Bab 28 "Aku tidak percaya kalau kamu bisa menghadiri pernikahan suamimu. Apa jangan-jangan kamu ini saudara kembarnya ... siapa nama istri Sano?" "Ulfa, Rey." Fajar yang menjawab. "Nah, iya. Jangan-jangan kamu ini saudara kembarnya Ulfa yang sengaja datang buat balas dendam, iya? Seperti dalam beberapa film yang aku tonton." Aku menghela napas berat. Sejak kapan aku punya saudara kembar? Bahkan kedua kakakku saja berada di Makassar. Kak Jenni yang dulu datang ke sini juga kembali ke rumah mama beberapa waktu lalu karena ada keluarga yang ingin mengajaknya bisnis bersama. "Dia beneran Ulfa, istrinya Sano. Makanya sengaja bawa Ulfa ke sini karena pengen ngeliat reaksi Sano. Meskipun kami masih saudaraan, tetap saja selingkuh sekaligus menikah diam-diam itu salah apalagi Sano bisa dibilang ingin menelantarkan anak serta istrinya. Entah apa yang ada dalam pikiran mereka berdua, termasuk Dita yang sesama perempuan." Ucapan Fajar benar. Seharusnya Dita tidak merebut suami orang karena
Bab 29 "Tuh, alasan kenapa aku nyuruh Sano nikah lagi. Ya karena Ulfa itu nggak tahu sopan santun. Dia bukan hanya sering ngebentak suami, tetapi juga mertuanya. Siapa yang mau punya mantu kayak dia?" Ibu mertua berteriak pada semua tamu seolah apa yang mereka lakukan memang sebuah kebenaran. Aku tahu, baik ibu, Mas Sano dan semua yang berdiri di pelaminan termasuk orang tua dari Dita ingin aku terlihat sebagai pelaku, bukan korban. Terlihat jelas dari tatapan mata mereka yang terlihat merendahkan aku padahal anak mereka sendiri yang rendah, tidak punya harga diri. Terutama Dita yang terang-terangan mengakui perasaannya, memberitahu aku hari itu kalau dia dan Mas Sano saling mencintai. Bahkan tanpa rasa malu mengakui kalau setiap pagi Mas Sano menemuinya, mereka tidur bersama tanpa hubungan pernikahan. "Dia nggak cuma kasar di mulut, tapi lisannya. Ulfa itu sering nyiksa ibu mertua sendiri. Anak gadis aku si Tantri dijadikan baby sitter Alea. Tantri nggak bisa ngerjain tugas kuliah
Bab 30 "Jadi ini yang kamu bilang kebahagiaan buat mama? Terakhir waktu mama nanya tentang status Sano, kamu bilang mereka sudah bercerai. Terus drama yang mengatakan Ulfa meninggal itu apa? Kamu mau mencoreng nama baik keluarga?!" bentak Bu Bunga menatap geram pada Dita. Pesta ini benar-benar kacau. Mas Sano menarik tanganku kasar menuju ke luar gedung, entah ke mana. Dengan rasa takut, aku melirik pada Fajar berusaha meminta pertolongan. Ah ya, kami menuju arah toilet. Untung saja aku melihat Fajar mengangguk, itu artinya aman. Mas Sano benar-benar diliputi amarah, sudah banyak berita suami membunuh istrinya setelah dipermalukan padahal itu kesalahannya sendiri. Aku sedikit takut jika sampai Mas Sano benar-benar membunuhku. Pembalasan dendam ini hampir sempurna, aku tidak ikhlas jika pergi lebih cepat. Apalagi Alea masih sangat membutuhkanku sebagai ibunya. Mas Sano membanting pintu kasar. Kami berdiri di depan cermin berukuran besar. "Kamu sengaja datang ke sana buat merusak ha
