Ulfa menunjuk tas yang dia bawa. "Di dalam tas ini ada uang tujuh puluh juta sesuai yang Mas Sano mau pinjam. Sekarang berikan dulu sertifikat rumah ini baru serahkan uangnya.""Tunggu sebentar!" Mahika berdiri menuju kamar untuk mengambil sertifikat rumahnya. Setelah itu kembali keluar dengan sangat buru-buru."Tolong videoin, ya!" pinta Ulfa setengah berbisik pada Fajar.Lelaki yang sedang menggendong Alea itu langsung mengangguk. Semuanya sudah mereka rencanakan sebelum berangkat saat makan di restoran tadi.Begitu rekaman video menyala, Ulfa langsung meraih sertifikat rumah itu dari tangan Mahika yang wajahnya memucat. "Sertifikat ini aku bawa karena kalian meminjam uang tujuh puluh juta. Ini sudah sesuai kesepakatan sebelum video ini dibuat, ya. Nanti kalian bakal bayar satu juta per bulan. Kalau nominal kurang atau melompat ke bulan selanjutnya, maka sertifikat ini menjadi milikku. Aku bebas menjual rumah ini, betul?"Mereka bertiga mengangguk bersamaan."Dalam enam tahun kurang
Jenni yang sudah dua bulan ini bekerja di salah satu klinik terkenal begitu memanjakan Alea. Hasilnya anak gadis itu terlihat semakin sehat, padat berisi seperti anak orang kaya atau sebut saja artis. Apapun yang Alea inginkan selalu diberi oleh Jenni, seperti yang dilakukan oleh Fajar.Sementara itu, toko fashion yang Ulfa bangun—diurus oleh Kancana—sudah selesai dibangun. Toko itu berada tepat di samping rumah Ulfa karena kebetulan ada tanah kosong yang luas di sana. Kancana sendiri yang menawarkan bantuan untuk mengurus semuanya saat Ulfa masih menjalani masa iddah.Toko Fashion itu diberi nama Aleafa yang berarti Alea dan Ulfa. Isinya adalah produk pakaian dari beberapa brand terkenal. Ulfa tidak pandai mendesain sehingga masih menjual brand orang lain.Selama masa iddah, selain menulis, wanita itu lebih sering menghabiskan waktunya dengan perawatan. Jadi, dia memanggil ahli kecantikan untuk datang ke rumahnya. Alhasil, sekarang kulitnya makin sehat terawat. Berbanding terbalik de
"Sesama kaum wanita harus saling mengerti. Kamu pikir aku nggak paham bagaimana perasaan Ulfa? Dia terluka, meskipun terlihat kuat, hatinya tetap rapuh.""Nggak, Bu. Aku nggak rapuh. Sejak mengetahui perselingkuhan Sano tepatnya malam ketika aku menciduknya di rumah mertuaku sendiri, hatiku seketika beku." Ulfa menyela secepat mungkin karena tidak mau Sano menjadi salah paham atau mengejeknya.Meskipun benar apa yang dikatakan Indah benar, Ulfa tidak akan mengaku. Dia harus terlihat kuat di mata semua orang sekaligus memberi motivasi pada diri sendiri kalau dia bisa tetap hidup bahagia tanpa kehadiran Sano."Berarti hatimu sangat kecewa, ya, Bu Ulfa? Orang kalau mati rasa itu artinya kecewa berat.""Benar. Aku ngasih Mas Sano kesempatan kedua demi putri kami dengan syarat dia harus meninggalkan selingkuhannya, tetapi dia melakukan kesalahan yang sama bahkan lebih besar dan tidak ada maaf lagi. Mas Sano menikah diam-diam dengan selingkuhannya yang dikata cantik.""Cantik? Secantik apa
POV Ulfa_____________________Aku tidak habis pikir dengan Mas Sano sekeluarga yang semuanya tidak punya rasa malu. Setelah menyakiti, mereka semua menganggap aku mesin uang. Aku tidak bodoh, hanya ingin menunjukkan kekayaan, makanya sertifikat rumah menjadi jaminan agar ketika mereka merencanakan hal buruk, Ulfa tidak dirugikan.Pasalnya, kalau menuruti mereka dan memberi rasa kasihan itu tidak ada habisnya apalagi keluarga parasit seperti mereka. Orangtuaku saja jarang meminta uang bahkan menolak ketika aku mengirim dengan nominal fantastis, katanya lebih baik digunakan untuk mengembangkan usaha.Sebenarnya aku juga kasihan melihat Alea yang sering mengigau memanggil papanya, tetapi kalau harus menerima dia kembali adalah perkara mustahil. Sudah kukatakan padanya untuk mengakhiri hubungan mereka.Dia masih beruntung karena aku tidak sampai membunuhnya. Mas Sano yang biadab itu seharusnya diberi pelajaran. Aku menjadi geram, dendam yang mulai mereda kembali membuncah. Aku harus lebi
