara menatap Riska dengan serius. "Ris, masalah nya di klinikku hanya ada pengobatan dan perawatan luka dasar. Tidak ada pemeriksaan laboratorium khusus dan foto Rontgen. Kalau menurut ciri-ciri fisik kamu, saat ini kamu sehat dan normal, dalam keadaan sadar penuh. Tidak menunjukkan tanda atau gejala cedera kepala. Hanya luka luar yang tidak terlalu dalam dan bisa dijahit. Tapi nanti kamu akan kuberikan pengantar ke rumah sakit untuk foto Rontgen ya," sahut Aksara. Riska hanya mengangguk kan kepala nya dengan patuh. Dalam hati, diam-diam Riska bertekad ingin memperjuangkan perasaan nya walaupun dia tahu Aksara sudah mempunyai kekasih. Selama janur kuning belum melengkung, kamu masih punya banyak kesempatan, bukan?***Sementara itu, Larasati sedang duduk memeluk lutut lengkap dengan piyamanya di dalam kamar mandi dengan mengguyurkan air hangat dari shower ke seluruh tubuh nya. "Aku sudah nggak kuat lagi dengan Mas Herman! Lebih baik aku minggat saja! Aku akan pergi sejauh mungki
Larasati mendekati Damar yang sedang memungut dan memakan sisa makanan dari tong sampah yang ada di samping nya. Keduanya bertatapan dalam diam. Sibuk dengan pikiran masing-masing. Beberapa saat teringat saat mereka berbagi kehangatan di ranjang, lalu mendadak kondisi mereka sekarang yang berubah 180 derajat. Sampai Damar harus mencari makan di tempat sampah serupa gembel. "Kamu Damar, kan?" tanya Larasati menegaskan. Dia bahkan mengucek matanya karena tidak percaya dengan pemandangan mengenaskan yang ada di hadapannya. "Iya, aku Damar. Kamu, Larasati kan? Kurus sekali kamu sekarang, Bu!" sapa Damar kikuk. Larasati tersenyum kecut. "Ya, sekarang aku memang kurus dan mungkin tidak cantik lagi. Aku bertemu psikopat sial*n!" sahut Larasati kesal. Mereka lalu terdiam lagi. Saling memandang dan memindai kemalangan yang menyapa nasib mereka. "Kamu kenapa sekarang bernasib menyedihan seperti ini?" tanya Larasati memecahkan keheningan. Damar berpikir sejenak. "Hm, aku dipecat dari peru
"Anggap saja hal itu sebagai pembalasan karena kamu telah selingkuh dengan istri kedua saya. Ya kan?"Andi lalu menoleh ke arah kerumunan orang di sekitarnya yang penasaran dengan kelanjutan perkelahian antara Damar dan Andi. Dan memberi isyarat pada kerumunan orang itu agar membubarkan diri. Sementara itu, wajah Damar berubah. Lelaki itu terdiam setelah mendengar kan ucapan Andi. Dia menurunkan kedua tangannya dan menghela nafas. Beberapa orang yang ada disekeliling mereka mulai melanjutkan aktivitas nya tanpa mempedulikan tiga orang itu lagi. "Gimana? Kamu pasti merasa kalau ucapan ku benar kan? Karena itu anggap saja kita sudah impas. Ada hal penting yang membuat ku harus membahas tentang Herman padamu. Tapi aku keberatan kalau ada istrinya di sini," sahut Andi melirik ke arah Larasati. Dia belum mengetahui bahwa Larasati minggat dari rumah. "Kenapa dengan Herman? Apa kamu akan ngadu sama dia kalau aku minggat dari rumah dan sekarang sedang ada di sini bersama Damar? Kalau kamu