Bab 31 Sore menjelang magrib, kami berdua baru tiba di rumah orang tua Mas Sano, tentunya setelah mengurus beberapa hal paling penting sekaligus menguatkan mental untuk melawan mereka semua sampai keluar sebagai pemenang. Aku, Fajar dan Alea berdiri menunggu pintu terbuka, sementara Mbak Kancana menunggu di mobil dengan segala benda yang bisa membuat Mas Sano terkejut bahkan tidak akan mampu berkutik beberapa saat. Pintu utama bernuansa cokelat kayu itu terbuka lebar. Aku menghela napas panjang, melirik Fajar yang tengah menggendong Alea. "Kayak suami istri aja pake datang bersamaan, mana Fajar gendong Alea lagi," cibir Ibu Mahika begitu melihat kami. Aku mendengus kesal. "Bu, kami diminta datang, masa nggak boleh bersamaan? Lagian Fajar itu om-nya Alea juga. Ada salah kalau dia digendong sama om-nya?" Ibu Mahika mencebikkan bibirnya, berlalu masuk rumah tanpa mengajak kami. Aku dan Fajar saling pandang, kemudian melangkah mengekori Ibu Mahika. Di ruang keluarga sudah ada Mas San
Bab 32 Mas Sano berdiri, lalu dengan gerakan cepat meraih kera baju Fajar untuk kemudian diberi hadiah pukulan. Aku memejamkan mata sejenak karena merasa kasihan melihat darah di sudut bibirnya. Rupanya Fajar hanya tersenyum, kemudian membalas pukulan itu sampai Mas Sano terhuyung ke belakang. Dalam posisi ini, apakah pantas jika aku memihak pada suamiku? No. Aku tidak ingin melakukannya atau akan membuat Fajar kesal. Kedatangan kami ke sini adalah untuk menyelesaikan perpisahan yang tertunda. Ya, aku ingin berpisah dengan Mas Sano daripada hidup menderita karena diduakan. "Kamu yang harusnya dipukul, Sano. Kamu terlalu bodoh, mudah dipengaruhi oleh Dita. Membuang kebahagiaanmu demi menikahinya? Apa kamu buta sampai tidak bisa membedakan mana yang terbaik di antara mereka? Aku pastikan kamu akan menyesal!" "Kalau kamu suka sama Ulfa, ngaku aja. Nggak usah sok jadi pahlawan di depannya. Tapi pertanyaan aku, Jar, apa Ulfa juga suka sama kamu?" "Dia bukan wanita murahan yang mencint
Bab 33 POV Sano _______________ Aku tercengang mendengar pembelaan Fajar sejak awal. Kenapa dia malah membela Ulfa saat ini bahkan seperti sengaja membawa istriku itu ke acara pernikahan? Padahal setiap aku curhat, membandingkan antara Ulfa dan Dita, dia terlihat netral saja. Apa sebenarnya Fajar memiliki perasaan pada Ulfa sehingga berusaha untuk memisahkan kami? Padahal hubungan antara aku dan Ulfa sudah membaik, tetapi dia malah merusak segalanya. Seandainya saja Fajar tidak membawa Ulfa ke acara tadi, aku yakin semuanya akan berjalan lancar. Aku tetap bisa memiliki keduanya tanpa harus ketahuan dari Ulfa. Wanita itu, aku mencintainya, tetapi perasaan ini juga menginginkan Dita. Seorang gadis yang setiap saat bisa memberiku kepuasan. Berbeda dengan Ulfa. Dulu, istriku adalah segalanya. Namun, semua berubah ketika dia melahirkan anak pertama kami. Rasanya sudah tidak lagi sama. Bercinta pun tidak rutin lagi. Padahal, jika memiliki keduanya. Aku akan merasa damai dan tentram. P
Bab 34 "Mbak Kancana?" Ulfa terkejut bukan main, aku bisa membaca raut wajahnya. Kenapa dengan Ulfa? Apa karena dia menyimpan sebuah rahasia? Mbak Kancana pun memandang tidak suka padanya. "Mbak Kancana. Syukur kamu datang sekarang. Aku mau kamu menjadi saksi, Mbak. Bisa, kan?" Wanita itu mengangguk, lantas tersenyum dan berdiri di sampingku. Mampus kamu, Ulfa. Kamu sudah membuatku terpojok, maka aku pun akan melakukan hal yang sama. Jadi, aku tidak bisa ditendang dari rumah karena ketahuan