Setelah mereka berbincang selama hampir sepuluh menit, akhirnya lelaki yang semakin hari semakin tampan itu melangkah cepat mengikis jarak denganku. Biasanya dia akan mengabari terlebih dahulu jika mau datang, sekarang malah sesuka hati seolah rumah ini adalah miliknya juga.Oh tidak, aku bisa melihat senyum Fajar yang sedikit berbeda. Dia lalu duduk di kursi tempat Tantri duduk tadi. Aku tidak mau memulai percakapan karena masalah mood yang masih belum baik, lebih memilih diam menatap lekat pada Fajar."Tadi Bu Mahika mau minjem uang kamu, tapi kamu nggak mau minjemin?""Apa?"Fajar pun mengulangi pertanyaannya tadi dengan tempo lambat seolah aku ini memang tidak mendengarnya. Bu Mahika benar-benar keterlaluan, dia pasti sengaja mengatakan itu pada Fajar agar terjadi kesalahpahaman, lalu kami tidak sedekat dulu lagi.Aku tahu, Bu Mahika pasti paham bahwa Fajar dan Mbak Kancana lah yang selalu memberiku semangat untuk balas dendam mengingat selama ini aku dinilai sebagai gadis lugu da
"Apa, Mbak?" Aku sengaja bertanya, pura-pura tidak mengerti.Mbak Kancana mendelik, pasti kesal mendengar pertanyaan itu. Namun, aku berusaha menjaga ekspresi agar tidak ketahuan sedang bersandiwara untuk menutupi sesuatu."Yang dikatakan Fajar tadi loh sebelum pulang. Ada apa dengan hari rabu?" Itu loh, Mbak. Segala sesuatu yang dimulai pada hari rabu, maka akan sempurna urusannya. Berdoa pada hari rabu setelah dzuhur juga katanya doa itu bakal diijabah, Mbak.""Kalo itu mbak juga denger. Cuman usaha apa, kenapa kamu sampai memukul kepalanya? Ada rahasia apa gitu, loh. Masa sama mbak mau disembunyikan?"Aku tidak tahu apakah memang sudah waktunya curhat pada Mbak Kancana atau belum. Selama ini dia selalu memberi respons positif ketika aku membicarakan tentang Mas Sano. Lalu, apakah sekarang masih sama begitu tahu lelaki yang aku bahas bukan lagi sosok masa lalu?Rasanya berat, tetapi aku sangat penasaran bagaimana tanggapan Mbak Kancana tentang lelaki tadi karena mereka juga seringk
I'll say, will you marry me?I swear that I will mean itI'll say, will you marry me?And if I lost everythingIn my heart, it means nothing'Cause I have you, Girl, I have youTo get right down on bended kneeNothing else would ever be better, betterThe day when I"Hah?!" Aku melongo setelah beberapa menit yang lalu membuka pintu rumah. Di pagi yang cerah ini, Fajar datang mengetuk pintu, lalu menyerahkan sebuah buket mawar dengan seulas senyum."Itu lagu Jason Derülo yang judulnya Marry Me. Kamu nggak tahu?"Aku menggeleng. Aku memang tidak pernah mendengar lagu yang Fajar nyanyikan tadi apalagi sampai menelusuri terjemahannya. Meskipun terkesan romantis, tetapi bagiku biasa saja karena tidak paham maksudnya.Yang aku tahu, lagu itu membahas tentang pernikahan. Entahlah, mungkin sebaiknya aku meminta Fajar masuk daripada menjadi bahan gunjingan tetangga karena mengobrol di pintu saja.Begitu Fajar masuk, kami duduk saling berhadapan. Masih pukul tujuh pagi, aku bahkan belum mandi d
POV Author_____________________Sesampainya di toko fashion, Jenni melihat Fajar sedang duduk bersama Kancana, sementara Cantika sibuk menata barang yang baru masuk. Dia mendekat, mendengar Fajar berucap lirih, "Iya, Mbak. Aku beneran ditolak sama Ulfa.""Jen, duduk dulu!" pinta Kancana menarik kursi besi warna hitam itu.Sebuah toko fashion yang menyediakan kursi tunggu yang diletakkan di bagian barat, menempel pada dinding yang dipenuhi lukisan bunga sakura berwarna merah muda."Ulfa bukannya nolak kamu, cuman dia masih belum berani membuka hati. Tadi aku tanyain ke dia, emang takut jatuh cinta lagi. Seorang wanita yang pernah diduakan pasti bersikap sama seperti Ulfa. Apalagi sekarang dia harus memikirkan Alea juga." Jenni ikut menghibur Fajar yang semakin dalam menundukkan kepalanya untuk menyembunyikan air mata.Suasana di dalam toko semakin sedih dengan diamnya Fajar. Pasalnya lelaki itu tidak mudah jatuh cinta. Dia hanya akan mencintai ketika merasa bisa serius untuk menikahin