selingkuh bahkan menikahi Dita karena dia pun melakukan hal serupa. Aku menatap angkuh pada Ulfa dan Fajar bergantian. "Saksi apa?" Ulfa terlihat gugup. "Saksi kalau kamu sudah selingkuh dengan Fajar, Ulfa. Jadi jangan menyalahkan Sano sebab telah menikah sama Dita. Lelaki itu bisa menikah lebih dari sekali, sementara tidak dengan perempuan." Kedua mata Ulfa melotot sempurna. Dia menggelengkan kepalanya sambil terus mundur ke belakang sampai menabrak dinding. Pembalasan dimulai, aku bersorak
Bab 35 "Kamu nggak paham? Aku bawain koper berisi barang kamu ke sini itu kenapa?" Aku menggeleng pelan. Sebenarnya ada sebuah prasangka dalam hati alasan Mbak Kancana membawa barang itu. Akan tetapi, tidak mungkin dia langsung berbalik melawanku hanya dalam hitungan detik, bukan? "Kamu diusir dari rumah itu karena ketahuan selingkuh, menikah diam-diam dengan Dita. Itu artinya kamu sudah melanggar isi dari perjanjian pranikah. Melanggar, berarti kamu emang harus ditendang dari rumah itu. Untung saja Ulfa masih punya rasa kasihan di mana seharusnya kamu keluar tanpa membawa apa-apa kecuali pakaian yang melekat di tubuhmu. Berterimakasih lah pada Ulfa, Sano." Aku semakin tidak mengerti, refleks kedua alis saling bertaut. Apa maksudnya tadi Mbak Kancana hanya pura-pura berpihak padaku agar rencana mereka sukses? Jika benar, lalu kenapa ekspresi Ulfa terlihat begitu alami? Jika Mbak Kancana tidak bekerjasama denganku, kenapa dia mengirim foto Ulfa dan Fajar hari itu? Mungkinkah mereka
Dua hari sejak pertemuan Dokter Nafiadi dengan Kancana, dia akhirnya berhasil menemukan Fajar atas bantuan beberapa temannya. Lelaki itu ternyata tinggal di sebuah kontrakan yang tidak jauh dari tempat kerjanya. Sayang sekali karena para tetangga mengira mamanya adalah Setiawan.Setelah mengetuk pintu beberapa kali, kini dia berhasil duduk di ruang tamu dengan desain minimalis itu. Menatap Fajar lekat yang terkesan sedang memendam sebuah luka."Dua minggu ke depan, aku dan Ulfa akan menikah."Pernyataan dari Dokter Nafiadi berhasil mengejutkan Fajar. Kedua mata lelaki itu melebar, tetapi hanya sesaat. Sekarang dia tersenyum penuh pemaksaan. "Oh, selamat.""Tidak usah berpura-pura. Aku sudah tahu kalau kamu sangat mencintai Ulfa bahkan hingga saat ini.""Tidak. Aku sudah melupakan wanita itu. Tidak ada alasan bagiku untuk mencintainya. Aku pergi, meninggalkan semuanya juga cinta itu. Kalau Dokter Adi ke sini hanya untuk pamer, lebih baik pulang saja. Aku sibuk."Dokter Nafiadi menggele
Hari yang dinanti telah tiba. Semua keluarga dari Makassar terlihat sangat senang, mungkin karena Kak Jenni tidak memberitahu masalah itu. Simple, acara pernikahan aku minta agar digelar di rumah saja yang kebetulan lumayan luas setelah menambah lebar ruang tamu dan dua kamar. Sekarang aku duduk di dalam kamar yang sudah didekorasi sedemikian rupa. Terkesan sederhana, tetapi menawan dan elegan. Seorang MUA sedang mengaplikasikan bedak untuk menyulap aku menjadi cantik. Baju adat Makassar berwarna kuning sudah melekat di dalam tubuh, tinggal menyelesaikan proses make up yang butuh waktu panjang, lalu memasangkan jilbab. Ini permintaan Dokter Nafiadi, ingin melihat aku menutup aurat. "Kak, pernah merias pengantin yang dijodohkan atau sejenisnya? Intinya mereka menikah karena terpaksa gitu," tanyaku pada MUA itu. Dia lantas tersenyum. "Pernah, bahkan sering, Kak. Mereka sampai nangis-nangis mikirin nasibnya nanti. Ada yang terpaksa demi kebahagiaan orang tua, ada pula demi melunasi ut
POV Ulfa________________Perasaanku kini campur aduk setelah semalam mendengar ucapan Mbak Kancana tadi. Benar, aku masih belum mencintai lelaki itu padahal setelah prosesi lamaran, aku selalu meminta kepada Tuhan agar menghadirkan rasa cinta untuknya di dalam hati ini.Namun, bukan percuma, sepertinya takdir tidak berpihak. Semakin mencoba melupakan, cinta pun semakin tumbuh megah saja. Aku selalu berusaha mengelak, tetapi bayangan Fajar kian mengusik pikiran.Aku menggigit bibir agar tangisan tidak semakin menjadi. Sebentar lagi acara pernikahan akan digelar, besok lusa keluarga dari Makassar akan mendarat di bandara untuk kemudian dijemput langsung oleh Kak Jenni.Hancur, semakin hancur. Aku tidak tahu kepada siapa lagi menceritakan keluh kesah ini. Jika pada Mbak Kancana, perlahan aku pasti berusaha meninggalkan Dokter Nafiadi."Ulfa, kamu di dalam?"Suara Kak Jenni memecah lamunan. Aku baru sadar kalau hari ini cuti nasional. Segera kuseka air mata, lalu mencuci wajah dengan air
Kancana tidak langsung menjawab, dia meminimalisir rasa gugup dengan menyeruput jus di depannya. Apalagi seorang pelayan datang mendekat membawa pesanan Cantika. Setelahnya, suasana di antara mereka bertiga kembali tegang."Aku datang ke sini tanpa sepengetahuan Ulfa, kuharap Dokter Nafiadi pun sama, tidak memberitahu pertemuan rahasia ini walau pada Jenni sekalipun.""Baiklah, aku selalu menepati janji. Katakan, kenapa Mbak Kancana mengundangku ke sini? Apa ada kaitannya dengan Fajar?""Jawaban yang tepat." Kancana tersenyum, mencoba menguasai diri agar berhasil dalam misinya. Dia tidak mau melihat Ulfa tersakiti, menjalani pernikahan yang selama ini tidak dia impikan. Menghela napas berat, Kancana melanjutkan, "tolong, temukan Fajar dan tinggalkan Ulfa. Hanya itu cara agar mereka tidak tersakiti.""Dengan mengorbankan perasaanku? Omong kosong apa ini?"Kedua mata Kancana melebar mendengar respons dari dokter itu. Dia tidak menyangka sama sekali jika Dokter Nafiadi akan mengedepankan
Tantri menangis sekencang mungkin ketika pagi itu mendapat pesan balasan dari Dokter Nafiadi bahwa dirinya tidak diterima untuk bekerja sebagai pengasuh Liam atau pun asisten rumah tangga sebab ditolak pihak keluarga. Dia sudah berharap, tetapi harapan yang melambung tinggi itu dipatahkan oleh kenyataan. Tantri kembali mengecek ponsel untuk memastikan pesan yang dikirim tadi, ternyata isinya sama, tidak berubah sama sekali. "Kamu kenapa, sih?!" tegur Mahika memasuki kamar putrinya yang setengah terkunci. Wanita paruh baya itu hendak ke toko emas untuk menjual kalungnya demi bisa mengisi perut yang sejak tadi malam bernyanyi riang. "Ibu, sih, niat jelek. Jadinya Tuhan marah sama kita. Harusnya Dokter Adi tuh nerima aku jadi pengasuh Liam, tapi entah kenapa malah ketolak. Alasannya nggak masuk akal, dia bilang kalau Liam tidak butuh pengasuh karen sebentar lagi memiliki ibu sambung yang bisa menyayanginya." Mahika berpikir sebentar. Dia bisa merasakan apa yang Tantri alami saat ini.
Dokter Nafiadi tiba di rumah Mahika tepat pukul dua siang. Dia singgah sepulang dari mall bersama putra kesayangannya, Liam. Anak lelaki yang sangat tampan itu menatap bingung pada sang ayah karena dia hafal betul bahwa bangunan itu bukanlah rumahnya."Ini rumah teman ayah," kata Dokter Nafiadi memberi tahu.Liam mengangguk. Entah paham atau kebetulan saja, Dokter Nafiadi tidak bisa menebak. Dia melepaskan genggaman tangan putranya yang mirip turis Italia itu, kemudian mengetuk pintu."Dokter Nafiadi?" Mahika melebarkan senyuman. Dia tidak menduga kalau lelaki itu akan bertamu ke rumahnya. "Silakan masuk, Dok.""Terimakasih," jawabnya, kemudian melangkah masuk menggandeng tangan Liam.Ayah dan anak itu duduk di ruang tamu, sementara Mahika memanggil Tantri untuk menggendong Adnan keluar. Tidak berselang lama, gadis itu datang lantas terkejut melihat lelaki berkacamata yang menanyakan nama orang tuanya tadi malam.Tantri menghempas bokong di salah satu kursi yang ada di sana. "Dokter N
"Kenapa, Ulfa? Apa karena anak itu lahir dari rahim wanita yang sudah menyakitimu?"Ulfa mendengus. Dia malas berurusan dengan Mahika di hadapan Dokter Nafiadi. Sungguh, dia sangat merindukan Fajar untuk memberinya dukungan."Aku tidak mempermasalahkan Adnan. Dia bayi tak berdosa, sama seperti Alea. Bagaimana pun, Mas Sano adalah ayah mereka berdua.""Lalu? Adnan tentu saja butuh ASI jika ibunya ada karena sufor tidak bisa menggantikan keutamaan ASI. Namun, ibunya tidak bertanggungjawab. Ibu ini bilang kalau kamu bisa langsung beli susu saja buat bayi Adnan, tidak harus memberi uang.""Aku tidak bisa. Mereka pasti berbohong lagi supaya aku merasa kasihan. Kamu tidak tahu kalau mereka itu sangat licik. Segala hal dilakukan demi mencapai tujuan. Aku sudah lama mengenal mereka, Mas, jadi paham meskipun tanpa diberitahu. Aku bantu dia malam ini, memberi harapan bagi mereka untuk hari selanjutnya. Punya kaki dan tangan, tapi enggan bekerja.""Mbak, aku memilih putus kuliah demi mencari pek
"Mau gimana lagi. Mas nggak bisa jamin keluarga apalagi sampai biayain kuliah kamu. Jangankan buat berangkat ke kampus sehari-hari sama jajan, makan aja kita masih mikir," timpal Sano begitu Tantri merengek.Dia baru menjalani satu semester, jadi belum bisa meminta untuk mengambil cuti. Mau tidak mau, Tantri harus putus kuliah dengan harapan bisa mendaftar ulang ketika kehidupan mereka sudah berubah.Jika dulu semua baik-baik saja dalam tanggungjawab Sano atas dukungan Ulfa, perlahan mulai berbeda. Semuanya hilang, sebagai penebus dosa Sano terhadap anak dan istrinya."Bilang sama bapak, Mas. Kamu yang bujuk bapak supaya aku nggak putus kuliahnya." Kembali gadis itu merengek.Jika putus kuliah, teman-temannya akan kompak menertawakan sebab dulu ketika bekerjasama dengan Ulfa untuk membalas perbuatan Dita, dia sering memamerkan uangnya.Tidak. Tantri tidak bisa membayangkan hal itu terjadi. Namanya bisa menjadi bahan bulanan, atau mungkin diviralkan karena ada sesekelompok yang membenc
Setelah mengantar sang ibu pulang, Dokter Nafiadi kembali banting setir menuju rumah Ulfa. Dalam perjalanan dia tidak bisa tenang memikirkan kata-kata Sano."Perlu Dokter tahu kalau Ulfa sebenarnya sering menghabiskan malam dengan banyak lelaki ketika aku sedang dinas di luar kota. Dia bekerjasama dengan Mbak Kancana untuk memojokkan aku. Asal Dokter tahu kalau sebenarnya Ulfa tidak sebaik yang semua orang bayangkan. Hanya karena aku menikah lagi, mereka jadi menyalahkan aku tanpa mau tahu duduk permasalahannya. Benar, aku tidak mau menyentuh Ulfa lagi karena takut jangan sampai dia punya penyakit HIV. Biasanya orang yang melakukan hubungan suami istri bergantian kerap mudah mendapat penyakit itu?"Sebuah kalimat yang terus saja terngiang sekalipun Dokter Nafiadi berusaha menepisnya. Kendaraan roda empat itu dia pacu semakin kencang, tidak peduli jika pengendara lain sibuk memakinya.Bukan tidak mampu mengontrol emosi, Dokter Nafiadi seperti ingin menerbangkan kendaraan agar segera sa